Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161248 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Srisadono Fauzi Adiprabowo
"Mortalitas pneumonia anak masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia hingga saat ini. Bayi dengan penyakit jantung bawaan pirau kiri kanan (PJB L-R) berisiko menderita pneumonia. Data mortalitas pneumonia pada PJB L-R dan faktor-faktor yang memengaruhi belum banyak diketahui. Penelitian kohort retrospektif ini membandingkan mortalitas pneumonia dengan PJB L-R dengan tanpa PJB. Sebanyak 129 subyek dengan rentang usia 1 bulan - 7 tahun dengan diagnosis primer pneumonia, 54 subyek dengan PJB L-R dan 75 subyek tanpa PJB. Proporsi mortalitas pneumonia dengan PJB L-R lebih banyak (57,1%) dan risiko mortalitas lebih besar (OR 2,35; IK 95% 1,06 sampai 5,18) dibandingkan pneumonia tanpa PJB. Status gizi kurang/buruk, pneumonia rekuren, dan pneumonia terkait rumah sakit (HAP) lebih banyak secara signifikan pada pneumonia dengan PJB L-R. Sedangkan, tingkat keparahan dan anemia tidak berbeda bermakna di kedua kelompok. Pneumonia dengan tingkat keparahan berat memengaruhi mortalitas secara bermakna (OR 3,24; IK95% 1,16 sampai 9,08). Pneumonia rekuren, status gizi kurang/buruk, status imunisasi tidak lengkap, anemia, dan HAP tidak terbukti berhubungan dengan mortalitas pneumonia dengan PJB L-R.

Childhood pneumonia is still a worldwide problem with high mortality. Infants with left to right shunt congenital heart disease (L-R CHD) are at risk of developing pneumonia. Pneumonias mortality in L-R CHD and its influencing factors are not well known. This retrospective cohort study analyzed mortality of pneumonia with L-R CHD with and without CHD. There were 129 subjects (age range of 1 month up to 7 years 11 months) with pneumonia as the primary diagnosis, consisting of 54 subjects with L-R CHD and 75 subjects without CHD. Mortality rate in children with L-R CHD was higher than those without CHD group (57.1%). The risk of mortality was greater (OR 2.35; 95% CI 1.06 to 5.18) compared to pneumonia without CHD. Moderate to severe malnutrition, recurrent pneumonia, and hospital acquired pneumonia (HAP) are significantly higher in L-R CHD group. Meanwhile, pneumonia severity and anemia were not significantly different in both groups. Severe pneumonia significantly affected mortality (OR 3.24; 95% CI 1.16 to 9.08). Recurrent pneumonia, moderate-to-severe malnutrition, incomplete immunization status, anemia, and HAP have not been proven to be associated with pneumonia mortality with L-R CHD."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Waworuntu, David Soeliongan
"Latar Belakang: Infeksi menjadi masalah pada anak dengan penyakit jantung bawaan (PJB),
terutama pneumonia. Faktor risiko yang mendasari perjalanan pneumonia pada anak adalah:
usia, jenis kelamin, status gizi, pemberian ASI, berat lahir rendah, status imunisasi,
pendidikan orangtua, status sosioekonomi, penggunaan fasilitas kesehatan. Insidens
pneumonia pada anak dengan PJB pirau kiri ke kanan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.
Tujuan: Mengetahui insidens pneumonia anak dengan PJB pirau kiri ke kanan dan faktor
risiko yang terkait.
Metode: Penelitian ini adalah studi analitik dengan rancangan cohort retrospective
berdasarkan penelusuran rekam medis di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dari tahun 2015 -
2019, Jakarta. Diagnosis PJB pirau kiri ke kanan berdasarkan echocardiography. Dari hasil
yang ada, dilakukan analisis multivariat dan dilaporkan sebagai odds ratio (OR).
Hasil: Dari 333 subyek dengan PJB pirau kiri ke kanan, 167 subyek mengalami pneumonia
(50,2%). Proporsi jenis PJB pirau kiri ke kanan terbanyak yang menyebabkan pneumonia
adalah defek septum ventrikel (VSD), yaitu 41,9%. Defek ukuran besar berhubungan dengan
angka kejadian pneumonia (p=0,001). Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian pneumonia
pada anak dengan PJB pirau kiri ke kanan antara lain: status gizi buruk [OR 5,152 (95% CI
2,363-11,234)], status imunisasi tidak lengkap [OR 9,689 (95% CI 4,322-21,721)], status
sosioekonomi rendah [OR 4,724 (95% CI 2,003-11,138)], dan ukuran defek yang besar [OR
5,463 (95% CI 1,949-15,307)].
Simpulan: Insidens pneumonia pada anak dengan PJB pirau kiri ke kanan sebesar 50,2 %.
Tipe PJB dengan insidens pneumonia terbanyak adalah VSD. Status gizi, imunisasi, status
sosioekonomi dan ukuran besar defek mempengaruhi angka kejadian pneumonia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Emilda
"ABSTRAK
Latar Belakang. Penyakit jantung bawaan (PJB) asianotik pirau kiri ke kanan
merupakan kelompok PJB yang sering ditemukan. Aliran pirau yang terjadi
memengaruhi sistem respiratori, sehingga terjadi ventilasi perfusi mismatch dan
menurunkan compliance paru yang memudahkan pasien untuk mengalami infeksi
respiratori akut (IRA) berulang.
Tujuan. Mengetahui kekerapan IRA pada anak dengan PJB asianotik pirau kiri ke
kanan.
Metode. Penelitian ini merupakan kohort prospektif yang dilakukan di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) dan Pelayanan Jantung Terpadu (PJT)
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), selama bulan September 2012
hingga April 2013. Kelompok PJB adalah pasien PJB asianotik pirau kiri ke kanan
berusia 3 bulan-5 tahun. Kelompok kontrol adalah anak yang tidak menderita PJB
asianotik pirau kiri ke kanan yang diambil secara matching umur dan jenis
kelamin. Data penelitian dianalisis dengan uji Kai kuadrat, t tidak berpasangan,
dan Mann-Whitney menggunakan SPSS versi 19.
Hasil. Penelitian dilakukan pada 100 subjek, 6 subjek mengalami drop out.
Insidens IRA pada kelompok PJB asianotik pirau kiri ke kanan adalah 40-60%,
kelompok kontrol 20-30% (P=0,027). Risiko relatif pasien PJB mengalami IRA
adalah 2,3 kali (IK 95% 1,2-4,3) dibanding kelompok kontrol (P=0,006). Jenis
IRA terbanyak pada kelompok PJB dan kontrol adalah IRA atas (118 dan 66
kasus), IRA bawah pada kelompok PJB berjumlah 26 kasus, sementara kelompok
kontrol 3 kasus. Rerata episode IRA pada kelompok PJB adalah 3 (SD 1,1),
kelompok kontrol 1,5 (SD 0,9) dengan P<0,0001. Kejadian IRA berulang pada
kelompok PJB lebih sering dibanding kelompok kontrol (P<0,0001). Median lama
IRA pada kelompok PJB adalah 7 hari (4-14 hari), sementara kelompok kontrol 5
hari (2-12 hari) P<0,0001.
Simpulan. Kejadian IRA berulang pada kelompok PJB asianotik pirau kiri ke
kanan lebih sering dibandingkan kelompok kontrol.

ABSTRACT
Background. Acyanotic left-to-right shunt congenital heart disease (CHD) is the
most frequent CHD. The flow of the shunt may affect the respiratory tract,
resulting in ventilation perfusion mismatch and decrease the lung compliance.
This, in return, will cause patient suffer from recurrent acute respiratory tract
infection (ARI).
Objective. To describe the frequency of ARI in children with acyanotic left-toright
shunt CHD
Method. This was a prospective cohort study, done in Department of Child
Health and Integrated Heart Service of Cipto Mangunkusumo Hospital from
September 2012 to April 2013. Subjects were acyanotic left-to-right shunt CHD
with consist of children age 3 month?5 years old. Control group was children with
no CHD that was matched with age and sex. Data was analyzed using chi square,
unpaired t test, and Mann-Whitney test.
Result. Study was performed in 100 subjects, 6 subjects were dropped out. The
incidence of ARI on the CHD group was 40-60%, whereas in the control group
only 20-30% (P=0.027). The relative risk of CHD patients to have ARI is 2.3
(95% CI 1.2-4.3) compared to control group (P=0.006). The most frequent ARI in
CHD and control groups were upper ARI (118 and 66 cases), followed by lower
ARI (26 and 3 cases). The mean frequency of ARI episode in the CHD group was
3 (SD 1.1), whereas in the control group 1.5 (SD 0.9) (P<0.0001). The recurrent
of ARI cases were also more frequently found in the CHD group compared to
control group (P<0.0001). The median of ARI duration in the CHD group was 7
days (4-14 days), while in the control group was 5 days (2-12 days) (P<0.0001).
Conclusion. Recurrent of ARI is more frequent in the acyanotic left-to-right shunt
CHD children compared to the control group."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andina Judith
"Latar belakang: Penyakit jantung bawaan (PJB) pirau kiri ke kanan adalah penyebab penting gagal tumbuh pada anak. Koreksi terhadap defek tersebut diketahui memperbaiki prognosis pertumbuhan berat maupun tinggi badan. Tujuan. Mengetahui korelasi usia koreksi defek dengan pertambahan tinggi badan pada pasien PJB pirau kiri ke kanan pasca-koreksi terhadap prognosis pertumbuhan.
Metode: Penelitian dilakukan secara potong lintang dengan menggunakan rekam medis pada subyek dengan PJB pirau kiri ke kanan yang dikoreksi kurang dari 2 tahun di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dengan variabel bebas usia koreksi defek dan variabel terikat z-skor dan Δz-skor TB/U pasca-koreksi. Referensi pertumbuhan menggunakan kurva WHO 2006. Perhitungan korelasi dilakukan menggunakan korelasi Spearman dan kemaknaan ditetapkan dengan p<0,05.
Hasil: Median usia koreksi defek pada penelitian ini adalah 8 bulan dengan usia koreksi terbanyak adalah kurang dari 6 bulan dan usia 6-12 bulan masing-masing sebanyak 11 orang. Defek terbanyak adalah VSD. Usia koreksi defek tidak berkorelasi dengan z-skor TB/U pasca-koreksi berdasarkan uji korelasi Spearman (r= 0,093) dengan nilai p=0,642. Usia koreksi defek dengan Δ z-skor TB/U tidak ditemukan korelasi berdasarkan uji korelasi Spearman (r=0,143) dengan nilai p=0,452.
Kesimpulan: Usia koreksi defek tidak terbukti berkorelasi baik dengan z-skor TB/U maupun Δ z-skor TB/U pasca-koreksi.

Background: Congenital heart disease (CHD) left-to-right shunt is an important cause of growth failure in children. Correction of these abnormalities is known to improve the prognosis of growth in weight and height.
Objectives: Identify correlation between age of defect correction and height gain in patients with left-to-right shunt CHD after correction of growth prognosis Methods. This was a cross sectional study with reviewing medical records on subjects with CHD with left-to-right shunts who were corrected for less than 2 years at Cipto Mangunkusumo hospital with the independent variable being the age of defect correction and the dependent variable were z-score of post-correction height-for-age (H/A) and height gain (Δz-score H/A). The WHO 2006 growth chart were used as the growth reference. The correlation analysis was performed using the Spearman correlation and the significance was determined with p<0.05.
Results: The median age of defect correction in this study was 8 months. Most of the subjects were less than 6 months (11 subjects) and 6-12 months (11 subjects) in corrected ages. The most defects were ventricular septal defects (VSD). The age of defect correction did not correlate with the post-correction H/A z-score based on the Spearman correlation test (r= 0.093) with p value = 0.642 while the defect correction age with z-score H/A was not found to be correlated based on the Spearman correlation test (r = 0.143) with p value = 0.452.
Conclusion: The age of defect correction did not prove correlate with either the z-score for H/A or height gain.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kathrine
"Latar belakang: Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah kelainan kongenital dengan insidens tertinggi dan memerlukan pemantauan berkala. Pemeriksaan ekokardiografi memerlukan fasilitas dan tenaga ahli yang belum tersedia secara luas di Indonesia. Troponin I merupakan biomarker spesifik jantung yang terdeteksi pada awal terjadinya kerusakan miokardium. Data mengenai penggunaan biomarker jantung pada pasien anak dengan PJB masih terbatas.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar troponin I dengan parameter hemodinamik pasien PJB asianotik dengan pirau kiri ke kanan.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang terhadap 53 subyek dengan PJB asianotik pirau kiri ke kanan yang berobat di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan untuk menilai jenis PJB, ukuran defek, dan parameter hemodinamik yaitu Qp/Qs, tekanan sistolik arteri pulmoner, fraksi ejeksi ventrikel kiri, dan tricuspid annular plane systolic excursion (TAPSE). Kadar troponin I dinilai melalui enzyme linked fluorescent assay (ELISA) dengan sampel darah diambil pada hari yang sama dengan ekokardiografi..
Hasil: Median usia subyek adalah 16 (3-135) bulan dengan jenis kelamin perempuan 54,7% (n=53). Diagnosis PJB terbanyak adalah ASD (45,3%), dengan proporsi terbanyak defek berukuran sedang (43,4%). Peningkatan kadar troponin I didapatkan pada 7 (13,2%) subyek. Tidak ada perbedaan bermakna kadar troponin I pada berbagai jenis PJB. Ada korelasi negatif lemah antara kadar troponin I dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (r=-0,391, p=0,002).
Kesimpulan: Terdapat korelasi negatif lemah antara kadar troponin I dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri, sementara tidak ada korelasi bermakna dengan parameter hemodinamik lainnya

Background: Congenital heart disease (CHD) is the most frequent congenital abnormality and requires regular monitoring. Echocardiographic examination requires facilities and experts which are not widely available in Indonesia. Troponin I is a heart-specific biomarker that is detected early in myocardial damage. Data regarding the use of cardiac biomarker in pediatric CHD patients are still limited.
Objective: To determine the correlation between troponin I level and hemodynamic parameters in acyanotic CHD patients with left-to-right shunts.
Methods: A cross-sectional study of 53 subjects with left-to-right shunt acyanotic CHD as inpatient or outpatient at dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Hospital. Echocardiography was performed to assess the type and size of CHD, as weel as hemodynanic parameters (Qp/Qs, pulmonary artery systolic pressure, left ventricular ejection fraction/EF, and tricuspid annular plane systolic excursion/TAPSE). Troponin I level was determined by enzyme linked fluorescent assay (ELISA) with blood samples taken on the same day as echocardiography.
Results: The median age of the subjects was 16 (3-135) months, with 54.7% female (n=53). Most prevalent of the CHD type was ASD (45.3%), most of the defect were medium-sized (43.4%). Increased troponin I levels were found in 7 (13.2%) subjects. There was no significant difference in troponin I level in various CHD types. There was a weak negative correlation between troponin I level and EF (r=-0.391, p=0.002).
Conclusion: There was a weak negatif correlation between troponin I level and EF, while there was no significant correlation with other hemodynamic parameters.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Resti Dwi Hasriani
"Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab utama kematian pada kelompok kardiovaskular. Obesitas dapat meningkatkan risiko seseorang terhadap progresivitas dari prediabetes menjadi DM tipe 2 dan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Kondisi prediabetes dengan obesitas meningkatkan risiko kejadian PJK berdasarkan Cardiometabolic Disease Staging (CMDS). Penelitian ini menggunakan desain studi kohor retrospektif dengan data sekunder studi kohor faktor risiko PTM tahun 2011-2018. Sampel adalah 493 penduduk penduduk dewasa yang obesitas yang menjadi responden Studi Kohor Faktor Risiko PTM, serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Hasil analisis multivariat menggunakan cox regression setelah dikontrol dengan usia dan durasi obesitas menemukan bahwa prediabetes memiliki nilai HR=0,80 (95%CI:0,462-1,387), p=0,429, yang berarti hubungan prediabetes dengan kejadian PJK pada penduduk dewasa yang obesitas tidak bermakna secara statistik.

Coronary Heart Disease (CHD) is a leading cause of death in the cardiovascular group. Obesity could increase a person's risk of progression from prediabetes to type 2 DM and increase the risk of cardiovascular disease. Prediabetes with obesity increases the risk of CHD events based on Cardiometabolic Disease Staging (CMDS). This study was used a retrospective cohort study design using secondary data on NCD Risk Factor Cohort Study in 2011-2018. The sample was 493 obese adult respondents in population of NCD Risk Factor Cohort Study whom met this study inclusion and exclusion criteria. The results of multivariate analysis using cox regression after being controlled by age and duration of obesity found that prediabetes had HR = 0.80 (95% CI: 0.462-1.387), p = 0.429 which means the relationship between prediabetes with CHD events in obese adult respondents was not statistically significant."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Maulidya Sari
"Penyakit Jantung Koroner merupakan prevalensi yang cukup tinggi di masyarakat umum maupun pekerja, serta menyebabkan kematian sebesar 36,5 kesakitan dan tidak mampu kerja. Prevalensi PJK tahun 2013 sebesar 1,5.Salah satu faktor risiko PJK adalah hiperglikemia yang berperan penting dalam proses aterosklerosis. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan hiperglikemia dengan risiko PJK pada pekerja sektor formal dengan menggunakan pendekatan Framingham Risk Score untuk menentukan risiko PJK pada pekerja. Desain penelitian ini adalah studi cross sectional dengan menggunakan data sekunder dari hasil pemeriksaan berkala Pekerja Sektor Formal di Indonesia tahun 2015-2016. Analisis data yang digunakan adalah Cox Regressi. Hasil analisis menemukan bahwa pekerja yang hiperglikemia berisiko 3,818 kali 95 CI 2,451-5,950) berisiko PJK dibandingkan dengan yang tidak hiperglikemia setelah dikontrol dengan kadar trigliserida. Pekerja dapat menerapkan pola makan sehat dan rutin melakukan pemeriksaan kadar gula darah serta pemeriksaan kesehatan lain untuk mencegah hiperglikemia dan mengetahui risiko PJK"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Febriani
"Menurut badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) pada tahun 2015, sebanyak 70% penyebab kematian pada penyakit jantung disebabkan oleh penyakit jantung koroner (PJK). Tercatat 17,5 juta kematian atau setara dengan 30,0 % dari total kematian di dunia disebabkan oleh penyakit jantung koroner (WHO, 2017). Penyakit jantung koroner merupakan gangguan fungsi jantung yang disebabkan adanya plaque yang menumpuk di dalam pembuluh darah arteri sehingga mengganggu supply oksigen ke jantung. Hal ini menyebabkan aliran darah ke otot jantung menjadi berkurang dan terjadi defisiensi oksigen. Pada keadaan yang lebih serius dapat mengakibatkan serangan jantung. Faktor risiko penyakit jantung koroner diantaranya adalah Usia, Jenis Kelamin, Hipertensi, Kolesterol, Riwayat Keluarga dan sebagainya. Jika kemungkinan seseorang untuk menderita penyakit jantung koroner dapat diprediksi sejak awal berdasarkan faktor risiko yang ada, maka tingkat kematian akibat penyakit jantung koroner dapat ditekan menjadi lebih rendah.
Tesis ini mengusulkan Model Regresi Logistik Fuzzy untuk memprediksi kemungkinan seseorang untuk menderita penyakit jantung koroner. Tahap pertama dari penelitian ini adalah membangun model prediksi, kemudian mengestimasi nilai parameter dengan menggunakan metode least square. Selanjutnya pada tahap ketiga mengaplikasikan model yang didapatkan untuk memprediksi penyakit jantung koroner. Setelah itu melakukan uji kelayakan atau kesesuaian model dengan metode Mean Degree of Membership dan yang terakhir menghitung akurasi prediksi dengan menggunakan Confusion Matrix.

According to the World Health Organization (WHO) in 2015, as many as 70% of the causes of death in heart disease were caused by coronary heart disease (CHD). It was recorded that 17.5 million deaths or the equivalent of 30.0% of the world's total deaths were caused by coronary heart disease (WHO, 2017). Coronary heart disease is a disorder of heart function caused by plaque that builds up in the arteries so it interferes with oxygen supply to the heart. This causes blood flow to be reduced and oxygen deficiency occurs. In more serious situations it can prevent heart attacks. Risk factors for coronary heart disease are Age, Gender, Hypertension, Cholesterol, Family History and so on. If there is someone who is a victim of coronary heart disease can be predicted from the beginning, then there is likely to arise more.
This thesis proposes a Fuzzy Logistic Regression Model to predict the possibility of a person suffering from coronary heart disease. The first stage of this research is to build a predictive model, then estimate the parameter values using the least square method. Furthermore, in the third stage, apply a model to predict coronary heart disease. After that, test the feasibility or suitability of the model with the Mean Degree of Membership method and finally calculate the prediction accuracy using the Confusion Matrix.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusinantika Metta Prawitasari
"Hasil Riskesdas (2018) menunjukkan 1,5% penduduk Indonesia menderita penyakit jantung koroner, artinya 15 dari 1000 penduduk Indonesia menderita penyakit ini dan 1,2% dari data tersebut adalah karyawan swasta. Faktor yang paling berpengaruh terhadap PJK adalah kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar trigliserida karyawan PT. X. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Pada penelitian ini, pendekatan studi yang digunakan adalah study cross sectional. Berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh hasil bahwa variabel umur, obesitas, aktifitas fisik, perilaku merokok, riwayat penyakit keluarga, pola makan karbohidrat, protein, lemak, dan serat berhubungan dengan kadar trigliserida karyawan PT. X karena p-value lebih kecil dari alpha (α=0,05). Sedangkan Variabel jenis kelamin diperoleh p-value (0,215) lebih besar dari nilai alpha (α=0,05) artinya tidak ada hubungan jenis kelamin terhadap kadar trigliserida. Pada hasil analisis univariat menunjukkan semua responden penelitian tidak mengonsumsi alkohol. Tetapi, dapat diketahui 17,3% responden memiliki kadar trigliserida lebih dari batas normal. Pada penelitian ini nilai p-value tidak terlihat karena semua responden tidak mengonsumsi alkohol. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kadar trigliserida adalah variabel umur.

The results of Riskesdas (2018) show that 1.5% of Indonesia  population suffers from coronary heart disease, meaning that 15 out of 1000 Indonesians suffer from this disease and 1.2% of the data are private employees. The most influential factor on CHD is cholesterol and triglyceride levels in the blood. This study aims to analyze the factors associated with the triglyceride levels of PT. X employees. This type of research is a descriptive analytic study. In this study, the study approach used is cross sectional study. Based on the Chi Square Test results obtained that the variables of age, obesity, physical activity, smoking behavior, family history, carbohydrate, protein, fat, and fiber diet are related to the triglyceride levels of PT. X employees because the p-value is smaller than alpha (α = 0.05). While the sex variable obtained p-value (0.215) is greater than the alpha value (α = 0.05) meaning that there is no gender relationship to triglyceride levels. On the results of univariate analysis showed all study respondents did not consume alcohol. However, it is known that 17.3% have triglyceride levels more than normal. In this study the p-value was not seen because all respondents did not consume alcohol. The results of multivariate analysis showed that the most dominant variable affecting triglyceride levels is age.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Aterosklerosis sebagai penyebab terjadinya PJK merupakan proses multifaktorial karena banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkannya dengan mekanisme yang saling terkait. Saat ini proses aterosklerosis dianggap sebagai proses inflamasi. Inflamasi terbukti berperan penting pada inisiasi, progresi maupun destabilisasi plak aterosklerosis. High sensitivity C-reactive protein (hs-CRP) merupakan salah satu petanda inflamasi yang penting pada penyakit jantung koroner (PJK) yang berhubungan dengan tingkat keparahan aterosklerosis, iskemi miokardium dan nekrosis miokardium. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan membandingkan kadar hs-CRP pada pasien sindroma koroner akut (SKA), PJK kronik dan bukan PJK, serta untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kadar hs-CRP dengan kadar enzim CKMB pada pasien infark miokard akut (IMA). Penelitian bersifat observasional deskriptif dan analitik dengan pendekatan potong lintang. Dilakukan pemeriksaan kadar hs-CRP dengan metode chemiluminescent pada 21 pasien SKA, 20 pasien PJK kronik dan 20 bukan PJK. Didapatkan kadar hs-CRP rerata pada pasien SKA, PJK kronik dan bukan PJK sebesar 8,40 (SD 5,53) mg/l, 2,81 (SD 2,09) mg/l dan 1,07 (SD 0,81) mg/l. Analisis statistik didapatkan perbedaan kadar hs-CRP yang bermakna antara pasien SKA, PJK kronik dan bukan PJK (p 0,000). Kadar hs-CRP mempunyai korelasi positif yang bermakna dengan kadar enzim CKMB pada pasien IMA (p 0,004). Sebagai kesimpulan, kadar hs-CRP pada pasien SKA secara bermakna lebih tinggi dibanding PJK kronik dan bukan PJK. Terdapat hubungan yang bermakna antara peningkatan kadar hs-CRP dengan peningkatan kadar enzim CKMB. (Med J Indones 2004; 13: 102-6)

Coronary heart disease (CHD) due to atherosclerosis is a multifactorial process with multiple interdependent factors. At present time, atherosclerosis is considered to be an inflammatory process. It has been proven that inflammation plays a mayor role in the initiation, progression as well as the destabilitation of the atherosclerosis plaque. High sensitivity C-reactive protein (hs-CRP) is one of the most important inflammatory marker in CHD and directly related to the extent and severity of atherosclerosis, extent of myocardial ischemia and myocardial necrosis. The purpose of this study is to determine hs-CRP levels in patients with acute coronary syndrome (ACS), chronic CHD and non CHD. And, to determine the correlation between hs-CRP levels and CKMB enzyme level in patients with acute myocardial infarction (AMI). This is a descriptive observational analytic study with cross sectional design. hs-CRP levels were measured by using chemiluminescent method on 21 ACS patients, 20 chronic CHD patients and 20 non CHD patients. The mean hs-CRP level in ACS, chronic CHD and non CHD patients were respectively 8.40 (SD 5.53) mg/l, 2.81 (SD 2.09) mg/l and 1.07 (SD 0.81) mg/l. A statistically significant difference in hs-CRP level was found between ACS, chronic CHD and non CHD (p = 0.000 ). A positive correlation was found between hs-CRP level and CKMB enzyme level in AMI patients (p = 0.004). In conclusion hs-CRP level is consistently higher in patients with ACS compared to patients with chronic CHD and non CHD. A positive correlation was found between the increased level of hs-CRP and CKMB enzyme level. (Med J Indones 2004; 13: 102-6)"
Medical Journal of Indonesia, 13 (2) April June 2004: 102-106, 2004
MJIN-13-2-AprilJune2004-102
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>