Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174499 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Baitil Atiq
"Latar belakang: Endokarditis infektif (EI) merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada anak baik yang dengan penyakit jantung bawaan (PJB) maupun tanpa PJB. Insidens EI pada anak jarang dibandingkan orang dewasa, tetapi diprediksikan akan meningkat seiring meningkatnya kesintasan anak dengan PJB dan meningkatnya penggunaan kateter vena sentral. Saat ini belum ada data epidemiologi, karakteristik klinis dan mikrobiologis, serta luaran EI pada anak di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui karakteristik, profil mikrobiologis serta luaran penyakit EI pada anak serta faktor-faktor yang memengaruhinya sehingga dapat menilai efektivitas terapi empiris yang digunakan saat ini.
Metode: Menggunakan desain potong lintang pada anak dengan EI usia 0-18 tahun yang dirawat di RSCM tahun 2014-2018. Data mengenai karakteristik klinis, pola kuman dan uji sensitivitasnya, serta luaran EI diperoleh melalui rekam medis pasien.
Hasil: Insidens EI di RSCM pada tahun 2014-2018 adalah 3,08 kasus per 10000 rawat inap anak. Insidens per tahun meningkat seiring dengan peningkatan jumlah rawat inap anak. Karakteristik klinis anak dengan EI di RSCM umumnya laki-laki berusia 5-18 tahun, dengan penyakit dasar PJB terutama ventricular septal defect  (VSD) dan tetralogy of fallot (TOF). Faktor risiko utama yang ditemukan adalah prosedur invasif dan pemasangan kateter vena sentral.  Sebagian besar biakan steril dengan bakteri terbanyak yang tumbuh adalah S. aureus yang resisten terhadap penisilin G dan ampisilin. Angka komplikasi pada EI di RSCM cukup tinggi yaitu 40,2% dengan angka mortalitas 5,9%. Tidak ditemukan perbedaan usia, jenis kelamin, penyakit dasar, dan ukuran vegetasi pada kelompok dengan dan tanpa komplikasi di RSCM. 
Kesimpulan: Terdapat peningkatan insidens EI pada anak dalam kurun waktu 5 tahun dengan etiologi utama S.aureus. Uji kepekaan antibiotik menunjukkan resistensi kuman terhadap antibiotik empirik yang digunakan. Angka komplikasi dan kematian pada anak masih cukup tinggi sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan yang tepat pada anak berisiko tinggi EI.

Background: Infective endocarditis (IE) is one of the cause of morbidity and mortality in children both with or without congenital heart disease (CHD). The incidence is much lower than adults but tends to increase along with improved survival rates of children with CHD and increased usage of central venous catheter in critically ill children. Nowadays, there is still no epidemiological data, clinical characteristics, microbiological profile, and outcomes of IE in children in Indonesia.
Objectives: To assess the recent trends in incidence, characterictics, microbiological profile and outcomeof infective endocarditis in children during the period  of 2014–2018.
Methods: Using cross sectional study design involving patients with IE aged 0-18 years old admitted in Cipto Mangunkusumo Hospital (CMH) in 2014-2018. Clinical data, microbiological profile, and outcomes of subjects with IE was obtained from electronic and printed medical record.
Results: Total incidence of IE in CMH in 5 years was 3.08 cases per 10000 pediatric admission with increasing trends along with increased total pediatric admission. Clinical characteristics was predominantly male, aged 5-18 years old, with CHD as underlying disease, especially ventricular septal defect  (VSD) and tetralogy of fallot (TOF). The most common predisposing factors were history of invasive procedure and indwelling central catheter. Most of cases were the blood culture negative IE with the majority of positive blood cultures isolated S.aureus resistant to penisilin G and ampisilin. There were high rates of complications (40.2%) leading to mortality (5.9%) in CMH. There was no significant difference in age, genders, underlying disease, and size of vegetation in both cases with or withot complication in CMH.
Conclusions: There were increasing trends of IE incidence in children during last five years with S.aureus as the most common causative agent. Antibiotic sensitivity test showed antibiotic resistant to the most common empirical antibiotics in the health care setting. Complication and mortality rates were still high, thus proper prophylactic procedure was needed to be considered in high risked population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Melati Agustina
"Endokarditis Infektif (EI) merupakan masalah kesehatan serius dengan angka insidensi, morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Perburukan fungsi ginjal terkait antibiotik intraperawatan terjadi cukup sering dan dikaitkan dengan luaran klinis yang lebih buruk. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara perburukan fungsi ginjal terkait antibiotik dengan mortalitas intraperawatan pada pasien EI sisi jantung kiri. Dilakukan studi kohort retrospektif terhadap 315 pasien dengan EI aktif sisi jantung kiri pada periode 1 Januari 2013–31 Mei 2023. Dilakukan analisis bivariat dan multivariat untuk mengetahui prediktor mortalitas intraperawatan, mortalitas jangka panjang, lama rawat dan kebutuhan terapi pengganti ginjal. Terdapat 315 pasien dengan EI aktif sisi jantung kiri dimana 169 pasien dengan perburukan fungsi ginjal terkait antibiotik dan 146 pasien tanpa perburukan fungsi ginjal. Angka mortalitas intraperawatan sebesar 20,3% sedangkan pada pasien dengan perburukan fungsi ginjal terkait antibiotik mortalitas intraperawatan sebesar 34,9%. Dari analisis multivariat didapatkan faktor yang berhubungan dengan mortalitas intraperawatan adalah perburukan fungsi ginjal terkait antibiotik (OR 8,6), kejadian sepsis (OR 11,16), penggunaan antibiotik inkomplit (OR 10,49), lama perawatan <21 hari (OR 5,16), ukuran vegetasi >10 mm (OR 5,04) dan penggunaan terapi pengganti ginjal (OR4,74). Dilakukan perhitungan untuk skoring prediktor mortalitas intraperawatan. Hasil analisis kurva ROC untuk perhitungan skor prediktor mortalitas intraperawatan didapatkan AUC 0,927; IK 95% 0,886 – 0,968; p < 0,001; H-L 0,610) dengan sensitivitas 89,1%, spesifisitas 84,5%. Kejadian perburukan fungsi ginjal terkait antibiotik berhubungan dengan mortalitas intraperawatan dengan OR 8,6.

Infective endocarditis (IE) is a serious health problem with high incidence, morbidity, and mortality rates. Intrahospital antibiotic-related worsening of renal function occurs quite frequently and is associated with worse clinical outcomes. The objective of this study was to determine the relationship between antibiotic-related worsening of kidney function and intrahospital mortality in left-sided IE patients. A retrospective cohort study was conducted on 315 patients with active IE on the left side of the heart from January 1, 2013 to May 31, 2023. Bivariate and multivariate analyses were conducted to determine predictors of intrahospital mortality, long-term mortality, length of stay, and the need for renal replacement therapy. There were 315 patients with active IE on the left side of the heart, of whom 169 had antibiotic-related worsening of kidney function, and 146 did not. The intrahospital mortality rate was 20.3%, whereas the intrahospital mortality rate was 34.9% in patients with worsening kidney function due to antibiotics. According to multivariate analysis, factors associated with intra-treatment mortality were antibiotic-related worsening of kidney function (OR 8.6, p=0.001), incidence of sepsis (OR 11.16, p=<0.001), incomplete use of antibiotics (OR 10.49, p=<0.001), length of stay <21 days (OR 5.16, p=0.003), vegetation size >10 mm (OR 5.04, p=0.006), and use of renal replacement therapy (OR 4.74, p=0.008). We obtained the predictor score for intrahospital mortality. The results of the ROC curve analysis for calculating intrahospital mortality predictor scores showed an AUC of 0.927 (95% CI 0.886–0.968; p < 0.001; H-L 0.610) with a sensitivity of 89.1% and a specificity of 84.5%. Worsening kidney function related to antibiotics was associated with intrahospital mortality."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Ganda Ilmana
"Latar belakang: Demam neutropenia dan komplikasinya adalah salah satu penyebab utama tingginya morbiditas dan mortalitas pasien anak dengan kanker, termasuk di RSCM. Selain antibiotik empiris, tata laksana lain seperti stratifikasi risiko, eskalasi dan modifikasi antibiotik, inisiasi antijamur dan penggunaan GCSF belum disusun menjadi suatu algoritme khusus sehingga praktiknya masih bervariasi. Salah satu antibiotik empiris yang banyak direkomendasikan adalah piperasilin tazobaktam. Tata laksana yang seragam direkomendasikan untuk menjaga kualitas layanan dan memperbaiki luaran.
Tujuan: Mengetahui efektivitas algoritme Kiara dibandingkan tanpa algoritme dalam tata laksana demam neutropenia risiko tinggi pada anak dengan luaran bebas demam, kenaikan absolute neutrophil count (ANC) >500/µL dalam 7 hari, dan pertumbuhan mikroorganisme serta resistensi antibiotik.
Metode: Uji klinis terbuka, terandomisasi dengan kontrol pada anak 0-18 tahun dengan demam neutropenia risiko tinggi, sejak Januari-Mei 2024. Kelompok uji mendapat antibiotik empiris piperasilin-tazobaktam. Eskalasi, modifikasi antibiotik, antijamur, dan G-CSF diberikan sesuai algoritme. Kelompok kontrol mendapat seftazidim serta tata laksana tanpa menggunakan algoritme. Pasien dipantau selama 7 hari.
Hasil: Terkumpul 58 subjek, terbanyak adalah pasien tumor padat dengan gejala infeksi saluran pencernaan. Komplikasi dialami oleh 8 subjek, setengahnya merupakan kasus pneumonia, dengan 75% merupakan pasien malnutrisi, 37,5% menggunakan akses sentral dan 87,5% memiliki hasil kultur yang positif. Hasil kultur positif terbanyak adalah pada urin (14,5%), feses (10,2%), dan darah (6%). Kuman gram negatif terbanyak adalah Klebsiella pneumoniae (37%), Acinetobacter sp (20%), dan Escherichia coli (14,2%), sedangkan kuman gram positif terbanyak adalah Staphylococcus aureus (40%), Enterococcus faecalis (30%), dan Staphylococcus epidermidis (20%). Resistensi seftazidim didapatkan lebih tinggi (50% vs 31,1%) dan eskalasi-modifikasi antibiotik lebih banyak di kelompok kontrol.
Simpulan: Algoritme Kiara tidak lebih baik dalam hal lama demam dan capaian kondisi bebas demam dalam 7 hari pemantauan. Pemberian GCSF di kelompok uji yang lebih selektif terbukti dapat meningkatkan kadar ANC >500/µL, sama baik dengan kelompok kontrol yang menggunakan GCSF dua kali lebih banyak.

Background: Neutropenic fever and its complications are one of the main causes of high morbidity and mortality in pediatric cancer patients, including in Cipto Mangunkusumo Hospital. Apart from empiric antibiotics, other management such as risk stratification, antibiotic escalation and modification, antifungal initiation, and use of GCSF have not been compiled into a specific algorithm so practice still varies. Piperacillin-tazobactam is one of treatment choice in children with neutropenic fever. Local guidelines are recommended to maintain quality of care and improve outcomes.
Objective: To determine the effectiveness of the Kiara algorithm versus without algorithm in the management of high-risk febrile neutropenia in children with outcomes of fever-free, increase in absolute neutrophil count (ANC) >500/µL in 7 days, as well as the growth of bacteria and antibiotic resistance.
Methods: Open, randomized clinical trial with controls in children aged 0-18 years with high-risk febrile neutropenia, from January-May 2024. Experimental groups received piperacillin-tazobactam empirically. Escalation and modification of antibiotics, antifungals, and G-CSF were administered according to the algorithm. The control group received ceftazidime and treatment without an algorithm. Patients were followed up to 7 days of monitoring.
Results: A total of 58 subjects were included, most of whom were solid tumor patients with symptoms of digestive tract infections. Complications were experienced by 8 subjects, half of them were pneumonia and 75% were malnourished, 37,5% with central venous catheter and 87,5% had positive culture. Highest bacteria growth is in urine (14,5%), feces (10,2%), and blood (6%). The majority of gram-negative bacteria are Klebsiella pneumoniae (37%), Acinetobacter sp (20%), and Escherichia coli (14,2%) while the gram-positive bacteria are Staphylococcus aureus (40%), Enterococcus faecalis (30%), and Staphylococcus epidermidis (20%). Antibiotic resistance was higher in the control group (50% vs 31,1%) as well as the antibiotic escalation and modification rate.
Conclusion: The Kiara algorithm was not proven to be better in achieving fever-free conditions within 7 days of monitoring. The more selective administration of GCSF in the algorithm was proven to increase ANC levels to >500/µL, comparable to the control group with twice GCSF use.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husnul Verdian
"Latar Belakang: Osteosarkoma merupakan jenis tumor tulang ganas paling sering pada anak dan remaja. Sejumlah faktor prognostik telah diketahui mempengaruhi luaran pada osteosarkoma pediatrik, termasuk lokasi dan ukuran tumor primer, adanya metastasis, resektabilitas, keadaan remisi, serta respons kemoterapi yang diperiksa dengan derajat nekrosis tumor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luaran osteosarkoma pada anak dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional dengan desain cross sectional. Penelitian dilakukan di poliklinik Onkologi Orthopaedi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada bulan Januari 2020-Juni 2021. Pengambilan subjek penelitian dilakukan berdasarkan metode consecutive sampling. Data klinis, radiologis dan laboratorium diambil dari rekam medis, sementara skor MSTS diukur melalui wawancara terhadap subjek baik secara langsung atau pun melalui telepon. Data pasien dimasukkan ke dalam CRF (Case Report Form) untuk osteosarkoma dari Departemen Orthopaedi dan Traumatologi. Seluruh data dianalisis dan ditabulasikan ke dalam tabel.
Hasil dan pembahasan: Pada penelitian ini, angka kesintasan keseluruhnan kasus osteosarkoma adalah 31,8%, dan rekurensi lokal terjadi pada 18,2% kasus pasien osteosarkoma anak. Metastasis terjadi pada 65,9% kasus dan sebagain besar metastasis ditemukan pada paru. Didapatkan jenis kelamin berhubungan dengan kesintasan pada pasien osteosarkoma (P<0,05). Hubungan kesintasan dengan usia sampel tidak bermakna, namun terdapat hubungan signifikan antara kesintasan dengan alkalin fosfatase, jenis biopsi, lokasi tumor, dan tipe HUVOS. Terdapat hubungan signifikan antara rekurensi lokal dengan nilai serum alkaline fosfatase, namun tidak terdapat hubungan signifikan antara rekurensi lokal jenis kelamin dan usia, jenis biopsi, tipe HUVOS, dan lokasi tumor. Rata-rata skor MSTS dari 14 subjek penelitian adalah 20,93 ± 3,63. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara metastasis dengan jenis kelamin, usia, alkalin fosfatase, jenis biopsi, tipe HUVOS, dan lokasi tumor. Terdapat hubungan signifikan antara rekurensi lokal dan alkaline fosfatase (P < 0,05). Kesintasan dan metastasis memiliki perbedaan yang signifikan (P < 0,001).
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar alkaline fosfatase terhadap rekurensi lokal pada anak dengan osteosarkoma. Terdapat hubungan yang bermakna antara metastasis dengan kesintasan 5 tahun pada anak dengan osteosarkoma. Hal ini menandakan bahwa angka kesintasan tinggi pada pasien yang tidak mengalami metastasis.

Background: Osteosarcoma is the most frequent malignant bone tumor in children and adolescents. A number of prognostic factors have been known to affect the outcomes of pediatric osteosarcoma, including the location and size of the primary tumor, the presence of metastasis, resectability, remissions, and the chemotherapy response examined by the degree of tumor necrosis. This study aims to determine the outcomes of osteosaroma in children and the factors that influence it.
Methods: This was an observational analytic study with a retrospective cross sectional design. The study was conducted at the Orthopedic Oncology Polyclinic Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta in January 2020 – June 2021. The research sampling was carried out based on the consecutive random sampling method. Clinical, radiological and laboratory data were documented from medical records, while the MSTS score was measured through interviews on the subject both directly or by telephone. Patient data was inserted into the CRF (Case Report Form) for osteosarcoma from the orthopedic and traumatology department. All data were analysed and tabulated into the table.
Results and Discussion: In this study, the overall 5 years survival rate of osteosarcoma was 31.8%, and the local recurrence is 18.2% of pediatric osteosarcoma patients. Metastases occurred in 65.9% of cases and most of the metastases were found in the lung. It was found that gender was significanced with survival in osteosarcoma patients (P<0.05). The relationship between survival and age was not significant, but there was a significant relationship between survival and alkaline phosphatase, type of biopsy, tumor location, and type of HUVOS. There was a significant relationship between local recurrence and serum alkaline phosphatase, but there was no significant relationship between local recurrence, gender and age, type of biopsy, HUVOS type, and tumor location. The mean of MSTS score of the 14 study subjects was 20.93 ± 3.63. There was no significant difference between metastases by sex, age, alkaline phosphatase, type of biopsy, type of HUVOS, and tumor location. There was a significant relationship between local recurrence and alkaline phosphatase (P < 0.05). There was a significant difference between survival and metastasis (P < 0.001).
Conclusion: There was a significant relationship between alkaline phosphatase level and local recurrence in children with osteosarcoma. There was a significant association between metastasis and a 5-year mortality in children with osteosarcoma
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ferina Rahmalia Fauziah
"Salah satu aspek yang terdapat pada standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas yaitu pengelolaan sediaan farmasi, dimana dalam pengelolaan sediaan farmasi, terdapat perencanaan kebutuhan dan pengadaan sediaan farmasi, serta dilakukan proses seleksi sediaan farmasi yang akan digunakan di Puskesmas, yang akan menghasilkan Formularium Puskesmas, yang mengacu pada Daftar Obat Esesnsial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional, serta mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi sediaan farmasi periode sebelumnya, data mutasi sediaan farmasi, dan rencana pengembangan. Formularium Puskesmas harus ditinjau secara berkala untuk melihat perbandingan penggunaan obat yang diresepkan pada periode sebelumnya dengan periode sekarang agar sesuai dengan tren penyakit dan kebutuhan obat di Puskesmas. Daftar obat-obatan pada Formularium Puskesmas Kecamatan Palmerah pada periode sebelunnya beberapa diantaranya mengalami dead stock, terjadi pengalihan pengobatan, dipilihnya terapi lain yang digunakan, dan perubahan tren kasus penyakit. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan Formularium Puskesmas Kecamatan Palmerah untuk periode 2022 khususnya pada kelas terapi antiinfeksi serta antimigren dan antivertigo. Melalui tugas khusus ini, diketahui pembaharuan daftar obat pada Formularium Puskesmas Kecamatan Palmerah tahun 2022 untuk kelas terapi antiinfeksi terdapat sembilan item obat yang ditambahkan dan delapan item obat yang dihapus dari daftar obat dikarenakan pola peresepan obat dan penambahan terapi obat mengikuti Formularium Nasional edisi terbaru, dan untuk kelas terapi antimigren dan antivertigo terdapat satu jenis obat yang dihapus dari daftar obat dikarenakan pola peresepan obat.

One of the aspects in the pharmaceutical service standards at the Puskesmas is the management of pharmaceutical preparations, which include planning for the needs and procurement of pharmaceutical products, as well as a selection process for pharmaceutical preparations to be used at the Puskesmas, which will produce a Puskesmas Formulary. The Puskesmas formulary must be reviewed periodically to see a comparison of the use of drugs prescribed in the previous period with the current period so that it is compatible with disease trends and drug needs at the Puskesmas. In the previous period of Puskesmas Kecamatan Palmerah Formulary, some of the medicine that listed in the Formulary were dead stocks, there was a transfer of treatment, other therapies were chosen, and changes in the trend of disease cases. Therefore, this study was conducted to determine changes in the Formulary of the Puskesmas Kecamatan Palmerah for the 2022 period, especially in the class of antiinfection and antimigraine-antivertigo therapy. Through this research, it was discovered that the updating of the drug list at the Puskesmas Kecamatan Palmerah Formulary for 2022 for the class of antiinfection therapy included nine drug items added and eight drug items removed from the drug list due to the pattern of drug prescribing and addition of drug therapy following the latest edition of the National Formulary, and for the class of antimigraine and antivertigo therapy, there was one drug items that was removed from the drug list due to drug prescribing patterns."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fetria Faisal
"Latar belakang: Resistensi antibiotik merupakan ancaman dan tantangan yang harus dihadapi oleh dunia medis saat ini. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan berlebihan merupakan salah satu faktor yang mempercepat timbulnya resistensi antibiotik. Data di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM tahun 2011 menunjukkan penggunaan antibiotik yang tidak tepat sebanyak 48,3 dari total penggunaan antibiotik. Program pengaturan antibiotik di rumah sakit diperlukan untuk mengoptimalkan luaran klinis sekaligus mengendalikan resistensi antibiotik. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah edukasi klinisi.
Tujuan: Mengetahui penggunaan antibiotik secara kualitatif dengan menggunakan algoritma Gyssens di ruang perawatan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM sebelum dan sesudah intervensi edukasi terhadap PPDS, berupa 1 penggunaan antibiotik yang tepat; 2 penggunaan antibiotik yang tidak tepat.
Metode: Studi intervensi dengan melakukan edukasi terhadap PPDS mengenai penggunaan antibiotik, yang terdiri dari kuliah sebanyak lima kali disertai diseminasi kartu pedoman penggunaan antibiotik empiris. Penilaian ketepatan penggunaan antibiotik dilakukan oleh dua orang klinisi berdasarkan rekam medis pasien di ruang perawatan kelas III Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, yang terdiri dari periode pra-intervensi 1 Desember 2015 ndash; 29 Februari 2016 dan pasca-intervensi 1 April 2016 ndash; 30 Juni 2016 . Analisis ketepatan penggunaan antibiotik menggunakan algoritma Gyssens.
Hasil Penelitian: Jumlah penggunaan antibiotik mengalami penurunan dari 374 menjadi 339 setelah intervensi. Penggunaan antibiotik yang tepat kategori I sebelum intervensi sebanyak 218 58,3 , meningkat menjadi 228 67,3 setelah intervensi p = 0,01 . Penggunaan antibiotik yang tidak tepat terdiri dari: data tidak memadai kategori VI sebelum intervensi 2, setelah intervensi 1; tidak ada indikasi kategori V sebelum intervensi 24, setelah intervensi 11; jenis antibiotik tidak tepat kategori IV sebelum intervensi 56, setelah intervensi 43; durasi tidak tepat kategori III sebelum intervensi 53, setelah intervensi 32; dosis tidak tepat kategori IIa sebelum intervensi 39, setelah intervensi 29; interval tidak tepat kategori IIb sebelum intervensi 23, setelah intervensi 16; serta rute pemberian tidak tepat kategori IIc tidak didapatkan sebelum maupun setelah intervensi.
Simpulan: Jumlah penggunaan antibiotik yang tepat mengalami peningkatan secara bermakna sebanyak 9 setelah dilakukan intervensi edukasi.

Background Antimicrobial resistance is now becoming a global threat and a challenge. Inappropriate and overuse of antimicrobial are factors that accelerate antimicrobial resistance. Study in 2011 at Department of Pediatrics, Cipto Mangunkusumo Hospital CMH shows that inappropriate antimicrobial use is up to 48.3 of total antimicrobial use. Antimicrobial stewardship program is needed in order to optimize clinical outcome and control antimicrobial resistance. Clinicians education is one of the applicable method.
Aim To evaluate qualitative antimicrobial use using Gyssens algorithm in pediatric inward unit, Department of Pediatrics, CMH before and after education of residents, including 1 appropriate antimicrobial use 2 inappropriate antimicrobial use.
Methods Interventional study by educating pediatric residents regarding antimicrobial use which consisted of five courses and dissemination of empiric antimicrobial therapy guideline cards. Evaluation of antimicrobial use by two independent clinicians based on medical records of class III pediatric inward unit, CMH, during pre intervention period December 2015 - February 2016 and post intervention period April 2016 ndash June 2016. Qualitative analysis was performed using Gyssens algorithm.
Results Antimicrobial use decreased from 374 to 339 after intervention. Appropriate antimicrobial use category I before intervention was 218 58.3 , increased to 228 67.3 after intervention p 0.01 . Inappropriate antimicrobial uses consist of insufficient data category VI was 2 before intervention, 1 after intervention no indication category V was 24 before intervention, 11 after intervention inappropriate antimicrobial choice category IV was 56 before intervention, 43 after intervention incorrect duration category III was 53 before intervention, 32 after intervention incorrect dose kategori IIa was 39 before intervention, 29 after intervention incorrect interval category IIb was 23 before intervention, 16 after intervention there was no incorrect route category IIc both before and after intervention.
Conclusion Appropriate antimicrobial use increased significantly at 9 after educational intervention.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anugrah Cahyo Widodo
"Lawson 2-hidroksi-1,4-naftokuinon merupakan salah satu senyawa alam yang memiliki aktivitas antimikroba, termasuk antibakteri. Keberadaan cincin 1,4-naftokuinon memiliki potensi yang menjanjikan untuk aktivitas antibakteri. Namun, perkembangan derivat lawsone sebagai senyawa antibakteri dibutuhkan untuk meningkatkan aktivitas dan mengimbangi evolusi bakteri. Pada penelitian ini, senyawa lawsone diderivatkan dengan mengikat gugus hidroksietilamino, menghasilkan 2- 2-hidroksietil amino -1,4-naftokuinon senyawa A , sebagai intermediet dan gugus aminoetilasetat, menghasilkan 2- 1,4-diokso-1,4-dihidronaftalen-2-il amino etil asetat senyawa B , pada reaksi kedua. Reaksi pertama menghasilkan senyawa A dengan persentasi yield sebesar 56,1 sementara reaksi kedua menghasilkan senyawa B dengan persentasi yield sebesar 51,6. Metode difusi cakram dilakukan untuk menentukan aktivitas antibakteri melawan S. aureus dan E. coli sebagai bakteri uji. Baik senyawa A maupun senyawa B menghasilkan zona inhibisi pertumbuhan. Dengan begitu, kedua senyawa produ, senyawa A dan senyawa B memiliki aktivitas sebagai senyawa antibakteri.

Lawsone 2 hydroxy 1,4 naphthoquinone is one of natural compound which posses antimicrobial activity, including antibacterial. The presence of 1,4 naphthoquinone ring have promising potential for antibacterial activity. However, development of lawsones derivate as antibacterial compound is required to increase the activity and equilibrate bacterial evolution. In this research, lawsone compound was derived by binding of hydroxyethylamino group, yielding 2 2 hydroxyethyl amino 1,4 naphthoquinone A compound, as intermediet and aminoethylacetate group, yielding 2 1,4 dioxo 1,4 dihydronaphthalen2 yl amino ethyl acetate B compound, at second reaction. The first reaction yielded A compound with 56,1 yield percentation. Meanwhile, the second reaction yielded B compound with 51,6 yield percentation. Disc diffusion methode was done to determine antibacterial activity against S.aureus and E.coli as bacterial sample. Either A or B compound produced inhibition zone at antibacterial activity. Therefore, the both derivatization product, A and B compound, posse activity as antibacterial compound."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Fathul Ilmi
"Senyawa turunan quinoxaline merupakan senyawa heterosiklik yang memiliki beberapa aktivitas biologis seperti antimikroba. Penelitian ini menggunakan variasi senyawa isatin. Isatin dilakukan modifikasi dengan menambahkan klor kedalam cincin benzena. Klorinasi isatin yang dihasilkan adalah senyawa 5-kloroisatin dan 5,7-dikloroisatin dengan massa masing-masing sebesar 1,692 dan 1,905 gram. Senyawa hasil klorinasi isatin telah dikonfirmasi senyawanya dengan identifikasi menggunakan KLT serta uji titik leleh, dan telah dikarakterisasi menggunakan instrumentasi FTIR dan UV-Vis. Senyawa hasil klorinasi digunakan kembali untuk direaksikan melalui reaksi kondensasi dengan o-fenilindiamin untuk membentuk senyawa turunan quinoxaline. Pada penelitian ini juga menggunakan nanopartikel TiO2 sebagai katalis yang dapat meningkatkan yield produk yang terbentuk. Nanopartikel TiO2 disintesis secara hidrotermal dari serbuk TiO2. Nanopartikel TiO2 yang terbentuk telah dikonfirmasi senyawanya dengan karakterisasi menggunakan XRD, TEM dan FTIR. Produk turunan quinoxaline yang terbentuk telah dikonfirmasi senyawanya dengan identifikasi menggunakan KLT dan uji titik leleh serta karakterisasi menggunakan FTIR, UV-Vis dan LCMS. Massa yang dihasilkan dari senyawa turunan quinoxaline 1 sebesar 0,0834 gram, senyawa turunan quinoxaline 2 sebesar 0,0626 gram dan senyawa turunan quinoxaline 3 sebesar 0,036 gram. Pada penelitian ini juga telah diuji aktivitas antimikroba dari senyawa turunan quinoxaline yang dihasilkan. Pengujian aktivitas antimikroba digunakan metode difusi dengan menggunakan bakteri S.aureus dan E.coli, Senyawa turunan quinoxaline memiliki sifat antimikroba yang baik.

Quinoxaline derivatives are heterocyclic compounds that have several biological activities such as antimicrobials. This study uses a variety of isatin compounds. Isatin was modified by adding chlorine to the benzene ring. The chlorinated isatin produced was 5-chloroisatin and 5,7-dichloroisatin with a mass of 1.692 and 1.905 grams, respectively. The compounds resulting from isatin chlorination have been confirmed by identification using TLC and melting point test and have been characterized using FTIR and UV-Vis instrumentation. The chlorinated compounds were reused to be reacted by condensation reactions with o-phenylindiamine to form quinoxaline derivatives. This research also uses TiO2 nanoparticles as a catalyst that can increase the yield of the product formed. TiO2 nanoparticles were hydrothermally synthesized from TiO2 powder. The compound TiO2 nanoparticles formed were confirmed by characterization using XRD, TEM and FTIR. The compound quinoxaline derivatives formed were confirmed by identification using TLC and melting point test and characterization using FTIR, UV-Vis and LCMS. The mass of the quinoxaline 1 derivative was 0.0834 gram, the quinoxaline 2 derivative was 0.0626 gram and the quinoxaline 3 derivative was 0.036 gram. In this study, the antimicrobial activity of the quinoxaline derivative compounds produced was also tested. The antimicrobial activity test used the diffusion method using S. aureus and E. coli bacteria. Quinoxaline derivative compounds have good antimicrobial properties."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zakiyah Azzahra
"Jerawat (acne vulgaris) adalah penyakit pada kulit yang dapat disebabkan oleh bakteri patogen Cutibacterium acnes. Asam glikolat diketahui memiliki aktivitas antibakteri terhadap C. acnes. Untuk meningkatkan efektivitasnya, asam glikolat dapat dienkapsulasi oleh niosom dengan menggunakan surfaktan Span® 60 dan tokoferol asetat. Membran bilayer yang mengandung tokoferol asetat diketahui dapat digunakan untuk aplikasi penyembuhan luka. Pada penelitian ini, niosom dibuat dengan metode hidrasi lapis tipis dengan berbagai variasi formula. Efisiensi enkapsulasi untuk niosom asam glikolat tanpa tokoferol asetat sebesar 66,41%, niosom dengan 5%mmol tokoferol asetat sebesar 44,13%, dan niosom dengan 10%mmol tokoferol asetat sebesar 43,86%. Hasil karakterisasi dengan particle size analyzer (PSA) menunjukkan bahwa niosom pada penelitian ini memiliki ukuran ³ 1000 nm dengan nilai potensial zeta pada kisaran -3 mV hingga -0,8 mV. Uji aktivitas antimikroba niosom terhadap C. acnes dilakukan dengan menggunakan metode broth dilution. Niosom yang memiliki aktivitas antimikroba terbaik adalah niosom tanpa tokoferol asetat dengan nilai %inhibisi 96,3%.

Acne vulgaris or simply acne is a skin disease that can be caused by pathogenic bacteria, Cutibacterium acnes. Glycolic acid is known to have antibacterial activity against C. acnes. To enhance its activity, glycolic acid can be encapsulated by niosome using surfactant Span® 60 and tocopherol acetate. It is known that bilayer membrane containing tocopherol acetate can be used for wound healing application. In this research, niosomes were prepared using the thin-film hydration method with several variations of the formula. Results of the encapsulation efficiency of glycolic acid niosome without tocopherol acetate is 66,41%, niosome with 5%mmol tocopherol acetate is 44,13%, and niosome with 10%mmol tocopherol acetate is 43,86%. Results of the characterization using particle size analyzer (PSA) in this research shows that the particle size of the niosome is ³ 1000 nm with the zeta potential value range from -3 mV to -0,8 mV. The antimicrobial activity of niosomes against C. acnes was tested using the broth dilution method. Niosome with the best antimicrobial activity is glycolic acid niosome without tocopherol acetate with 96,3% %inhibition value."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randy Anggraini
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
TA1329
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>