Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5471 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Regina Widhiasti
"ABSTRAK
Kata Heimat memiliki cakupan makna yang luas, tetapi asosiasi paling umum dengan kata ini adalah ruang geografis yang dikaitkan dengan masa lalu dan nostalgia. Persoalan Heimat pada umumnya terkait dengan mobilitas, karena perpindahan seseorang dari tempat asalnya seringkali disertai oleh perasaan asing terhadap tempat barunya. Kecenderungan ini juga terlihat dalam perfilman Jerman, yang mengangkat persoalan Heimat pada masa setelah Perang Dunia II dan kembali muncul dalam bentuk Ostalgie pascapenyatuan kembali Jerman. Dalam perkembangannya, perfilman Jerman mengalami kebangkitan kembali di tahun 1990-an. Kebangkitan kembali perfilman Jerman tidak terlepas dari kontribusi para sutradara Jerman keturunan Turki dengan karya-karya mereka yang berhasil mendapatkan pengakuan internasional. Tidak hanya penting bagi perfilman Jerman, karya-karya para sutradara Jerman-Turki juga penting untuk dianalisis terkait dengan pemaknaan Heimat. Dengan melakukan analisis tekstual terhadap tiga film Jerman karya sutradara Turki, yaitu Gegen die Wand, Auf der anderen Seite dan Almanya - Willkommen in Deutschland, penelitian ini bertujuan untuk memeriksa makna Heimat bagi imigran Turki di Jerman dan melihat posisi film-film karya sutradara Jerman-Turki dalam perfilman Jerman secara umum. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara asosiasi Heimat dalam film Jerman karya sutradara Jerman dengan karya sutradara Jerman-Turki.

ABSTRACT
The word Heimat has a wide range of meanings, but the most common association with this word is the geographical space associated with the past and nostalgia. The question of Heimat is particularly related to mobility and displacement. In German Cinema the notion of Heimat intensively emerged post-World War II and re-emerged as the Ostalgie in the course of German Reunification. The reunification period also witnessed the revival of German cinema with the contributions of German film directors of Turkish descent, who were succesfully gain international recognition. Not only important for German cinema, the works of German-Turkish directors are also essential to be analyzed in relation to the meaning of Heimat. By conducting a textual analysis of three German films by Turkish directors, namely Gegen die Wand, Auf der anderen Seite and Almanya - Willkommen in Deutschland, this paper aims to examine the meaning of Heimat for Turkish immigrants in Germany and how they contribute to the German cinema. The analysis shows that the concept of Heimat in the German films is particularly attached to the historical context and is limited to the sphere of space referring to an ideal state. As for immigrants, this concept is envisaged to be more flexible and diverse."
2018
D2755
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Prameswari
"Representasi perilaku pencarian informasi dalam film detektif dapat menggambarkan pola perilaku tokoh detektif dalam melakukan pencarian informasi di suatu konteks. Penelitian ini bertujuan untuk memahami makna dari representasi perilaku pencarian informasi dalam film The Accidental Detective 2: In Action. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan semiotik Roland Barthes berdasarkan hubungan sintagmatik dan paradigmatik serta model perilaku pencarian informasi dari Leckie et al. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada analisis sintagmatik, ditemukan 36 sekuen utama dengan bagan fungsi utama yang bercabang karena informasi saling berkaitan dan berperan penting dalam penyelidikan berikutnya. Pada analisis paradigmatik, perilaku tokoh utama maupun tokoh pendukung memengaruhi proses pencarian informasi menjadi kompleks. Kemudian untuk latar tempat, berbagai TKP berperan penting sebagai pusat pengumpulan informasi. Sedangkan latar waktu menunjukkan bahwa di tahun 2017, bantuan teknologi dibutuhkan para detektif dalam proses penyelidikan. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu representasi perilaku pencarian informasi dalam film ini digambarkan kompleks. Hal ini terlihat dari perilaku tersangka, kesadaran informasi, dan sumber informasi yang berperan penting dalam proses pencarian informasi. Tersangka yang pandai berbohong akan membuat pencarian informasi menjadi rumit, sehingga terdapat informasi yang terlewatkan. Hal ini memicu kesadaran informasi bagi detektif yang berpikir kritis, sehingga mereka perlu melakukan penyelidikan ulang dengan menggunakan sumber informasi yang telah dikumpulkan hingga pelaku yang sebenarnya berhasil ditemukan.

Representation of information seeking behavior in detective films can describe the behavior patterns of detective characters in searching for information in a context. This research aims to understand the meaning of the representation of information seeking behavior in the film The Accidental Detective 2: In Action. This research uses qualitative methods with Roland Barthes' semiotic approach based on syntagmatic and paradigmatic relationships as well as the information seeking behavior model from Leckie et al. The research results showed that in the syntagmatic analysis, 36 main sequences were found with branching main function charts because the information was interrelated and played an important role in subsequent investigations. In paradigmatic analysis, the behavior of the main character and supporting characters influences the information search process to become complex. Then for the place setting, various crime scenes play an important role as information gathering centers. Meanwhile, the time setting shows that in 2017, technological assistance was needed by detectives in the investigation process. The conclusion of this research is that the representation of information seeking behavior in this film is depicted as complex. This can be seen from the suspect's behavior, information awareness, and information sources which play an important role in the information search process. Suspects who are good at lying will make the search for information complicated, resulting in information being missed. This triggers awareness of information for detectives who think critically, so they need to re-investigate using the sources of information that have been collected until the real culprit is found."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Stam, Robert
New York: Blackwell, 2000
791.43 Sta f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Di suatu pagi di sebuah perpustakaan,seorang siswa SMU sedang sibuk mencari literatur berupa buku atau bahan pustaka mengenai Loetoeng kasaroeng . Gurunya menyuruh ,membuat esai mengenai legenda dari Jawa Barat itu. Siswa tersebut pun larut dalam bacaan dan literatur yang diperolehnya di Perpustakaan. Beberapa buku dan majalah dilahapnya sampai memiliki bahan yang cukup banyak untuk membuat suatu esai ...."
020 VIS 10:2 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2019
791.43 TIL
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Effendy
Jakarta: Yayasa Konfiden, 2002
791.43 HER m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zuhdi Sahrul Ramadhan
"Artikel ini membahas tentang upaya dari sineas film nasional untuk meningkatkan kualitas dari film yang tayang di bioskop Jakarta pada tahun 1950 hingga 1965. Film Indonesia pada tahun 1950 memiliki permasalahan terhadap rendahnya kualitas film nasional yang ditayangkan. Rendahnya kualitas film nasional dilatar belakangi oleh peralatan produksi yang masih sederhana, kurangnya sumber daya manusia yang berpengalaman dalam film, kurangnya promosi terhadap film dan kurangnya kerjasama antara sineas serta pemerintah untuk membangun citra film nasional. Contoh permasalahan terhadap kualitas film adalah sinematografi dan alur cerita yang kurang baik. Rendahnya kualitas film Indonesia mendorong terjadinya dominasi terhadap film-film impor di bioskop besar Jakarta dan menarik minat penonton terhadap film impor seperti film Hollywood, India dan Cina yang tayang di bioskop kelas I dan II. Merasa berada di posisi yang sulit karena film nasional berada di bioskop kelas II dan III dengan target pasaran yang masih rendah, beberapa sineas Indonesia mulai berupaya untuk meningkatkan kualitas film yang mereka produksi. Upaya tersebut berupa revitalisasi terhadap produksi, promosi dan penayangan film, membangun kerjasama antar sineas dalam menyelenggarakan acara apresiasi Festival Film Indonesia. Upaya tersebut kemudian berhasil membawa dampak yang cukup besar, seperti masuknya film Lewat Djam Malam, Harimau Tjampa dan Tarmina kedalam Festival Film Asia Tenggara. Artikel ini disusun menggunakan metode sejarah, dengan pengumpulan data berupa arsip, surat kabar sezaman, buku dan jurnal artikel, yang diperoleh melalui Sinematek Indonesia, Perpustakaan Nasional dan melalui arsip online.

This article discusses the efforts of the national film sineas to intensify the quality of films shown in Jakarta cinemas from 1950 to 1965. The Indonesian movie in 1950 had problems with the low quality of national movies being screened. The low quality of national movies is caused by simple production equipment, lack of experienced human resources in film, lack of promotion of films and lack of cooperation between filmmakers and the government to build a national movies image. Examples of problems with movie quality are poor cinematography and storylines. The low quality of Indonesian movies encourages the dominance of imported movies in big cinemas of Jakarta and attracts audiences' interest in imported movies such as Hollywood, Indian and Chinese movies that are shown in class I and II cinemas. Feels that they are in a difficult position because national movies are in class II and III cinemas with a low target market, several Indonesian filmmakers have begun to try to improve the quality of the movies they produce. These efforts are in the form of revitalizing movies production, promotion, screening and building cooperation between filmmakers in organizing the Indonesian Film Festival appreciation event. These efforts then succeeded in having a considerable impact, such as the inclusion of the movies Through Djam Malam, Harimau Tjampa and Tarmina into the Southeast Asian Film Festival. This article was compiled using the historical method, with data collection in the form of archives, contemporary newspapers, books and journal articles, which were obtained through Sinematek Indonesia, the National Library and online archives."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ribka Sangianglili
"Skripsi ini menganalisis dekonstruksi yang terjadi dalam film animasi bergenre superhero, Megamind. Melalui perbandingan antara film ini dengan film-film superhero klasik, diperoleh hasil bahwa film ini telah medekonstruksi konvensi cerita superhero dalam aspek penokohan, alur cerita, dan sudut pandang. Namun, melalui pengkajian postkolonialisme dan gender, upaya dekonstruksi dalam film ini mengandung dualisme. Pada satu sisi, upaya tersebut terlihat telah melawan supremasi kulit putih serta nilai maskulinitas dan femininitas konvensional yang kerap kali muncul dalam film superhero pada umumnya. Tapi, di sisi lain, terjadi ambivalensi dalam upaya dekonstruksi tersebut karena pada akhirnya malah menekankan pola-pola tersebut. Lebih lanjut, dekonstruksi tersebut ternyata bertujuan untuk merekonstruksi konsep hero yang berbeda. Melalui tokoh Megamind, terdapat beberapa hal yang berusaha ditekankan yaitu proses untuk menjadi hero dan kekuatan yang tidak sekedar mengandalkan fisik.

This undergraduate thesis analyses the deconstruction which happens in Megamind, an animated superhero movie. By comparing this movie and several classic superhero movies, it can be concluded that Megamind has changed the basic convention of superhero stories through its characters, plot, and point of view. However, there is a dualism meaning in the deconstruction. On one hand, this movie seems to oppose the white supremacy, and also the conventional masculinities and femininities which usually can be seen in superhero movies in general. On the other hand, it also confirms those values again. Furthermore, the movie reconstructs different concept of hero as the result of the ambivalence in the deconstruction. Megamind shows some hero's qualities that rarely appear in the classic superhero movies such as the process to be a hero and other kind of powers beside the physical power."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43374
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Diko Rinaldo
"Skripsi ini merupakan pendekatan filosofis terhadap pilihan identitas atas kecantikan perempuan yang dikonstruksi oleh beberapa ideologi dan dikaitkan dengan derasnya arus informasi yang disodorkan oleh beberapa media elektronik, film khususnya. Kondisi ini membawa kita pada satu bentuk fenomena budaya, yang oleh Jean Baudrillard dikatakan sebagai fenomena budaya hiperrealitas. Berbeda dengan pengkajian budaya, telaah filosofis menaruh perhatian pada kondisi individu yang otonom. Penelitian dilakukan dengan cara membedah fenomena hiperrealitas dengan hipersemiotika sebagai pisau bedahnya.

This undergraduated thesis is a philosophical approach of the female beauty identity selection that is constructed by some of the ideology and associated with a rapid flow of information offered by some of the electronic media, especially movies. This condition leads to a cultural phenomena that Jean Baudrillard said as the cultural phenomenon of hyperreality. Unlike the assessment of cultural, philosophical study concerns with the conditions of the autonomous individual. Research has been done by dissecting the phenomenon of hyperreality with hypersemiotic as the scalpel."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43270
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>