Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 234774 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zakiah Dianah
"Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak yang berdampak padafungsi kognitif jangka panjang dan dapat menyebabkan 20 kematian anak balita. Sanitasi menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan stunting. Provinsi Kalimantan Barat mempunyai capaian yang buruk untuk akses sanitasi dasar yaitu55,55. Tujuan penelitian: menganalisis faktor yang berkontribusi terhadap stunting pada baduta di wilayah PKGBM Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat Provinsi Kalimantan Barat. Desain penelitian: cross sectional menggunakan data sekunder dengan jumlah sampel 375 baduta dan dianalisis dengan regresi logistik multivariat.
Hasil penelitian didapatkan hubungan signifikan antara kasus stunting dengan akses sanitasi dasar 2,24; 1,39 ndash; 3,59 dan berat lahir anak 4,88; 2,51 ndash; 9,51. Faktor lain yang berhubungan yaitu Cuci Tangan Pakai Sabun CTPS 1,66; 0,90 ndash;3,06, infeksi cacing 1,38; 0,74 ndash; 2,58, diare 1,32; 0,83 ndash; 2,10, ISPA 1,44; 0,86 ndash;2,43, dan kunjungan ke Posyandu 1,40; 0,75 ndash; 2,59. Model akhir dari penelitian ini adalah akses sanitasi dasar, berat lahir anak, dan CTPS berkontribusi terhadap stunting.

Stunting is child growth and development disorder which has irreversible long termimpact and causing 20 of children mortality. Sanitation is one of many factorsassociated with stunting. West Kalimantan Province has poor achievement in basicsanitation access which is 55,55. The objective of the study was to analyze factors thatcontribute in stunting in children aged 6 23 months on community health based andnutrition program in West Kalimantan. The study design was cross sectional usingsecondary data of 375 toddler then analyzed in multivariate logistic regression.
This study found the prevalence of stunting was 33,1. There was significant associationbetween stunting and basic sanitation access 2,24 1,39 ndash 3,59 and birth weight 4,88 2,51 ndash 9,51. Other factors associated with stunting were handwashing with soap 1,66 0,90 ndash 3,06, worm infections 1,38 0,74 ndash 2,58, diarrhea 1,32 0,83 ndash 2,10, acuterespiratory tract infection 1,44 0,86 ndash 2,43, and Posyandu visit 1,40 0,75 ndash 2,59. Our final model revealed that basic sanitation access, birth weight, and handwashingwith soap had contribution in stunting."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zakiah Dianah
"ABSTRAK
Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak yang berdampak pada fungsi kognitif jangka panjang dan dapat menyebabkan 20% kematian anak balita. Sanitasi menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan stunting. Provinsi Kalimantan Barat mempunyai capaian yang buruk untuk akses sanitasi dasar yaitu 55,55%. Tujuan penelitian: menganalisis faktor yang berkontribusi terhadap stunting pada baduta di wilayah PKGBM (Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat) Provinsi Kalimantan Barat. Desain penelitian: cross sectional menggunakan data sekunder dengan jumlah sampel 375 baduta dan dianalisis dengan regresi logistik multivariat. Hasil penelitian didapatkan hubungan signifikan antara kasus stunting dengan akses sanitasi dasar (2,24; 1,39-3,59) dan berat lahir anak (4,88; 2,51-9,51). Faktor lain yang berhubungan yaitu Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) (1,66; 0,90-3,06), infeksi cacing (1,38; 0,74-2,58), diare (1,32; 0,83-2,10), ISPA (1,44; 0,86-2,43), dan kunjungan ke Posyandu (1,40; 0,75-2,59). Model akhir dari penelitian ini adalah akses sanitasi dasar, berat lahir anak, dan CTPS berkontribusi terhadap stunting.

ABSTRACT
Stunting is child growth and development disorder which has irreversible long-term impact and causing 20% of children mortality. Sanitation is one of many factors associated with stunting. West Kalimantan Province has poor achievement in basic sanitation access which is 55,55%. The objective of the study was to analyze factors that contribute in stunting in children aged 6-23 months on community health-based and nutrition program in West Kalimantan. The study design was cross sectional using secondary data of 375 toddler then analyzed in multivariate logistic regression. This study found the prevalence of stunting was 33,1%. There was significant association between stunting and basic sanitation access (2,24; 1,39-3,59) and birth weight (4,88; 2,51-9,51). Other factors associated with stunting were handwashing with soap (1,66; 0,90-3,06), worm infections (1,38; 0,74-2,58), diarrhea (1,32; 0,83-2,10), acute respiratory tract infection (1,44; 0,86-2,43), and Posyandu visit (1,40; 0,75-2,59). Our final model revealed that basic sanitation access, birth weight, and handwashing with soap had contribution in stunting.
"
2018
T53839
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Era Oktalina
"Salah satu masalah kekurangan gizi pada balita yang menjadi prioritas utama adalahstunting. Stunting pada balita diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis mulai dari awalperkembangan dimana konsekuensinya bersifat permanen. Permasalahan stunting dapat menimbulkan efek jangka panjang pada individu dan masyarakat, termasuk berkurangnya perkembangan kognitif, fisik, kemampuan produktif dan kesehatan yang buruk, serta peningkatan risiko penyakit degeneratif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di Provinsi Sumatera Barat tahun 2017. Penelitian ini menggunakan data sekunder Pemantauan Status Gizi Provinsi Sumatera Barat dengan desain penelitian cross sectional dan jumlah sampel 6421 balita. Pengolahan dan analisis data menggunakan uji chi-square bivariat dan uji regresi logistik ganda model prediksi multivariat.
Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara umur balita, jenis kelamin, tinggi badan ibu, pendidikan ibu, jumlah anggota rumah tangga dan wilayah tempat tinggal dengan stunting pada balita. Umur balita merupakan faktor yang paling dominan dengan kejadian stunting pada balita.
Disarankan adanya dukungan kebijakan peningkatan anggaran program perbaikan gizi masyarakat dalam upaya penanggulangan masalah stunting dan menyusun kegiatan program sesuai dengan kebutuhan di lapangan serta memperhatikan kebutuhan gizi anak sesuai dengan tahapan umur.

One of the nutritional problems in children under five is the main priority is stunting.Stunting in toddlers is caused by chronic malnutrition from the beginning ofdevelopment where the consequences are permanent. Stunting problems can have longtermeffects on individuals and communities, including reduced cognitive, physical, productive and poor health, and an increased risk of degenerative diseases.
The purpose of this study was to determine factors related to stunting incidence in toddlers in West Sumatera Province in 2017. This study uses secondary data Monitoring Nutrition Statusof West Sumatera Province with cross sectional study design and 6421 children underfive years old. Processing and data analysis using chi square test bivariate andmultiple logistic regression test prediction model multivariate.
The result of statistical test shows that there is a significant relationship between toddler age, sex, mother 39 sheight, mother education, number of household member and residence area withstunting in children. Toddler age is the most dominant factor with stunting incidence intoddlers.
It is recommended to support the improvement of public nutrition improvement program budget in the effort to overcome the problem of stunting andarrange the program activity according to the need in the field and pay attention to the nutritional requirement of children according to the age stage.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49807
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almas Grinia Iksan
"Balita pendek stunting merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat diIndonesia yang berdampak negatif dalam jangka panjang. Provinsi Jawa Barat merupakanprovinsi dengan jumlah balita pendek terbanyak diantara provinsi lainnya. Determinanterdekat yang berhubungan dengan stunting ialah status gizi ibu dan asosiasi ini juga dapatdipengaruhi oleh faktor sosioekonomi. Tujuan penelitian ini ialah untuk menilai pengaruhstatus gizi ibu dan faktor sosioekonomi terhadap kejadian stunting menurut umur balita.Studi ini menggunakan data hasil Survey Pemantauan Status Gizi tahun 2017 yang terdiridari data balita, ibu hamil atau wanita usia subur, dan rumah tangga berjumlah 7.555.Pengaruh status gizi ibu tinggi badan dan IMT ibu terhadap Height-for-Age Z score HAZ dianalisis menggunakan regresi linier multivariabel. Prevalensi stunting tertinggiada pada balita usia 24 ndash; 59 bulan. Semakin tinggi pendidikan ibu dan ayah balita,prevalensi stunting semakin menurun. Prevalensi stunting lebih tinggi pada balita yangtinggal di perdesaan dan ibu dengan tinggi badan kurang dari 150 cm. Pada analisismultivariabel, nilai HAZ balita 0 ndash; 11 bulan dipengaruhi oleh TB ibu, IMT ibu,pendidikan ibu, dan tempat tinggal. Sedangkan pada balita usia 24 ndash; 59 bulan nilai HAZdipengaruhi oleh TB ibu, IMT ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan tempat tinggal.Pengaruh TB ibu terhadap nilai HAZ balita paling besar ialah saat balita berusia 6 ndash; 11bulan dan pengaruh tersebut turun saat balita berusia 12 ndash; 23 bulan. Sedangkan pengaruhIMT ibu terhadap nilai HAZ balita tidak berbeda antar kelompok umur balita. Prevalensistunting di Jawa Barat cukup tinggi, sehingga diperlukan intervensi yang sesuai untukmeningkatkan pertumbuhan linier anak. Hal tersebut bisa dilakukan melalui peningkatanpengetahuan mengenai gizi ibu dan balita bagi remaja putri, wanita, dan ibu hamil sebagaipenghasil generasi baru serta pemberian asupan nutrisi yang baik bagi balita, terutamasaat 1000 hari pertama kehidupan.Kata kunci: Stunting, status gizi ibu, faktor sosioekonomi.

Stunting is one of the public health problems in Indonesia which results long termnegative impact. West Java is the province with the highest number of stunted children.A proximate determinant associated to stunting is maternal nutrition and this associationmight be influenced by socioeconomic factors. The aim of this study was to assess theeffect of maternal nutrition and socioeconomic factors on child stunting according to thegroup age. This study used data from Survey of Nutrition Status Monitoring PSG 2017which included data of children under five, pregnant women or women of childbearingage, and households. Effect of mother 39 s nutritional status height and BMI on Heightfor Age Z score HAZ was analysed using multivariable linear regression. The highestprevalence of stunting was in children aged 24 59 months. The higher the education ofmother and father, the lower the prevalence of child stunting. The prevalence of stuntingwas higher in rural areas and mothers with height less than 150 cm. In multivariableanalysis, the HAZ of 0 11 months infants was affected by mother rsquo s height, mother rsquo s BMI,mother rsquo s education, and residence classification. Whereas in infants aged 24 59 monthsHAZ was affected by mother rsquo s height, mother rsquo s BMI, mother rsquo s education, mother rsquo s workstatus, and residence classification. The biggest effect of mother rsquo s height on HAZ was inthe infants aged 6 11 months and the effect was decreased when children aged 12 23months. While the effect of mother 39 s BMI on HAZ did not differ between age group ofchildren. The prevalence of stunting in West Java are relatively high, so appropriateinterventions are needed to increase the child 39 s linear growth. This can be tackled throughenhancing the knowledge of mother and child nutrition for young women, women, andpregnant women, also give adequate nutrition for infants, especially during the first 1000days of life.Keywords Stunting, maternal nutrition, socioeconomic factor."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50343
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Khanifah
"Stunting masih menjadi salah satu masalah gizi buruk pada anak-anak di Indonesia. Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi pada baduta di Indonesia yaitu sebesar 32,5. Selain masalah stunting, tingkat pemberian ASI eksklusif di Kalimantan Barat juga masih rendah. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan merupakan salah satu kebijakan dari penanggulangan stunting baik nasional maupun global.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada baduta di Kalimantan Barat setelah dikontrol dengan variabel confounding dan memperhitungkan interaksi. Sampel pada penelitian ini berjumlah 366 baduta umur 6-23 bulan yang berstatus anak kandung dan masih mempunyai ibu. Desain studi penelitian ini adalah cross-sectional dengan analisis multivariat regresi logistik ganda menggunakan data PSG Provinsi Kalbar tahun 2016.
Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada baduta setelah diuji interaksi dan dikontrol oleh variabel confounding OR = 1,38; 95 CI : 0,477 ndash; 3,983. Hasil dari interaksi menunjukkan pada baduta yang tidak diberikan ASI eksklusif dari ibu bekerja berisiko 4,27 kali untuk badutanya menjadi stunting 95 CI : 1,55 ndash; 13,06. Saran kepada ibu untuk tetap memberikan ASI eksklusif karena bermanfaat untuk bayi dan bagi ibu bekerja yang tidak memberikan ASI eksklusif dapat mengoptimalkan pemberian MP-ASI yang berkualitas untuk mencegah stunting.

Stunting is still one of malnutritions problem in children in Indonesia. West Kalimantan Province is the highest prevalence of stunting in under two children in Indonesia, which is 32.5. In addition to the stunting problem, the exclusive breastfeeding rate in West Kalimantan is still low. Exclusive breastfeeding for 6 months is one form of policies of national and global stunting countermeasures.
This study aimed to determine the relationship between exclusive breastfeeding status and stunting among under two children in West Kalimantan after being controlled with the variables from children and mother factors and also considering the interaction of variables. The sample is made up of 366 children aged 6 23 months who have had mothers. The design of this study was cross sectional with multivariate analysis of binary logistic regression using Nutrition Status Monitoring data of West Kalimantan in 2016.
The results of this study showed that exclusive breastfeeding was not related significantly to the stunting OR 1.3 95 CI 0,776 2,338. Interaction analysis showed that infants who were not exclusively breastfed from working mother more likely to be stunted than those from non working mother OR 4,27 95 CI 1,55-13,06. The recommendations for mother should remain exclusively breastfeeding for her children considering about its benefit and for working mother who can not exclusively breastfeed should optimize the qualities of complementary feeding practice as prevention from stunting.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albert
"Di Indonesia, stunting masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Provinsi Lampung mengalami prevalensi stunting yang meningkat dari Tahun 2015 sampai 2017, yaitu 22,6%, 24,8% dan 31,6%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku keluarga sadar gizi ( penimbangan berat badan balita secara teratur, memberikan ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan/ASI Eksklusif, rumah tangga menggunakan garam beryodium, minum suplemen gizi sesuai anjuran/ vitamin A dan Konsumsi beraneka ragam makanan) dan karakteristik responden seperti faktor riwayat balita pernah dirawat, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga, jumlah balita, dan tempat tinggal dengan kejadian stunting. Desain studi penelitian ini yaitu cross-sectional dengan analisis bivariat dengan chi square (kai kuadrat). Data yang digunakan yaitu data Pemantauan Status Gizi (PSG) dengan jumlah sampel 1533 balita usia 6-23 bulan di Provinsi Lampung Tahun 2017. Hasil anlisis menunjukkan bahwa perilaku keluarga sadar gizi, pemberian vitamin A, pemberian ASI Eksklusif, konsumsi beraneka ragam makanan tidak berhubungan dengan kejadian stunting. Namun terdapat hubungan antara rumah tangga menggunakan garam beryodium dan penimbangan balita secara teratur dengan kejadian stunting. Perlu adanya dukungan dari setiap anggota keluarga dalam menerapkan perilaku keluarga sadar gizi.

In Indonesia, stunting is still a public health problem. Lampung Province experienced an increasing prevalence of stunting from 2015 to 2017, by percentage is 22,6 %, 24,8% and 31,6%. This study aims to determine association between nutrition conscious family behavior (with variables like weighing toddlers regularly, provide exclusive breastfeeding, households use iodized salt, get vitamin A and consume a wide variety of foods) and respondent characteristics such as a history of factors under five have been treated, mother’s education, mother’s occupation, number of family members, the number of under five, and residence with stunting incident. The design of this research study is cross-sectional with chi square test to bivariate analysis. The data used is Pemantauan Status Gizi (PSG) data and used 1533 child aged 6-23 months as sample in Lampung Province 2017. The analysis result shows that nutrition conscious family (KADARZI) behavior, get vitamin A, provide exclusive breastfeeding, consume a wide variety of foods are not related to stunting incident. However there is a relationship between households use iodized salt and weighing toddlers regularly to stunting incident. There needs to be support from each family member in implementing nutrition conscious family (KADARZI) behavior."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destry Rizkawati
"Stunting tidak hanya berdampak pada perawakan yang pendek namun juga padapenurunan fungsi kognitif usia sekolah, menurunkan kapasitas kerja dankemampuan ekonomi serta peningkatan risiko penyakit metabolik di usia dewasa.Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor dominan kejadian stuntingpada balita kelompok usia 6-12 bulan, 13-24 bulan dan 25-59 bulan di wilayah kerjaPuskesmas Kelurahan Tambora tahun 2017. Desain penelitian ini adalah kasuscontrol dengan 68 sampel kasus dan 68 sampel kontrol. Data dianalisis dengan ujichi square untuk melihat hubungan antar variabel dan uji regresi logistik gandauntuk menemukan faktor dominan penyebab stunting pada setiap kelompok usia.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tinggi badanibu, kenaikan berat badan hamil, panjang badan lahir, asupan energi saat usia 6-12bulan, 13-24 bulan dan 25-59 bulan, asupan protein saat usia 6-12 bulan dan 13-24bulan, penyakit infeksi dan sanitasi total dengan kejadian stunting pada balita disetiap kelompok usia.
Berdasarkan hasil analisis multivariat diketahui bahwa faktordominan kejadian stunting pada balita kelompok usia 6-12 bulan adalah asupanenergi saat usia 6-12 bulan p-value 0,001; OR 7,382; 95 CI 2,261-24.102 , padakelompok usia 13-24 bulan adalah penyakit infeksi p-value 0,016; OR 7,154;95 CI 1,436-35,653 dan pada kelompok usia 25-59 bulan adalah asupan energisaat usia 13-24 bulan p-value 0,040; OR 12,599; 95 CI 1,125-141,126 . Perluadanya perbaikan asupan gizi balita sesuai kelompok usia dan pencegahan penyakitinfeksi melalui pendekatan sanitasi total berbasis masyarakat.

Stunting affects not only to short stature but also decreases in cognitive function atschool age, decreases work and economic capacity at the productive age andincreases the risk of metabolic diseases in elderly. The purpose of this study was toanalyze the dominant factors of stunting among children aged grup 6 12 months,13 24 months and 25 59 months in Kelurahan Tambora. This was case controlstudy with 68 cases and 68 controls. The data were analyzed by chi square test forbivariate analysis and multiple logistic regression test to find the dominant factorof stunting in each of age group.
The results of this study shows that there was asignificant relationship between maternal height, weight gain during pregnancy,birth length, energy intake at 6 12 months, 13 24 months and 25 59 months, proteinintake at 6 12 months and 13 24 months, infectious diseases and sanitation withstunting.
Based on multivariate analysis, it was found that the dominant factor ofstunting at 6 12 months children was energy intake at 6 12 months p value 0,001 OR 7,382 95 CI 2,261 24,102 , at 13 24 Months was infectious disease p value0.016 OR 7,154 95 CI 1,436 35,653 and at 25 59 months was energy intake at13 24 months p value 0,040 OR 12,599 95 CI 1,125 141,126 . It is necessaryto improve the nutritional intake of under five children and prevention of infectiousdiseases through community based total sanitation approaches.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Firna
"Stunting adalah kondisi gagal tumbuh baik secara fisik maupun kognitif karena kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Anak stunting tidak akan mencapai pertumbuhan tinggi badan dan perkembangan kognitif optimal. Stunting di Provinsi Sulawesi Barat (33,8%) menempati urutan kedua tertinggi setelah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan di Provinsi Sulawesi Barat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan 552 sampel yang diperoleh dari total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang digunakan adalah data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021. Variabel independen meliputi faktor anak, faktor orang tua, dan faktor lingkungan. Analisis bivariat menggunakan uji kai kuadrat dan multivariat menggunakan regresi logistik ganda model determinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi stunting pada anak usia 6-23 bulan sebesar 31,9%. Analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah usia anak (OR=1,802), berat badan lahir (OR=3,08), dan panjang badan lahir (OR=2,283). Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah berat badan lahir. Anak yang memiliki riwayat BBLR berisiko 2,6 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat BBLR setelah dikontrol variabel usia anak, panjang badan lahir, dan status menyusui.

Stunting is a condition of failure to thrive both physically and cognitively due to chronic malnutrition and repeated infections. Children with stunting will not achieve optimal height growth and cognitive development. Stunting in West Sulawesi (33,8%) is the second highest after East Nusa Tenggara Province. This study aims to analyze the risk factors of stunting in children aged 6-23 months in West Sulawesi Province. The research design used was cross sectional with 552 samples obtained from total sampling based on inclusion and exclusion criteria. The data used is Indonesian Nutrition Status Survey 2021. The independent variables included child factors, parental factors, and environmental factors. Bivariate analysis used chi-squared test and multivariate used multiple logistic regression as the determinant model. The results showed that the proportion of stunting in children 6-23 months was 31,9%. Bivariate analysis showed that the variables associated with the incidence of stunting were child’s age (OR=1,802), birth weight (OR=3,08), and birth length (OR=2,283). Multivariate analysis showed that the dominant factor associated with stunting was birth weight. Children with a history of LBW are at risk of stunting 2.6 times higher than those without a history of LBW after being controlled by child’s age, birth length, and breastfeeding status.="
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Almira
"Indonesia merupakan negara berkembang dengan salah satu permasalahan pembangunan yang dihadapinya adalah jumlah kepadatan penduduk yang semakin meningkat. Upaya untuk mengendalikannya pemerintah Indonesia telah melaksanakan program Keluarga Berencana (KB) bagi Pasangan Usia Subur. Namun, jumlah peserta KB aktif di Indonesia masih didominasi oleh penggunaan metode kontrasepsi jangka pendek, hanya 17,45% yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) dan Kalimantan Barat merupakan provinsi yang memiliki prevalensi MKJP terendah di Indonesia (5,43%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan MKJP pada akseptor wanita di Provinsi Kalimantan Barat dengan melakukan analisis lanjut data SDKI tahun 2017 yang menggunakan disain penelitian cross sectional. Jumlah sampel sebesar 488 dari 1026 WUS yang memenuhi kriteria : berusia 15-49 tahun, berstatus kawin, memakai alat kontrasepsi dan memiliki data lengkap, dianalisis menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara umur (nilai p=0,006), tingkat pendidikan (nilai p=0,023), indeks kekayaan (nilai p=<0,001), jumlah anak (nilai p=0,008) dan pengetahuan tentang MKJP (nilai p=0,006) dan sumber pelayanan KB (nilai p=0,015) dengan perilaku penggunaan MKJP. Upaya untuk meningkatkan penggunaan MKJP, BKKBN Provinsi Kalimantan Barat perlu melakukan promosi mengenai MKJP melalui media massa, penyuluhan serta konseling bagi Pasangan Usia Subur.

Indonesia is a developing country with one of the development problems it faces is an increasing population. Efforts to control it the Indonesian government has implemented a Family Planning program for fertile age couples. However, the number of active family planning participants in Indonesia still uses the method of short contraception, only 17.45% use the long acting reversible contraceptive (LARC) and West Kalimantan is the province that has the lowest prevalence of LARC in Indonesia (5.43%). This study discusses the factors related to the use of LARC among female acceptors in West Kalimantan by conducting further data analysis of the 2017 IDHS using cross sectional research designs. Samples were 488 out of 1026 women of childbearing age who met the criteria: 15-49 years old, were married, used contraception and had complete data, analyzed using chi square. The results showed the relationship between age (p-value=0.006), education level (p-value=0.023), wealth index (p-value=<0.001), number of children (p-value=0.008) and knowledge about LARC (p-value=0.006) and the source of family planning services (p-value=0.015) with behavior of using LARC. In an effort to increase the use of LARC, BKKBN in West Kalimantan needs to do a promotion of MKJP through mass media and counseling for Fertile Age Couples. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriela Sanjaya
"Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang terjadi sebagai akibat dari buruknya asupan makan anak, kejadian infeksi yang berulang, dan tidak adekuatnya stimulasi psikosoial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Barat tahun 2017. Penelitian dilakukan dengan desain cross sectional, menggunakan data primer dengan jumlah sampel sebanyak 210 anak yang diambil dengan teknik multistage random sampling dari 12 Posyandu pada 6 kelurahan dari 3 kecamatan di Jakarta Barat. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pengukuran panjang badan anak dan melakukan wawancara dengan responden.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebanyak 16,2 anak usia 6-23 bulan di Jakarta Barat mengalami stunting. Hasil analisis bivariat dengan uji chi-square menemukan bahwa faktor-faktor yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Barat adalah suplementasi vitamin A OR=3,62; 90 CI 1,144-8,939 dan tingkat pendidikan ibu OR=2,40; 90 CI 1,167-4,885. Hasil analisis multivariat dengan analisis regresi logistik ganda menemukan bahwa suplementasi vitamin A merupakan faktor dominan dari kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Barat tahun 2017 setelah dikontrol oleh variabel capaian MAD, praktik pemberian kolostrum, dan tingkat pendidikan ibu OR=4,00; 90 CI 1,402-11,436.
Berdasarkan hasil penelitian, saran untuk pihak Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Barat adalah perlu dilakukan assessment untuk mengetahui mengapa anak yang masih berusia kurang dari 6 bulan sudah diberikan susu formula, cakupan mendapatkan suplementasi vitamin A harus ditingkatkan hingga mencapai 100, perlu dilakukan penyediaan alat antropometri panjang badan yang baku untuk setiap Puskesmas dan Posyandu, dan perlu dilakukan pelatihan mengenai prosedur yang baik dan benar dalam mengukur panjang badan anak; saran untuk pihak Puskesmas dan Posyandu adalah perlu dilakukan pemantauan status gizi berdasarkan indeks PB/U setiap 3 bulan sekali, perlu dilakukan pelatihan prosedur panjang badan kepada kader, perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat mengenai praktik pemberian makan yang tepat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan bagi anak; saran untuk peneliti lain adalah penelitian perlu dilakukan pada skala yang lebih besar baik dari sisi jumlah sampel maupun wilayah, penggunaan variabel capaian minimum dietary diversity, minimum meal frequency, dan minimum acceptable diet sebaiknya digunakan secara berhati-hati dan pengukurannya dilakukan 2-3 kali pada hari yang berbeda, serta perlu dilakukan 24-hour dietary recall untuk mengetahui keadekuatan asupan makan anak.

Stunting is the impaired growth and development that children experience as the result of poor nutrition, repeated infection, and inadequate psychosocial stimulation. The objective of this research is to determine the dominant factor related with stunting occurrence among children aged 6 23 months in West Jakarta Region in 2017. This research was descriptive study with cross sectional design that using primary data and included 210 children taken with a multistage random sampling technique from 12 Posyandu on 6 administrative villages of 3 sub districts of West Jakarta region. Data collection was done by measuring children's length and conduct interviews with respondents.
The result showed prevalence of stunting was 16,2. The Chi Square analysis showes that vitamin A supplementation OR 3,62 90 CI 1,144 8,939 and mother's education level have a significant association with stunting OR 2,40 90 CI 1,167 4,885. Furthermore, binomial logistic regression shows that vitamin A supplementation as a dominant factor of stunting occurrence among children aged 6 23 months in West Jakarta Region in 2017 after controlled by other variables minimum acceptable diet, colostrum feeding, and mother's education OR 4,00 90 CI 1,402 11,436.
Based on this research, the recommendations for Suku Dinas Kesehatan in West Jakarta region are to conduct an assessment on why children aged less than 6 months already given the formula milk, to increase the scope of vitamin A supplementation up to 100, to provide a golden standard anthropometric measurements for each Puskesmas and Posyandu, and to train Puskesmas workers on how to measure children's length with proper dan right procedure second, the suggestions for Puskesmas and Posyandu in West Jakarta are to monitor children's nutrition status based on indices height for age every 3 months, to train Posyandu workers about how to measure children's length with proper dan right procedure, and to educate the community about appropriate feeding practice and child health care finally, the advice for researchers are research needs to be done on a larger scale both in the number of samples and research location, the use of minimum dietary diversity, minimum meal frequency, and minimum acceptable diet as independent variables should be used in a careful way and the measurement of these variables need to be done 2 3 times on the different days in addition, 24 hour dietary recall method need to be done to assess children's dietary intake adequacy.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68266
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>