Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51044 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chesira Rizki Agreatia
"COVID-19 merupakan penyakit yang sangat cepat menular, disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Pada awal tahun 2020 dunia dikejutkan dengan keberadaan virus baru yang berasal dari Tiongkok ini. Virus ini diduga pertama kali menular melalui kelelawar yang dijual di pasar tradisional di Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok. Namun sampai saat ini belum diketahui perantara yang bertanggung jawab atas penularan dari hewan ke manusia. Walaupun belum diketahui perantara penularan dari hewan ke manusia, kini virus tersebut menular dengan cepat dari manusia ke manusia dan membuat lumpuh sebagian besar negara di dunia. Seperti namanya, virus ini menyerang saluran pernafasan terutama paru-paru. Tidak hanya paru-paru, virus ini juga dapat menargetkan organ lain yang memiliki ACE2, seperti ginjal. Di ginjal, banyak ditemukan ACE2 terutama pada bagian tubulus. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengulas sejumlah pustaka mengenai virus SARS-CoV-2 dan kaitannya dengan penurunan fungsi ginjal. Sumber pustaka dicari dengan kata kunci COVID-19 SARS-CoV-2, COVID-19 and kidney, COVID-19 and ACE2, ACE2 and kidney, serta SARS-CoV-2 and kidney. Sumber pustaka yang digunakan adalah yang sumber dengan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Beberapa data dari rumah sakit menunjukkan penurunnan fungsi ginjal pada beberapa pasien COVID-19 dan dapat berpengaruh pada kematian pasien. Salah satu hasil penelitian tersebut melampirkan hasil analisis imunohistokimia, menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat menyebabkan nekrosis pada tubulus. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Fitriannisa Prawiningrum
"SARS-CoV-2 merupakan virus RNA dengan panjang genom sekitar 29.891 nukleotida. Pembacaan materi genetik SARS–CoV–2 menggunakan metode Whole Genome Sequencing (WGS) dapat digunakan untuk mengetahui adanya mutasi pada virus. Mutasi pada protein spike SARS-CoV-2 dapat berdampak pada transmisi virus. Interaksi molekuler dari varian yang di Indonesia dievaluasi untuk mempelajari pengaruh mutasi terhadap transmisinya. Sampel yang disekuens di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dianalisis secara filogenetik untuk menentukan varian dan dibandingkan dengan sebaran varian SARS-CoV-2 di Indonesia. Protein spike dari varian dominan kemudian dimodelkan untuk melihat pengaruh mutasi terhadap struktur 3D protein. Interaksi protein spike dengan ACE2, TMPRSS2, dan Cathepsin L dianalisis menggunakan simulasi molekuler. Berdasarkan sampel dari FKUI, varian yang dominan adalah varian B.1.470, AY.23, AY.24, dan BA.1.1. Analisis simulasi molekuler dari kompleks protein spike varian AY.23, AY.24, dan BA.1.1 dengan ACE2 menunjukkan adanya peningkatan afinitas dan stabilitas dibandingkan dengan strain Wuhan. Analisis simulasi molekuler kompleks protein spike varian BA.1.1 dengan TMPRSS2 dan Cathepsin L mengindikasikan adanya perubahan jalur masuk. Sehingga mutasi yang terjadi pada protein spike varian B.1.470, AY.23, AY.24, dan BA.1.1 menyebabkan perubahan interaksi molekuler yang diprediksi dapat mempengaruhi transmisinya.

SARS-CoV-2 is an RNA virus with genome size around 29,891 nucleotides. Reading the genome of SARS-CoV-2 using Whole Genome Sequencing (WGS) method can reveal mutations in the genome. The mutations on SARS-CoV-2 spike protein may have effects on viral transmission. Molecular interaction of the predominant variants in Indonesia were analysed to find the effects of spike mutations to viral transmissibility. The variant of samples from Faculty of Medicine Universitas Indonesia (FMUI) were determined phylogenetically and compared to all variants found in Indonesia. The spike proteins from predominant variants were modelled. Their interactions with human host cell proteins (ACE2, TMPRSS2, and Cathepsin L) were determined by molecular simulations. Based on samples from FMUI, the predominant variants in Indonesia were B.1.470, AY.23, AY.24, and BA.1.1 variants. Based on molecular simulation of spike protein of AY.23, AY.24, and BA.1.1 variants with ACE2, shows increase in affinity and stability of the predominant variants compared to the Wuhan strain. Molecular simulation analysis of spike protein of BA.1.1 variant with TMPRSS2 and Cathepsin L indicates alternative entry pathway. In conclusion, mutations found in the dominant variants modulate their molecular interaction and their transmissibility."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fariz
"SARS-CoV-2 adalah virus yang menyebabkan pandemi COVID-19 pada 2019 kemarin. Hingga saat ini, belum ditemukan obat yang efektif dalam mengobati penyakit COVID-19. Senyawa flavonoid memiliki banyak khasiat salah satunya inhibitor virus. Hanya saja dengan banyak senyawa flavonoid menyebabkan pencarian senyawa dapat menghabiskan banyak waktu dan sumber daya untuk dilakukan pengujian berdasarkan in-vitro dan in-vivo, sehingga digunakanlah metode in-silico. Salah satu metode in-silico yang umum digunakan adalah penambatan molekuler. Akan tetapi proses penambatan molekuler ini juga masih memakan kekuatan komputasi yang tinggi. Pada Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode prediksi nilai penambatan molekuler dari senyawa flavonoid terhadap protein target SARS-CoV-2 menggunakan model pembelajaran mesin. Model yang dikembangkan yakni K-Nearest Neighbor, ExtraTrees, Gradient Boosting, dan Artificial Neural Network. Dalam penelitian ini, dibandingkan dua jenis input model, yaitu SMILES dan Alvadesc deskriptor, untuk memprediksi interaksi antara senyawa flavonoid dan protein target SARS-CoV-2. Hasil penelitian menunjukkan deskriptor AlvaDesc memiliki akurasi yang lebih tinggi dan waktu pengembangan yang lebih singkat dibandingkan dengan deskriptor SMILES.

SARS-CoV-2, the virus responsible for the COVID-19 pandemic in 2019, has not yet been effectively treated with any drug. Flavonoid compounds exhibit various properties one of it is virus inhibition. However, the search for effective compounds requires extensive time and resources due to the need for in-vitro and in-vivo testing. To expedite this process, the in-silico method, particularly molecular docking, is commonly employed. Nevertheless, molecular docking itself is time-consuming and computationally demanding. Therefore, this study aims to develop a method for predicting the molecular binding affinity of flavonoid compounds to SARS-CoV-2 target proteins using machine learning and deep learning models. Two types of input model, namely SMILES and AlvaDesc descriptors, were compared to predict the interactions between flavonoid compounds and SARS-CoV-2 target proteins. The results indicate that the AlvaDesc descriptor achieves higher accuracy and shorter development time compared to the SMILES descriptor."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Zainudin
"Latar belakang: Infeksi SARS-CoV-2 menyebabkan disregulasi sistem imun sehingga memperberat klinis pasien. Penilaian CT dan parameter inflamasi pejamu (neutrofil, limfosit, CRP dan feritin) saat admisi diharapkan membantu klinisi memberi tatalaksana efektif bagi pasien berisiko perburukan.
Tujuan: Mengetahui pengaruh nilai CT dan parameter inflamasi pejamu saat admisi terhadap derajat penyakit COVID-19 dalam 14 hari sejak onset gejala.
Metode: Studi kohort retrospektif dengan menelusuri rekam medis pasien COVID-19 berusia >18 tahun yang dirawat di RSCM dan RS Medistra pada Juni 2020-Februari 2021. Dilakukan analisis bivariat antara nilai CT, neutrofil, limfosit, CRP, feritin saat admisi dengan keparahan COVID-19, dilanjutkan analisis ROC untuk mendapatkan titik potong optimal. Setelahnya, dilakukan analisis multivariat dan membuat model klinis terbaik menilai kemungkinan keparahan COVID-19.
Hasil: Dari 336 subjek didapatkan COVID-19 berat-kritis sejumlah 75,3%. Tidak terdapat hubungan antara nilai CT rendah-sedang dan CT rendah-tinggi terhadap keparahan COVID-19 dengan nilai p masing-masing 0129 dan 0,913, sementara itu terdapat hubungan signifikan antara neutrofil, limfosit, CRP dan feritin terhadap keparahan COVID-19 dengan masing-masing nilai p<0,001. Dari analisis ROC, didapat titik potong optimal neutrofil (>71,5%), limfosit (<18,5%), CRP (>17,2 mg/dL), feritin (270 ng/mL) terhadap terjadinya COVID-19 berat-kritis dalam 14 hari sejak onset gejala. Hasil analisis multivariat menujukkan faktor yang mempengaruhi COVID-19 berat-kritis antara lain neutrofil (aRR 1,850 [IK 95% 1,482-2,311]), limfosit (aRR 1,877 [IK 95% 1,501 – 2,348]), CRP (aRR 2,068 [IK 95% 1,593 – 2,685]), dan feritin (aRR 1,841 [IK 95% 1,438 – 2,357]). Model klinis kombinasi neutrofil, limfosit, CPR dan feritin terhadap COVID-19 berat-kritis memiliki nilai AUC 0,933 (IK 95% 0,902 – 0,963).
Kesimpulan: nilai CT tidak mempengaruhi COVID-19 tidak berat dan berat-kritis. Neutrofil, limfosit, CRP, dan feritin saat admisi mempengaruhi terjadinya COVID-19 tidak berat dan berat-kritis Kombinasi neutrofil, limfosit, CRP dan feritin merupakan model klinis terbaik menilai kemungkinan keparahan COVID-19 dalam 14 hari sejak onset gejala.

Background: SARS-CoV-2 infection leads to immune dysregulation and hyperinflammation, thus potentially exacerbating clinical outcomes. Assessing CT value and host inflammatory parameters such as neutrophils, lymphocytes, CRP, and feritin upon admission may assist clinicians in providing effective management, especially for patient at risk of severe-critical condition.
Objective: To analyze the effect of CT values and host inflammatory parameters upon admission on the severity of COVID-19 within 14 days of symptom onset.
Methods: A retrospective cohort study tracing COVID-19 patient’s medical records aged >18 years admitted to RSUPN Ciptomangunkusumo and RS Medistra from June 2020 to February 2021. Bivariate analysis was conducted between CT values, neutrophils, lymphocytes, CRP, feritin on admission with COVID-19 severity, then ROC analysis to determine the optimal cut off points. Multivariate analysis was performed to control confounding factors. The best clinical model was analyzed for severe-critical outcome within 14 days of symptom onset.
Results: Out of 336 subjects, 75,3% had severe-critical COVID-19. There was no association between low-moderate CT value and low-high CT value with COVID-19 severity, with p value 0,129 and 0,913 respectively. However, there was significant association between neutrophils, lymphocytes, CRP, and feritins with COVID-19 severity, each with p<0.001. ROC analysis determined optimal cut off for neutrophils (>71.5%), lymphocytes (<18.5%), CRP (>17.2 mg/dL), and feritin (270 ng/mL) for the occurrence of severe-critical COVDI-19 within 14 days symptom onset. Multivariate analysis revealed factors influencing severe-critical COVID-19 including neutrophils (aRR 1.850 [95% CI 1.482-2.311]), lymphocytes (aRR 1.877 [95% CI 1.501 – 2.348]), CRP (aRR 2.068 [95% CI 1.593 – 2.685]), and feritin (aRR 1.841 [95% CI 1.438 – 2.357]). Combination of neutrophil, lymphocytes, CRP, and feritin was the best clinical model for severe-critical COVID-19 with AUC value 0.933 (95% CI 0.902 – 0.963).
Conclusion: Neutrophils, lymphocytes, CRP, and feritin value upon admission effect COVID-19 severity within 14 days of symptom onset
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febriadi Rosmanato
"Latar Belakang: Melihat potensi tingginya jumlah virus didalam rongga mulut, dengan bukti bahwa SARS-CoV-2 ditemukan pada reseptor ACE2, perlu upaya untuk mencegah penularan dari pasien ke praktisi melalui saliva yang terkontaminasi. Virus ini menyebar lebih cepat karena SARS-CoV-2 bereplikasi disaluran pernapasan bagian atas dengan melepaskan patogen yang berpindah dari satu orang ke orang lain saat bersin dan batuk melalui penyebaran pernapasan. Diperkirakan waktu penularan bisa terjadi sebelum gejala muncul (sekitar 2,5 hari lebih awal dari munculnya gejala). Berkumur dengan hidrogen peroksida dapat menghilangkan lapisan permukaan epitel pada mukosa mulut yang diketahui terdapat reseptor ACE2 tempat terikatnya SARS- CoV-2 dan dapat menginaktivasi virus tersebut. Pedoman sementara American Dental Association (ADA) menyarankan penggunaan 1,5% Hidrogen peroksida sebagai pilihan untuk pembilasan mulut preoperatif sebagai obat kumur antiseptik. Nilai cycle threshold yang diperoleh RT – PCR bersifat semi-kuantitatif dan mampu membedakan antara viral load tinggi dan rendah.
Tujuan Penelitian: Mengevaluasi perbedaan pengaruh penggunaan obat kumur diantara berkumur hidrogen peroksida 1,5% dan hidrogen peroksida 3% terhadap nilai cycle threshold RT-PCR pada pasien COVID - 19.
Metode Penelitian: 42 subjek penelitian diambil dari pasien RSUP Persahabatan yang terinfeksi SARS-CoV-2 sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Setelah dilakukan informed consent, subjek penelitian dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok hidrogen peroksida 1,5%, kelompok hidrogen peroksida 3% dan kelompok kontrol. Subjek penelitian berkumur 30 detik di rongga mulut dan 30 detik di tenggorokan belakang dengan 15 ml sebanyak 3 kali sehari selama 5 hari. Analisis menggunakan nilai cycle threshold pada pemeriksaan RT-PCR pada hari ke-1, hari ke-3 dan hari ke-5 setelah berkumur.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada hasil uji Friedman dan peningkatan nilai cycle threshold RT-PCR dari awal, hari ke-1, hari ke-3 dan hari ke-5 di keseluruhan kelompok dan masing – masing kelompok perlakuan. Peningkatan tertinggi nilai cycle threshold RT-PCR awal hingga hari ke-1 ditemukan pada kelompok hidrogen peroksida 3%, kemudian antara hari ke-1 hingga ke-3 dan hari ke-3 hingga hari ke-5 ditemukan pada kelompok hidrogen peroksida 1,5%.
Kesimpulan: Berkumur hidrogen peroksida 1,5% dan hidrogen peroksida 3% berpengaruh terhadap peningkatan nilai cycle threshold RT-PCR SARS-CoV-2. Kedua konsentrasi hidrogen peroksida 1,5% dan hidrogen peroksida 3% memberikan pengaruh positif dalam menurunkan jumlah virus di rongga mulut, sehingga pilihan penggunaan konsentrasi hidrogen peroksida yang lebih kecil bisa menjadi pilihan untuk digunakan untuk berkumur.

Background: Given the potential high number of viruses in the oral cavity, with evidence that SARS-CoV-2 is found at the ACE2 receptor, efforts are needed to prevent transmission from patient to practitioner through contaminated saliva. This virus spreads faster because SARS-CoV-2 replicates in the upper respiratory tract by releasing pathogens that are passed from one person to another when sneezing and coughing through respiratory spread. It is estimated that the time of transmission can occur before symptoms appear (about 2.5 days earlier than the onset of symptoms). Mouth rinse and gargling with hydrogen peroxide can remove the epithelial surface layer on the oral mucosa which is known to have ACE2 receptors where SARS-CoV-2 binds and can inactivate the virus. Interim guidelines of the American Dental Association (ADA) recommend the use of 1.5% hydrogen peroxide as an option for preoperative oral rinse as an antiseptic mouth rinse. The cycle threshold value obtained by RT-PCR is semi-quantitative and able to distinguish between high and low viral loads.
Objective: To evaluate the difference in the effect of using mouth rinse between 1.5% hydrogen peroxide and 3% hydrogen peroxide mouth rinse and gargling on the RT-PCR cycle threshold value in COVID-19 patients.
Methods: 42 subjects were patients recruited from Persahabatan General Hospital infected with SARS-CoV-2 according to the inclusion and exclusion criteria. Following informed consent procedure, the research subjects were divided into 3 groups, namely the 1.5% hydrogen peroxide group, the 3% hydrogen peroxide group and the control group. The subjects were instructed to rinse their mouths for 30 seconds and gargle for 30 seconds at the back of the throat with 15 ml of the mouth rinse 3 times a day for 5 days. Analysis of cycle threshold values was carried out using RT-PCR on day 1, day 3 and day 5 after mouth rinse and gargling.
Results: There were significant differences in the results of the Friedman test and an increase in the RT-PCR cycle threshold value starting from the beginning, day 1, day 3 and day 5 in the whole group and each treatment group. The highest increase RT-PCR cycle threshold value at day 1 was found in the 3% hydrogen peroxide group, while the increase between day 1 to 3 and day 3 to day 5 was found in the 1.5% hydrogen peroxide group.
Conclusion: Mouth rinse and gargling with 1.5% hydrogen peroxide and 3% hydrogen peroxide has an effect on increasing the cycle threshold value of the SARS-CoV-2 RT-PCR. Both 1.5% and 3% hydrogen peroxide concentration have a positive effect in reducing the number of viruses in the oral cavity, so the choice of using a lower hydrogen peroxide concentration can be an option to use for mouth rinse and gargling.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lismayana
"Latar belakang
Infeksi SARS-CoV-2 menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di seluruh dunia. Terapi yang tersedia saat ini yaitu deksametason dosis tinggi, dapat menurunkan derajat inflamasi, namun dengan efek samping yang cukup berat. Oleh karena itu, diperlukan bahan tambahan terhadap deksametason untuk mengatasi penyakit COVID-19. C. tinctorius diketahui memiliki efek antiinflamasi pada berbagai model kerusakan paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol bunga kasumba turate (Carthamus tinctorius) terhadap inflamasi paru mencit yang diinduksi SARS-CoV-2 spike protein.
Metode : C. tinctorius diekstraksi dengan etanol dan dilakukan identifikasi senyawa menggunakan GC-MS. Sebanyak 30 ekor mencit diinduksi dengan SARS-CoV-2 spike protein secara intratrakeal dan fludarabin intraperitoneal, sedangkan 6 ekor sisanya sebagai sham treatment. Mencit yang diinduksi dengan SARS-CoV-2 spike protein dibagi secara acak menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol, perlakuan (deksametason, kombinasi deksametason dengan C. tinctorius dosis 400 mg/kgBB dan 800 mg/kgBB dan C. tinctorius tunggal) yang diberikan terapi selama 6 hari. Hari ke 7 dilakukan terminasi, selanjutnya dilakukan pemeriksaan hematologi, pengamatan kerusakan jaringan dan inflamasi melalui pemeriksaan IL-6, IL-10, CD11c, CD14, CD4, NFĸB p50 pada jaringan paru, TNFα dan IFNg pada bilasan bronkoalveolar.
Hasil : Identifikasi senyawa ekstrak etanol bunga kasumba turate memiliki 21 senyawa. Mencit yang diinduksi dengan SARS-CoV-2 spike protein + fludarabin memperlihatkan histologi paru yang dipenuhi dengan infiltrasi sel mononuklear dan cairan bilasan bronkoalveolar didominasi oleh sel makrofag. Pemberian kombinasi deksametason + C. tinctorius 800 mg/kg BB memberikan perbaikan lebih besar dari seluruh kelompok terapi yang diberikan, yang ditunjukkan dengan dan penurunan granulosit yang mendekati normal, neutrophil lymphocyte ratio (NLR) yang menurun, perbaikan pada gambaran histologi, penurunan IL-6, CD11c, CD14 serta peningkatan IL-10, IFNg dan NFĸB (p50)
Kesimpulan : Pemberian terapi kombinasi deksametason dan ekstrak etanol bunga C. tinctorius dosis 800 mg/kg BB mampu memperbaiki inflamasi paru pada mencit yang diinduksi SARS-CoV-2 spike protein dan fludarabin, dengan cara memperbaiki keseimbangan sitokin proinflamasi dan sitokin antiinflamasi.

Background: The SARS-CoV-2 infection has caused high morbidity and mortality worldwide. The currently available treatment, namely high-dose dexamethasone, can reduce the degree of inflammation, but it comes with worrisome adverse effects. Therefore, additional medicines are needed to address the problem with dexamethasone treatment in COVID-19. Carthamus tinctorius is known to have anti-inflammatory effects in various models of pulmonary damage. Thus, this study aimed to determine the effect of C. tinctorius flower extract on lung inflammation in mice induced by the SARS-CoV-2 spike protein.
Method: C. tinctorius was extracted with ethanol, and the active compounds were identified using GC-MS. The experiment was carried out on 36 Balb/c mice aged 12 weeks. A total of 30 mice were induced with SARS-CoV-2 spike protein intratracheally and fludarabin intraperitoneally, while 6 mice were given sham treatment. Randomly, the SARS-CoV-2 spike protein-induced mice were split into 5 groups, which were: a control group that didn't get any treatment (SarsF), treatment (dexamethasone, a combination of dexamethasone with C. tinctorius doses of 400 mg/kgBW and 800 mg/kgBW and C. tinctorius alone). Drug treatment was given for 6 days. On the 7th day, termination was carried out, then observations of haematological evaluation, tissue damage and inflammation through the evaluation of IL-6, IL-10, CD11c, CD14, CD4, NFĸB p50 in lung tissue and TNFα and IFNg in BALF.
Results: It is known that the flower extract produced by C. tinctorius contains 21 compounds. Mice induced with SARS-CoV-2 spike protein and fludarabin displayed lung histology filled with mononuclear cell infiltration and the bronchoalveolar lavage fluid was dominated by macrophage cells. The combination of dexamethasone and C. tinctorius at 800 mg/kg BW provided greater improvement than all the treatment groups given, as indicated by a decrease in granulocytes that approached normal, a decreased neutrophil lymphocyte ratio (NLR), improvement in histology, decreased IL-6, CD11c, and CD14, as well as increased IL-10, IFN-g and NF-ĸB (p50).
Conclusion : Mice with lung inflammation caused by the SARS-CoV-2 spike protein and fludarabine responded well to a combination therapy of dexamethasone and ethanol extract of C. tinctorius flowers at a dose of 800 mg/kg BW. This regimen of treatment acts by improving the balance of pro-inflammatory and anti-inflammatory cytokines.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manaman
"SARS-CoV-2 merupakan penyebab COVID-19 yang melanda dunia sejak akhir 2019. Virus ini telah menyebar secara luas di dunia akibat infektifitasnya yang tinggi. Sampai saat ini, telah muncul banyak lineage dengan karakter yang berbeda, dan beberapa diantaranya memiliki infektifitas lebih tinggi dibandingkan lineage lainnya. Perubahan nukleotida akibat mutasi menjadi penyebab munculnya lineage baru Dalam penelitian ini, telah dilakukan analisa untaian gen SARS-CoV-2 yang berasal dari beberapa lineage berbeda, yang dilanjutkan dengan analisa epitop sel B, dan sel T. Setelahnya, dilakukan desain vaksin menggunakan epitop terbaik dan dihubungkan dengan linker yang berupa asam gabungan asam amino, yang kemudian dilanjutkan dengan analisa fisikokimia dan alergenisitas kandidat vaksin. Setelahnya, kandidat vaksin dilanjutkan ke tahap simulasi molecular docking. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, terdapat 2 epitop 9-mer HLA kelas I dan 7 epitop 15-mer HLA kelas II yang dapat digunakan untuk mencakup seluruh untaian yang terpilih. Vaksin kandidat yang terpilih disusun dengan menggunakan linker tertentu dan epitop yang telah diperoleh sebelumnya. Dari simulasi molecular docking yang telah dilakukan dari vaksin kandidat terhadap 3 reseptor antigenik, diperoleh hasil simulasi berupa energi center kompleks sebesar -1161,4 kkal/mol (TLR-3), -1034,1 kkal/mol (HLA-C*14:02), -1064,3 kkal/mol (HLA-DRB1*07:01).

SARS-CoV-2 is the cause of COVID-19 that has hit the world since late 2019. The virus has spread widely in the world due to its high infectivity. To date, many lineages have emerged with different characters, and some of them have higher infectivity than other lineages. Nucleotide changes due to mutations are the cause of the emergence of new lineages In this study, the SARS-CoV-2 gene strands from several different lineages were analysed, followed by epitope analysis of B cells and T cells. After that, vaccine design was carried out using the best epitopes and connected with a linker in the form of an amino acid combination, followed by physicochemical and allergenicity analysis of vaccine candidates. After that, the vaccine candidate is continued to the molecular docking simulation stage. Based on the results obtained from this study, there are 2 9-mer HLA class I epitopes and 7 15-mer HLA class II epitopes that can be used to cover all selected strands. The selected candidate vaccines were prepared using specific linkers and previously obtained epitopes. From the molecular docking simulation of the candidate vaccines against 3 antigenic receptors, the simulation results showed the centre complex energy of -1161.4 kcal/mol (TLR-3), -1034.1 kcal/mol (HLA-C*14:02), -1064.3 kcal/mol (HLA-DRB1*07:01)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cikal Fiarsi Nahir
"Metabolit sekunder invertebrata laut Indonesia diketahui memiliki aktivitas antivirus yang baik. SARS-CoV-2 merupakan virus yang menyebar luas menyebabkan pandemi sehingga menyebabkan kebutuhan mendesak untuk pencarian obat efektivitas tinggi dengan efek samping yang lebih sedikit daripada antivirus yang tersedia saat ini. Penelitian dilakukan untuk mencari kandidat senyawa melawan SARS-CoV-2 dengan menggunakan pendekatan komputasi. Sebanyak 137 senyawa disaring menggunakan AutodockVina. Sifat fisikokimia dan profil farmakokinetik yaitu Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi, dan Toksisitas (ADMET) diprediksi menggunakan ADMETLab. Penambatan molekul dilakukan pada dua protease SARS-CoV-2 yaitu 3CLpro dan PLpro menggunakan AutoDockTools. Hasil penambatan molekul, kandidat senyawa Pre-neo-kaluamine dari spesies Acanthostrongylophora ingens memiliki potensi menghambat 3CLpro, dengan nilai energi ikatan sebesar -10,35 kkal/mol. Cortistatin F dari spesies Corticium complex memiliki nilai energi ikatan sebesar -10,62 kkal/mol terhadap PLpro. Acanthomanzamine C dari spesies Acanthostrongylophora ingens dapat melakukan penargetan ganda pada kedua protease 3CLpro dan PLpro, dengan nilai energi ikatan berkisar dari -10 kkal/mol hingga -14 kkal/mol. Semua senyawa kandidat menunjukkan afinitas yang lebih baik dibandingkan dengan ligan referensi dari masing masing protease yaitu nirmatrelvir dan 3k. Simulasi dinamika molekul dilakukan dengan AMBER 22 dan memberikan hasil yang sejalan dengan penambatan molekul yaitu menunjukkan stabilitas ikatan yang baik antara ligan uji dan protease.

The secondary metabolites of Indonesian marine invertebrates are known to have good antiviral activity. SARS-CoV-2, a widespread virus causing a pandemic, necessitates an urgent search for high-effectiveness drugs with fewer side effects than currently available antivirals. This research utilized a computational approach to identify candidate compounds against SARS-CoV-2. AutodockVina filtered 137 compounds, while ADMETLab predicted their physicochemical properties and pharmacokinetic profiles (ADMET). Subsequently, AutoDockTools performed molecular docking on the SARS-CoV-2 proteases, 3CLpro and PLpro. The results showed that Pre-neo-kaluamine from Acanthostrongylophora ingens has the potential to inhibit 3CLpro with a bond energy of -10.35 kcal/mol, and Cortistatin F from Corticium complex has a binding energy of -10.62 kcal/mol to PLpro. Acanthomanzamine C from Acanthostrongylophora ingens can double target both proteases with binding energy ranging from -10 kcal/mol to -14 kcal/mol. All candidate compounds exhibited higher affinity than the reference ligands (nirmatrelvir and 3k). Molecular dynamics simulations using AMBER 22 supported the docking results and confirmed good bond stability between the test ligands and the proteases."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matheus Prayoga Claus
"Indonesia memiliki kekayaan alam laut yang sangat beragam, yang dapat berpotensi untuk mengandung senyawa bioaktif yang masih kurang dieksplorasi lebih dalam. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengeksplorasi senyawa metabolit sekunder yang berasal dari invertebrata laut yang berada di perairan Indonesia dalam kegunaannya untuk mengatasi masalah pandemi yang terjadi di dunia selama 3 tahun terakhir. Sebanyak 137 senyawa yang diperoleh dari berbagai spesies invertebrata laut seperti karang lunak, tunikata, dan spons ditapiskan dengan menggunakan penapisan virtual terhadap ACE2 dan Spike Protein Virus varian omicron. Selanjutnya setelah didapatkan 20 senyawa yang memiliki potensi dari proses penapisan, dilakukan proses studi penambatan molekuler dan prediksi ADMET untuk menemukan senyawa terbaik dari senyawa yang telah terpilih. Setelah didapatkan senyawa paling baik, dilakukan studi dinamika molekuler untuk melihat kestabilan ligan-reseptor pada senyawa yang terbaik. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ada 2 senyawa yaitu Acanthomanzamine E dan Cortistatin L, yang menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan sebagai bloker terhadap ACE2 dan juga SARS-CoV-2 Omicron SPV. Acanthomanzamine E memiliki energi ikatan sebesar -12,87 kcal mol dan -8,61 kcal/mol terhadap ACE2 dan SPV, sementara Cortistatin L memiliki energi ikatan sebesar -9,96 kcal/mol dan -7,56 kcal/mol terhadap ACE2 dan SPV. Simulasi MD sebesar 50ns menunjukkan kestabilan kedua senyawa pada reseptornya masing-masing, dan juga dibandingkan terhadap senyawa pembanding yaitu XX5 untuk pembanding terhadap ACE2 dan Ceftriaxone digunakan sebagai senyawa pembanding terhadap Spike Protein Virus SARS-CoV-2 varian omicron.

Indonesia has diversified marine creatures, which could potentially have bioactive substances still underexplored. In this research, we tried to explore these secondary metabolites from Indonesian marine invertebrates to find the lead compound in overcoming the pandemic problem that happened in the world for the last 3 years. A total of 137 compounds from different types of invertebrates, such as soft corals, tunicates, and sea sponges screened against ACE2 and Spike Protein Virus of the Omicron variant. From the virtual screening. we obtained top 20 compounds that have potential to bind with the receptors. Furthermore, molecular docking and ADMET prediction studied in the top 20 compounds to filter compound down to the best 2 compounds. We also did preliminary molecular dynamics studies to see the stability of ligand-receptor occur between the best compound and the receptor. We found that two compounds, Acanthomanzamine E and Cortistatin L, show prominent results as ACE2 and SARS-CoV-2 blockers, especially from molecular docking, which have -12,87 kcal/mol and -9,96 kcal/mol towards ACE2 and -8,61 kcal/mol and -7,56 kcal/mol towards SPV Omicron respectively. We see promising results from the 50 ns MD simulation of these compounds and their comparison which is XX5 for ACE2 receptor and Ceftriaxone in Spike Protein Virus SARS-CoV-2 omicron variant."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haviani Rizka Nurcahyaningtyas
"Pandemi yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 telah memicu situasi darurat kesehatan di seluruh dunia. Varian Omicron yang menyebar dengan cepat semakin mendesak pencarian terapi yang tepat untuk menghindari infeksi yang lebih berat. TMPRSS2 manusia dan protein spike SARS-CoV-2 varian Omicron diidentifikasi sebagai protein target melalui penapisan secara komputasi. Metode yang digunakan adalah penapisan virtual berbasis struktural; analisis prediksi absorption, distribution, metabolism, excretion, dan toxicity (ADMET); dan simulasi dinamika molekuler. Ligan uji yang digunakan adalah senyawa metabolit sekunder invertebrata laut Indonesia. Camostat dan nafamostat (ko-kristal) digunakan sebagai ligan pembanding terhadap penghambatan TMPRSS2 sedangkan mefloquine ligan pembanding terhadap Protein Spike. Berdasarkan hasil penambatan molekul, acanthomanzamine C (-9,75 kkal/mol) dan cortistatin G (-9,39 kkal/mol) memiliki aktivitas yang lebih baik terhadap penghambatan TMPRSS2 dibandingkan dengan camostat (-8,25 kkal/mol) dan nafamostat (-6,52 kkal/mol). Sebagai inhibitor protein spike SARS-CoV-2 varian Omicron, acanthomanzamine C (-9,19 kkal/mol) dan cortistatin J (-8,89 kkal/mol) juga menunjukkan penghambatan yang lebih baik dibandingkan dengan mefloquine (-6,34 kkal/mol). Ligan uji tersebut juga telah memenuhi seluruh kriteria ADMET yang ditetapkan. Dari hasil analisis simulasi dinamika molekuler menunjukkan pengikatan yang stabil senyawa ligan uji terhadap protein target setelah simulasi berjalan 60 nanodetik dan memiliki energi ikatan bebas MMGBSA dan MMPBSA yang lebih baik dibandingkan ligan pembanding diantaranya TMPRSS2–acanthomanzamine C (-28,2067; -24,6639 kkal/mol), TMPRSS2–cortistatin G (-29,9908; -24,8869 kkal/mol), protein spike–acanthomanzamine C (-45,1414; -27,8749 kkal/mol), dan protein spike–cortistatin J (-37,8537; -35,6439 kkal/mol). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa acanthomanzamine C, cortistatin G, dan cortistatin J merupakan senyawa hits sebagai kandidat terapi untuk infeksi SARS-CoV-2.

The pandemic caused by SARS-CoV-2 has triggered a global health emergency. The rapid spread of the Omicron variant has further intensified the urgency to search for appropriate therapies to prevent severe infections. The human TMPRSS2 and spike protein of the SARS-CoV-2 Omicron variant were identified as the target proteins through computational screening. The methods used are structure-based virtual screening; absorption, distribution, metabolism, excretion, and toxicity (ADMET) analysis; and molecular dynamics simulation. Bioactive marine invertebrates from Indonesia were employed as test ligands. Camostat and nafamostat (co-crystal) were utilized as reference ligands against TMPRSS2, whereas mefloquine was used as a reference ligand against spike protein. Following a molecular docking, acanthomanzamine C (-9,75 kcal/mol) and cortistatin G (-9,39 kcal/mol) had better activity against TMPRSS2 inhibition compared to camostat (-8,25 kcal/mol) and nafamostat (-6,52 kcal/mol). As inhibitors of spike protein of SARS-CoV-2 Omicron variant, acanthomanzamine C (-9,19 kcal/mol) and cortistatin J (-8,89 kcal/mol) also showed better inhibition compared to mefloquine (-6,34 kcal/mol). The test ligands have also met all the established ADMET criteria. The results of the molecular dynamics analysis showed stable binding of the test ligands to the target proteins after the initial 60 nanoseconds and had free binding energies of MMGBSA/MMPBSA that were better than the comparison ligands, including TMPRSS2–acanthomanzamine C (-28,2067; -24,6639 kcal/mol), TMPRSS2–cortistatin G (-29,9908; -24,8869 kcal/mol), spike protein–acanthomanzamine C (-45,1414; -27,8749 kcal/mol), and spike protein–cortistatin J (-37,8537; -35,6439 kcal/mol).  These results indicate that acanthomanzamine C, cortistatin G, and cortistatin J are hits compounds as candidate therapies for SARS-CoV-2 infection."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>