Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186431 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Larashintya Rulita
"Komposisi komunitas mikrobiota usus pada neonatus prematur dapat diidentifikasi menngunakan mekonium dan feses. Akan tetapi, penelitian menggunakan sampel mekonium dan feses memiliki tantangan tersendiri karena konsistensinya serta kandungan inhibitor PCR yang tinggi pada sampel mekonium dan feses. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengoptimasi perolehan DNA mikrobiota mekonium dan feses dari neonatus yang lahir prematur di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel mekonium, feses 4 dan 7 hari setelah kelahiran dari neonatus prematur. Setelah itu, dilakukan optimasi proses perolehan DNA. Parameter yang dioptimasi yaitu dengan mempertimbangkan jumlah dan kondisi sampel, penggunaan kit ekstraksi yaitu Qiagen DNeasy Powersoil Kit dan MP Biomedical FastDNA Spin Kit for Soil, tahap preparasi sampel, dan tahap elusi DNA. Selanjutnya, DNA genomik hasil ekstraksi dikuantifikasi serta dikonfirmasi menggunakan Polymerase Chain Reaction sebelum tahap NGS. Hasil pada penelitian ini yaitu sampel yang dilakukan optimasi dengan replikasi jumlah sampel sebanyak 2 kali, menggunakan sampel segar, menggunakan buffer elusi dengan volume yang lebih sedikit, pelarutan sampel menggunakan ddH2O, dan diekstraksi menggunakan MP Biomedical FastDNA Spin Kit for Soil menghasilkan konsentrasi serta kemurnian yang lebih tinggi. Kesimpulannya, perlu dilakukan optimasi pada tahap ekstraksi DNA untuk menghasilkan perolehan serta kemurnian DNA yang tinggi."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Dwininda
"Keseimbangan berbagai jenis bakteri pada kulit sangat penting dalam menjaga kesehatan kulit. Permasalahan pada kulit wajah yang muncul salah satunya disebabkan oleh disbiosis mikroba. Penelitian dilakukan untuk menganalisis keberagaman mikrobiom bakteri yang terdapat pada kulit wajah dengan kondisi pH dan kelembaban beragam. Metode analisis diversitas dengan Next Generation Sequencing 16s rRNA. Jumlah responden yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 144 sampel. Hasil analisis pada penelitian ini ditemukan bahwa kelas filum bakteri tertinggi Actinobacterium (49,72%), Proteobacterium (29,86%) dan Firmicutes (18,64%). Pada genus Cutibacterium (41,48%), Neisseriaceae (20,29), Staphylococcus (10,16%) ditemukan terbanyak pada kulit wajah dengan nilai kondisi pH dan kelembaban berbeda. Analisis diversitas alfa dengan indeks Chao1 (p=0,05) dan Faith PD(p=0.004) menunjukan kelimpahan mikrobiom signifikan lebih tinggi ditemukan pada pH tinggi dibandingkan pH normal. Analisis diversitas Alfa pada kelembaban tidak ditemukan signifikan terhadap kelimpahan bakteri mikrobiom wajah. Hasil diversitas beta ditemukan perbedaan kelimpahan mikrobiom bakteri pada sepuluh genus tertinggi yang ditemukan pada pH normal dan pH tinggi serta kelompok kelembaban dengan sangat lembab, lembab dan kering. Kesimpulan penelitian profil genus Cutibacterium, Neisseriaceae, Staphylococcus bakteri paling banyak ditemukan pada pH tinggi dan pH normal seta kelembaban sangat lembab, lembab dan kering. Cutibacterium, Neisseriaceae dan Staphylococcus menunjukan adanya peningkatan pH kulit maka kelimpahan bakteri tersebut semakin meningkat. Pada kelembaban kulit, kelimpahan Cutibacterium dan Staphylococcus menurun seiring penurunan nilai kelembaban kulit.

Balancing various types of bacteria on the skin is crucial for maintaining skin health. One of the issues that arise with facial skin is caused by microbial dysbiosis. Research was conducted to analyze the diversity of bacterial microbiomes on the facial skin with varying pH and moisture conditions. The diversity analysis method used Next Generation Sequencing 16s rRNA, and the study included 144 samples. The results of this research revealed that the highest bacterial phylum classes were Actinobacterium (49.72%), Proteobacterium (29.86%), and Firmicutes (18.64%). The genera Cutibacterium (41.48%), Neisseriaceae (20.29%), and Staphylococcus (10.16%) were the most abundant on the facial skin with different pH and moisture conditions. Alpha diversity analysis using Chao1 index (p=0.05) and Faith PD (p=0.004) indicated significantly higher microbial abundance found in high pH compared to normal pH. However, there was no significant difference in alpha diversity concerning the moisture level and facial bacterial microbiome abundance. Beta diversity analysis showed differences in bacterial microbiome abundance in the top ten genera found between normal pH and high pH, as well as between moisture groups categorized as very moist, moist, and dry. In conclusion, the research profiled the genera Cutibacterium, Neisseriaceae, and Staphylococcus as the most found bacteria in high pH and normal pH conditions, as well as very moist, moist, and dry moisture levels. Cutibacterium, Neisseriaceae, and Staphylococcus showed an increase in skin pH resulting in an increase in the abundance of these bacteria. On the other hand, the abundance of Cutibacterium and Staphylococcus decreased with decreasing skin moisture levels."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farrah Nabilla Irfan
"Identifikasi komunitas mikrobiota menjadi salah satu pendekatan penting untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan gajah sumatra dalam konservasi exsitu. Penelitian ini memfokuskan pada analisis mikrobiota usus berdasarkan empat sampel feses (anak betina/jantan, induk betina/jantan) menggunakan Nextgeneration Sequencing dan analisis metagenomik. Analisis metagenomik yang mencangkup alpha dan beta diversity memberikan pengetahuan terkait komposisi mikrobiota dari kelimpahan, kemerataan dan perbedaan diantara keempat sampel. Analisis alpha diversity menunjukkan variasi mikrobiota yang signifikan, dengan gajah jantan dewasa memiliki keanekaragaman dan kelimpahan mikrobiota tertinggi, sementara gajah betina dewasa menunjukkan keanekaragaman yang paling rendah. Analisis beta diversity menunjukkan gajah anak jantan memiliki perbedaan signifikan dari kedua gajah dewasa karena perbedaan umur yang signifikan. Komunitas mikrobiota didominasi oleh filum Bacillota (40-70%) dan Bacteroidota (20-40%), dengan Clostridia (~90%) menjadi kelas paling melimpah dalam Bacillota, sementara Sphingobacteriia (~50%) dan Bacteroidia (~50%) kelas dominan dalam Bacteroidota. Temuan ini mengindikasikan adanya variasi yang signifikan dalam komposisi mikrobiota usus di antara sampel, yang mungkin dipengaruhi oleh faktor seperti jenis makanan dan usia. Pemahaman lebih lanjut tentang hubungan ini penting untuk merancang strategi konservasi yang efektif guna meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan gajah sumatra di lingkungan konservasi.

Identification of the microbiota community is an important approach to improve the quality of life and health of Sumatran elephants in ex-situ conservation contexts. This research focuses on analyzing gut microbiota based on four fecal samples (female/male child, female/male adults) using Next-generation Sequencing and metagenomic analysis. Alpha diversity analysis shows significant microbiota variation, with adult males having the highest diversity and abundance, while adult females exhibit lower diversity. Beta diversity analysis indicates moderate differences between female and male juveniles, with male juveniles significantly differing from both adult elephants. The prokaryotic community is dominated by Bacillota (40-70%) and Bacteroidota (20-40%), with Clostridia (~90%) being the most abundant group within Bacillota, and Sphingobacteriia (~50%) and Bacteroidia (~50%) dominant within Bacteroidota. These findings indicate significant variations in gut microbiota composition among samples, likely influenced by factors such as diet and age. Further understanding of these relationships is crucial for designing effective conservation strategies to enhance the health and well-being of Sumatran elephants in conservation environments."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzia Humaida
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik lima spesies ikan cupang menggunakan DNA mitokondria 16S rRNA sebagai DNA target. Amplifikasi daerah 16S rRNA dilakukan menggunakan primer 16S rRNA forward dan 16S rRNA reverse. Hasil elektroforesis produk PCR menunjukkan bahwa daerah 16S rRNA lima spesies ikan cupang berukuran 500?600 bp. Berdasarkan hasil alignment sekuens sampel, menunjukkan bahwa terdapat keragaman genetik dari kelima spesies ikan cupang. Analisis filogenetik menggunakan metode Neighbor Joining (NJ), menunjukan kekerabatan lima spesies ikan cupang. Betta unimaculata, Betta pallifina, dan Betta strohi yang merupakan spesies dari Kalimantan berkerabat dekat dibandingkan dengan Betta bellica dan Betta imbellis yang berasal dari Sumatera. Kekerabatan spesies ikan cupang yang berasal dari Kalimantan dan Sumatera cukup jauh, yaitu ditunjukkan dengan perbedaan percabangan dalam pohon filogenetik.

This study aims to determine the genetic variation of five species Betta fish using mitochondrial DNA 16S rRNA as the DNA target. The primer set of 16S rRNA forward and 16S rRNA reverse were used to amplify the 16S rRNA region. Gel electrophoresis result showed that the size of 16S rRNA of those Betta fish were 500?600 base pair. Based on sequence alignment result that showed genetic diversity of five spesies Betta fish. Phylogenetic analysis by Neighbor Joining (NJ) method showed a genetic relationship or kinship of five spesies Betta fish. Betta unimaculata, Betta pallifina, and Betta strohi from Kalimantan are related more closely compared to Betta imbellis and Betta bellica from Sumatera. Kinship of Betta fish from Kalimantan is far enough with Betta fish from Sumatera, that indicated by the difference in the cluster of phylogenetic tree.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S57128
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Dyah Kusumo
"

Latar Belakang. Konstipasi fungsional disebabkan oleh banyak faktor, faktor luminal (disbiosis mikrobiota) merupakan salah satu faktor tersebut. Mikrobiota saluran pencernaan memegang peranan penting sebagai dasar aspek kesehatan maupun terjadinya penyakit. 

Metode. Desain penelitian randomised, double-blind, placebo-controlled clinical trial   untuk mengevaluasi suplementasi  susu fermentasi yang mengandung probiotik Lactobacillus plantarum IS-10506 (1.2x1010 cfu/hari) dan plasebo pada saluran pencernaan dari 73 perempuan dengan konstipasi fungsional setelah 21 hari suplementasi. Profil fekal mikrobiota dan profil fekal SCFA (asetat, propionat dan butirat), dianalisa dengan menggunakan NGS dan GC-MS. Hasil analisa tersebut akan dikorelasikan dengan score PAC-Sym sebagai parameter  gejala konstipasi fungsional.

Hasil. Data baseline menunjukkan ketidakseimbangan (disbiosis) komposisi mikrobiota, rasio Firmicutes:Bacteroidetes; rasio lebih tinggi ditemukan pada subyek konstipasi. Selain itu  dua parameter konsentrasi SCFA secara bermakna lebih rendah pada subyek konstipasi, asetat (p=0.023) dan propionat (p=0.005). Setelah 21 hari suplementasi ditemukan korelasi negatif yang kuat antara asetat dengan skor PAC-Sym, secara bermakna meningkatkan taksa Lactobacillus sp., dan Lachnospiraceae.other meningkat setelah intervensi yang juga berkorelasi  memperbaiki  gejala konstipasi fungsional  (rho 0.5). Lachnospiraceae.other menekan Roseburia sp., Ruminococacceae.g., Bilophila sp. Penekanan dari Roseburia sp. secara signifikan berkorelasi dengan peningkatan SCFA dan signifikan berkorelasi dengan perbaikan gejala konstipasi fungsional (rho 0.4)

Simpulan. Suplementasi susu fermentasi yang mengandung probiotik  Lactobacillus plantarum IS-10506 dengan dosis 1.2x1010 cfu/hari selama 21 hari, terbukti menjaga keseimbangan profil mikrobiota mengarah pada eubiosis dan meningkatkan konsentrasi SCFA (asetat, propionat dan butirat) sebagai dasar mekanisme molekuler perbaikan  gejala perempuan dengan konstipasi fungsional.


Background. Functional constipation is caused by various factors, and a luminal factor (dysbiosis of microbiota) is one of those factors. The gut microbiome plays a fundamental role in several aspects of host health and diseases. 

Methods. A randomized, double-blind, placebo-controlled clinical trial was conducted to evaluate the effect of fermented milk containing probiotic Lactobacillus plantarum IS-10506 (1.2x1010 cfu/day) and placebo on gut microbiota profile and activity of 73 women with functional constipation after 21 days supplementation. Profile of fecal microbiota and fecal SCFA (acetate, propionate, and butyrate) was assessed by next generation sequencing (NGS) and GC-MS, respectively, and then correlated with the PAC-Sym score as a functional constipation symptom.  

Results. Baseline data showed that there was dysbiosis of microbiota composition in terms of Firmicutes:Bacteroidetes ratio: a higher ratio was found in constipated subjects. Also, two of the SCFA concentrations were significantly lower in constipated subjects, acetate (p=0.023) and propionate (p=0.005). After 21 days supplementation there was a strong negative correlation between acetate and PAC-Sym score, significantly increased taxa Lactobacillus sp. and Lanchospiraceae.other increase after intervention as ell as significantly improved the functional constipation symptom (rho 0.5). Lachnospiraceae.other seemed to suppress Roseburia sp,  Ruminococcaceae.g_, Bilophila sp. Suppresion of Roseburia sp,  significantly correlated with increased SCFA,  and significantly correlated with improvement of constipation symptom (PAC-Sym) (rh0 0.4).

Conclusion. Supplementation of fermented milk containing Lactobacillus plantarum IS-10506 at a dose of  1.2x1010 cfu/day for 21 days improved the balance of microbiota towards eubiosis, increased SCFA (acetate, propionate and butyrate) concentration as an underlying molecular mechanisms of the functional constipation symptom improvement in women.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hoboken, New Jersey: Wiley, 2016
611.018 166 3 COM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Deasi Wulandari
"Ikan badut merupakan salah satu jenis dari ikan hias laut yang menjadi primadona di pasar baik dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini mempengaruhi ketersediaan ikan badut di alam sehingga perlu ditunjang dengan usaha budidaya. Pendekatan secara molekuler sebagai penunjang pendekatan secara morfologi dibutuhkan untuk mendapatkan induk dan benih yang berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi spesies ikan badut menggunakan teknik DNA barcode dengan gen penanda 16S rRNA dan merekonstruksi pohon filogenetik molekuler ikan badut. Hasil amplifikasi PCR menghasilkan fragmen DNA berukuran 600 panjang basa (pb). Hasil analisa jarak genetik menunjukkan nilai antara 0,00-0,07. Hasil rekonstruksi pohon filogenetik membentuk pohon kekerabatan dengan 7 kluster utama. Hasil penelitian berupa informasi genetik dan hubungan kekerabatan molekuler dari tiap sampel ikan badut dapat digunakan sebagai acuan dasar untuk upaya pengelolaan, pemuliaan, dan konservasi lebih lanjut.

Clownfish is one type of marine ornamental fish that is excellent in the market both domestically and abroad. This affects the availability of clownfish in nature so that it needs to be supported by cultivation efforts. A molecular approach to support the morphological approach is needed to get quality broodstock and seeds. This study aims to identify clownfish species using DNA barcode techniques with 16S rRNA marker genes and reconstruct the clownfish's molecular phylogenetic tree. The results of PCR amplification produced DNA fragments measuring 600 base pair (bp). The results of genetic distance analysis showed a value between 0.00-0.07. The results of the reconstruction of phylogenetic trees formed a family tree with 7 main clusters. The results of the research in the form of genetic information and molecular relationships from each clownfish sample can be used as a basic reference for further management, breeding, and conservation efforts."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra
"Kulit mempunyai fungsi sebagai lini pertama melindungi dari faktor kimia maupun fisik, selain itu juga memiliki peran dalam proses metabolisme, termoregulasi, pertahanan serangan mikroorganisme, dan juga bagian dari sistem imunitas tubuh. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti genetik, hormon, produksi sebum, tingkat hidrasi, dan mikrobiota komensal. Produksi sebum dipengaruhi dari lokasi, kepadatan ujung saluran kelenjar, dan aktifitas kelenjar sebasea. Faktor tingkat hidrasi pada kulit tergantung pada adanya komponen higroskopis atau natural moisturizing factor (NMF) yang berada pada sel stratum korneum dan lipid antar sel yang mengelilingi sel. Pengaruh produksi sebum dan tingkat hidrasi dipengaruhi oleh mikroorganisme komensal, sebagaimana fungsi kulit sebagai ekosistem. Teknik sekuensing telah menjadi pilihan untuk mempelajari mikrobiota kulit, karena bisa melihat sampai tingkat kelimpahan mikrobiota yang tidak bisa dilakukan dengan cara kultur dan isolasi. Analisis dengan menggunakan Next Generation Sequencing (NGS) dengan sekuensing amplikon 16S rRNA mempunyai keuntungan yaitu hemat biaya, karena hanya memakai ukuran gen yang relatif kecil dan ukuran amplikon yang pendek. Selain itu high-throughput ribosomal community profiling mengandung sekuens dan beberapa daera hipervariabel (V3-V4 adalah regio yang dipakai untuk bakteri), yang dapat digunakan untuk menyimpulkan komposisi taksonomi komunitas. Analisis sekuensing 16s rRNA dengan Qiime2 memberikan hasil adanya perbedaan signifikan profil mikrobiota wajah sehat dengan parameter tingkat sebum dan tingkat hidrasi terutama pada genus Cutabacterium dan Neisseria spp.

The skin has a function as the first of protection from chemical and physical factors, besides that it also has a role in metabolic processes, thermoregulation, defense against attacks from microorganisms, and is also part of the body's immune system. It is influenced by factors such as genetics, hormones, sebum production, hydration level, and commensal microbiota. Sebum production is influenced by the location, the density of the duct ends of the glands, and the activity of the sebaceous glands. The hydration level factor in the skin depends on the presence of a hygroscopic component or natural moisturizing factor (NMF) which is present in the stratum corneum cells and the intercellular lipids that surround the cells. The influence of sebum production and hydration levels is influenced by commensal microorganisms, as well as the function of the skin as an ecosystem. Sequencing techniques have become the preferred method of studying skin microbiota, because they can see to an extent the abundance of microbiota that cannot be done by culture and isolation. Analysis using Next Generation Sequencing (NGS) with 16S rRNA amplicon sequencing has the advantage of being cost-effective, because it only uses relatively small gene sizes and short amplicon sizes. In addition, high-throughput ribosomal community profiling contains sequences and several hypervariable regions (V3-V4 are the regions used for bacteria), which can be used to infer the taxonomic composition of the community. Analysis of 16s rRNA sequencing with Qiime2 showed significant differences in healthy facial microbiota profiles with parameters of sebum level and hydration level, especially in the genus Cutabacterium and Neisseria spp."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristien Juni Thandwi Jonathan
"Mikrobiota usus manusia banyak dikaitkan dengan perkembangan tubuh mulai dari perkembangan otak, imunitas tubuh, hingga penyakit-penyakit seperti kelainan metabolik dan autisme. Mikrobiota usus pada neonatus menjadi sorotan untuk dipelajari lebih jauh karena mikrobiota usus mampu mempengaruhi perkembangan tubuh hingga dewasa. Salah satu faktor keberagaman komposisi mikrobiota yaitu rute persalinan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui serta membandingkan profil mikrobiota mekonium neonatus yang dilahirkan melalui rute persalinan normal dan cesar di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Metode yang digunakan untuk identifikasi mikroba dalam penelitian ini yaitu pengkulturan sampel mekonium yang diidentifikasi secara mikrobiologi dan secara biologi molekuler meliputi PCR dan DNA sekuensing dengan menggunakan gen penyandi 16S rRNA. Hasil menunjukkan bahwa pada mekonium neonatus mengandung berbagai jenis bakteri terutama bakteri yang berasal dari filum Firmicutes (74%) terutama genus Staphylococcus (55,5%). Bakteri unik dalam mekonium neonatus yang lahir secara normal yaitu Corynebacterium singulare, Streptococcus haemolyticus, Streptococcus agalactiae, Enterococcus hirae, Enterococcus faecalis, Bacillus paramycoides, Bacillus lichenformis, dan Bacillus aryabhattai. Mekonium neonatus yang dilahirkan secara cesar mengandung bakteri unik seperti Klebsiella pneumoniae, Enterobacter hormaechei, dan Atlantibacter hermannii. Perbedaan juga terdapat pada jumlah koloni yang terkultur seperti Staphylococcus epidermidis yang banyak ditemukan pada neonatus cesar namun sedikit pada neonatus normal.

Human gut microbiota is linked to body development such as brain development, and illnesses such as metabolic disorders. Neonates gut microbiota was highlighted for further studies because it can affect the humans body development. One of the factors that affect neonates gut microbiota diversity is the delivery model. This studys purpose was to obtain and compare the profile of neonates meconium microbiota, born with normal and cesarean delivery modes at Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Methods used in this study were culturing the meconium sample identified using microbiology and biology molecular methods including Polymerase Chain Reaction (PCR) and DNA sequencing using the coding gene of 16S rRNA. Results showed that neonates meconium contained bacteria with Firmicutes (74%) as the dominant phylum, especially genus Staphylococcus (55,5%). Unique bacteria in neonates meconium with normal delivery modes were Corynebacterium singulare, Streptococcus haemolyticus, Streptococcus agalactiae, Enterococcus hirae, Enterococcus faecalis, Bacillus paramycoides, Bacillus lichenformis, and Bacillus aryabhattai. Unique bacteria in neonates meconium with cesarean delivery mode were Klebsiella pneumoniae, Enterobacter hormaechei, and Atlantibacter hermannii. The difference also includes the relative amount of the colonies that were cultured such as Staphylococcus epidermidis found in high abundance in cesarean neonates but not in normal neonates."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rike Syahniar
"ABSTRAK
Helicobacter pylori diperkirakan menginfeksi lebih dari setengah populasi orang dewasa. Deteksi dini H.pylori sangat diperlukan untuk mencegah berkembangnya infeksi menjadi keganasan lambung. Bentuk coccoid dari H. pylori sulit dideteksi dengan kultur dan histopatologi, namun dapat terdeteksi dengan metode molekuler seperti real-time PCR. Salah satu gen yang dapat digunakan sebagai gen target real-time PCR yaitu 16S rRNA, yang diketahui spesifik dan juga digunakan untuk menganalisis kekerabatan antar strain. Analisis ini bermanfaat untuk melihat penyebaran infeksi H.pylori di dunia. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu, metode consecutive sampling. Biopsi diambil dari 2 antrum dan 2 korpus pada 42 penderita dispepsia untuk pemeriksaan real-time PCR dan histopatologi. Optimasi kondisi real-time PCR meliputi uji volume cetakan DNA, sensitifitas dan spesifisitas teknik, kemudian dilanjutkan aplikasi pada sampel klinis dari biopsi lambung. Delapan dari 11 sampel yang positif dilakukan sekuensing dan analisis filogenetik. Hasil optimasi diperoleh suhu annealing 64?C, konsentrasi primer 0,8 ?M dan konsentrasi probe 0,6 ?M. Ambang batas deteksi real-time PCR untuk mendeteksi jumlah DNA minimal H.pylori yaitu 46 bakteri. Spesifisitas uji reaksi silang real-time PCR ini tidak menunjukkan adanya reaksi silang dengan mikroorganisme lain. Proporsi positif hasil pemeriksaan real-time PCR sebesar 26,2 , sedangkan histopatologi sebesar 11,9 . Pemeriksaan real-time PCR mampu meningkatkan diagnosis sebesar 14,3 dibandingkan pemeriksaan histopatologi. Hasil sekuensing dan analisis filogenetik menunjukkan bahwa strain H.pylori dari sampel memiliki kekerabatan dengan strain Taiwan, India, dan Australia. Kata kunci : H.pylori, histopatologi, real-time PCR, analisis filogenetik

ABSTRACT
Helicobacter pylori infection is estimated infect almost half of the adult population in the world. Early detection of H.pylori is needed to prevent the development of infections into gastric malignancies. The coccoid form of H. pylori is difficult to detect using culture and histopathology but it can be detected by molecular methods such as real time PCR. One of the genes that can be used as a real time PCR target gene is 16S rRNA, which is known to be specific and also used to analyze closely related strain. This analysis were useful to showed the spread of H.pylori infection in the world.This study is an experimental laboratory. The sampling method used is the consecutive sampling method. Biopsy was taken from 2 antrum and 2 corpus in 42 patients with dyspepsia for real time PCR and histopathology examination. Optimization real time PCR conditions include DNA template volume testing, sensitivity and specificity of the technique, followed by application of clinical samples from gastric biopsy. Eight of the 11 positive samples were sequenced and analyzed for phylogenetics pattern. The optimization result obtained annealing temperature 64 C, primer concentration was 0,8 M and probe concentration was 0,6 M. Limit detection of the DNA was 46 bacteria. The specificity of the PCR 39 s real time indicate that there was no cross reaction with other microorganisms. The positive proportion of PCR real time examination was 26.2 , while histopathology was 11.9 . A real time PCR examination was able to improve the diagnosis by 14,3 compared to histopathology examination. Sequencing and phylogenetic analysis results showed that our strain were closely related to Taiwan, India and Australia strains. Keywords H.pylori, histopathology, real time PCR, phylogenetic analysis"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>