Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17226 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anjani Widyasintia
"Diabetes mellitus tipe 2 memiliki tingkat prevalensi yang meningkat setiap tahunnya. Salah satu obat yang semakin dikembangkan untuk pasien diabetes mellitus tipe 2 adalah inhibitor DPP-4. Pengembangan obat inhibitor DPP-4 yang memiliki struktur inti kuinazolinon menghasilkan senyawa yang selektif, serta memiliki potensi, onset, dan durasi yang baik. Dalam rangka pengembangan obat inhibitor DPP-4 turunan kuinazolinon baru, senyawa 2-([4-okso-2-(N,N-dibutilaminometil)kuinazolin-3-il]amino)benzonitril dirancang berdasarkan prinsip bioisosterisme pada senyawa yang telah ada. Sintesis tersebut memerlukan beberapa tahapan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh senyawa antara tahap 1 dan 2 dari sintesis senyawa 2-([4-okso-2-(N,N-dibutilaminometil)kuinazolin-3-il]amino)benzonitril. Tahap 1 yaitu sintesis asam 2-(bromoasetamido)benzoat dengan mereaksikan senyawa asam antranilat dengan senyawa bromoasetamido bromida dalam pelarut DMF-dioksan (1:1). Tahap 2 yaitu sintesis senyawa asam 2-(2-[dibutilamino]asetamido)benzoat dengan cara merefluks senyawa hasil sintesis tahap 1 dan dibutilamina dalam aseton dengan penambahan kalium karbonat dan kalium iodida. Produk 2 dimurnikan menggunakan metode KLT preparatif. Produk hasil sintesis diuji kemurniannya dan dikarakterisasi strukturnya dengan menggunakan FTIR. Hasil sintesis tahap 1 diperoleh rendemen sebesar 82,49%, sementara tahap 2 diperoleh rendemen sebesar 74,14%. Karakterisasi produk 1 dengan FTIR menunjukkan bahwa gugus amina dari senyawa asam antranilat telah tersubstitusi dengan amida dan memunculkan puncak C-Br pada spektrum. Karakterisasi senyawa pada produk 2 menunjukkan bahwa terdapat penghilangan puncak C-Br dan penambahan puncak baru yang mengindikasikan gugus C-H alifatis serta gugus karboksilat terionisasi. Berdasarkan hasil tersebut diindikasikan bahwa senyawa antara 1 yaitu asam 2-(bromoasetamido)benzoat dan senyawa antara 2 yaitu asam 2-(2-[dibutilamino]asetamido)benzoat telah berhasil disintesis.

Type 2 diabetes mellitus has an increasing prevalence every year. One of the antidiabetic medications that are being developed is DPP-4 inhibitors. DPP-4 inhibitors drug development with quinazolinone main structure give good selectivity, also has good potency, onset, and duration. In the development of a new drug DPP-4 inhibitor with quinazolinone main structure, the compound 2- ([4-oxo-2-(N,N-dibutylaminomethyl)quinazolin-3-il] amino)benzonitrile was designed based on bioisosterism principle from existing compounds. The synthesis of the compound requires several steps. This study aims to obtain intermediate compounds from the synthesis of 2-([4-oxo-2-(N,N-dibutylaminomethyl)quinazoline-3-yl]amino)benzonitrile with the first two steps. The first step was the synthesis of 2-(2-bromoacetamido)benzoic acid by reacting anthranilic acid and bromoacetyl bromide in DMF-dioxane (1:1) solvent. The second step was the synthesis of 2-(2-[dibutylamino]acetamido)benzoic acid by refluxing the first product with dibutylamine in acetone with the addition of potassium carbonate and potassium iodide. Purification of the compound was done by preparative layer chromatography. The purity of the products were tested and characterized by FTIR. The first product of the synthesis was obtained with a yield value of 82.49%, while second product was obtained with a yield value of 74.14%. The characterization result from the first product by FTIR showed that amine group from anthranilic acid compound was substituted with amide and gave C-Br peak in the spectra. The characterization of the second product showed that C-Br peak disappeared, while aliphatic CH group and ionized carboxylate group appeared. Based on these results, the first intermediate compound, 2-(2-bromoacetamido)benzoic acid, and the second intermediate compound, 2-(2-[dibutylamino]acetamido)benzoic acid were successfully synthesized."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S70478
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Fauziah
"ABSTRAK
Beberapa senyawa kuinazolin-4(3H)-on memiliki aktivitas farmakologi sebagai antidiabetik. Aktivitas antidiabetik yang dihasilkan oleh senyawa kuinazolin-4(3H)-on disebabkan karena senyawa tersebut dapat berinteraksi dengan asam amino pada sisi aktif enzim DPP IV. Modifikasi senyawa kuinazolin-4(3H)-on dengan mensubstitusikan gugus sianobenzil pada posisi N3 dan aminopiperidin pada posisi C2 meningkatkan aktivitas penghambatan terhadap enzim DPP-IV. Atas dasar hal tersebut dirancang senyawa turunan kuinazolinon baru 2-([4-okso-2-(N,N-dimetilaminometil) kuinazolin-3-il] amino) benzonitril berdasarkan pada prinsip bioisosterisme terhadap turunan kuinazolinon yang telah ada. Sintesis senyawa tersebut memerlukan beberapa tahap. Penelitian ini bertujuan memperoleh senyawa antara tahap 1 dan 2 yaitu asam 2-(2-bromoasetamida) benzoat dan asam 2-[2-(dimetilamin)asetamida] benzoat. Sintesis senyawa antara tahap 1 dilakukan melalui reaksi asilasi amina dengan asil halida yang terjadi antara asam antranilat dengan bromoasetil bromida. Uji kemurnian senyawa yang dihasilkan pada tahap 1 menggunakan KLT dengan tiga jenis fase gerak yang berbeda diperoleh bercak tunggal dan elusidasi struktur menggunakan spektrofotometri inframerah menunjukkan bahwa senyawa yang diperoleh adalah asam 2-(2-bromoasetamida) benzoat, dengan nilai rendemen sebesar 82,49%. Sintesis senyawa antara tahap 2 dilakukan melalui reaksi substitusi nukleofilik 2 (SN2) antara senyawa asam 2-(2-bromoasetamida) benzoat dengan dimetilamin. Uji kemurnian senyawa yang dihasilkan pada tahap kedua menggunakan KLT dengan fase gerak campuran etil asetat- metanol (40:32) diperoleh bercak tunggal dan elusidasi struktur menggunakan spektrofotometri inframerah menunjukkan bahwa senyawa yang diperoleh adalah asam 2-[2-(dimetilamin) asetamida] benzoat dengan nilai rendemen sebesar 48,18%.

ABSTRACT
Several quinazolin-4(3H)-one compounds have pharmacological activity as antidiabetic. Their antidiabetic activity is caused by the fact that the compounds can interact with amino acids on the active site of the DPP IV enzyme. Modification of quinazolin-4(3H)-one by substituting the cyanobenzyl group in the N3 position and aminopiperidin in the C2 position increase the inhibitory activity of DPP IV enzyme. Based on this statement, the new quinazolinone derivate was designed "2- ([4-oxo-2- (N, N-dimethylaminomethyl) quinazolin-3-il] amino) benzonitrile" based on the principle of bioisosterism of existing quinazolinone derivatives. Synthesis of this compound require several steps. This study aims to obtain intermediate compounds in stage 1 and 2, namely 2- (2-bromoacetamido) benzoic acid and 2- [2- (dimethylamine) acetamido] benzoic acid. Synthesis of intermediate compounds in step 1, was carried out through acylation reaction of amines group with acyl halides between anthranilic acid and bromoacetyl bromide. The purity test of the compound produced in stage 1 using TLC with three different types of mobile phases obtained single spot and structural elucidation using infrared spectrophotometry showed that the compound obtained in stage 1 was 2- (2-bromoacetamido) benzoic acids, with yield value in the amount of 82.49%. Synthesis of intermediate compound stages 2 was done through the nucleophilic substitution 2 (SN2) reaction between 2- (2-bromoacetamido) benzoic acid with dimethylamine. The purity test of the compound produced in the stage 2, using TLC with the mobile phase of ethyl acetate - methanol (40:32) obtained single spot and the structural elucidation using infrared spectrophotometry showed that the compound obtained was 2- [2- dimethylamine) acetamido] benzoic acid with yield value of 48.18 %.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Cahyani Sudarsono
"ABSTRAK
Program latihan untuk penatalaksanaan Diabetes Melitus DM tipe 2 harus dipastikan aspek keamanannya, selain juga efektif dan bermanfaat. Melalui penelitian dua tahap dilakukan perancangan latihan fisik yang dievaluasi dengan randomized controlled trial RCT .Program latihan 12 minggu mengombinasikan high intensity interval training HIIT dan latihan beban tiga dan dua kali per minggu dengan peningkatan intensitas bertahap. HIIT terdiri atas perbandingan 1 : 4 menit high intensity exercise HIE dan low intensity exercise LIE . Latihan beban terdiri atas sembilan latihan untuk batang tubuh, ekstremitas atas, dan bawah. RCT diikuti 42 penyandang DM tipe 2 berusia 35 ndash;64 tahun, yang dialokasikan menjadi kelompok eksperimen dengan latihan sesuai rancangan dan kelompok kontrol dengan continuous cardiorespiratory training. Pemeriksaan tingkat kebugaran VO2max , kontrol glikemik HbA1c , dan stres oksidatif MDA dan SOD dilakukan di awal dan akhir program.Pasca latihan didapatkan nilai rerata VO2max kelompok eksperimen 38,13 5,93 mL/kg.min lebih tinggi dibandingkan kontrol 32,09 5,24 mL/kg.min , p = 0,004, serta stres oksidatif menurun MDA eksperimen ? -0,14 0,39 nmol/mL dibandingkan kontrol ? 0,18 0,26 nmol/mL , p = 0,011; SOD eksperimen median ? 0,47 U/mL IQR 0,08-0,74 U/mL dibandingkan kontrol ? 0,14 0,35 U/mL , p = 0,036 . HbA1c kelompok eksperimen menunjukkan penurunan ? -0.43 1.01 , namun tidak bermakna. Skor komposit efek latihan lebih tinggi pada kelompok eksperimen 8,72 1,27 dibandingkan kontrol 7,20 1,08 , p = 0,001.Dengan demikian disimpulkan bahwa program latihan pada penelitian ini memberi manfaat dan dapat diimplementasikan dengan aman. Kata kunci: HIIT dan latihan beban; program latihan berbasis pasien; stres oksidatif; T2DM

ABSTRACT
Exercise programs for patients with Type 2 Diabetes Mellitus T2DM must be demonstrably safe, effective, and beneficial. Objectives. In this two-step study, a training program was designed and implemented in a randomized controlled trial RCT to meet the above criteria.The 12-week exercise program combined high intensity interval training HIIT three times per week and resistance training twice weekly , with gradually increased intensity. The HIIT element comprised 1 minute of high intensity exercise HIE and 4 minutes of low intensity exercise LIE . The resistance training element comprised nine exercises for core, upper, and lower extremities. The 42 T2DM patients who participated in the RCT were aged 35 ndash;64 years. Participants were randomly allocated to the experimental EXP group for the new training program and to the control KTR group for continuous cardiorespiratory training. Fitness level VO2max , glycemic control HbA1c , and oxidative stress MDA and SOD were measured before and after the exercise program.VO2max was higher in EXP 38.13 5.93 mL/kg.min than in KTR 32.09 5.24 mL/kg.min; p = 0.004 . Overall oxidative stress decreased in EXP MDA EXP ? -0.14 0.39 nmol/mL as compared to KTR ? 0.18 0.26 nmol/mL; p = 0.011 and SOD EXP median ? 0.47 U/mL IQR 0.08-0.74 U/mL as compared to KTR ? 0.14 0.35 U/mL; p = 0.036 . EXP HbA1c also decreased, although not significantly ? -0.43 1.01 . EXP composite effects score was significantly higher 8.72 1.27 than for KTR 7.20 1.08; p = 0.001 .The exercise program for T2DM patients was shown to be safe, with significant benefits.Keywords: glycemic control; HIIT and resistance training; oxidative stress; patient-based training program; physical fitness; T2DM
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Tanuputra
"ABSTRAK
Inhibitor DPP-4 merupakan salah satu kelas obat yang menjadi pilihan obat antidiabetes untuk T2DM. Obat ini memiliki keamanan dan profil tolerabilitas yang baik pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal, serta tidak ada gangguan serius pada keamanan kardiovaskular. Dipeptidil peptidase (DPP) adalah subkelas dari famili serin protease. Penghambatan anggota lain selain DPP-4 mengakibatkan efek toksik sehingga diperlukan perancangan obat penghambat yang selektif menargetkan DPP-4. Senyawa berbasis kuinazolinon memiliki penghambatan kuat dan selektivitas yang sangat baik atas protease terkait. Atas dasar tersebut, dirancang turunan kuinazolin baru yaitu 2-((4-okso-2(pirolidin-1-ilmetil)kuinazolin-3-il)amino)benzonitril berdasarkan prinsip bioisosterisme pada senyawa inhibitor DPP-4 turunan kuinazolinon yang telah ada. Sintesis senyawa tersebut diperlukan beberapa tahapan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh senyawa antara tahap 1 dan 2 dari senyawa baru turunan kuinazolinon tersebut. Tahap 1 melalui reaksi substitusi asil nukleofilik asam antranilat pada bromoasetil bromida, kemudian dilanjutkan ke tahap 2, dengan reaksi substitusi nukleofilik pirolidin pada senyawa hasil sintesis tahap 1. Rendemen senyawa hasil sintesis tahap 1 dan tahap 2 berturut-turut memperoleh nilai 82,49% dan 56,305%. Uji kemurnian yang dilakukan, meliputi uji KLT dan penetapan jarak lebur. Setelah dinyatakan murni, senyawa dielusidasi strukturnya menggunakan spektrofotometer FTIR. Hasil elusidasi mengindikasikan bahwa reaksi sintesis tahap pertama dan kedua telah berjalan dengan baik. Hasil sintesis tahap 1 diperoleh senyawa asam 2(2bromoasetmida)benzoat. Hasil sintesis tahap 2 diperoleh senyawa 2[(2-pirolidin-1il)asetamida]benzoat sebagai senyawa garam ammonium inter/intramolekuler. Namun demikian, elusidasi struktur lebih lanjut seperti spektrometri massa dan spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR) diperlukan untuk mengkonfirmasi lebih meyakinkan dari struktur senyawa yang terbentuk.

ABSTRACT
DPP-4 inhibitors are a class of drugs that are the choice of antidiabetic drugs for T2DM. The drugs have a good safety and tolerability profile in patients with decreased kidney function, and there are no serious disorders of cardiovascular safety. Dipeptidyl peptidase (DPP) is a subclass of the serine protease family. Inhibition of other members besides DPP-4 results in toxic effects so it is necessary to design an inhibiting drug that selectively targets DPP-4. Quinazolinone-based compounds have strong inhibition and excellent selectivity over related proteases. On this consideration, a new quinazolin derivative was designed, 2((4-oxo-2-(pyrrolidine-1-ylmethyl)quinazolin-3-yl)amino)benzonitrile based on the principle of bioisosterism in the DPP 4 inhibitor compound of quinazolinone derivatives that already exist. The synthesis of these compounds requires several steps. The purpose of this study was to obtain intermediate compounds stages 1 and 2 of the new quinazolinone derivative. Stage 1 through the nucleophilic acyl substitution reaction anthranilic acid on bromoacetyl bromide, then proceed to step 2, with the nucleophilic pyrolidine substitution reaction on the compound synthesized in stage 1. The yield of the compound of the synthesis of step 1 and step 2 successively obtained a value of 82.49% and 56.305%. The purity tests carried out include the TLC test and the determination of the melting point. After being declared pure, the structure was elucidated using FT IR spectrophotometer. Elucidation results indicate that the first and second stage synthesis reactions have been going well. The results of the synthesis of stage 1 obtained 2(2bromoacetmide)benzoic acid compounds. The results of the synthesis of stage 2 obtained compound 2[(2-pyrrolidine-1-yl)acetamido]benzoate as an inter/intramolecular ammonium salt compound. However, further elucidation of structures such as mass spectrometry and core magnetic resonance spectroscopy (NMR) is needed to confirm more convincingly the structure of the compounds formed."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Dorthy Santoso
"Latar belakang: Diabetes melitus tipe 2 merupakan salah satu penyakit metabolik yang sering dijumpai dan merupakan salah satu dari empat prioritas penyakit tidak menular. Prevalensi penyakit DM meningkat dengan pesat dan akan menjadikan Indonesia peringkat ke empat dunia. Betambahnya jumlah penyandang DM dan komplikasi akibat DM menjadi beban negara terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu komplikasi yang terkait dengan bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin adalah komplikasi mikrovaskular yakni neuropati. Neuropati otonom ditandai dengan kulit kering dan jumlah keringat yang berkurang. Kekeringan kulit yang tidak di tata laksana dengan baik mempermudah timbulnya kaki diabetik.
Tujuan: Mengetahui pengaruh kadar HbA1c dan gula darah terhadap kulit kering pada pasien DM tipe 2.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan terhadap pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Endokrin Ilmu Penyakit Dalam dan Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUPN. Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada bulan Juli hingga September 2018. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik untuk menentukan derajat kekeringan kulit dengan menggunakan penilaian SRRC, dilanjutkan dengan pemeriksaan corneometer dan tewameter. Terakhir dilakukan pemeriksaan laboratorium darah untuk kadar HbA1c dan GDS.
Hasil: Didapatkan total 95 subjek dengan usia rerata 54 tahun, hampir sebagian besar pasien tidak merokok, tidak menggunakan pelembap dan AC, tidak menggunakan air hangat untuk mandi, mengkonsumsi obat penurun kolesterol, mengalami neuropati dan menopause, serta durasi lama DM ≥5 tahun. Hasil utama penelitian ini didapatkan korelasi yang bermakna secara statistik antara kadar HbA1c dengan nilai SRRC berdasarkan uji nonparametrik Spearman (r = 0,224; p = 0,029). Perhitungan statistik dilanjutkan kembali dengan analisis stratifikasi dan regresi linear stepwise.

Background: Type 2 diabetes mellitus is one of the most common metabolic diseases and is one of the top four non-contagious priorities. DM prevalence has been increasing rapidly and would make Indonesia ranked fourth in the worldwide. The increasing number of people with DM and its associated complications are major burden, especially for developing countries such as Indonesia. One of the complications associated with Dermatology and Venereology is microvascular complications, specifically neuropathy. Autonomic neuropathy is characterized by dry skin and reduced amount of sweat. Unmanaged dry skin is a potential risk factor of developing diabetic foot.
Objective: To determine the effect of HbA1c and blood glucose level on dry skin in type 2 diabetes mellitus patient.
Methods: This study was a cross-sectional study conducted on patients with type 2 diabetes mellitus in the Endocrine outpatient clinic of the Internal Medicine and Dermatology and Venereology outpatient clinic of RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta from July to September 2018. History taking, physical examination to determine the degree of skin dryness using SRRC assessment, followed by examination of the corneometer and tewameter. At last, blood test examination was performed for HbA1c and random blood glucose levels measurement.
Results: A total of 95 subjects were enrolled with an average age of 54 years, most if the patients were non-smoker, did not use moisturizers and air conditioning, did not use warm water for bathing, consumed cholesterol lowering agent, experienced neuropathy and menopause, and have been suffering DM for more than 5 years. The main results of this study were statistically significant correlation between HbA1c levels and SRRC values based on the Spearman nonparametric test (r = 0,224; p = 0,029). Statistical calculations were continued with stratification analysis and stepwise linear regression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Syah Abdaly
"Latar Belakang. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama pada populasi diabetes mellitus (DM). Proses aterosklerosis pada populasi DM sudah terjadi sebelum diagnosis DM ditegakkan, yaitu pada fase resistensi insulin. Resistensi insulin terjadi akibat pengaruh faktor genetik dan lingkungan. Secara genetik, populasi keluarga derajat pertama (first degree relative, FDR) penyandang DM tipe 2 lebih berisiko memiliki gangguan aterosklerosis akibat resistensi insulin, bila dibandingkan dengan populasi tanpa riwayat keluarga DM. Penelitian mengenai aterosklerosis subklinik pada kelompok FDR DM tipe 2 usia dewasa muda di Indonesia masih terbatas.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data perbedaan tebal tunika intima media karotis antara kelompok FDR DM tipe 2 dan kelompok bukan FDR DM tipe 2 usia dewasa muda.
Metode. Metode yang digunakan adalah studi potong lintang, melibatkan 16 subjek FDR dan 16 subjek non-FDR berusia 19-40 tahun, dengan toleransi glukosa normal dan tidak memiliki hipertensi. Kelompok non-FDR didapatkan dengan metode matching berdasarkan jenis kelamin dan usia. Data yang dikumpulkan berupa karakteristik subjek, pemeriksaan antropometrik (indeks massa tubuh dan lingkar pinggang), pemeriksaan darah (glukosa darah puasa, HbA1c, profil lipid) dan pemeriksaan tebal tunika intima-media arteri karotis menggunakan ultrasonografi (USG) B-mode.
Hasil. Rerata tebal tunika intima-media arteri karotis (CIMT) pada subjek FDR dan non-FDR secara berturut adalah 0,44 mm dan 0,38 mm, p=0,005. Setelah dilakukan adjust dengan lingkar pinggang, indeks massa tubuh, kolesterol LDL dan trigliserida, masih terdapat perbedaan CIMT yang signifikan antara kedua kelompok. Indeks massa tubuh dan lingkar pinggang mempunyai korelasi terhadap CIMT.
Simpulan. Tunika intima-media arteri karotis pada populasi FDR DM tipe 2 usia dewasa muda lebih tebal dibandingkan dengan populasi bukan FDR DM tipe 2.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Ayu Pratiwi
"ABSTRAK
Dewasa ini ada kecenderungan kaum milenial mengonsumsi fast food yang mengandung pemanis dan lemak makanan karena mudah disajikan, murah, dan enak. Hal tersebut juga dipicu oleh kemajuan teknologi yang semakin pesat sehingga memudahkan para milenial untuk memesan dan mengkonsumsi makanan tersebut tanpa mempertimbangkan konsekuensinya yaitu obesitas dan diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan yang berkaitan dengan pemanis makanan dan makanan berlemak serta menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional terhadap 109 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70,6% (n = 109) memiliki pengetahuan yang cukup, namun tingkat konsumsi gula dan lemak pada generasi milenial masih cukup tinggi. Total konsumsi gula 54,78 gram / hari dan lemak 59,46 gram / hari. Konsumsi ini telah melebihi batas yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Upaya pendidikan kesehatan dan pemanfaatan teknologi secara bijak diperlukan untuk menambah pengetahuan generasi milenial tentang pemanis makanan, makanan berlemak, dan konsekuensinya.
ABSTRACT
Today there is a tendency for millennials to consume fast food that contains sweeteners and dietary fats because it is easy to serve, cheap, and delicious. This is also triggered by increasingly rapid technological advances making it easier for millennials to order and consume these foods without considering the consequences, namely obesity and type 2 diabetes mellitus. This study aims to determine the level of knowledge related to food sweeteners and fatty foods and use descriptive methods. analytic with cross sectional approach to 109 respondents. The results showed that 70.6% (n = 109) had sufficient knowledge, but the level of sugar and fat consumption in the millennial generation was still quite high. The total consumption of sugar is 54.78 grams / day and fat is 59.46 grams / day. This consumption has exceeded the limit recommended by the World Health Organization (WHO). Health education efforts and the wise use of technology are needed to increase the knowledge of the millennial generation about food sweeteners, fatty foods, and their consequences."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Hazim
"Latar Belakang. Keluarga derajat pertama (first degree relatives/FDR) dari Diabetes Melitus tipe 2 (DMT2) memiliki kecenderungan untuk memiliki gangguan metabolik dan vaskular lebih dini tanpa melaui resistensi insulin (RI) sebagai perantaranya seperti lebih tebalnya tunika intima media karotis. Penyakit perlemakan hati non-alkoholik (non-alcoholic fatty liver disease/NAFLD) adalah penyakit hati kronik yang banyak ditemukan pada pasien DMT2 yang dependen terhadap RI. Studi tentang hubungan FDR DMT2 dengan NAFLD masih sangat terbatas dan inkonklusif. Hubungan tersebut masih belum jelas apakah kejadian NAFLD pada FDR DMT2 dependen terhadap RI atau karena kerentanan genetik FDR DMT2.
Tujuan. Untuk mengetahui hubungan antara FDR DMT2 dengan NAFLD.
Metode. Sebanyak 118 dewasa muda (19-39 tahun) dengan toleransi glukosa normal (59 subjek FDR DMT2 dan 59 subjek non-FDR dengan matching usia dan jenis kelamin) diikutsertakan dalam penelitian potong lintang ini. Pengukuran antropometri (tinggi, berat badan, indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar perut) dan analisis laboratorium (glukosa darah puasa, HbA1c, profil lipid, serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT)), serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT)) diperiksa pada penelitian ini. Perlemakan hati didiagnosis dengan ultrasonografi (USG) menggunakan kriteria standar.
Hasil Penelitian. Dua puluh enam subjek (22,03%) dengan NAFLD terdeteksi dengan USG dalam penelitian ini dengan proporsi yang sama pada kedua kelompok. Pada kelompok FDR DMT2 didapatkan jumlah subjek dengan angka HDL rendah dan sindrom metabolik lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tanpa FDR.
Kesimpulan. Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara FDR DMT2 dengan NAFLD.

Background. First degree relatives (FDR) of type 2 diabetes mellitus (T2DM) predisposes individuals to have earlier metabolic and vascular disorders independent of insulin resistance (IR) such as thicker carotid intima media thickness than that of non-FDR. Non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) is the most commonly found chronic liver disease in T2DM which is IR dependent. Studies about NAFLD in FDR of T2DM populations are very limited and inconclusive. It is unclear whether the occurrence of NAFLD in FDR of T2DM is IR dependent or due to genetic vulnerability.
Aim. to determine the association between NAFLD and FDR of T2DM.
Method. A total of 118 young adults (19-39 years old) with normal glucose tolerance (59 FDR of T2DM and age-sex matched 59 non-FDR subjects) were included in this cross-sectional study. Anthropometric measurement (height, weight, BMI and waist circumference) and routine laboratory analysis (fasting blood glucose, HbA1c, lipid profile, alanine aminotransferase (ALT), aspartate transaminase (AST)) were examined. Fatty liver was diagnosed by ultrasonography (US) using standard criteria.
Result. Twenty-six (22,03%) subjects with NAFLD were detected by US with similar proportion for each group. Low HDL level and metabolic syndrome were found higher in FDR group.
Conclusion. we couldn`t prove the association between FDR of T2DM and NAFLD in this research.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Thiofani
"Dipeptidyl peptidase-4 inhibitors (DPP-4) is an oral therapeutic agent used for treatment of type 2 diabetes that has proven to have a low risk of hypoglycemia and can be well tolerated. Non-selective inhibitory ability of DPP-4 enzyme causes several side effects such as alopecia, thrombocytopenia, splenomegaly, and etc. Quinazolinone analogs have been proven effective as antidiabetic DPP-4 inhibitor agents. Therefore, in context of developing new DPP-4 inhibitor drug, a new quinazolinone derivative compound was designed: "2 - ([4-oxo-2-morpholin-1-ylmethyl) quinazolin-3-yl] amino) benzonitrile" based on principle of bioisosterism towards existing compounds. Synthesis of this compound needs to be carried out through several steps. This study aims to obtain intermediate compounds of step 1 and 2 of target compound. First step is synthesis of 2‐ (2 ‐ bromoacetamido) benzoic acid by reacting anthranilic acid and bromoacetyl bromide in dimethylformamide-1,4-dioxane (1: 1) by stirring for 12 hours. The second step is synthesis of 2‐ [2‐ (morpholin ‐ 4 ‐ yl) acetamido] benzoic acid which is carried out by reacting 2‐ (2 ‐ bromoacetamido) benzoic acid in acetone and morpholine by reflux method. Product compounds were tested for purity by using TLC and melting point determination. The yield of pure compounds obtained in first and second steps were 82.49% and 7.85%, respectively. Characterization compound formed from synthesis of step 1 with FTIR shows that amine group substitution has occurred, shown by the presence of amide groups and C-Br bonds. Whereas characterization of compound that results from synthesis of step 2 with FTIR shows that there were visible C-N bonds, C-O bonds, aliphatic C-H bonds and ionized carboxylic group. These results indicate that intermediate compounds of 2‐ (2 ‐ bromoacetamido) benzoic acid and 2‐ [2‐ (morpholin ‐ 4 ‐ yl) acetamido] benzoic acid have been successfully synthesized. However, by NMR and MS are still needed to provide higher certainty regarding the chemical structure of compound.
Dipeptidyl peptidase-4 inhibitors (DPP-4) adalah agen terapeutik oral yang digunakan untuk pengobatan diabetes tipe 2 yang telah terbukti memiliki risiko rendah hipoglikemia dan dapat ditoleransi dengan baik. Kemampuan penghambatan non selektif enzim DPP-4 menyebabkan beberapa efek samping seperti alopesia, trombositopenia, splenomegali, dan lain-lain. Analog quinazolinone terbukti efektif sebagai agen penghambat DPP-4 antidiabetik. Oleh karena itu, dalam konteks pengembangan obat penghambat DPP-4 baru, senyawa turunan kuinazolinon baru dirancang: "2 - ([4-oxo-2-morpholin-1-ylmethyl) quinazolin-3-yl] amino) benzonitrile" berdasarkan prinsip bioisosterisme terhadap senyawa yang ada. Sintesis senyawa ini perlu dilakukan melalui beberapa tahapan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan senyawa antara tahap 1 dan 2 dari senyawa target. Tahap pertama adalah sintesis 2‐ (2 - bromoacetamido) asam benzoat dengan mereaksikan asam antranilik dan bromoasetil bromida dalam dimetilformamida-1,4-dioksan (1: 1) dengan diaduk selama 12 jam. Tahap kedua adalah sintesis asam benzoat 2‐ [2‐ (morpholin - 4 - yl) acetamido] yang dilakukan dengan mereaksikan 2‐ (2 - bromoacetamido) asam benzoat dalam aseton dan morfolin dengan metode refluks. Senyawa produk diuji kemurniannya dengan KLT dan penentuan titik leleh. Rendemen senyawa murni yang diperoleh pada tahap pertama dan kedua masing-masing adalah 82,49% dan 7,85%. Karakterisasi senyawa yang terbentuk dari sintesis tahap 1 dengan FTIR menunjukkan telah terjadi substitusi gugus amina yang ditunjukkan dengan adanya gugus amida dan ikatan C-Br. Sedangkan karakterisasi senyawa hasil sintesis tahap 2 dengan FTIR menunjukkan adanya ikatan C-N tampak, ikatan C-O, ikatan C-H alifatik dan gugus karboksilat terionisasi. Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa antara asam benzoat 2‐ (2 - bromoacetamido) dan asam benzoat 2‐ [2‐ (morfolin - 4 - yl) asetamido] telah berhasil disintesis. Namun, dengan NMR dan MS masih diperlukan untuk memberikan kepastian yang lebih tinggi mengenai struktur kimia suatu senyawa."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Musfardi Rustam
"Peningkatan insidensi kasus Tuberkulosis Resistensi Obat (TB-RO) merupakan masalah besar dalam kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu faktor risiko timbulnya kasus TB-RO adalah tingginya prevalensi DM tipe 2. Prevalensi DM tipe 2 pada pasien TB-RO sangat tinggi yakni berkisar antara 18,8% sampai 23,3%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara diabetes mellitus tipe 2 dengan kejadian TB-RO pada Masyarakat Melayu di Provinsi Riau Tahun 2014-2018.
Desain penelitian kuantitatif adalah kasus kontrol pada 251 kasus (TBRO) dan 502 kontrol (Tuberkulosis Sensitif Obat/TB-SO). Data kuantitatif diperoleh dari data sekunder TB-RO yaitu form 01.TB-RO, Form 03.TB-RO, rekam medis dan e-TB manager. Sedangkan data sekunder TB-SO diperoleh dari form.01 TB-SO, Form.03 TB-SO, rekam medis dan Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT). Variabel independen adalah DM Tipe 2, variabel kovariat adalah usia, jenis kelamin, Pendidikan, pekerjaan, kategori tempat tinggal, status pernikahan, status HIV dan riwayat pengobatan TB sebelumnya.
Dalam mendukung penelitian kuantitatif, maka dilakukan penelitian kualitatif pendekatan sejarah hidup (Life History) dengan metode diskusi kelompok kecil (DKK) dan wawancara mendalam (WM). Data kuantitatif dianalisis dengan uji regresi logistik. Hasil penelitian kuantitatif menunjukkan bahwa pada orang yang DM tipe 2 memiliki risiko 2,27 kali (95% CI: 1,58-3,27) untuk mengalami kejadian TB-RO jika dibandingkan dengan pasien yang tidak DM tipe 2 setelah dikontrol variabel pekerjaan, tempat tinggal, status pernikahan dan riwayat pengobatan TB sebelumnya.
Hasil penelitian kualitatif untuk memperoleh riwayat kejadian penyakit DM tipe 2 terjadi lebih dahulu dari pada kejadian TB-RO serta melihat faktor resiko sosial budaya yang berpengaruh terhadap terjadinya TB-RO pada masyarakat Melayu di Provinsi Riau. Faktor risiko sosial budaya yang memungkinkan berhubungan dengan TB-RO adalah kebiasaan minum manis, kepatuhan menelan obat TB-RO, Kepatuhan minum obat DM dan masyarakat Melayu Daratan.

Increased incidence of drug-resistant tuberculosis (DRTB) is a major public health problem in Indonesia. One of risk factors for the emergence of DRTB case is a high prevalence of type-2 diabetes mellitus (DM). The prevalence of type-2 DM in patients with DRTB is very high, ranging from 18.8% to 23.3%. This study aimed to determine relationship between type-2 DM and the incidence of DRTB in Malay community, Riau Province, in 2014-2018.
The quantitative study design was case control in 251 cases (DRTB) and 502 controls (drug-sensitive tuberculosis / DSTB). Quantitative data were obtained from DRTB secondary data, namely Form 01.DRTB, Form 03.DRTB, medical records and electronic TB manager (e-TB manager); while, DSTB secondary data were obtained from DSTB Form.01, DSTB Form.03, medical records and Integrated Tuberculosis Information System. The independent variable was type-2 DM, and the covariate variables were age, sex, education, occupation, residence category, marital status, HIV status and previous TB treatment record.
In supporting the quantitative study, qualitative study was conducted with life history approach using a small group discussion method and in-depth interview. Quantitative data were analysed with logistic regression. Quantitative study results showed that peoples with type-2 DM had a 2.27 times risk (95% CI: 1.58-3.27) to experience the incidence of DRTB if compared to peoples without type-2 DM after controlling for occupation, residence, marital status and previous TB treatment record.
The results of qualitative study were to obtain a record of the incidence of type-2 DM that occurred earlier than the incidence of DRTB and to examine socio-cultural risk factors affecting the occurrence of DRTB in the Malay community, Riau Province. Possible socio-cultural risk factors associated with DRTB were habits of drinking sweet drinks, adherence to taking DRTB medicine, adherence to taking DM medicine, and the community of Mainland Malay."
Depok: Universitas Indonesia, 2020
D2721
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>