Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119837 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Iqbal Abdi Tanjung
"ABSTRAK
Pertimbangan akan konsumsi energi dan efeknya terhadap lingkungan telah membawa industri heating, ventilating and air conditioning (HVAC) untuk mengembangkan unit yang lebih efisien. Air handling unit (AHU) adalah salah satu komponen utama dalam sistem HVAC yang telah mengalami peningkatan untuk efisiensi energi melalui penambahan area permukaan coil, dan tentu berpengaruh pada ukuran unit. Variasi dari model-model AHU membutuhkan standar pengetesan dan rating dan telah terdapat petunjuknya pada ASHRAE standard 37. Standar tersebut mensyaratkan penambahan plenum pada bagian outlet dan inlet (jika space tersedia). Adanya persyaratan tersebut membuat pengujian pada unit dengan konfigurasi vertikal akan menjadi sulit karena ada keterbatasan space pada laboratorium uji. Penelitian ini menggunakan pendekatan komputasi untuk menganalisis efek dari variasi inlet ducting, antara lain variasi dari panjang ducting yang digunakan, variasi floor distance dan tiga alternatif geometri inlet
ducting. Analisa yang dilakukan termasuk pada profil aliran udara dari visualisasi vektor kecepatan udara, profil kecepatan sepanjang garis vertikal, serta rata-rata dan distribusi kecepatan dan tekanan udara pada bidang horizontal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang ducting mempunyai efek signifikan pada profil kecepatan, semakin
pendek ducting semakin besar perbedaan yang terlihat. Perbedaan floor distance dengan panjang ducting yang sama tidak mempunyai pengaruh yang terlalu besar terhadap aliran udara di dalam ducting. Tiga alternatif geometri menunjukkan profil kecepatan yang berbeda-beda, alternatif tiga menunjukkan profil yang paling mendekati base case, diikuti alternatif satu sedangkan perbedaan signifikan terlihat pada alternatif dua. Karena laju aliran ditetapkan pada nilai yang sama, maka rata-rata kecepatan udara pada setiap case adalah sama. Alternatif satu dan dua menghasilkan perbedaan tekanan yang signifikan dibandingkan base case, sedangkan case lain mempunyai rentang tekanan yang sama dengan base case. Dari aspek distribusi kecepatan dan tekanan, case dengan panjang ducting 8 in, panjang ducting 4 in, floor distance 9 in, floor distance 6.5 in serta alternatif
tiga mempunyai hasil yang relatif sudah mirip dengan base case, sedangkan case yang lain mempunyai perbedaan yang signifikan dengan base case. Dengan semua perbandingan, disimpulkan bahwa ada tiga konfigurasi yang bisa menjadi solusi untuk mengurangi space pada inlet ducting namun perbedaan yang tidak signifikan dengan base
case, yaitu ducting dengan panjang 8 in, panjang ducting 4 in dan alternatif tiga. Untuk penelitian berikutnya, bisa dilakukan eksperimen pada unit AHU untuk mengetahui apakah parameter kecepatan dan tekanan di sekitar hulu dari fan adalah faktor utama yang dapat mempengaruhi performa dari fan dan selanjutnya geometri lain bisa dieksplorasi untuk menghasilkan geometri yang lebih optimal dan space yang lebih sedikit.

ABSTRACT
Consideration of energy consumption and its impact on the environment has been driving the heating, ventilating, and air conditioning (HVAC) industry to develop more energyefficient units. The Air Handling Unit (AHU) is one of the important components of the HVAC system that has undergone a lot of improvements in terms of energy efficiency through increased coil surface area, thus its unit size. Variation of AHU models requires energy performance testing and rating standard which is currently guided by ASHRAE Standard 37. The standard requires to install plenum on outlet and inlet (if the space allowed) position of the unit. This requirement can compound the testing of vertical unit since there is height limitation on the testing laboratory. This study uses a computational approach to examine the effect of inlet ducting variation, which are ducting length variation, floor distance variation and another three alternative inlet geometry. Analysis including the airflow pattern from the visualization of velocity vector, velocity profile along vertical line, velocity and pressure average and distribution along the horizontal section. The result shows that the ducting length has markable effect on velocity profile, the smaller the distance the bigger the effect. Different floor distance with similar ducting length has not much effect on velocity profile. Three alternative ducts give different velocity profile, the alternative number three gives the most similar velocity profile with the base case, followed by alternative number one and significant difference is spotted at alternative number two. Since the air flowrate is set to the same value, the velocity average is on the relatively same value on every cases. Alternative number one and two give significant difference on the pressure, while the other cases gives relatively same pressure with the base case. From the aspect of velocity and pressure distribution, the case with 8 in and 4 in duct length, 9 in and 6.5 in floor distance and alternative number three give relatively close value with the base case, while the other cases have significant different value. With all of the comparison, we came to conclusion that there are three configuration that can be the solution as alternative inlet ducting, with less space used and not big difference air behavior with the base case, which are the 4 in duct length, 8 in duct length and alternative number three. For the next project, experiment can be conduct to confirm whether the velocity and pressure distribution upstream the fan are the main factor that affect the fan performance and one can explore another geometry that can produce similar air behavior with less space needed."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Ragil Kurniawan
"Indonesia merupakan negara beriklim trpois dengan temperatur udara berkisar 28°C-35°Cdengan kelembaban Relative Humidity 70%-90%. Sedangkan kondisi nyaman udara pada suatu ruangan yaitu pada temperature 22°C-25°C dengan kelembapan relative humidity 40%-60%. Oleh karena itu pengkondisian udara merpakan sebuah solusi atas permasalahan tersebut. Hampir semua pengkondisian udara di Indonesia dilakukan dengan cooling dan dehumidification. Pada perkembangan beberapa akhir tahun ini, biaya operasional bangunan telah habis hingga 60% digunakan untuk pengkondisian udara. Aplkasi Heat pipe dalam pengkondisian udara telah banyak diterapkan. Heat pipe merupakan sebuah alat heat exchanger dengan kemampuan transfer panas yang sangat baik. Heat pipe dapat berfungsi sebagai precooler dan reheater serta berperan dalam menurunkan relative humidity.

Indonesia have a tropic climate with 28°C-35°C in temperature and 70%-90% in Relative Humidity. Comfortable condition of air in building is about 22°C-25°C and relative humidity 40%-60%. So, air conditioning which in Indonesia using cooling and dehumidification system is a solution. But the cost of air conditioning is very expensive and almost spend 60% of operational cost. So, heat pipe application in heat exchanger for air conditioning is often used. Heat pipe have a good ability in heat exchanger. It's function for precooling, reheating and also dehumidification in air conditioning."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42845
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elvin
"Desain suatu roket yang dihasilkan berdasarkan misi tujuan awal sangat mempengaruhi performa aerodinamika yang dimiliki roket tersebut. Dengan berbagai konfigurasi yang dapat dimiliki suatu roket dari profil nose cone, fineness, tail fin, propulsion dan berbagai komponen lainnya, tentunya akan menjadi sebuah tantangan untuk menghasilkan desain yang optimal untuk suatu misi. Dengan demikian dilaksanakan sebuah penelitian yang menguji performa aerodinamika roket terkhususnya drag dan pola aliran udara berdasarkan variasi geometri nose cone yang dibuat dari 4 profil umum. Profil-profil nose cone yang akan diuji dalam penelitian ini adalah conic, power series, tangent ogive, dan elliptical yang akan digunakan pada geometri motor roket FFAR Mk. 40 yang disederhanakan untuk mempermudah penelitian ini. Metode penelitian akan dilakukan secara numerik dengan simulasi CFD (Computational Fluid Dynamics) dengan parameter-parameter yang sudah ditetapkan dan variabel input yang sesuai dengan operasional motor roket Mk. 40. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah didapatkan, dapat disimpulkan bahwa nose cone dengan profil conic menhasilkan drag tertinggi dibandingkan 3 profil nose cone lainnya untuk kecepatan subsonik hingga transonik, sedangkan elliptical menghasilkan drag tertinggi untuk kecepatan supersonik. Profil nose cone yang menghasilkan drag terendah dari kecepatan subsonik hingga supersonik dalam penelitian ini adalah profil power series dengan kedua terbaik adalah tangent ogive.

Design of a rocket is dependent on the mission it is based on which entirely affects the aerodynamic performance of said rocket. With unlimited amount of rocket configurations readily available based on the variation of components and factors such as nose cones, fineness, tail fins, propulsion system and etc., the creation of a optimal rocket for a specific mission is sure to be challenging. In which case, a research is done to analyze the aerodynamic performance of a rocket specifically drag and airflow based on the variation of nose cone geometry made from 4 common profiles. The 4 nose cone profiles which will be studied in this research are conic, power series, tangent ogive, and elliptic which will be then attached to the simplified body of FFAR Mk. 40 rocket motor to ease the study. The research method used are numerical study with computational fluid dynamic (CFD) analysis with various parameters set and input variables based on the operational capabilities of the FFAR Mk. 40 motor. Based on the results of the research, we can conclude that the conic profile produces the most drag than the other 3 profiles during subsonic and transonic speeds and is overtaken by the elliptic profile at supersonic speed. The power series profile produces the least drag from the range of subsonic to supersonic velocity with the second least drag produced from the tangent ogive profile."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Exiandri Primo Guttoro
"Kebutuhan udara bersih menjadi keharusan di ruang kelas, terlebih di era post-pandemi. Oleh karena itu perlu dilakukan simulasikan laju aliran di kelas yang diberikan air purifier dengan tujuan untuk melihat persebaran dan distribusi dari alir udara di dalam ruang kelas tersebut. Simulasi pada ANSYS CFX 2019 berbasis pada 3D Model yang dibuat bedasarkan pengukuran ruang sebenarnya. Simulasi dilakukan dengan batasan kelas pada variasi flow rate untuk K.101. Hasil yang diukur berupa grafik beserta visual dari kontur dan vektor Age of Air dan Velocity yang didapatkan dari titik koordinat yang tersebar di kelas. Dari grafik ditunjukan bahwa terjadi kecenderungan kenaikan nilai Age of Air seiring dengan berkurangnya nilai flow rate dalam cubic feet per minute di semua titik koordinat. Selain flow rate, ketersediaannya outlet sebagai salah satu tempat keluarnya udara mempengaruhi Age of Air dan Velocity. Pada vektor Velocity, pada bukaan jendela, dan pintu, terdapat pertukaran udara yang ditunjukkan oleh arah udara. Hal ini membuktikan terjadinya sirkulasi dengan disuplainya udara segar ke ruangan. Perbedaan flow rate antara data dengan menggunakan nilai 5 Air Change per Hour dengan nilai yang diberikan oleh manufaktur tidak jauh berbeda dimana besar flow rate dalam cubic feet per minute yang didistribusikan tidak terlalu besar dalam simulasi, sehingga keberadaan outlet mempengaruhi pada keluarnya udara karena udara yang masuk ke ruangan jumlahnya tetap. Tetapi pada kondisi nyata hal tersebut bisa diatasi dengan menggunakan air purifier yang memiliki nilai CADR yang memadai, yang nilainya harus diatas nilai laju ventilasi minimum untuk bernapas dari luar ruang yang ditentukan dalam standar ASHRAE 62-2001.

The need for clean air is a must in the classroom, especially in the post-pandemic era. Therefore, it is necessary to simulate the flow rate in the class given the air purifier with the aim of seeing the distribution and distribution of air flow in the classroom. The simulation in ANSYS CFX 2019 is based on a 3D Model created accordingly to the actual geometry measurements. The simulation is carried out with class limitations on the flow rate variation for K.101. The measured results are in the form of graphs along with visuals of the Age of Air and Velocity in form of contours and vectors obtained from coordinate points scattered in the class. From the graph, it is shown that there is a tendency to increase the Age of Air value along with the decrease in the flow rate in cubic feet per minute at all coordinate points. In addition to flow rate, the availability of outlets as one of the release points for air affects Age of Air and Velocity. In Velocity vectors, there is air exchange indicated by the direction of the air in window openings and in doorways. This proves the circulation of fresh air is supplied to the room. The difference in flow rate between the data using the value of 5 Air Changes per Hour and the value given by the manufacturer is not much different where the flow rate in cubic feet per minute distributed is not too large in the simulation, so that the presence of outlets affects the exit of air due to the incoming air. to a fixed number of rooms. But in real conditions this can be overcome by using an air purifier that has an adequate CADR value, the value of which must be above the minimum ventilation rate value for breathing from outside the space specified in the ASHRAE 62-2001 standard.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaban, Erol Efraim
"Salah satu permasalahan HRSG (Heat Recovery Steam Generation) dalam induslri power plant adalah seringnya terjadi kebocoran pada pipa~pipa aJat penukar kalot, terutarna kebocoran header pipa yang terletak bersebelahan dengan dinding dncting HRSG. Penulis mencoba menganalisa pennasalahan tersebut dari sudut pandang pengaruh dipersi tenna! alitan gas sepanjang ducting HRSG dengan menggunakan simulasi CFD (Computational Fluid Dynamic), kemudian membandingkan hasil analisa CFD dengan pengukutan lapangan (validasi), dan melakukan pengamatan lapangan. Dari hasil analisa simulasi CFD didapalkan, distribusi temperatur cenderung meningkat ke dinding (ruangan header) yang sering mengalami masalah. Besar temperatur roangan header akibat pengaruh dispersi termal aliran gas dari dalam ducting seldtar 200 - 300 °C, dengan kondfsi tersebut disimptilkan hahwa pengaruh dispersi termal aiiran gas secara kontinyu tersebut berkontribusi terhadap kerusakan/kebocoran header pipa.

One of HRSG (Heat Recovery Steam Generation) problems in power plant industry is frequency of leakage on heat exhanger tubes, particularly for header tubes leakage which located behind the HRSG ducting wall. Out of gas flow thermal dlspertion view~ writer try to analys the problem used CFD (Computational Fluid Dynamic) simulation, then compared CFD analys result by field measurement (validation), and perfom1ed object observation. Based on analys of CFD simulation result, temperature distribution tend up to the wall (header containment) which frequcnce meet the trouble. About 200 - 300 °C, header containment received thermal dispersion of gas t1ow continually . The conclusion is dispersion of hot gas flow continually influence to tube header damage /leakage."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S37808
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidra Ahmed Muntaha
"Channel Coding merupakan bagian penting dalam teknologi komunikasi wireless. Pada bagian tersebut fungsi error correction dilakukan. Error yang terjadi pada kanal transmisi dapat diperbaiki oleh fungsi error correction ini. Namun, umumnya sistem error correction yang ditampilkan tidak dapat mengatasi error yang disebabkan oleh burst error. Penggunaan error correction bersama interleaver akan dapat mengatasi permasalahan ini. Prinsip interleaver secara sederhana adalah melakukan permutasi terhadap sinyal coded. Standar IEEE 802.16-2004 pada section 8.3.3.3 mendefinisikan proses interleaving untuk WirelessMAN OFDM PHY atau biasa yang dikenal dengan nama WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access).
Pada skripsi ini dilakukan simulasi penggunaan beberapa jenis interleaver yang berbeda dari standar. Jenis interleaver yang disimulasikan yaitu, helical scan interleaver, random interleaver, dan convolutional interleaver. Pemodelan pada skripsi ini merujuk kepada model IEEE 802.16-2004 OFDM PHY Link yang terdapat di dalam program MATLAB & Simulink (Communication System Toolbox). Modifikasi interleaver dilakukan di dalam tiap-tiap modulation & coding block. Simulasi dilakukan dengan kondisi tanpa burst error dan dengan burst error.
Hasil yang didapatkan dari simulasi yang dilakukan memperlihatkan bahwa convolutional interleaver menampilkan kinerja BER (Bit Error Rate) yang lebih baik dibanding interleaver standar maupun helical scan interleaver dan random interleaver, baik pada kondisi tanpa burst error maupun dengan burst error.

Channel coding is one of important in wireless communication technology, which is error correction is performed. Errors occured in transmission channel can be repaired by error correction. However, most error correction not able to repair errors caused by burst errors. Using error correction together with interleaver can overcome this problem. Simple idea behind interleaver is doing permutation to the coded signal. The IEEE 802.16-2004 Std. in section 8.3.3.3 defines interleaving for WirelessMAN OFDM PHY or commonly known as WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access).
In this thesis, several types of interleaver different from standard were simulated. They are helical scan interleaver, random interleaver, and convolutional interleaver. Model used in this thesis refer to IEEE 802.16-2004 OFDM PHY Link model on MATLAB & Simulink (Communication System Toolbox). Modification of interleaver occur on modulation & coding block. Simulation performed with and without burst errors.
The results obtained from simulation then showed that convolutional interleaver have better BER (bit error rate) performance than others interleaver in condition with and without burst errors.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44015
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulfari Oktesa Harun
"Penyegaran udara merupakan suatu proses mendinginkan udara sehingga mencapai temperatur dan kelembaban yang ideal. Kebanyakan unit pengkondisi udara digunakan untuk kenyamanan (comfort air conditioning), yaitu untuk menciptakan kondisi udara yang nyaman bagi orang yang berada di dalam suatu ruangan. Saluran udara (ducting) merupakan bagian dari sistem pengkondisian udara yang berfungsi untuk mendistribusikan udara dingin ke ruangan yang akan dikondisikan. Tipe ukuran dan lokasi diffuser akan menentukan distribusi temperatur dan gerakan udara dalam ruangan. Banyak kekurangan ditemui dalam diffuser sebagai penyebar udara dalam ruangan. Hampir semua diffuser membentuk daerah stagnasi, distribusi temperatur tidak merata dan kecepatan semburan yang besar serta banyak lagi kekurangan lainnya. Sehingga diperlukan suatu cara atau alat yang dapat mengurangi kerugian diatas maupun penemuan baru sebagai pilihan lain pengganti diffuser ini. Textil ducting merupakan saluran udara sekaligus sebagai pendistribusian (diffuser). Textile ducting memiliki kelebihan baik dari segi teknis, kesehatan, biaya maupun estetika. Dari segi teknis, texile ducting telah memenuhi kriteria kenyamanan dan ditribusi udara. Dari segi kesehatan textile ducting dapat berfungsi sebagai filter udara, pemasangannya yang cepat dan mudah serta banyaknya pilihan warna yang tersedia.

Refreshing of air is an process make cool air so that reach ideal dampness and temperature. Air-Duct (ducting) is the part of system which functioning to distribute cool air to room. Measure type and location of diffuser will determine temperature distribution and air movement in room. Many insuffiencies met in diffuser as spreader of air in room. The textile diffuser is a duct and a distribution element at the same time. Textile ducting have excess either from technical facet, health, expense of and esthetics. Of technical facet, ducting texile have fulfilled freshment criterion and of ditribusi air. Of facet health of ducting textile can function as air filter, installation of which quickly and easy to set and available a lot of number colour choices."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S37530
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh. Soleh
"Setiap manusia selalu menginginkan Lingkungan yang nyaman secara thermal. Karena dengan kondisi yang nyaman akan mendukung metabolisme lubuh manusia untuk berpikir/berkonsentrasi agar apa yang dikerjakan bisa maksimaI.l-lal ini terjadi terutama bagi mereka yang berada di dalam ruangan ataupun kabin tertentu yang memerlukan suhu udara tertentu. Dalam merancang AC mobil diperlukan pengetahuan yang cukup antara Iain cara kerja AC mobil dan distribusi sirkulasi udara di dalam kabin mobil tersebut. Pengetahun ini dilakukan untuk mcngetahui waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan kenyamanan thermal di dalam kabin kendaraan penumpang (Toyota Kijang LSX) tanpa ducting (standard) dan dengan penambahan ducting kebelakang (dengan kontrol individu). Untuk mendapatkan data tersebut penulis menggunakan program CFD yaitu Fluent 6.1 .Tujuan mcnggunakan program CFD ini adalah unluk mendapatkan hasil yang Iebih akurat dan cepat. CFD digunakan sebagai alat uji untuk mengestimasi penyebaran temperatur udara setiap detik dalam kabin pcnumpang yang akan diuji sebagai parameter kenyamanan thermal dalam kabin mobil dengan system tanpa dueling dan dengan ducting. Setelah hasil perhitungan didapatkan dan dibandingkan dengan referensi dari parameter standar kenyamanan thermal ISO 7730, terlihat bahwa penambahan ducting kebelakang dengan nosel kemasing-masing penumpang mempercepat penyebaran temperatur udara dingin dan meningkatkan nilai kcnyamanan thermal."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S37793
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Alfa Muslimu
"Untuk meningkatkan performa dan efisiensi mikro gas turbin proto X1, telah dilakukan analisa tentang adanya presure drop pada elbow saluran masuk ruang bakar. Penelitian ini dilakukan untuk mengamati fenomena aliran fluida dan distribusi tekanan yang terjadi pada elbow 900 menggunakan SolidWorks 2011. Penelitian dilakukan dengan membandingkan besarnya pressure drop akibat penambahan guide vanes pada elbow 90°.
Hasil penelitian menunjukkan pressure drop berkurang dengan adanya penambahan guide vanes pada elbow bagian bawah sebesar 0,54 % pada kecepatan aliran 5,73 m/s, 10,42% pada kecepatan aliran 6,78 m/s, dan sebesar 11,29% pada kecepatan aliran 7,72 m/s. Dari hasil penelitian penulis menyarankan agar dilakukan analisa terhadap pressure drop yang terjadi pada ruang bakar sehingga performa dan efisiensi turbin dapat ditingkatkan lagi.

To improve performance and efficiency of micro gas turbine proto X1, has conducted an analysis of the presure drop in the combustion chamber inlet elbow. This study was conducted to observe the phenomenon of fluid flow and pressure distribution that occurs at elbow 900 using SolidWorks 2011. The study was conducted by comparing the magnitude of pressure drop due to the addition of guide vanes in the elbow 90°.
The results show pressure drop decreases with the addition of guide vanes in the elbow at the bottom of 0.54% at a flow rate of 5.73 m /s, 10.42% at a flow rate of 6.78 m/ s,and by 11.29% at a flow rate of 7.72 m /s. From the results of the study research suggested that the analysis performed on the pressure drop that occurs in the combustion chamber so that the performance and efficiency of the turbine can be increased again.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1795
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Finsya Risyadani Aditama
"Aktuator jet sintetis menunjukkan hasil yang menjanjikan sebagai teknologi yang memungkinkan untuk kontrol aliran lapisan batas inovatif yang diterapkan pada permukaan eksternal, seperti sayap pesawat, dan aliran external, seperti yang terjadi dalam vektor jet. Karakteristik yang menarik dari jet sintetis adalah operasi nol-massa-fluks dan efek kontrol yang efisien yang memanfaatkan fenomena fluida yang tidak stabil. Pembentukan jet sintetis dalam aliran udara eksternal yang diam adalah permulaan untuk dipahami. Dalam karya ini, pandangan lebih dekat ke prinsip-prinsip menarik dan parameter signifikan di balik cara kerja jet sintetis diambil sebagai langkah pertama. Selanjutnya, simulasi dinamika fluida komputasi 2D dari interaksi antara aktuator jet sintetik dengan udara diam telah dilakukan untuk memberikan gambaran dan gambaran lebih lanjut tentang pembentukan jet sintetis dan counter-rotating-vortex pair (CVP). Hasil penelitian menunjukkan peningkatan magnitudo vortisitas secara periodik dan kecepatan rata-rata jet pada inlet 5,9 m / s dan kecepatan rata-rata hembusan jet sintetik pada lingkungan luar sekitar 6,07 m / s.

Synthetic jet actuators is showing promising results as an enabling technology for innovative boundary layer flow control applied to external surfaces, like airplane wings, and to internal flows, like those occurring in jet vectoring. The appealing characteristics of a synthetic jet are zero-net-mass–flux operation and an efficient control effect that takes advantages of unsteady fluid phenomena. The formation of a synthetic jet in a quiescent external air flow is the beginning to be understood. In this work, a closer look to attractive principles and significant parameters behind how synthetic jet works is taken as a first step. Furthermore, a 2-D computational fluid dynamic simulation of interaction between synthetic jet actuator with quiescent air has conducted to give further details and illustration on the formation of synthetic jet and counter-rotating-vortex pair (CVP). The result showing an increasing in of vorticity magnitude periodically and the average velocity of jet at inlet was 5.9 m/s and the average velocity blown by synthetic jet at the external environment is approximately 6,07 m/s."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>