Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139259 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Visionta
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi unit filtrasi IPA Buaran I dari segi kriteria desain, kinerja, dan kualitas efluen serta mengidentifikasi tahapan peningkatan kapasitas unit agar dapat mengolah debit dari 3000 L/detik menjadi 3500 L/detik. Metode yang digunakan adalah evaluasi kriteria desain dan operasional. Berdasarkan hasil evaluasi ditemukan bahwa dimensi dan laju filtrasi sebesar 7,375 m/jam masih memenuhi kriteria desain. Namun berdasarkan perhitungan ekspansi media dan perbandingan kedalaman dengan ukuran efektif (nilai L/de) kedalaman media eksisting sebesar 0,6 m tidak memenuhi kriteria desain sehingga diperlukan perbaikan. Dari segi operasional durasi filter run ditemukan sebesar rata-rata 26,8 jam dari seluruh bak yang masih memenuhi kriteria desain literatur tetapi dengan durasi yang jauh lebih rendah dari kriteria desain IPA Buaran yaitu 48 jam. Kualitas air olahan filter pada parameter kekeruhan, mangan, dan besi masih memenuhi standar PerMenKes No. 492 Tahun 2010 mengenai Persyaratan Kualitas Air Minum. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengakomodasi peningkatan kapasitas menjadi 3500 L/detik adalah penyesuaian media filter menjadi media ganda, pengaplikasian kerikil penyangga, dan penyesuaian laju air scouring. Lapisan kerikil yang digunakan adalah bertipe reverse gradation yang dimodifikasi.

This study aims to evaluate the filtration unit of Buaran Water Treatment Plant in terms of design criteria, performance and effluent quality and identify the stages of increasing the capacity of the unit in order to process discharge from 3000 L/sec to 3500 L/sec. Based on the evaluation results it was found that the dimensions and filtration rate of 7,375 m/h still meet the design criteria. However, based on the calculation of media expansion and rasio of depth and effective size (L/de value) of the existing media depth of 0,6 m does not meet the design criteria so improvements are needed. From an operational perspective the filter run duration was found to be an average of 26,8 hours that is much lower than the Buaran Water Treatment Plant design criteria of 48 hours. The quality of filtered water in turbidity, manganese and iron parameters still meets regulation’s requirements for drinking water quality thus no special modification is needed. Efforts that can be made to accommodate the increase in capacity of 3500 L/s are by adjusting the filter media from a single media to a dual media, applying a modified reverse gradation gravel layer, and adjusting the water scouring rate."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Muhammad Ariq Athallah
"Porous Disc Filtration Apparatus (PoDFA) memiliki salah satu komponen yaitu Ceramic Foam Filter (CFF) yang berfungsi untuk menyaring inklusi yang terkandung pada aluminium cair. CFF atau filter referensi yang tersedia dirasa masih mahal dan memakan waktu yang lama ketika pengiriman. Bahan dasar yang dipilih pada penelitian ini untuk membuat CFF atau filter lokal adalah kaolin karena kelimpahannya di Indonesia. Pembuatan filter lokal menggunakan metode dry press dengan bantuan cetakan besi yang memiliki bentuk serupa dengan filter referensi. Penggunaan pati berupa tepung kentang dengan komposisi 5%, 10%, dan 15% pada penelitian ini bertindak sebagai pembentuk pori pada filter lokal. Filter lokal dibakar hingga suhu sekitar 1200°C untuk mendapatkan fasa mullit. Karakterisasi filter lokal dilakukan dengan SEM, XRD, XRF, dan STA. Ada beberapa pengujian yang dilakukan pada penelitian ini, diantaranya adalah pengujian porositas, pengujian Permanent Linear Change (PLC), ekspansi termal, dan pengujian kuat lentur. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini, diantaranya adalah pori yang terbentuk pada filter lokal berbentuk prolate dan memiliki rata-rata ukuran pori 10 hingga 55 µm, kemudian pembakaran kaolin hingga 1200°C terbukti berhasil untuk mendapatkan fasa mullit. Hasil lain pada penelitian ini, semakin banyak kandungan pati yang ditambahkan pada material maka penyusutan dan ekspansi pada material akan semakin besar, tetapi berbeda dengan nilai kuat lentur yang semakin turun.

The Porous Disc Filtration Apparatus (PoDFA) has one component, namely Ceramic Foam Filter (CFF) which has a function to filter inclusions contained in molten aluminum. The CFF or reference filters are still expensive for the operational and take a long time in import process. The basic material chosen in this study to make CFF or local filters is kaolin because of its abundance in Indonesia. The manufacture of local filters in this study uses the dry press method with the help of an iron mold that has a similar shape to the reference filter. In this study, the use of starch in the form of potato starch with a composition of 5%, 10%, and 15% acted as a pore-former in the local filter. The local filter is burned to a temperature of about 1200°C to obtain the mullite phase. Local filter characterization was carried out using SEM, XRD, XRF, and STA. There are several tests carried out in this study, including porosity testing, Permanent Linear Change (PLC) testing, thermal expansion testing, and flexural strength testing. The results obtained in this study, pores on the local filter have a prolate shape and having an average pore size of 10 to 55 m. Burning kaolin up to 1200°C proved successful to obtain the mullite phase. Another result of this study, the more starch content added to the material, the greater the shrinkage and expansion of the material, but in contrast to the flexural strength value.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Hadisaputra
"ABSTRAK
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan mendasar bagi manusia. Saat ini, IPA Pulo Gadung dapat mengolah debit air sebesar 4.200 L/detik. Tujuan dari penelitian ini adalah 1 mengevaluasi desain unit pengolahan terhadap kriteria desain, 2 mengevaluasi kualitas air baku dan air bersih, 3 mengevaluasi efisiensi kinerja unit pengolahan, serta 4 menentukan debit pengoptimalan. Untuk mengetahui tingkat kinerja kualitas IPA Pulo Gadung, maka dilakukan pengujian kualitas air, yaitu kekeruhan SNI 06-6989.25-2005, E. Coli Most Probable Number, zat organik SNI 06-6989.22-2004, dan COD Standard Methods: 5220 D serta jar test. Selain itu, untuk mengetahui tingkat kinerja kuantitas, maka dilakukan evaluasi desain terhadap kriteria desain dan rancangan pengoptimalan kapasitas. Berdasarkan evaluasi desain, banyak aspek yang tidak memenuhi kriteria desain. Berdasarkan parameter COD, pada PP No. 82 Tahun 2001, air baku yang digunakan IPA Pulo Gadung tergolong dalam air Kelas IV air untuk mengairi pertanaman. Air bersih hasil pengolahan, berdasarkan Permenkes No. 492 Tahun 2010, memiliki beberapa parameter kualitas air yang tidak memenuhi standar tersebut. Unit mixing well efektif dalam menghilangkan E. Coli 47,7, sedimentasi dan filtrasi menghilangkan kekeruhan 93,05 dan 97,32, serta reservoir menghilangkan E. Coli 73,04. Secara keseluruhan, IPA Pulo Gadung dapat menghilangkan kekeruhan sebesar 99,83, E. Coli sebesar 96,39, organik sebesar 40,16, dan COD sebesar 16,57. Dari uji jar test, koagulan optimal untuk air IPA Pulo Gadung adalah koagulan PAC 20 ppm. Dengan mengacu pada kriteria desain, debit optimal masing-masing unit adalah intake sebesar 9,33 m3/detik, saringan kasar 1,09 m3/detik, saringan halus 13,44 m3/detik, grit chamber 4,86 m3/detik, pompa 7,65 m3/detik, mixing well 18,9 m3/detik, flokulasi 3,09 m3/detik, sedimentasi 5,83 m3/detik, filtrasi 12 m3/detik, dan reservoir 16,57 m3/detik. Kesimpulannya adalah kinerja pengelolaan kualitas air IPA Pulo Gadung sudah baik dan kapasitasnya masih dapat ditingkatkan.

ABSTRACT
Clean water is one of the basic needs for human beings. Currently, IPA Pulo Gadung can treat 4,200 L sec of raw water. The objectives of this study are 1 to evaluate the design of the processing unit based on design criteria, 2 to evaluate the quality of raw and clean water, 3 to evaluate the efficiency of processing unit removal rate, and 4 to determine the flowrate optimization. To determine the removal rate of IPA Pulo Gadung, the water qualities to be tested are turbidity SNI 06 6989.25 2005, E. Coli Most Probable Number, organic matter SNI 06 6989.22 2004, and COD Standard Methods 5220 D and jar test. To determine the level of quantity performance, the unit design was evaluated to design criteria and determined the flowrate optimization. Based on design evaluation, many aspects do not meet the design criteria. Based on COD parameters, in PP No. 82 of 2001, raw water used by IPA Pulo Gadung classified in Class IV water water to irrigate crop. Clean water produced, based on Permenkes No. 492 of 2010, has several water qualities that do not meet the standard. The mixing well unit is effective in removing E. Coli 47.7, sedimentation and filtration removing turbidity 93.05 and 97.32, and reservoir removing E. Coli 73.04. Overall, IPA Pulo Gadung can eliminate with the removal rate of turbidity 99.83, E. Coli 96.39, organic matter 40.16, and COD 16.57. From jar test, optimal coagulant for IPA Pulo Gadung is PAC 20 ppm. With reference to the design criteria, the optimal flowrate of each unit is intake 9.33 m3 sec, coarse screen 1,09 m3 sec, fine screen 13,44 m3 sec, grit chamber 4.86 m3 sec, pumping system 7.65 m3 sec, mixing well 18.9 m3 sec, flocculation 3,09 m3 sec, sedimentation 5.83 m3 sec, filtration 12 m3 sec, and reservoir 16.57 m3 sec. The conclusion is that the performance of water quality removal rate of IPA Pulo Gadung is good and the capacity can still be improved."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abdur Rahman
"Kualitas air di beberapa pemukiman pada daerah tertentu sering dirasakan kurang memenuhi syarat kesehatan. Umumnya para penduduknya mengeluhkan adanya air yang berbau dan berwarna kuning kecoklatan, Hal ini setelah di telusuri secara seksama baik secara survei maupun hasil analisis laboratorium ternyata mengandung kadar logam Fe dan Mn yang cukup tinggi. Masalahnya adalah bagaimana cara untuk meningkatkan kualitas air tersebut, dengan kata lain teknologi yang bagaimana yang dapat digunakan untuk menurunkan kandungan logam Fe dan Mn dalam air tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan suatu media filter yang dapat digunakan untuk menurunkan dan menghilangkan kandungan logam Fe dan Mn yang ada di dalam air. Pada penelitian ini digunakan media berupa zeolit Bayah yang diambil dari kabupaten Lebak, Jawa Barat. Pada proses awal percobaan dilakukan penyiapan media dengan menghancurkan zeolit menjadi ukuran kecil (kurang lebih 3 mm) dan ditempatkan dalam suatu kolam, selanjutnya siap untuk digunakan sebagai penyaring. Sedangkan sampel air yang digunakan berasal dari air tanah di Laboratorium Kesehatan Lingkungan FKM - UI. Pada proses awal penyaringan digunakan waktu alir sampel sebesar 16 mL/menit dan dilakukan pengukuran kandungan logam setiap 30 menit selama 2,5 jam. Untuk selanjutnya dilakukan pengukuran kandungan logam untuk waktu alir 14 . 12. 10. 8, 6, 4 dan 2 mL/menit.
Dari hasil yang diperoleh pada 8 percobaan yang dilakukan ternyata didapatkan waktu alir yang optimal untuk penyaringan, yaitu 2 mL/menit. Pada percobaan dengan waktu alir 2 mL/menit diperoleh konsentrasi awal Fe pada sampel air sebesar 3.70 mg/L dan konsentrasi akhir Fe hasil penyaringan sebesar 1,12 mg/L, sedangkan untuk logam Mn konsentrasi awalnya sebesar 0,70 mg/L dan konsentrasi akhir hasil penyaringan sebesar 0.00 mg/L. Meskipun hasil yang diperoleh pada penyaringan logarn Fe masih melebihi baku mutu yang ditetapkan, namun dari prosentasi penurungan kandungan logam Fe maka penyaringan ini dapat dikatakan cukup baik yaitu sebesar 60 %. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Dermawan
"Latar Belakang. COVID-19 sempat menjadi pandemi global yang fatal. Penggunaan dari remdesivir sebagai terapi emergensi pada pertengahan tahun 2020 menyebabkan munculnya berbagai laporan yang mengaitkan penggunaannya terhadap gagal ginjal akut. Molekul sulfobutylehter-beta-cyclodextrin (SBECD) yang dapat menumpuk pada ginjal dicurigai sebagai penyebabnya. Remdesivir lebih diutamakan pada kasus berat dan proporsi dari gagal ginjal akut lebih tinggi dilaporkan pada pasien perawatan ICU, sehingga penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana fungsi ginjal dapat terganggu akibat penggunaannya.
Metode. Penelitian dilakukan secara observasional, pengumpulan data berdasarkan rekam medis RS Swasta di Tangerang periode Januari 2021-Juli 2022. Analisis menggunakan uji dan dibentuk model prediktif dengan regresi linear.
Hasil. Dari 46 subyek yang mendapat terapi remdesivir didapatkan mayoritas adalah laki-laki dengan median usia 57 tahun. Model prediktif dengan variabel usia, jenis kelamin, hipertensi, DM, CRP, dan D-dimer menghasilkan nilai P 0,341; R2 0,153. Analisis stratifikasi dengan hipertensi, DM, CRP dan D-dimer menunjukkan adanya kemaknaan secara statistik (nilai P < 0,05).
Kesimpulan. Terapi dengan remdesivir pada pasien COVID-19 yang dirawat di ICU dapat mengalami penurunan fungsi ginjal yang bermakna. Faktor risiko hipertensi, DM, nilai CRP dan D-dimer yang tinggi dapat memperburuk penurunan fungsi ginjal, sehingga perlu diperhatikan penggunaannya pada praktik klinis sehari-hari.

Background. COVID-19 was a terrifying global pandemic. The use of remdesivir as emergency treatment of COVID-19 was approved during the mid of 2020 and since then there were reports indicating acute kidney injury. This was hypothesized to be caused by SBECD which can cause deposits in the kidney. Remdesivir has been widely used in severe cases and acute kidney injury was found to be higher in ICU patients. Therefore, this study aims to show how these factors can cause kidney injury.
Methods. This observational study was conducted using hospital medical records from private hospitals in Tangerang during January 2021 to July 2022. These data were analysed using Wilcoxon and predictive model generated with linear regression.
Results. Total of 46 subjects in which most participants were male with the age median of 57 years old. Predictive model with age, gender, hypertension, DM, CRP, and D-dimer showed a P-value 0,341 and R2 0,153. However, stratification analysis with hypertension, DM, CRP, and D-dimer as covariates shows statistically significant decrease in eGFR with P-value < 0,05.
Conclusion. Patients with risk factors such as hypertension, diabetes melitus, higher CRP and D-dimer value should be monitored closely by checking the creatinine and urine output regularly.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Syawaluddin Djamal
"Latar Belakang: Penyakit ginjal kronik (PGK) pada pasien diabetes melitus tipe-2 memiliki prevalensi yang meningkat setiap tahunnya. Diabetes merupakan penyebab utama PGK. Penurunan LFG pada populasai diabetes mungkin lebih besar dan lebih cepat dibandingkan populasi non-diabetes atau prediabetes. Saat ini belum terdapat penelitian mengenai penurunan eLFG pada kategori gangguan toleransi glukosa berbeda tetrsebut dan faktor yang memengaruhinya di Indonesia.
Tujuan: Membandingkan penurunan eLFG pada kelompok diabetes, prediabetes, dan non-diabetes dan faktor-faktor yang berpengaruh.
Metode: Penelitian kohort retrospektif dilakukan pada data Penelitian Kohort Penyakit Tidak Menular (PTM) Litbangkes Republik Indonesia Tahun 2011-2020. Pasien dikelompokkan berdasarkan status diabetes awal menjadi kelompok diabetes, prediabetes, dan non-diabetes. Penurunan eLFG berdasarkan rumus CKD-EPI Creatinine Equation. Analisis dilakukan dengan uji Kruskall Wallis, dilanjutkan dengan uji Mann Whitney U.
Hasil: Didapatkan 1.245 subjek (877 non-diabetes, 274 prediabetes, dan 94 diabetes) yang diikutsertakan dalam penelitian. Didapatkan eLFG awal yang berbeda antar kelompok (non-diabetes 110 vs. prediabetes 107,3 vs. diabetes 106,1 ml/min/1,73m2, p < 0,001). Didapatkan eLFG akhir yang berbeda antar kelompok (non-diabetes 86,3 vs. prediabetes 79,8 vs. diabetes 59,3 ml/min/1.73m2, p < 0,001). Didapatkan penurunan eLFG yang berbeda antar kelompok (non-diabetes -23,1 vs. prediabetes -26,4 vs. diabetes -37,6 ml/min/1.73m2, p < 0,001). Faktor yang berhubungan dengan penurunan eLFG lebih tinggi adalah jenis kelamin perempuan, hipertensi, dan gula darah puasa tinggi.
Kesimpulan: Penurunan eLFG lebih besar ditemukan pada kelompok diabetes dibandingkan dengan kelompok non-diabetes dan pre-diabetes. Jenis kelamin perempuan, hipertensi, dan gula darah puasa tinggi berhubungan dengan penurunan eLFG lebih besar.

Introduction: Chronic kidney disease (CKD) in diabetic patients has an increasing prevalence every year. Diabetes is the main cause of CKD. Decline LFG in diabetes may be greater and faster than in non-diabetic or prediabetes populations. There has been no research on the decrease in GFR in each category and its influencing factors in Indonesia Aim: To compare the decline in eGFR in the diabetic, prediabetic, and non-diabetic groups and their influencing factors. Methods: A retrospective cohort study was conducted on Indonesian Research and Development Cohort of Non-Communicable Diseases (PTM) and Development in 2011- 2020. Patients were grouped based on initial diabetes status into diabetic, prediabetic, and non-diabetic groups. The decline in the glomerular filtration rate was carried out by creatinine assessment and calculations based on the 2021 CKD-EPI Creatinine Equation formula. The analysis was carried out with the Kruskall Wallis test, followed by the Mann Whitney U test. Results: A total of 1,245 subjects (877 non-diabetic, 274 prediabetic, and 94 diabetic) were included in the study. There were differences in baseline eGFR between groups (non-diabetic 110 vs. prediabetic 107.3 vs. diabetic 106.1 ml/min/1.73m2, p < 0.001). There were differences in final GFR between groups (non-diabetic 86.3 vs. prediabetic 79.8 vs. diabetes 59.3 ml/min/1.73m2, p < 0.001). Different eGFR decline was found between groups (non-diabetic -23.1 vs. prediabetes -26.4 vs. diabetes -37.6 ml/min/1.73m2, p < 0.001). Factors associated with rapid decline in GFR were female gender, hypertension, and high fasting blood sugar level. Conclusion: There was a more rapid decline in eGFR in the group with diabetes than non-diabetic and pre-diabetic. Factors associated with a higher decrease in eGFR were female gender, hypertension, and high fasting blood sugar level."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Billy Wira Anugerah
"Partikel halus batubara dikategorikan sebagai partikel batubara dengan kadar air yang tinggi dan ukuran 25-500 μm. Dewatering adalah bagian dari proses pembersihan batubara yang digunakan untuk mengurangi kadar air batubara dan dianggap sebagai proses yang paling mahal dibandingkan dengan aspek lainnya. Oleh karena itu, penelitian ini menerapkan bahan kimia tambahan untuk meningkatkan performa filtrasi. Proses vacuum filtration digunakan dengan mengaplikasikan tekanan sebesar 40 kPa dan komposisi batubara dengan padatan sebesar 15%. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kinetika filtrasi dan karakteristik cake yang dihasilkan, sehingga efektivitas dari bahan kimia yang digunakan dapat ditentukan. AERODRI® 104, surfaktan anionik, teramati sebagai bahan kimia yang paling efektif, dengan menunjukkan kinerja yang optimal pada dosis rendah dibandingkan dengan AERODRI® 105 sebagai ester. Penemuan lebih lanjut juga menunjukkan bahwa, ketika dosis meningkat lebih dari dosis optimal, filtrasi menjadi kurang efektif.

Fine coal particles are categorised as coal particles with a high moisture content and a size from 25 to 500 μm. Dewatering is a part of coal cleaning process that used to reduce the moisture content of coal and considered as the most expensive process compared to other aspects of coal cleaning. Hence, it is planned to apply chemical additives to enhance filtration. Vacuum filtration was utilised with a pressure of 40 kPa and a coal composition of 15% solids. The experiment was conducted to analyse the filtration kinetics and the cake properties produced, thus, the effectiveness of the chemical can be determined. AERODRI® 104, an anionic surfactant, is observed to be the most effective chemical, showing optimum performance at low dosage compared to AERODRI® 105 as an ester. Further discovery also indicates that, when the dosage is increased over the optimal dosage, the filtration becomes less effective."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63509
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Mc Graw Hill, 1996
628.164 WAT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nofi Rahmawati Azzah Rawaani Samputra
"Air tanah merupakan salah satu sumber air minum bagi masyarakat, namun akibat sering ditemukan mengandung zat-zat pencemar (seperti besi, mangan, amonia dan Linear Alkylbenzene Sulfonate/LAS) menyebabkan masyarakat yang mengkonsumsi air tanah tersebut akan mengalami gangguan kesehatan. Oleh sebab itu diperlukan suatu teknologi untuk dapat menyisihkan zat-zat pencemar di dalam air tanah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengolah air tanah adalah dengan proses oksidasi lanjut dan filtrasi membran keramik. Proses oksidasi lanjut dalam penelitian ini menggunakan gabungan ozonasi dan kavitasi hidrodinamik untuk menghasilkan radikal hidroksida yang merupakan oksidator kuat yang mampu menguraikan senyawa organik maupun anorganik bersifat racun dan sulit terurai di dalam air. Sedangkan proses filtrasinya menggunakan membran mikrofiltrasi berbahan keramik dimana bahan membran tersebut bersifat sangat stabil secara kimiawi, suhu, dan mekanis.
Dari penelitian ini didapatkan bahwa proses oksidasi lanjut dan filtrasi membran keramik cukup efektif dalam menyisihkan besi dan LAS, namun tidak cukup efektif dalam menyisihkan mangan dan amonia. Persentase penyisihan bahan pencemar besi, mangan, amonia dan LAS secara terpisah masing-masing sebesar 99,78%, 26,21%, 3,73% dan 80,52%. Sedangkan untuk penyisihan bahan pencemar yang dicampur didapatkan persentase penyisihan untuk besi sebesar 99,36 %, mangan 21,55 %, amonia 2,89 % dan LAS 80,1 %, dimana penyisihan antara bahan pencemar yang terpisah dan tercampur menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda.
Ground water is one source of drinking water for communities, but often found contaminant substances in it (such as iron, manganese, ammonia and Linear Alkylbenzene sulfonate/LAS), causing people who consume the groundwater will getting health problems. Therefore we need a technology to be able to removal a contaminant substances in the groundwater. One of the methods to treat ground water of iron, manganese, ammonia and linear alkylbenzene sulfonate compounds is by advanced oxidation process and ceramics membrane filtration. Advanced oxidation process in this research uses a combination ozone/ cavitation hydrodynamicto produce hydroxide radicals which is a strong oxidant that can destroy the organic and inorganic compounds are toxic and difficult to break down in the water. Process filtration uses a membrane made from ceramic which is very stable chemically, temperature, and mechanical.
From this research, it was found that advanced oxidation processes and ceramic membrane filtration can be effective for remove iron and LAS, but uneffective for remove manganese and ammonia in ground water. Respectively, percentage of removal for separate contaminants : iron, manganese, ammonia and LAS are 99.78%, 26.21%, 3.73% and 80.52%. For mixed pollutants, percentage removal iron are 99.36%, 21.55% manganese, 2.89% ammonia and 80.1% LAS, where percentage removal separate and mixed contaminants are not much different.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T28321
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>