Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172231 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mu`to Naimah
"Kalkulator emisi berbasis spreadsheet UniSim yang terintegrasi dengan simulasi gas sweetening telah dibuat. Simulasi gas sweetening penelitian ini menggunakan pelarut methyl diethanolamine (MDEA). Base case sour gas memiliki laju air 145,72 MMSCFD dengan komposisi 15,74% CO2 dan 0,1% mol H2S. Pengolahan acid gas melalui venting menghasilkan beban emisi CO2equivalent, dan emisi H2S yang terbesar (masing-masing sebesar 1.432,55 tonne/day, dan 5,83 tonne/day) dibandingkan pengolahan acid gas melalui skema flare, maupun thermal oxidizer. Beban emisi CO2equivalent, dan H2S yang dihasilkan melalui skema flare masing-masing sebesar 983,67 tonne/day, dan 0,12 tonne/day. Beban emisi CO2equivalent, dan H2S yang dihasilkan melalui skema thermal oxidizer masing-masing sebesar 939,69 tonne/day, dan 5,84 x 10-4 tonne/day. Penggunaan acid+flash+sweet gas sebagai bahan bakar reboiler menghasilkan beban emisi CO2 equivalent yang paling sedikit (378,45 tonne/day) namun menghasilkan beban SO2equivalent yang tertinggi (0,89 tonne/day) jika dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar lain (sweet gas, flash+sweet gas, dan acid+sweet gas). Semakin rendah komposisi metana pada bahan bakar, maka lebih sedikit karbon yang terkonversi menjadi CO2, dan semakin rendah beban emisi CO2equivalent. Semakin tinggi komponen H2S pada bahan bakar maka semakin tinggi beban emisi SO2. Penggunaan bahan bakar acid+flash+sweet gas menghemat penggunaan sweet gas hingga 3,47 MMSCFD jika dibandingkan dengan penggunaan sweet gas saja yang membutuhkan laju alir total 8,21 MMSCFD. Beban emisi CO2equivalent yang dihasilkan dari unit flare semakin meningkat dan beban emisi SO2equivalent semakin menurun seiring meningkatnya komposisi CO2 pada sour gas. Beban emisi dalam CO2equivalent yang dihasilkan dari flare dengan komposisi sour gas 20,74% ialah yang terbesar dibandingkan dengan komposisi CO2 yang lebih sedikit (10,74%, 12,74%, 15,74%, dan 17,74%) yaitu sebesar 1.365,18 tonne/day, namun menghasilkan beban emisi dalam SO2 equivalent yang terkecil dibandingkan komposisi CO2 yang lebih sedikit yaitu sebesar 10,32 tonne/day."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfian Arun
"

Proses pengolahan gas alam umumnya dimulai dari pemisahan tiga fase dari gas umpan sampai kepada gas jual yang memenuhi spesifikasi dari konsumen (buyer). Pabrik Z adalah pabrik yang mengolah gas alam umpan dimana terdapat kandungan senyawa Hidrogen Sulfida (H2S) sebesar 1000 ppm dan Carbon Dioxida (CO2) sebesar 5% mole. Proses pengolahannya di mulai dari aliran gas umpan dipisahkan berdasarkan densitinya di bejana tekanan tinggi pemisah (Separator) tiga fase lalu dipisahkan senyawa H2S dan CO2 (Sweetening) di unit Acid Gas Removal Unit lalu dikeringkan di unit Dehydration untuk kemudian dipisahkan kembali hidrokarbon beratnya di unit pengontrolan titik embun (Dew Point Control Unit). Pabrik Z ini menghasilkan gas jual sebesar 310 MMscfd dengan kandungan H2S 1 ppmv dan CO2 50 ppmv. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak produksi gas alam dan kondensat beserta keekonomiannya bila proses pengolahannya dimodifikasi dengan penempatan Dew Point Control Unit pada hilir Separator tiga fase. Dimana metodologi penelitian yang digunakan adalah berupa simulasi menggunakan simulator yang membandingkan kondisi di aktual proses pengolahan dengan kondisi setelah proses modifikasi di pengolahan gas alamnya. Setelah diamati bahwa pada pengolahan gas yang dimodifikasi dengan menempatkan DPCU di hilir separator berdampak pada tingkat produksi kondensat dengan jumlah 8576 barel perhari dibandingkan dengan 7852 barel perhari dari jumlah produksi kondensat yang ada saat ini di pabrik Z.

 


The processing of natural gas generally starts from the separation of three phases from the feed gas to the selling gas that meets the specifications of the buyer. Factory Z is a factory that treats feed gas where there are contents of Hydrogen Sulfide (H2S) of 1000 ppm and Carbon Dioxida (CO2) of 5% mole. The gas processing starts from the flow of feed gas being separated based on its density in the three phase high pressure separator vessel and then H2S and CO2 removal (Sweetening) in the Acid Gas Removal Unit and then gas dried in the Dehydration unit thus continue to hydrocarbon separation in the Dew Point Control Unit. This plant Z produces gas sales of 310 MMscfd with H2S 1 ppmv and 50 ppmv CO2. This research was conducted to determine the impact of sales gas and condensate production profiles, and also to estimate the economical aspect if the gas processing is to be modified by placing the Dew Point Control Unit in the downstream of three phase separator. Where the research methodology used is in the form of a simulation using a simulator, that compares the actual conditions of the gas treatment process at plant Z with the conditions after the gas treatment process modification in processing natural gas. It was observed that it has impact on production rate of condensate at the modified gas processing by placing DPCU with amount of 8576 barrel/day compare with 7852 barrel/day produced from existing plant Z condensate rate.

"
2019
T53039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manuhutu, Chassty T.
"Studi ini menganalisis dinamika perdagangan gas bumi di kawasan ASEAN + 3 berdasarkan pasar kompetitif. Kawasan tersebut meliputi negara-negara seperti: Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Mianmar, Australia, Cina, Jepang, Korea Selatan, dan negara Timur Tengah seperti Oman, Qatar dan UniEmirat Arab. Aparametric static equilibrium model yang diadaptasi dari Beltramo and Manne [14] telah digunakan untuk mensimulasikan pengaruh penambahan kapasitas kilang LNG, terminal regasifikasi, dan pipa transmisi pada perdagangan sejumlah volume dan harga tertentu gas bumi di kawasan ASEAN +3 pada tahun 2011. Perhatian khusus diberikan pada pengembangan proyek infrastruktur gas di Indonesia.
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa pembeli LNG tradisional akan mendapatkan keuntungan dari penurunan harga gas dan sejumlah negara seperti : Singapura, Thailand dan Malaysia akan senang dengan pasokan gas yang stabil dan harga terjangkau dalam pasar kompetitif. Namun demikian konsumen gas besar seperti Cina dan Jawa akan menghadapi kendala yang serius yaitu terjadinya kelangkaan pasokan gas sebagai kosekuensi dari harga gas yang rendah disisi konsumen. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa ke depan pembangunan infrastruktur gas yang menghubungkan Jawa dan pulau lain sebagai sumber gas bumi selain Sumatra harus menjadi prioritas utama.

This study examines the dynamics of natural gas trade in the ASEAN + 3 region under competitive market framework. It includes countries like Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapore, Myanmar, Australia, China, Japan, South Korea and Middle Eastern countries such as Oman, Qatar and U.E.A. A parametric static equilibrium model adapted from Beltramo and Manne [14] is constructed to analyse the effects of introducing additional liquefaction capacity, regasification terminal or transmission pipeline to traded volume and prices of natural gas in 2 011. Emphasis is given to infrastructure projects in Indonesia.
The results indicate that LNG traditional buyers will profit from reduced price and certain countries like Singapore, Thailand and Malaysia will enjoy stable and affordable gas supply in a competitive market. However, major gas consumers like China and Java can face serious threats of gas shortage as consequence of their low demand price. It al so appears that construction of another gas infrastructure to connect Java with other Indonesian islands besides Sumatra should be made priority.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Brian Christiantoro
"Laporan Praktik Keinsinyuran ini menggambarkan desain sumur eksplorasi migas di Lapangan "A" di Indonesia. Fokus utama adalah pada eksplorasi sumber daya migas yang terdapat dalam formasi batuan. Karena target eksplorasi berada dalam kondisi High Pressure & High Temperature (HPHT) dan pada kedalaman yang signifikan, desain sumur menjadi krusial untuk menjamin keberhasilan dan keselamatan operasi pengeboran. Proses desain dimulai dengan penetapan well trajectory dimana metode Minimum Curvature digunakan untuk menentukan lintasan pengeboran berbentuk 'S' dari permukaan ke target. Desain ini memungkinkan pencapaian target vertikal meski terdapat keterbatasan koordinat permukaan, mengakomodasi isu pembebasan lahan. Selanjutnya, ukuran lubang dan casing sumur ditetapkan. Desain ini didasarkan pada kebutuhan akuisisi data, metode coring, dan wireline logging. Diagram hole and casing size selector membantu menentukan ukuran yang paling sesuai untuk setiap trayek sumur. Pertimbangan efisiensi biaya mengarah pada pemilihan liner daripada casing penuh untuk tahap tertentu, terutama di trayek terakhir yang memerlukan hydraulic fracturing. Penentuan casing setting depth dilakukan dengan menggunakan data gradien tekanan pori dan tekanan rekah formasi batuan, dengan mempertimbangkan safety factor dan hasil analisis sumur offset di lapangan. Proses ini menetapkan kedalaman kaki casing yang optimal untuk setiap trayek sumur, dengan mempertimbangkan aspek perlindungan sumber air bawah tanah dan pengaturan peralatan pengeboran. Desain casing dan pemilihan spesifikasi casing dilakukan berdasarkan standar internasional API. Aspek teknis seperti burst, collapse, axial, dan triaxial stress diperhitungkan untuk memastikan integritas struktural sumur. Secara keseluruhan, laporan ini menyajikan metodologi desain sumur eksplorasi migas di Lapangan "A", menyoroti tantangan dan solusi dalam eksplorasi migas di lingkungan HPHT. Pendekatan ini diarahkan untuk mencapai pengeboran yang efisien dan aman, esensial dalam industri migas.

This Engineering Practice Report describes the design of oil and gas exploration wells in "A" Field in Indonesia. The primary focus is on the exploration of hydrocarbon resources found in rock formations. Given that the exploration target is in a High Pressure & High Temperature (HPHT) environment and at significant depth, the well design is crucial for ensuring the success and safety of drilling operations. The design process begins with the determination of the well trajectory, using the Minimum Curvature method to define an 'S'-shaped drilling path from the surface to the target. This design allows for the achievement of vertical targets despite limitations in surface coordinates, accommodating land acquisition issues. Next, the sizes of the wellbore and casing are established. This design is based on data acquisition needs, coring methods, and wireline logging. The hole and casing size selector diagram aids in determining the most suitable sizes for each well trajectory. Cost efficiency considerations lead to the selection of liners over full casing for certain stages, particularly in the final trajectory requiring hydraulic fracturing.

The determination of casing setting depth is conducted using data on pore pressure gradients and formation fracture pressures, considering a safety factor and results from the analysis of offset wells in the field. This process sets the optimal casing shoe depth for each well trajectory, considering aspects such as protection of underground water sources and the arrangement of drilling equipment. The design and selection of casing specifications are based on international API standards. Technical aspects such as burst, collapse, axial, and triaxial stress are considered to ensure the structural integrity of the well. Overall, this report presents a methodology for designing hydrocarbon exploration wells in "A" Field, highlighting the challenges and solutions in hydrocarbon exploration in HPHT environments. This approach is aimed at achieving efficient and safe drilling, essential in the oil and gas industry."

Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
New York : Publisc Affairs Department of Exxon Corporation, 1980
333.8 DEP o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kantia Sidiq Permana
"Kegiatan pada proses gas sweetening berkontribusi pada pelepasan emisi ke udara. Penelitian ini menekankan pengaruh parameter proses terhadap emisi yang dihasilkan dengan pengembangan alat komputasi untuk perhitungan greenhouse gas (GHG) dan polusi udara berbasis UNISIM. Alat komputasi ini memungkinkan kalkulasi emisi udara (berdasarkan standar dan peraturan yang berlaku) yang terintegrasi dengan simulasi rekayasa proses pada unit natural gas sweetening. Simulasi base case untuk menghasilkan spesifikasi sales gas menggunakan pelarut MDEA menghasilkan beban emisi sebesar 1.527 tonne CO2e/day dan 0,348 tonne SO2e/day. Pada penurunan tekanan sour gas, beban emisi meningkat menjadi 1.554 tonne CO2e/day dan 0,368 tonne SO2e/day, sebagai konsekuensi penambahan sistem kompresi. Penggunaan DEA sebagai pelarut memberikan konsekuensi emisi yang tidak berbeda jauh dengan simulasi base case, yaitu sebesar 1.522 tonne CO2e/day dan 0,338 tonne SO2e/day, akibat dari peningkatan laju alir acid gas dan penurunan duty reboiler karena konsentrasi lean amine yang didominasi oleh air pada penggunaan solvent DEA. Variasi kapasitas gas menghasilkan emisi yang tidak linier, dimana penurunan kapasitas gas akan menghasilkan emisi acid gas yang semakin menurun akibat dari laju alir acid gas yang lebih rendah, disisi lain pada penurunan kapasitas gas akan terdapat titik minimum penggunaan laju alir lean amine sehingga akan terdapat titik minimum pada emisi yang dihasilkan dari unit reboiler. Untuk menghasilkan sweet gas sesuai spesifikasi LNG menggunakan pelarut DEA, beban emisi naik secara signifikan menjadi 2.652 tonne CO2e/day dan 0,747 tonne SO2e/day karena penyerapan CO2 yang lebih optimal oleh lean amine akan mengakibatkan pelepasan emisi CO2 yang lebih tinggi, selain itu penggunaan laju alir lean amine yang tinggi akan meningkatkan emisi dari unit reboiler

Activities in gas sweetening process contribute to release emissions into the air. This research emphasizes the effect of process parameters on emissions generated by the development of computational tools for the calculation of greenhouse gas (GHG) and air pollution based on UNISIM. This computational tool enables to calculate of air emissions (based on standards and regulations) that are integrated with process engineering simulations on natural gas sweetening units. Base case simulation to produce sales gas specifications using MDEA solvent produces an emissions to 1,527 tonne CO2e/day and 0.348 tonne SO2e/day. Decrease in sour gas pressure, increases emissions to 1,554 tonne CO2e/day and 0.368 tonne SO2e/day as a consequence of the addition of the compression system. Using DEA as a solvent produces emissions of 1,522 tonne CO2e/day and 0.338 tonne SO2e/day, because an increase in acid gas flow rate and a decrease in duty reboiler due to the concentration of lean amine which is dominated by water. Variation of gas capacity produces non-linear emissions, where a decreased in gas capacity will produce acid gas emissions that decreased due to lower acid gas flow rates, on the other hand on decreasing gas capacity there will be a minimum point of lean amine flow rates so that there will be a minimum emissions from reboiler units. To produce sweet gas according to the LNG specifications using a DEA solvent, the emission rises significantly to 2,652 tonne CO2e/day and 0,747 tonne SO2e/day because absorption by lean amine will higher due to result in higher CO2 emissions, on the other hand higher of lean amine flow will increase emissions from reboiler units."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Budi Ariani
"Gas alam asam, yang mengandung H2S dan CO2, pada komposisi, tekanan dan suhu tertentu akan mempengaruhi propertu volumetrik. Estimasi volume dengan persamaan keadaan Peng-Robinson (PR) dapat memberikan kemudahan dan hasil lebih baik dibandingkan persamaan keadaan lain, namun memiliki kekurangan dalam menghitung volume di daerah dekat titik kritis secara akurat. Perhitungan volume pada kondisi suhu dan tekanan tinggi juga memiliki penyimpangan volume gas (3-5%) dan volume cair (6-12%). Selain itu, PR umumnya diperuntukkan untuk senyawa non-polar, sedangkan H2S bersifat sedikit polar. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi PR dengan cara melakukan pergeseran volume menggunakan persamaan pergeseran. Persamaan pergeseran membutukan beberapa parameter tambahan yang didapatkan dari data eksperimen untuk setiap senyawa. Hal ini tentunya membutuhkan biaya tinggi dan waktu yang lama. Untuk mengatasi kesulitan tersebut maka diperlukan persamaan umum dimana parameter persamaan pergeseran dikorelasikan dengan karakteristik khusus senyawa. Penelitian terdahulu telah merumuskan persamaan pergeseran dimana parameter merupakan fungsi dari berat molekul, faktor asentrik dan keduanya untuk berbagai senyawa murni. Namun, saat ini belum ada yang mengaplikasikan Volume Translation Peng-Robinson (VTPR) untuk estimasi volume campuran gas alam asam menggunakan persamaan pergeseran baik sebagai fungsi berat molekul, faktor asentrik maupun keduanya dimana data referensinya melibatkan H2S dan CO2. Pada penelitian ini akan dirumuskan persamaan pergeseran VTPR dimana parameternya sebagai fungsi berat molekul, fungsi faktor asentrik dan fungsi keduanya untuk dapat mengestimasi volume gas alam asam secara akurat pada kondisi mendekati sumur P. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah persamaan VTPR yang memiliki persen Average Absolute Deviation (%AAD) perkiraan volume sangat kecil terhadap data referensi yang didapatkan dari NIST REFPROP jika diterapkan pada senyawa murni dalam gas alam asam yaitu 2.07%, 1.05%, dan 1.47% masing-masing untuk tiga metode VTPR yang diterapkan. Ketiga metode VTPR tersebut memiliki %AAD lebih kecil dibandingkan persamaan PR. Selain itu jika diterapkan pada campuran gas alam asam menggunakan VTPR dan mixing rule, %AAD yang didapatkan masing-masing adalah 0.03618%, 0.00097%, 0.00825%. Dari penelitian ini direkomendasikan menggunakan persamaan eksponensial VTPR yang bergantung dengan suhu dan sebagai fungsi faktor asentrik yang melibatkan Zc dari masing-masing senyawa agar didapatkan %AAD yang lebih kecil.

Sour natural gas, which contains H2S and CO2, at a certain composition, pressure, and temperature will affect the volumetric properties. Volume estimation using the Peng-Robinson (PR) equation of state can provide convenience and better results than other equations of state but has drawbacks in calculating the volume near the critical point accurately. Volume calculations in high temperature and high pressure also have deviations of gas volume (3-5%) and liquid volume (6-12%). In addition, PR is generally reserved for non-polar compounds, while H2S is slightly polar. Therefore, the PR modification was carried out by performing a volume translation using the translation equation. The translation equation requires some additional parameters obtained from the experimental data for each compound. This requires high costs and a long period of time. To overcome these difficulties, a general equation is needed where the translation equation parameters are correlated with the specific characteristics of the compound. Previous studies have formulated translation equations in which the parameters are a function of molecular weight, acentric factor, and both for various pure compounds. However, currently, no one has applied the Volume Translation Peng-Robinson (VTPR) to estimate the volume of a sour natural gas mixture using the translation equation as a function of molecular weight, acentric factor and both which the reference data involve H2S and CO2. In this study, the VTPR’s translation equation will be formulated, which the parameters are a function of molecular weight, acentric factor, and both, to estimate the volume of sour natural gas accurately at conditions close to the P well. The results obtained from this study are the VTPR equations which have small percentage of Average Absolute Deviation (%AAD) estimated volumes compared with the reference data which is obtained from NIST REFPROP when applied to pure compounds in sour natural gas which are 2.07%, 1.05%, and 1.47% respectively for the three VTPR methods applied. The three VTPR methods have the smaller %AAD than the PR equation. In addition, if applied to a mixture of sour natural gas using VTPR and the mixing rule, the %AAD obtained are 0.03618%, 0.00097%, 0.00825%, respectively. From this research, it is recommended to use the VTPR exponential equation that depends on temperature and as a function of the acentric factor involving Zc of each compound in order to obtain a smaller %AAD."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahdi
"ABSTRACT
Penyetelan ulang pengendali proportional integral dilakukan pada pabrik penghilangan CO2 pengolahan gas alam lapangan Subang. Penyetelan ulang ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja pengendali pada pabrik tersebut. Pengendali pada pabrik yang diteliti pada penelitian ini adalah pengendali tekanan gas umpan PIC 1101, pengendali laju alir air FIC 1102, dan pengendali laju alir sirkulasi amina FIC 1103. Metode penyetelan ulang pengendali yang diusulkan adalah metode Ziegler-Nichols PRC, Wahid-Rudi-Victor WRV, Cohen-coon, setelan hasil autotuner pada simulator, dan fine tuning. Dari hasil pengujian terhadap setiap metode penyetelan yang diusulkan, didapatkan hasil setelan yang memberikan hasil paling baik untuk setiap pengendali, yaitu setelan fine tuning. Penyetelan menggunakan fine tuning berhasil meningkatkan kinerja pengendali PIC 1101 sebesar 77,42, FIC 1102 sebesar 90.59 dan FIC 1103 sebesar 13,06 untuk penurunan nilai setpoint SP sebesar 5. Sementara untuk kemampuan pengendali mengatasi gangguan didapatkan peningkatan kinerja pengendali PIC ndash; 1101 sebesar 86,04, FIC 1102 sebesar 90,8 dan FIC 1103 sebesar 24,8.

ABSTRACT
A proportional ndash integral controller retuning is performed on CO2 removal plant in natural gas processing Subang field. Retuning is performed to increase controller performance on the plant. Retuning will be performed on feed gas pressure controller PIC ndash 1101, make up water flow controller FIC 1102 , and amine circulation flow controller FIC 1103 on the plant. Retuning methods used are Ziegler ndash Nichols PRC, Wahid Rudi Victor WRV, Cohen coon, tuning from simulator autotuner, and fine tuning method. Result of this research shows that retuning that gives the highest improvement for the controllers is tuning with fine tuning method for every controller. Retuning with fine tuning can give 77,42 improvement for PIC ndash 1101, 90,59 improvement for FIC 1102, and 13,06 improvement for FIC ndash 1103 for 5 setpoint SP reduction. While for controller capability to handle disturbance, fine tuning can give 86,04 improvement for PIC ndash 1101, 90,8 improvement for FIC ndash 1102, and 24,8 improvement for FIC 1103."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bimo Agung Wicaksono
"

Pada industri pemurnian gas alam, umumnya CO2 hasil pemisahan dari gas alam di lepas ke atmosfer. Pelepasan CO2 secara langsung ke atmosfer dapat menimbulkan permasalahan lingkungan salah satunya adalah pemanasan global. Ada beberapa alternatif usaha mitigasi pengurangan emisi CO2 salah satunya adalah dengan pemanfaatan CO2 untuk EOR. Injeksi CO2 ke dalam reservoir minyak dapat meningkatkan kinerja pemulihan minyak dan dapat menyimpan CO2 secara permanen ke dalam tanah untuk mengurangi efek gas rumah kaca. Proses penangkapan CO2, transportasi ke sumur injeksi dikenal dengan teknologi Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS). Penelitian ini membahas tekno-ekonomi dari pemanfaatan CO2 dengan pembangunan fasilitas CCUS pada industri pemurnian gas alam di lapangan X. Emisi yang di lepas sebesar 3,56 Mt CO2e/tahun akan ditangkap dan di transportasikan ke sumur di lapangan Y dengan jarak 44 km. Penelitian ini membandingkan fasa superkritis dan fasa gas pada transportasi pipa CO2 point-to-point. Penelitian ini juga menghitung jumlah emisi yang dapat dikurangi oleh penerapan CCUS. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa pada jarak 44 km, transportasi pipa CO2 dalam fasa gas lebih ekonomis dibanding fasa superkritis dengan investasi sebesar US$ 252.974.905. Dari analisa kelayakan proyek diperoleh IRR 54% dengan dua tahun masa pengembalian. Penerapan teknologi CCUS di lapangan X juga dapat mengurangi emisi sebesar  3 Mt CO2e/ tahun.

 


 

In the natural gas sweetening industry, CO2 from natural gas separation generally released into the atmosphere. The direct release of CO2 into the atmosphere can cause environmental problems, such as global warming. There are several alternative mitigation efforts to reduce CO2 emissions, one of which is the utilization of CO2 for EOR. Injection of CO2 into oil reservoirs can improve oil recovery performance and can permanently store CO2 into the geological storage to reduce the effects of greenhouse gases. The process of CO2 capture, transportation to injection wells is known as Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) technology. This study discusses the techno-economics of CO2 utilization with the development of CCUS facilities in field X. Emissions released at 3.56 Mt CO2e / year will be captured and transported to wells in the Y field at 44 km distance. This study compares the supercritical phase and gas phase in the CO2 pipeline point-to-point transportation. This study also calculates the amount of emissions that can be reduced by the application of CCUS. The results obtained that at a distance of 44 km, CO2 pipeline transport in the gas phase is more economical than the supercritical phase with an investment of US$ 252,974,905. From the project feasibility analysis give an IRR of 54% with a two year return period. The application of CCUS technology in field X can also reduce emissions by 3 Mt CO2e / year.

 

"
2019
T52921
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kameliya Hani Millati
"Gas Natuna merupakan salah satu cadangan gas bumi terbesar di Indonesia, mencapai 50,27 TSCF. Pemanfaatan gas Natuna terhambat oleh kandungan CO2 tinggi, mencapai 71%. Kandungan CO2 tinggi membutuhkan proses separasi CO2 dari gas bumi dan penanganan limbah gas asam secara khusus karena dapat menyebabkan pemanasan global. Selain CO2, gas Natuna juga mengandung 0,6% H2S. Pada penelitian ini, dilakukan simulasi proses pengolahan gas Natuna dengan teknologi LNG-EOR-CCS. Fokus utama dari penelitian ini adalah perbandingan membran dan CFZ untuk separasi CO2 dari gas bumi, aspek teknis dan aspek ekonomi.
Berdasarkan hasil simulasi dan perhitungan, proses separasi CO2 menggunakan membran (hydrocarbon losses 6,5%; konsumsi energi 0,86 MJ/kg CO2) memberikan hasil lebih bagus daripada CFZ (hydrocarbon losses 9,6%; konsumsi energi 0,48 MJ/kg CO2) dari aspek teknis. CFZ dapat memberikan hasil lebih bagus jika dikombinasikan dengan membran sebagai proses separasi lebih lanjut terhadap produk bawah CFZ (hydrocarbon losses 1,66%; konsumsi energi 0,50 MJ/kg CO2). Dari aspek ekonomi, biaya proses produksi LNG menggunakan CFZ + membran (12,82 $/MMBtu) membtuhkan biaya produksi sedikit lebih murah daripada membran (12,92 $/MMBtu).

Natuna gas is one of the largest natural gas reserves in Indonesia, reaching 50.27 TSCF. Natuna gas utilization is limited by high CO2 content, reaching 71%. High CO2 content requires special method for CO2 separation from natural gas and sour gas waste handling because it could lead to global warming. In addition to CO2, Natuna gas also contains 0.6% H2S. In this study, simulation process for Natuna gas treatment is done using LNG-CCS-EOR technology. The main focus in this study is to compare membrane and CFZ for CO2 separation from natural gas, technical aspects and economic aspects.
Based on simulation and calculation, CO2 separation process using membrane technology (hydrocarbon losses 6,5%; energy consumption 0,86 MJ/kg CO2) shows a better result than CFZ (hydrocarbon losses 9,6%; energy consumption 0,48 MJ/kg CO2) in technical performance. CFZ will give a better result than membrane if combined with membrane as the further separation process for the bottom product of CFZ (hydrocarbon losses 1,66%; energy consumption 0,50 MJ/kg CO2). From the economical aspect, the cost of LNG production process using CFZ + membrane (12,82 $/MMBtu) is a bit cheaper than membrane (12,92 $/MMBtu).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63736
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>