Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76549 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gabrielson Pascalino Milkyway
"Penelitian ini menganalisa mengenai proses pembiayaan politik caleg perempuan pada pemilu 2019. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan mengumpulkan data melalui wawancara dan studi literatur. Penelitian ini menggunakan kerangka pembiayaan politik dari van Biezen, sebagai teori utama, dan dilengkapi dengan konsep pembiayaan politik berbasis gender, personal vote, dan patronase. Pembiayaan politik yang tinggi di Indonesia diakibatkan perubahan sistem proposional dari tertutup (Orde Baru) menjadi terbuka (Reformasi) dan celah dalam aturan pembiayaan politik. Tingginya pembiayaan politik menyebabkan caleg perempuan terpilih banyak berasal dari kekerabatan politik. Temuan dari penelitian ini bahwa proses pembiayaan caleg perempuan dari kalangan elit dan petahana tidak menunjukan masalah. Pemasukan dana kampanye berasal dari diri sendiri. Sedangkan pengeluaran terbesar diperuntukan untuk kunjungan ke dapil dan APK. Tidak adanya pencatatan sesuai realitas di lapangan menunjukan celah dalam regulasi pembiayaan tidak hanya dalam aspek transparansi, tetapi juga dalam aspek regulasi pemasukan dan pengeluaran serta ketersediaan dana publik. Penerapan kuota gender di Indonesia yang mendorong pencalonan kandidat perempuan dengan modalitas tinggi menunjukan bahwa perlu adanya tindakan afirmasi dalam pembiayaan politik. Hal ini dikarenakan penggunaan kuota gender tidak mendorong perubahan ketidaksetaraan gender dalam struktur sosial dan ekonomi. 

This study analyzes the political financing process of female candidates in the 2019 elections. This study uses qualitative research methods by collecting data through interviews and literature studies. This study uses the political financing framework of van Biezen, as the main theory, and is complemented by the concepts of gender-based political finance, personal votes, and patronage. High political finance in Indonesia is due to a change in the proportional electoral system from closed (New Order) to open (Reformasi) and loopholes in political financing rules. The high level of political funding causes many of the elected female candidates to come from political kinship. The findings of this study that the process of financing female candidates from the elite and incumbent did not show a problem. Income from campaign funds comes from oneself. While the largest expenditure is intended for visits to electoral districts and APKs. The absence of records according to field reality shows gaps in financing regulations not only in the aspect of transparency, but also in terms of regulation of revenue and expenditure as well as the availability of public funds. The implementation of a gender quota in Indonesia that encourages the nomination of women candidates with high modality shows that there is a need for affirmations of gender-based political financing. This is because the use of gender quotas does not encourage changes in gender inequality in social and economic structures."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahardhian Ray Nursangkamara
"Pemilihan umum atau pemilu di tahun 2019, khususnya pemilihan presiden oleh nomor urut 1 dan 2 merupakan pesta demokrasi untuk masyarakat Indonesia. Informasi seputar politik tentunya ramai di kehidupan nyata dan di ranah cyberspace. Perkembangan zaman yang maju mendukung segala penyebaran pesan kampanye politik melalui cyberspace dengan media sosial sebagai wadah berbagi informasi. Namun, pesan kampanye politik yang tersebar tidak sedikit mengandung suku, agama, ras (SARA) dan politik identitas yang tujuannya membuat konflik satu sama lain. Informasi seputar kampanye politik di ranah cyberspace yang memuat infromasi berita palsu atau hoaks. Fenomena ini kemudian, menghadirkan upaya-upaya literasi digital oleh lembaga Kepolisian RI dan Kominfo melalui cyberspace. Tulisan ini berfokus pada konten visual yang diunggah pada platform media sosial, situs resmi, dan situs berita oleh kedua instansi tersebut, sebagai upaya literasi digital. Kerangka pemikiran dan analisis pada tulisan ini dilandasi oleh tiga konsep yaitu post truth, pengendalian sosial di ranah cyberspace yang memuat legal measures, informal request, outsourcing, just-in-time blocking, patriotic hacking, targeted surveillance and social – malware attacks, dan kriminologi visual yang memuat visuality dan remaking. Hasilnya, pengendalian sosial di ruang siber pada masa pemilu 2019 oleh Kepolisian RI dan Kominfo dengan visualisasi konten yang diunggah, dapat membantu kedua instansi tersebut dalam memberikan literasi digital terkait konten hoaks ke masyarakat.

The general eletions in 2019, spesifically the presidential election number 1 and 2, is a democratic party for the people of Indonesia. Information about politics is certainly spread in real life and in the realm of cyberspace. The development of the modern era bolsters all the deployment of political campaign messages through cyberspace with social media as a platform for sharing information. Nevertheless, the political campaign messages that were spread contain a lot of ethnicity, religion, race (SARA) and identity politics with the aim of creating conflicts with each other. This phenomenon presents digital literacy efforts by the Indonesian Police and Ministry of Communication and Informatics institutions through cyberspace. This paper focuses on visual content uploaded on social media platforms, official websites and news sites by the two agencies, as a digital literacy effort. The framework and analysis are based on three concepts, namely post truth, social control in the realm of cyberspace which includes legal measures, informal requests, outsourcing, just-in-time blocking, patriotic hacking, targeted surveillance and social - malware attacks, and visual criminology that include visuality and remaking. As a result, social control in cyberspace during the election of 2019 by the Indonesian Police and Ministry of Communication and Informatics institutions with the visualization of uploaded content, it can help the two agencies in providing digital literacy related to hoax content to the society."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Habsari Yusma
"Pemilihan umum legislatif merupakan ajang lima tahun sekali yang menjadi hajat besar bagi rakyat Indonesia. Sebagai Daerah Tingkat II, kedudukan kabupaten/kota menjadi sangat penting karena kedudukannya dekat sekali dengan rakyat. Karena itu, pemilihan legislatif di tingkat kabupaten/kota tidak dapat diabaikan begitu saja. Salah satu yang menyelenggarakan pemilihan umum legislatif adalah Kabupaten Purworejo. Di Kabupaten Purworejo terdapat enam dapil, satu di antaranya adalah dapil 4. Penelitian berupaya menggambarkan faktor-faktor modal sosial apa saja yang menyebabkan kemenangan yang K.H. Akhmat Tawabi pada pemilihan umum anggota legislatif di Daerah Pemilihan 4 Kabupaten Purworejo. Dengan menggunakan metode kualitatif dan berdasarkan teori modal sosial, penelitian ini menunjukkan bahwa modal sosial merupakan faktor penting dalam kemenangan K.H. Akhmat Tawabi pada pemilihan umum legislatif di Dapil 4 Kabupaten Purworejo. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat tiga modal sosial yang dimiliki oleh K.H. Akhmat Tawabi. Pertama, modal sosial berkaitan dengan status sebagai kiai. Kedua, modal sosial berkaitan dengan pengalaman menjadi kepala desa selama dua periode. Ketiga, modal sosial berkaitan dengan jaringan PPP. Melalui jaringan-jaringan yang dimiliki, diikat oleh norma-norma yang berlaku di dalamnya, serta kepercayaan yang timbul akibat interaksi dan komunikasi dalam jangka waktu yang lama, ketiga fitur dalam modal sosial tersebut menghasilkan kerja sama antara K.H. Akhmat Tawabi dengan pendukung. Ketiga fitur tersebut, menggerakkan orang-orang yang berhubungan dengan K.H. Tawabi terkait status sebagai kiai, pengalaman menjadi kepala desa, serta status beliau sebagai kader PPP, memilih beliau dalam pemilihan umum legislatif tahun 2019. Ketiga modal sosial tersebut memiliki karateristik yang membedakan satu sama lain. Selain itu, ketiganya juga memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

The legislative general election is an event every five years which is a big event for the Indonesian people. As a Level II Region, the position of the regency/city is very important because it is very close to the people. Therefore, legislative elections at the district/city level cannot be ignored. The one that holds legislative general elections is Purworejo Regency. In Purworejo Regency, there are six electoral districts, one of which is electoral district 4. The research seeks to describe the factors of social capital that led to K.H. Akhmat Tawabi in the general election of legislative members in Electoral District 4, Purworejo Regency. Using qualitative methods and based on social capital theory, this study shows that social capital is an important factor in K.H. Akhmat Tawabi in the legislative general election in Electoral District 4, Purworejo Regency. Based on the research results that have been done, there are three social capitals owned by K.H. Akhmat Tawabi. First, social capital is related to the status of a kiai. Second, social capital is related to the experience of being a village head for two periods. Third, social capital is related to PPP networks. Through the networks they have, bound by the norms that apply in them, as well as the trust that arises as a result of long-term interaction and communication, the three features of social capital result in cooperation between K.H. Akhmat Tawabi with supporters. These three features, move people associated with K.H. Tawabi related to his status as a kiai, his experience as a village head, as well as his status as a PPP cadre, electing him in the 2019 legislative elections. The three social capitals have characteristics that differentiate one another. Apart from that, the three of them also have their own advantages and disadvantages."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Nurhalimah
"ABSTRAK
Tesis ini menganalisis hambatan calon presiden perseorangan di Indonesia. Alasan yang melatar belakangi ialah Mahkamah Konstitusi menolak judicial review terkait calon presiden perseorangan padahal sebelumnya mengabulkan judicial review calon kepala daerah perseorangan. Mahkamah Konstitusi menolak dengan pertimbangan kehendak awal (original intent), calon presiden perseorangan tidak dikehendaki oleh MPR. Dengan menggunakan pendekatan sejarah dan perbandingan hukum, telah berhasil ditemukan dua jenis hambatan, hambatan normatif dan hambatan empiris. Hambatan normatif calon presiden perseorangan (independen) ialah, original intent tidak menolak secara tegas calon perseorangan hanya diam tenggelam dengan isu lainnya. Sedangkan hambatan empiris, terdiri atas 3 bentuk: hambatan dukungan minimal, hambatan kampanye, dan hambatan pasca pemerintahan terbentuk. Hambatan yang paling dikhawatirkan dari keseluruhan ini ialah hambatan pasca pemerintahan terbentuk yang menciptakan divided government. Setelah melakukan perbandingan dengan 12 negara Amerika Latin, dapat disimpulkan hambatan divided government sebenarnya dapat dicegah dengan cara membangun koalisi kohesif.

ABSTRACT
This thesis analyses the barriers of independent presidential candidates in Indonesia. The reason behind this is that the Constitutional Court rejected judicial review related to independent presidential candidates even though previously it granted judicial review of independent candidates for regional heads. The Constitutional Court refused with consideration of the original intent, the independent presidential candidate was not wanted by the MPR. Using a historical and legal comparison approach, two types of obstacles; normative obstacles and empirical obstacles have been found. The normative obstacle of independent presidential candidates is that the original intent did not expressly reject independent candidates which it drowned out other issues. While empirical barriers consist of 3 forms: minimal support barriers, campaign barriers, and post-government barriers are formed. The most worrying obstacle of this whole is the post-government obstacle which creates divided government. After making comparisons with 12 Latin American countries, it can be concluded that the obstacles to divided government can actually be prevented by building a cohesive coalition.
"
2019
T52668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2019
324.6 EVA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Tiara Maretha
"Tesis ini membahas kontruksi identitas aktor politik melalui iklan kampanye politik dalam kontestasi pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tahun 2019. Objek penelitian adalah video iklan kampanye politik pasangan calon 01, Joko Widodo dan Maruf Amin yang diunggah oleh akun kanal Youtube Komisi Pemilihan Umum (KPU). Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan multimodalitas buah pemikiran Kress dan van Leuween (2001) sebagai teknik analisis. Hasil penelitian menunjukan bahwa Joko Widodo selaku kandidat Presiden di Pilpres 2019 menampilkan identitas keagamaan dan sosial yang kuat pada video iklan kampanye politiknya. Selain itu iklan kampanye politik berkontribusi pada upaya aktor politik mempersuasi khalayak menggunakan emotional appeal daripada rational appeal.

This thesis discusses the construction of political actors identity through political campaign advertisements in the 2019 presidential and vice presidential election of Republic of Indonesia . This research analyzing the political campaign video for candidate 01, Joko Widodo and Maruf Amin, uploaded by General Election Commission (KPU) Youtube channel. It is a qualitative study using multimodality by Kress and van Leuween (2001) as a tool analysist. The results of research shows that Joko Widodo in his political campaign advertisements expresses the moral-ethic identity including his beliefs as well as social-self identity. Besides, the identity of political actor also contributes more to public persuasion using the emotional appeal rather than rational appeal.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T55320
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nissi Safira Verisa Djojomardhono
"Selebritisasi politik merupakan fenomena di mana selebriti yang dengan modalitasnya bermetamorfosis menjadi politisi. Hal itu terwujud dalam rekrutmen dan pencalonan selebriti oleh partai politik untuk menduduki jabatan politik, baik di eksekutif maupun legislatif, dalam sebuah pemilu. Rekrutmen dan pencalonan selebriti oleh partai politik yang berkaitan dengan figuritas atau popularitas selebriti, dinilai sebagai bentuk pragmatisme partai dalam rekrutmen politik. Penelitian ini menjelaskan faktor-faktor yang memicu munculnya pragmatisme Partai Amanat Nasional (PAN) dalam melakukan rekrutmen calon anggota legislatif terhadap selebriti pada pemilu-pemilu era reformasi (2004 – 2019). Teori rekrutmen oleh Pippa Norris menyatakan bahwa sistem politik, yaitu peraturan/hukum dan sistem pemilu, memengaruhi proses rekrutmen legislatif. Penelitian ini menemukan bahwa pragmatisme PAN dalam melakukan rekrutmen terhadap selebriti didorong oleh celah peraturan hukum, dan konsekuensi penerapan sistem pemilu proporsional terbuka sejak Pemilu 2009. Selain itu, penulis juga menemukan pergantian kepemimpinan di tubuh PAN memengaruhi strategi rekrutmen selebriti sebagai calon anggota legislatif, yang berdampak pada pergeseran citra PAN dari partai agamis menjadi partai ―selebriti‖.

Celebritization is a phenomenon in which celebrities with their capital metamorphose into politicians. This phenomenon is manifested in the nomination of celebrities who are recruited by political parties in elections to hold political positions, wheter it's executive or legislative. The nomination of celebrities by political parties in the election is related to the celebrity's figure or popularity which is considered as a form of pragmatism shown by the party in conducting political recruitment. This research attempts to explain the factors that trigger the emergence of political party pragmatism in the recruitment of celebrities in legislative level in Partai Amanat Nasional (PAN) in the nomination of celebrities in the elections in reform era (2004-2019). Theory of recruitment by Pippa Norris states that political system, which is the rule of law and the electoral system, affects the process of legislative recruitment. This study concludes that the pragmatism that emerged in PAN in their legislative recruitment towards celebrities is driven by laws and the consequences of the open-list proportional systems since 2009 election. Writer also found that the influence of leadership change in PAN has an impact on shifting the image of PAN from a religious party into a ―celebrity‖ party."
Depok: 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raka Alif Ghiffar
"Pada pemilihan umum India tahun 2019, untuk pertama kalinya partai Bharatiya Janata Party (BJP) mampu meningkatkan perolehan kursi dan suaranya secara signifikan di Telangana. Padahal Telangana merupakan salah satu negara bagian yang dalam sejarahnya sangat sulit ditaklukkan oleh BJP. Melalui pendekatan kualitatif, penelitian ini membahas mengenai strategi yang digunakan oleh BJP pada pemilu tahun 2019 di negara bagian Telangana dengan menggunakan model pemasaran politik yang dikemukakan oleh Cwalina, Falkowski, dan Newman. Melalui dua elemen kunci dari model tersebut, yaitu pengembangan dan penyebaran pesan kampanye penelitian ini menjelaskan bagaimana strategi yang dilakukan oleh BJP memiliki pengaruh penting pada peningkatan perolehan suaranya di Telangana. Penelitian ini berkesimpulan bahwa dalam kampanye pemilu 2019, BJP menetapkan segmen pemilih Hindu sebagai target segmen yang akan diprioritaskannya di Telangana. BJP kemudian merancang pesan kampanye dengan mengangkat isu tentang ancaman yang dihadapi umat Hindu dan menggambarkan bahwa BJP adalah satu-satunya partai yang dapat mengamankan kepentingan umat Hindu. Pesan kampanye tersebut lalu disebarkan melalui dua cara, yakni secara langsung melalui kampanye tatap muka dan termediasi melalui media sosial. Strategi ini pada akhirnya membuat BJP berhasil mengkonsolidasikan suara pemilih Hindu dan meningkatkan perolehan suaranya di Telangana.

In the 2019 Indian general election, for the first time the Bharatiya Janata Party (BJP) was able to significantly increase its seat and vote share in Telangana. Even though Telangana is one of the states which in its history has been very difficult to conquer by the BJP. Through a qualitative approach, this study discusses the strategy used by the BJP in the 2019 elections in the state of Telangana using the political marketing model put forward by Cwalina, Falkowski, and Newman. Through the two key elements of the model, namely the development and dissemination of campaign messages, this research explains how the strategy undertaken by the BJP has an important influence on increasing vote share in Telangana. This research concludes that in the 2019 election campaign, the BJP determined the Hindu voter segment as the target segment to prioritize in Telangana. The BJP then drafted a campaign message by raising the issue of the threats faced by Hindus and portraying that the BJP is the only party that can secure the interests of Hindus. The campaign message is then disseminated in two ways, namely directly through face-to-face campaigns and mediated through social media. This strategy ultimately allowed the BJP to consolidate the votes of Hindu voters and increase their vote share in Telangana."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Izzati
"Partai Gerindra merupakan bagian dari 18 partai politik baru yang ikut pemilu 2009, dan mengusung figur kontroversial Prabowo Subianto sebagai capresnya. Kondisi tersebut menempatkan Partai Gerindra pada posisi ke tiga sebagai partai besar di Indonesia. Hal ini menjadi sebuah fenomena bahwa kekuatan partai baru dengan mengusung tokoh yang kontroversial namun partai tersebut bisa tetap yakin dan konsisten membawa partai Gerindra melangkah sebagai partai terdepan dengan menggalang massa yang setiap tahunnya terus bertambah. Kekalahan partai Gerindra dalam mengusung nama calon presiden Prabowo menjadi cambuk yang besar bagi massa pendukung Prabowo Subianto karena gagal membawa kemenangan. Hal ini membutuhkan evaluasi dari berbagai elemen dalam tubuh partai untuk kedepannya Partai Gerindra mampu membawa nama Prabowo Subianto sebagai pemimpin bangsa Indonesia.
Dalam Tesis ini penulis merumuskan masalah sebagai acuan penulis, adapun rumusan masalahnya adalah strategi apa yang dilakukan Partai Gerindra dalam membangun politik pencitraan Partai Gerindra melalui sosok Prabowo Subianto pada pilpres 2014. Perumusan masalah itu dijabarkan dengan menggunakan metode penelitian.
Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah menggunakan jenis penelitiaan kualitatif. Penelitian kualitatif ini menggunakan teknik wawancara individu intensif (mendalam). Wawancara mendalam didasarkan pada sebuah panduan wawancara, pertanyaan-pertanyaan terbuka, dan penyelidikan informal untuk memfasilitasi diskusi tentang isu-isu dengan cara yang setengah terstruktur atau tidak terstruktur. Pertanyaan terbuka digunakan untuk memungkinkan terwawancara berbicara panjang lebar mengenai sesuatu topik. Selain data dari wawancara mendalam, penelian ini menggunakan data-data dari buku beserta artikel yang berhubungan dengan AD/ART partai Gerindra, catatan pemerintah, media massa, internet, dan sumber lain yang relevan dengan penelitian
Pada saat musim kampanye politik 2014 Partai Gerindra berperan dalam melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto. Langkah politik pencitraan yang dilakukan Partai Gerindra terhadap Prabowo diantaranya adalah Partai Gerindra melakukan kampanye politik yang cukup intens di berbagai media publik, baik internal maupun lokal. Kemudian Gerindra konsisten menarik perhatian anak muda untuk ikut terjun ke politik dengan tujuan untuk menjadi bangsa yang kuat dan bisaberdiri dibawah kaki sendiri. Dengan membuat sistem pengkaderisasi yang belum dimiliki partai lainnya membuat partai gerindra mencetak anak-anak muda yang berkualitas untuk membangun negara. Selain menggunakan jasa media, Partai Gerindra juga melakukan komunikasi politik secara dialogis keberbagai segmentasi masyarakat misalnya kaum buruh, mahasiswa, petani, nelayan dan guru. Langkah-langkah strategi politik pencitraan tersebut menghasilkan tanggapan yang beragam. Sebagian tetap menilai Prabowo dengan citra kontroversialnya dan sebagian besar.

Gerindra is part of 18 new political parties that is running in the election of 2009, and carries a controversial figure Prabowo as president candidat. The conditions put Gerindra in the third position as a major party in Indonesia. This is a phenomenon that the strength of a new party by bringing a controversial figure, but the party can remain confident and consistently bring Gerindra party stepped down as the party leading up to raise mass each year continues to grow. Gerindra party's defeat in nominating presidential candidates Prabowo a whip which was great for the supporters of Prabowo for failing to bring victory. This requires an evaluation of the various elements within the party for the future Gerindra capable of carrying the name Prabowo as leader of the nation of Indonesia.
In this thesis, the formulation of the problem is what kind of strategy, that Gerindra party do in build imegary political of Gerindra party through the figure Prabowo of the election in 2014. Formulation of the problem was described by using research methods.
The method that used in this thesis is using the qualitative research. This qualitative study is using the technique of intensive individual interviews (in-depth). In-depth interviews based on an interview guide, open-ended questions, and informal investigations to facilitate the discussion of issues in a way that half-structured or unstructured. Open-ended questions are used to allow the interviewees to speak at length on a topic. In addition to the data from in-depth interviews, this study presented by using data from the book as well as articles related to AD / ART Gerindra party, government records, mass media, internet, and other sources that are relevant to the research.
By the time of the political campaign season in 2014 Gerindra political role in doing imaging Prabowo. Political steps undertaken imaging Gerindra against Prabowo include Gerindra do fairly intense political campaign in various public media, both internally and locally. However, Gerindra as consistenly may to attract young people follow in politic with purpose to become strong nation. By creating a group system which is there is no other party using this system, it makes Gerindra party create young people that has quality to build the country and Gerindra Party do some politic communication dialogical to various society, for example the workers, students, farmers, fishermen and teachers. There are a lot of argument about this strategy, most of them still have opinion about the controversial imager of Prabowo.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saad, Muhammad
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang orientasi politik pemilih di daerah pedesaan dan faktor social ekonomi yang mempengaruhi.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Pemilihan daerah penelitian dilakukan secara purposif. Daerah yang dipilih adalah kelurahan Labuang, Lalampanua dan Mosso, berada di Wilayah Pembangunan Bagian mandar Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan.
Jumlah sampel yang diambil sebanyak 144 pemilih. Sampel dipi1ih berdasarkan pada metode stratified random sampling dan systematic random sampling.
Data primer diperoleh dengan mengadakan wawancara langsung kepada pemilih dengan menggunaKan daftar pertanyaan. Dari hasil wawancara ini kemudian disederhanakan dalam bentuk tabulasi yang selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif digunakan untuk mengidentifikasi bagaimana tingkat orientasi politik pemilih terhadap obyek-obyek pemilu. Analisis secara kuantitatif dengan uji statistik Chi Square dan Coefficient of Contingency digunakan untuk menguji faktor sosial ekonomi pemilih yang diduga berpengaruh dan seberapa jauh berpengaruh terhadap arientasi politik pemilih. Dan untuk mengetahui hipotesis (Ho) ditarima atau ditolak digunakan koreksi pembanding x2 tabel degree of freedom = 2 pada taraf signifikansi 0, 05.
Hasil penelitian terhadap orientasi politik pemilih menunjukkan bahwa orientasi politik pemilih bervariasi pada tingkat kriteria " rendah" , "sedang" dan "tinggi".
Hasil penelitian terhadap faktor sosial ekonomi pemilih menunjukkan bahwa di antara 5 variabel yang diteliti dengan uji statistik Chi Square, variabel jenis kelamin, umur dan penghasilan tidak berpengaruh (non significant) terhadap orientasi politik pemilih, sementara variabel pendidikan dan pekerjaan berpengaruh (significant) terhadap orientasi politik pemilih. Namun, berdasarkan uji statistik Coefficient of Contingency terhadap variabel pendidikan dan pekerjaan menunjukkan nilai yang kecil, yang berarti kurang berpengaruh terhadap orientasi politik pemilih. Dengan demikian, secara keseluruhan variabel sosial, ekonomi yang diteliti tidak menunjukan hubungan yang berarti terhadap orieritasi politik pemilih.
"
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>