Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152626 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zulfa Huria Triafani
"Tingkat pendidikan yang lebih tinggi pada seorang pria umumnya dikaitkan dengan peningkatan untuk melakukan perilaku seks dengan imbalan. Perilaku seks dengan imbalan merupakan perilaku seseorang dalam melakukan layanan seksual dengan cara memberi uang atau barang. Perilaku seks dengan imbalan dikategorikan sebagai perilaku seksual yang berisiko tinggi untuk tertular HIV. Pada tahun 2017, kelompok berisiko pada pria penjaja seks merupakan kelompok yang tertinggi diantara populasi kunci lainnya, yaitu (9,36%). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan dan faktor lainnya yang bisa berpengaruh terhadap perilaku seks dengan imbalan pada pria kawin di Indonesia tahun 2017. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017. Analisis yang digunakan adalah regresi logistik yang dilakukan pada 10.009 responden berusia 15-54 tahun yang menjawab pertanyaan pada bagian kuesioner pria kawin. Hasil analisis multivariabel didapatkan bahwa terdapat asosiasi antara tingkat pendidikan dengan perilaku seks dengan imbalan, dimana responden yang memiliki tingkat pendidikan tidak tamat sekolah menengah memiliki odds 1,3 kali lebih besar untuk melakukan seks imbalan dibandingkan dengan responden yang memiliki pendidikan tamat sekolah menengah atau perguruan tinggi, sedangkan setelah di kontrol dengan variabel confounder perbandingan odds nya tidak terlalu jauh berbeda yaitu menjadi odds 1,33. Oleh karena itu, program pencegahan pada perilaku berisiko tinggi perlu terus ditingkatkan terutama bagi kelompok pria yang melakukan seks dengan imbalan untuk mencegah penularan virus HIV dan IMS.

A higher level of education in a men is generally associated with an increase in transactional sex. Transactional sex is a person's behavior in conducting sexual services by giving money or goods. Transactional sex is categorized as high-risk sexual behavior for contracting HIV. In 2017, the risk groups among sex workers were the highest among the other key populations (9.36%). The purpose of this study was to determine the effect of education level and other factors that could influence sexual behavior in return for married men in Indonesia in 2017. This study uses secondary data from the Indonesian Health Demographic Survey (IDHS) in 2017. The analysis used is regression logistics carried out on 10.009 respondents aged 15-54 who answered questions in the questionnaire for married men. The results of multivariable analysis found that there is an association between the level of education with transactional sex, where respondents who have an education level not graduated from high school have 1.3 times greater odds of engaging in transactional sex compared to respondents who have completed high school or college education , whereas after being controlled with a confounder variable the odds ratio is not too far which is 1.33. Therefore, prevention programs on high-risk behaviors need to be continuously improved for groups of men who have sex in return to prevent transmission of the HIV and STI viruses."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titis Risti Yulianti
"Penggunaan kontrasepsi modern pria jauh lebih rendah dibandingkan wanita di Indonesia dan terdapat perbedaan cukup jauh jika dibandingkan dengan beberapa negara di Asia, karena penggunaan kontrasepsi modern pria tahun 2002-2012 di Indonesia selalu rendah (kurang dari 5%) akibat kurangnya pengetahuan KB dan adanya persepsi KB negatif pada pria. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pengetahuan dan persepsi KB terhadap penggunaan kontrasepsi modern pria di Indonesia tahun 2017. Metode penelitian ini menggunakan desain potong lintang secara sekunder berdasarkan dataset SDKI 2017 mengenai pria kawin, serta subjek penelitian ini adalah pria kawin 15-54 tahun pada data SDKI 2017 di Indonesia. Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan antara pengetahuan dan persepsi KB terhadap penggunaan kontrasepsi modern pria di Indonesia. Kesimpulan penelitian ini adalah pria kawin yang menggunakan kontrasepsi modern (kondom dan vasektomi) adalah pria kawin yang memiliki pengetahuan KB baik dan persepsi KB positif yang ditemukan pada pria yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, tinggal di perkotaan, dan sudah tidak ingin memiliki anak lagi. Penelitian ini merekomendasikan adanya program KB khusus pria yang berbasis keadilan gender dengan mengutamakan pemberian substansi pengetahuan dan persepsi KB yang khusus.

The use of men's modern contraception is much lower than among women in Indonesia and there are quite large differences when compared to several countries in Asia because the use of men's modern contraception from 2002-2012 in Indonesia was always low due to a lack of knowledge and perception about Family Planning. This study aimed to determine the role of knowledge and perceptions of family planning for use of men's modern contraception in Indonesia. This research method used a cross-sectional design on a secondary basis based on the 2017 IDHS. The result of this study is that there is a relationship between knowledge and perception of family planning in the use of men's modern contraception after being controlled by education level, area of residence, and fertility preferences. This study concludes that married men who use modern contraception (condoms and vasectomy) are those who have good knowledge and positive perceptions about family planning, which are found in married men who have a high level of education, live in urban areas, and do not want to have children anymore. This study recommends a special male family planning program based on gender justice by prioritizing special substances regarding family planning knowledge and perceptions."
Depok: fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Fransiska Elisabeth Tey Eda
"ABSTRAK
Latar Belakang. Hubungan seks pasca persalinan juga dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi dan budaya setempat. Hal ini juga dipengaruhi oleh pendidikan dan wilayah. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan dan wilayah terhadap periode kembali berhubungan seks pasca persalinan menurut regional di Indonesia tahun 2012. Metodologi. Analisis stratifikasi dengan data sekunder dari SDKI tahun 2012. Hasil analisis ditemukan adanya pengaruh pendidikan dan wilayah terhadap periode kembali berhubungan seks pasca persalinan di Sumatera, Kalimantan, Maluku dan Papua. Hasil. Ada variasi pengaruh pendidikan dan wilayah. Pada Sumatera dan Kalimantan, untuk pendidikan lebih rendah dari SMA dan di kota 1,3 kali lebih cepat kembali berhubungan seks dibandingkan yang di desa. Di Maluku, untuk pendidikan lebih tinggi dari SMA dan di desa 1,2 kali lebih cepat kembali berhubungan seks dibandingkan pendidikan lebih rendah dari SMA. Di Papua, untuk pendidikan lebih rendah dari SMA dan di kota, 3,1 kali lebih cepat kembali berhubungan seks dibandingkan yang di desa. Pendidikan lebih tinggi dari SMA dan di kota, 2,2 kali lebih cepat kembali berhubungan seks dibandingkan yang di desa. Pada yang tinggal di desa dan pendidikan lebih tinggi dari SMA, 1,5 kali lebih cepat kembali berhubungan seks dibandingkan pendidikan lebih rendah dari SMA. Simpulan. Ditemukan adanya variasi pengaruh pendidikan dan wilayah terhadap periode kembali berhubungan seks pasca persalinan di Sumatera, Kalimantan, Maluku dan Papua. Papua merupakan regional yang lebih lambat untuk kembali berhubungan seks pasca persalinan.

ABSTRACT
Introduction. Sex resumption after childbirth was influenced by social, economic and culture factors, where the women live. It was influenced by education and residence. Objective. The study aims on explore the effects of woman’s education and residence on sex resumption after childbirth by region in Indonesia 2012 Method. Stratified analysis with secondary data of the Indonesia Demographic Health Survey (IDHS) 2012. The results shows the effects of woman’s education and residence on sex resumption after childbirth in Sumatera, Kalimantan, Maluku and Papua. Results. There are variation in the effects of education and residence. In Sumatera and Kalimantan, effect of higher education in urban area is 1.3 times faster on sex resumption than rural area. In Maluku, effect of living in rural area for higher education is 1.2 times faster on sex resumption than lower education. In Papua, effect of lower education in urban area is 3.1 times faster on sex resumption than rural area. The effect of higher education in urban area is 2.2 times faster on sex resumption than rural area. The effect of living in rural area for higher education is 1.5 times faster on sex resumption than lower education. Conclusion. There are variation in the effects of education and residence on sex resumption after childbirth in Sumatera, Kalimantan, Maluku dan Papua. Papua have the long abstinence after childbirth than other regions."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T41872
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Arianty
"

Angka kematian neonatal di Indonesia masih tergolong tinggi (15 per 1.000 kelahiran hidup), jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang wanita (paritas) juga juga masih tinggi, total fertility rate 2,4 per wanita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh paritas terhadap kematian neonatal di Indonesia. Menggunakan data SDKI 2017 dengan disain cross-sectional mencakup 14,827 kelahiran hidup dalam kurun waktu 2012-2017.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa setelah dikontrol oleh variable usia ibu saat melahirkan, bahwa semakin besar paritas akan meningkatkan risiko kematian neonatal. Paritas ke-3 berisiko 1,12 kali lebih tinggi mengalami kematian neonatal dibandingkan paritas 2 (ORadj=1,12;95%CI: 0,55-2,28). Begitu pula dengan paritas 4+, berisiko 1,82 kali lebih tinggi mengalami kematian neonatal dibandingkan paritas 2 (ORadj =1,12;95%CI: 0,86-3,86). Paritas 1 memiliki risiko 36% lebih rendah mengalami kematian neonatal, dibanding dengan paritas 2. Disarankan perlunya peningkatan program keluarga berencana untuk menurunkan paritas agar terhindar dari risiko kematian neonatal.

The neonatal mortality rate in Indonesia is still relatively high (15 per 1,000 live births), the number of children born to a woman (parity) is also still high, the total fertility rate is 2.4 per woman. This study aims to determine the effect of parity on neonatal deaths in Indonesia. Using the 2017 IDHS data with a cross-sectional design includes 14,827 live births in the 2012-2017 period. Data were analyzed using logistic regressions method.
The results showed that after being controlled by the variable age of the mother during childbirth, that greater parity would increase the risk of neonatal death. The third parity had a risk of 1.12 times higher neonatal death than parity 2 (ORadj = 1.12; 95% CI: 0.55-2.28). Likewise with parity fourth and more, the risk of 1.82 times higher neonatal death than parity 2 (ORadj = 1.12; 95% CI: 0.86-3.86). First parity has a 36% lower risk of neonatal death, compared with parity 2 (ORadj = 0.64; 95% CI: 0.31-1.34).. It is recommended that an increase in family planning programs be needed to reduce parity to avoid the risk of neonatal death.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Handayani
"Transmisi seksual adalah faktor utama pertumbuhan epidemi HIV/AIDS di dunia. Kasus HIV/AIDS paling banyak adalah pada pria dan kelompok umur 20-39 tahun. Upaya untuk menekan pertumbuhan epidemi tercepat adalah menurunkan insiden HIV dengan mengubah perilaku berisiko menjadi aman dan mengurangi stigma/diskriminasi terhadap ODHA. Penelitian terdahulu menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan HIV/AIDS dengan sikap dan perilaku berisiko HIV. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh tingkat pengetahuan HIV/AIDS terhadap sikap positif dan perilaku aman HIV/AIDS. Desain studi cross-sectional menggunakan data SDKI 2012. Hasil penelitian menunjukkan pria kawin dan pria belum kawin dengan tingkat pengetahuan tinggi berpeluang lebih besar untuk memiliki sikap positif dan perilaku aman HIV/AIDS dibanding pria dengan tingkat pengetahuan rendah.

The major factor of HIV spreading is sexual transmission. Most cases happened on men and people in 20-39 years old range. One of HIV-growth suppressing effort is to reduce HIV incidence. It can be done by switching the risk behaviour into safe behaviour and decreasing the stigma towards PLWHA. The earlier studies showed that there are association between knowledge of HIV/AIDS attitudes and risk behavior related to HIV/AIDS. The objective of study is to investigate the effects of HIV/AIDS knowledge toward attitudes and HIV/AIDS risk behavior on men. This cross-sectional study using DHS Indonesian Year 2012 and inform us that either married men and unmarriedmen who have highly knowledge have more chance to gain possitive attitude and HIV/AIDS safe behavior rather than low HIV/AIDS knowledge men.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55330
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihanisa Dera Permadwika
"Program Keluarga Berencana (KB) berkaitan dengan penggunaan kontrasepsi baik untuk wanita/pria menikah. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), KB untuk menunda atau mencegah terjadinya kehamilan dibagi menjadi KB modern & KB tradisional. Salah satu yang menyebabkan masyarakat belum memutuskan ber-KB adalah beban finansial untuk menerima layanan kesehatan. Studi ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara kepemilikan JKN dengan keputusan & metode ber-KB pada wanita & pria menikah di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi asosiasi positif antara kepemilikan JKN dengan keputusan ber-KB wanita & pria menikah. Namun, asosiasi negatif terjadi pada metode ber-KB dengan kepemilikan JKN pada pria menikah.

The Family Planning (KB) program related with the use of contraception for both married women & men. Based on the Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS), KB method to delay/prevent pregnancy is divided into modern KB & traditional KB. One of the reasons why people have not decided on family planning is the financial burden of receiving health services. This study aims to discuss the relationship between JKN ownership and family planning decisions & methods among married women and men in Indonesia. The results of this study indicate that there is a positive association between JKN ownership and the decision to marry women and men for KB. However, a negative association occurs between family planning methods and JKN ownership among married men."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Rafi Kurniawan
"Keinginan menambah jumlah anak sangat bergantung pada persepsi anak. Salah satu penghambat pria dan wanita menikah belum menginginkan menambah jumlah anak adalah karena anak dianggap sebagai biaya sehingga mereka perlu mengalokasikan biaya untuk anak. Selain itu, keinginan menambah jumlah anak juga dipengaruhi oleh faktor- faktor sosial, ekonomi, dan demografi. Salah satu faktor yang dinilai mempengaruhi keinginan menambah jumlah anak pada pria dan wanita menikah adalah kepemilikan rumah. Studi ini bertujuan untuk menganalisis status kepemilikan rumah dengan keinginan menambah jumlah anak pada pria dan wanita menikah di Indonesia berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara kepemilikan rumah dengan keinginan menambah jumlah anak baik pada pria dan wanita menikah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa biaya kepemilikan rumah yang tinggi di Indonesia membuat pria dan wanita menikah mengalokasikan biaya untuk memiliki rumah sehingga cenderung untuk tidak menginginkan menambah jumlah anak kembali.

The desire to have more children is highly dependent on the perception of children. One of the reasons why married men and women do not want to have more children is because children are perceived as a cost, so they need to allocate money for children. In addition, the desire to have more children is also influenced by social, economic and demographic factors. One of the factors considered to influence the desire to have more children among married men and women is home ownership. This study aims to analyse home ownership status and the desire to have more children among married men and women in Indonesia based on data from the 2017 Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS). The results of this study show that there is a negative relationship between home ownership and the desire to have more children among both married men and women. This study concludes that the high cost of home ownership in Indonesia makes married men and women allocate the cost of owning a house so that they tend not to want to have more children."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Safitri Hanifa
"Tidak mendapatkan imunisasi dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terkena penyakit, terutama penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Sekitar 19,4 juta bayi di dunia masih tidak mendapatkan imunisasi dasar dan 60% diantaranya tinggal di Angola, Brazil, Kongo, Ethiopia, India, Nigeria, Pakistan, Filifina, Vietnam, dan Indonesia. Salah satu faktor yang dapat memengaruhi status imunisasi dasar adalah pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara pendidikan ibu dengan status imunisasi dasar lengkap pada bayi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data SDKI 2017 dengan rancangan studi potong lintang. Sampel penelitian yaitu anak usia 12-23 bulan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi berjumlah 3386. Data dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat. Persentase bayi yang memiliki status imunisasi dasar lengkap sebesar 60,5% dan 39,5% lainnya tidak lengkap. Sebagian besar ibu berpendidikan menengah (56,7%). Terdapat hubungan signifikan antara pendidikan ibu dengan status imunisasi dasar lengkap. Terdapat interaksi antara pendidikan ibu dengan urutan kelahiran anak dan jumlah anggota keluarga dalam hubungannya dengan status imunisasi dasar.

Not getting immunized can increase a person’s risk of getting diseases, especially diseases that can be prevented by immunization. About 19.4 million babies in the world still do not get basic immunization and 60% of them live in Angola, Brazil, Congo, Ethiopia, India, Nigeria, Pakistan, Philippines, Vietnam, and Indonesia. One of the factors that can affect basic immunization status is education. This study aims to determine the relationship between mother’s education and the completeness status of basic immunizations in infants in Indonesia. This study used the 2017 IDHS data with a cross-sectional study design. The sample of the study were 3386 children aged 12-23 months who met the inclusion and exclusion criteria. The data were analyzed using univariate, bivariate, and multivariate analyzes. Percentage of children aged 12-23 months who had complete basic immunization status was 60.5% and 39.5% were incomplete. Most of the mothers have secondary education (56.7%). There is a significant relationship between mother’s education and status of basic immunizations. There is an interaction between maternal education and child birth order and the number of family members in relation to basic immunization status."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Turnip, Monika Sani
"Angka kematian bayi akibat makrosomia meningkat 0,1% menurut Data Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2017. Sementara itu, komplikasi persalinan ibu meningkat dari 35% pada tahun 2012 menjadi 41% pada tahun 2017. Dengan menggunakan data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, penelitian ini menyelidiki hubungan antara pemeriksaan kehamilan (antenatal care) dan variabel kejadian makrosomia dengan faktor pembaur (confounding) yakni Umur Ibu, Pekerjaan Ibu, Lokasi Tempat Tinggal Ibu, Tingkat Pendidikan Ibu, Status Sosial Ekonomi, Tempat Pemeriksaan saat kehamilan, dan Tenaga Pemeriksaan Kehamilan. Penelitian ini memakai metode penelitian kuantitatif observasional analitik melalui teknik cross-sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel independen memiliki korelasi yang signifikan dengan variabel dependen, yaitu kualitas pemeriksaan kehamilan dengan standar 10T yang dilakukan pada pasien ibu hamil dengan faktor konfounding-nya status pekerjaan ibu, daerah tempat tinggal ibu, dan tempat pemeriksaan kehamilan serta variabel interaksi antara daerah tempat tinggal dengan kuantitas ANC. Hasil analisis menunjukkan ibu yang tidak mendapatkan kualitas pemeriksaan kehamilan yang sesuai standar berisiko 1,304 (95% CI 1,096-1,551) kali memiliki bayi makrosomia dibandingkan dengan ibu yang mendapatkan kualitas pemeriksaan kehamilan yang sesuai standar. Pada faktor konfounding yang paling berisiko pada kejadian makrosomia adalah daerah tempat tinggal dengan POR=1,692 (95% CI 1,358- 2,109) artinya ibu yang tinggal di desa berisiko 1,692 kali memiliki bayi makrosomia dibandingkan ibu tinggal di kota.

The infant mortality rate due to macrosomia increased by 0.1% according to the 2017 Indonesian Demographic Health Survey Data. Meanwhile, maternal birth complications increased from 35% in 2012 to 41% in 2017. Using data from the Indonesian Demographic and Health Survey, this research investigate the relationship between antenatal care and macrosomia incidence variables with confounding factors, namely maternal age, maternal occupation, maternal residence location, maternal education level, socio-economic status, examination location during pregnancy, and prenatal examination personnel. This research uses quantitative observational analytical research methods using cross-sectional techniques. The results of the study show that the independent variable has a significant correlation with the dependent variable, namely the quality of pregnancy examinations with the 10T standard carried out on pregnant women with the confounding factors being the mother's employment status, the area where the mother lives, and the place of pregnancy examination as well as the interaction variable between regions. residence with ANC quantity. The results of the analysis show that mothers who do not receive quality pregnancy checks that meet standards have a 1.304 (95% CI 1.096-1.551) risk of having macrosomia babies compared to mothers who get quality pregnancy checks that meet standards. The confounding factor that is most at risk for the incidence of macrosomia is the area of residence with POR=1.692 (95% CI 1.358-2.109) meaning that mothers who live in villages are 1.692 times more likely to have macrosomia babies than mothers who live in cities."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Yulianti
"

Berdasarkan hasil laporan SDKI, angka unmet need KB di Indonesia pada tahun 2012 berada pada angka 11,4% menjadi 10,6% di tahun 2017. Berdasarkan SDKI 2017, angka unmet need Jawa Barat adalah 11% dan angka unmet need KB Sulawesi Selatan berada angka 14.4%. Tingginya angka unmet need menimbulkan berbagai macam permasalahan diantaranya adalah kehamilan yang tidak diinginkan sehingga menimbulkan aborsi yang tidak aman dan berkontribusi pada tingginya angka kematian ibu dan bayi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui determinan kejadian unmet need KB pada wanita kawin di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional dengan sampel wanita usia 15-49 tahun berstatus kawin/tinggal bersama pasangan. Penelitian ini meggunakan uji chi-square dan regresi logistik untuk menggambarkan kekuatan hubungan antar variabel. Hasil penelitian ini yaitu angka unmet need KB Jawa Barat adalah 10.3% dan angka unmet need KB Sulawesi Selatan adalah 14%. Hasil analisis multivariabel menunjukkan variabel yang memiliki odds ratio terbesar untuk unmet need KB di kedua provinsi adalah dukungan pasangan [AOR=5]. Wanita yang tidak mendapat persetujuan dari pasangan untuk menggunakan kontrasepsi memiliki kemungkinan lima kali lebih tinggi untuk mengalami unmet need KB. Keluarga sebagai unit terkecil masyarakat harus diprioritaskan lewat pendekatan pasangan/ peran pria dalam program KB.


Based on the Indonesian Demographic and Health Survey, the percentage of unmet need for family planning in Indonesia namely at 11.4% in 2012 to 10.6% in 2017. Meanwhile, based on IDHS 2017, the unmet need for West Java is 11% and the unmet need for family planning in South Sulawesi is 14.4%. The high rate of unmet need raises various kinds of problems including unwanted pregnancies, causing unsafe abortions and contributing to high maternal and infant mortality rates. This research was conducted with the aim of knowing the determinants of the incidence of unmet need for family planning among married women in West Java and South Sulawesi. The study design that is used in this study is cross-sectional with a sample of women aged 15-49 years who were currently married/living with a partner. This study uses the chi-square test and logistic regression to describe the strength of the relationship between variables. The results of this study are the unmet need for family planning in West Java is 10.3% and the unmet need for family planning in South Sulawesi is 14%. The results of the multivariable analysis showed that the variable that had the greatest odds ratio for unmet family planning needs in the two provinces was spousal support [AOR=5]. Women who do not receive consent from their partners to use contraception are five times more likely to experience unmet need for family planning. The family as the smallest unit of society must be prioritized through the male partner/role approach in family planning programs.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>