Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177710 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ashila Putri Disamantiaji
"Latar Belakang: Hilangnya mikroorganisme komensal yang menjadi building block dari maturasi sistem imun dapat menyebabkan ketidakseimbangan sitokin proinflamasi dan antiinflamasi. Disregulasi dari sistem imun memiliki implikasi pada predisposisi penyakit. Tujuan: Mengetahui hubungan antara status permukiman sebagai proksi dari pajanan mikroorganisme dengan keseimbangan sitokin proinflamasi dan antiinflamasi. Metode: Penelitian dengan desain studi potong lintang analitik ini menggunakan data sekunder dari disertasi berjudul “Regulasi Respons Imun Subyek di Permukiman Kumuh: Studi Imunitas Seluler pada Kultur Sel Darah yang Distimulasi Malaria, Vaksin BCG, dan LDL” di mana sampel kelompok kumuh diambil dari masyarakat yang bermukim di sekitar TPST Bantar Gebang (n=10), sedangkan sampel kelompok nonkumuh diambil dari mahasiswa Universitas YARSI (n=8). Pada penelitian tersebut sampel darah kelompok kumuh dan nonkumuh dikultur dengan metode PBMC dan distimulasi dengan LPS. Kadar TNF-alfa dan IL-10 diukur menggunakan luminex assay pada kondisi basal, pascastimulasi, dan kedua data tersebut dibandingkan menjadi suatu nilai rasio stimulasi:basal yang menggambarkan besarnya peningkatan produksi setelah terpajan stimulus dari keadaan basal. Hasil: Pada keadaan basal, kadar TNF-alfa lebih tinggi pada kelompok kumuh, namun tidak bermakna secara statistik (p=0,202). Kadar IL-10 pada keadaan basal lebih tinggi pada kelompok nonkumuh, namun juga tidak bermakna (p=0,108). Kadar TNF-alfa pascastimulasi LPS dan dalam bentuk rasio stimulasi:basal lebih tinggi secara bermakna pada kelompok kumuh (masing-masing p=0,000 dan p=0,005), sementara kadar IL-10 pascastimulasi LPS maupun dalam bentuk rasio stimulasi:basal lebih tinggi pada kelompok kumuh, namun tidak bermakna secara statistik (masing-masing p=0,893 dan p=0,423). Korelasi antara kadar TNF-alfa dan IL-10 sangat kuat dan signifikan pada kelompok kumuh (r=0,881, p=0,000), sementara korelasi yang lebih lemah da tidak signifikan diamati pada kelompok nonkumuh (r=0,611, p=0,054). Kesimpulan: Penduduk permukiman kumuh memiliki potensi produksi sitokin proinflamasi TNF-alfa yang lebih besar, namun potensi tersebut diimbangi dengan produksi sitokin antiinflamasi IL-10 secara seimbang. Hal ini tidak diamati pada penduduk permukiman nonkumuh.

Introduction: Reduced exposure to commensal microorganisms—one of the building blocks/inputs needed for immune system maturation—can lead to aberation on the balance between pro- and anti-inflammatory cytokine. This kind of immune dysregulation has an implication on disease predisposition. Objective: To determine the association between residential status—a proxy for microorganism exposure—and the balance of pro- and anti-inflammatory cytokine production. Method: This is an analytic cross-sectional study and secondary data was obtained from a parent study titled "Regulation of Immune Response to People Living in The Slum Area: A Study of Cellular Immunity on Whole Blood Cultures Stimulated Malaria, BCG, and LDL". Subjects for the rural group were sampled from Bantar Gebang landfill (n=10) while subjects for the urban group were sampled from YARSI University students (n=8). Blood sampled from the subjects was cultured using PBMC method and stimulated using Lipopolysaccharide. The measurement for the concentration of TNF-alpha and IL-10 was undertaken using luminex assay in basal and after stimulation condition. Both data were then made into a ratio (stimulated:basal) that represents the amount of cytokine production increment from basal. Result: At the basal condition, TNF-alpha concentration was higher in rural group, but the association was not significant (p=0,202). Meanwhile, IL-10 concentration at the basal condition was higher in urban group, but the association was not significant as well (p=0,108). The concentration of TNF-alpha after stimulation and the stimulated:basal ratio were significantly higher for rural group (p=0,000 and p=0,005, respectively), while the concentration of IL-10 after stimulation and the stimulated:basal ratio were higher for rural group, but the mean differences were statistically insignificant (p=0,893 dan p=0,423, respectively). Correlation between the concentration of TNF-alpha and IL-10 was very strong and statistically significant for rural group (r=0,881, p=0,000), while a weaker insignificant correlation was observed for urban group (r=0,611, p=0,054). Conclusion: Rural population have a greater potential to produce pro-inflammatory cytokine TNF-alpha but this potential was followed and balanced by the production of anti-inflammatory cytokine IL-10. This relationship was not observed in the urban population.
"
2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Vania Salsabella
"Pendahuluan: Kondisi permukiman dapat mempengaruhi tingkat pajanan mikroorganisme penduduknya. Penduduk yang tinggal di daerah kumuh memiliki risiko lebih tinggi untuk terpajan mikroorganisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi IFN-γ dan IL-10 pada whole blood culture (WBC) penduduk daerah kumuh dan nonkumuh yang distimulasi oleh phytohemagglutinin (PHA).
Metode: Penelitian potong-lintang dilakukan untuk menentukan perbedaan kadar IFN-γ dan IL-10 pada WBC yang berasal dari subjek daerah kumuh dan nonkumuh yang distimulasi dengan mitogen PHA. Data sitokin merupakan data sekunder yang didapatkan dari penelitian utama yaitu “Regulasi Respons Imun Subyek di Permukiman Kumuh: Studi Imunitas Seluler pada Kultur Sel Darah yang Distimulasi Malaria, BCG dan LDL”.
Hasil: Kadar IFN-γ pada kondisi basal ditemukan secara signifikan lebih tinggi pada kelompok nonkumuh daripada kelompok kumuh (15,25 [5,00 – 225,00] dan 3,25[2,00 – 11,50] dengan p=0,004). Kadar IL-10 pada kondisi basal secara signifikan lebih tinggi pada kelompok nonkumuh daripada kelompok kumuh (117,75 [88,00 – 191,00] dan 4,00 [3,00 – 121,50] dengan p=0,002). Pascastimulasi PHA, tidak ditemukan perbedaan signifikan pada kadar IFN-γ (8269,31±1679,96 untuk kumuh dan 6906,60±1074,03 untuk nonkumuh, p=0,488), sedangkan kadar IL-10 pascastimulasi PHA secara signifikan lebih tinggi pada kelompok kumuh dibandingkan nonkumuh (1121,20±169,39 dan 335,06±59,54 dengan p=0,001). Rasio IFN-γ terstimulasi/IFN-γ basal secara signifikan lebih tinggi pada kelompok kumuh dibandingkan nonkumuh (2211,97±1698,36 dan 462,14±332,75 dengan p=0,010) dan rasio IL-10 terstimulasi/IL-10 basal juga secara signifikan lebih tinggi pada kelompok kumuh dibandingkan nonkumuh (259,75±214,70 dan 2,67±1,53 dengan p=0,004). Potensi inflamasi dinilai dengan rasio keseimbangan IFN-γ terhadap IL-10, didapatkan potensi inflamasi yang secara signifikan lebih tinggi pada daerah nonkumuh dibandingkan daerah kumuh (2,159±0,49 dan 1,178±0,63 dengan p=0,002). Kedua sitokin menunjukkan
korelasi positif yang cukup kuat dan signifikan, terutama terlihat pada kelompok kumuh (R=0,642 dan p=0,002).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan kadar sitokin IFN-γ dan IL-10 pada kelompok kumuh dan nonkumuh pada kondisi basal. Pascastimulasi PHA perbedaan hanya terlihat pada kadar IL-10. Rasio keseimbangan kedua sitokin di kedua kelompok berbeda, menunjukkan potensi inflamasi kelompok nonkumuh lebih kuat dibandingkan kelompok kumuh. Terdapat korelasi positif antara sitokin IFN-γ dan IL-10 dimana peningkatan IFN-γ akan diikuti dengan peningkatan IL-10, terutama terlihat pada kelompok kumuh.

Introduction: Living conditions might affect the pathogenic exposure of its population. People that live in rural areas have a higher risk of being exposed to pathogens from their environment. This study aims to determine differences in the expression of IFN-γ and IL-10 in whole blood culture (WBC) of rural and urban dwellers stimulated by phytohemagglutinin (PHA).
Method: A cross-sectional study is conducted to define the different expression of IFN-γ and IL-10 in whole blood culture from rural and urban areas stimulated with phytohemagglutinin (PHA). The data were obtained from previous study “Regulation of immune response to people living in the slum area: a study of cellular immunity on Whole Blood Cultures stimulated malaria, BCG and LDL”.
Result: The expression of IFN-γ in the condition before stimulation was found to be higher in the urban group than in the rural group (15.25 [5.00—225.00] and 3.25 [2.00— 11.50], p=0.004). Interleukin-10 levels in basal conditions were also found to be higher in the urban group than in the rural group (117.75 [88.00—191.00] and 4.00 [3.00— 121.50], p=0.002). Post-stimulation with PHA, IFN-γ levels were not different in the rural and urban group (8269.31 ± 1679.96 and 6906.60 ± 1074.03, p=0.488), however IL-10 levels were higher in rural group (rural: 1121.20 ± 169.39 and urban: 335.06 ± 59.54, p=0.001). The ratio of each cytokine after stimulation to basal was performed and IFN-γ levels were higher in the rural group compared to urban group (2211.97 ± 1698.36 and 462.14 ± 332.75, p=0.010), IL-10 levels were also higher high in the rural compared to urban groups (259.75 ± 214.70 and 2.67 ± 1.53, p=0.004). The inflammatory potential was assessed by calculating the ratio of IFN-γ to IL-10, a higher inflammatory potential was found in urban areas compared to rural (2.159 ± 0.49 and 1.178 ± 0.63, p=0.002). Both cytokines showed a strong positive correlation, especially seen in the rural group (r=0.642, p=0.002).
Conclusion: There are differences in IFN-γ and IL-10 expressions in rural and urban subjects spontaneuosly. After stimulation with PHA, a difference was only seen on IL-10 level. The balanced ratio between IFN-γ and IL-10, which depicts the inflammation potency, is stronger in urban subjects when compared to rural subjects. There is a positive correlation between IFN-γ and IL-10, wherein an increase of IFN-γ will be followed by an increase of IL-10, which shown better in rural subjects.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Aulia
"Kanker kolorektal menempati peringkat ketiga berdasarkan angka kematian di Indonesia. Cluster of differentiation 44 (CD44) merupakan biomarker yang dapat digunakan dalam mendeteksi kanker kolorektal. Ekspresi gen CD44 dapat dideteksi pada circulating tumor cell (CTC) yang diisolasi dari darah perifer, akan tetapi CTC merupakan rare cell. Ekspresi gen CD44 pada peripheral blood mononuclear cells (PBMC) berpotensi untuk dijadikan biomarker dalam deteksi kanker kolorektal karena kelimpahannya yang banyak jika dibandingkan dengan CTC, akan tetapi penelitian tentang deteksi ekspresi gen CD44 pada PBMC masih terbatas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeteksi ekspresi gen CD44 pada sampel CTC dan PBMC sebagai potensi biomarker kanker kolorektal menggunakan metode semi-kuantitatif RT-PCR dan direct immunofluorescence. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdeteksinya gen CD44 baik pada sampel CTC maupun PBMC dengan menggunakan metode semi-kuantitatif RT-PCR. Gen CD44 terdeteksi pada beberapa sampel PBMC dengan menggunakan direct immunofluorescence. Gen CD44 berpotensi sebagai biomarker kanker kolorektal, namun penelitian ini perlu diteliti lebih lanjut.

Colorectal cancer ranks third based on mortality in Indonesia. Cluster of differentiation 44 (CD44) is a biomarker that can be used to detect colorectal cancer. CD44 gene expression can be detected in circulating tumor cells (CTC) isolated from peripheral blood, but CTC is a rare cell. The expression of the CD44 gene in Peripheral Blood Mononuclear Cells (PBMC) has the potential to be used as a biomarker in the detection of colorectal cancer because of its high abundance when compared to CTC, but research on the detection of CD44 gene expression in PBMCs is still limited. The purpose of this study was to detect the expression of the CD44 gene in CTC and PBMC samples as a potential colorectal cancer biomarker using semi-quantitative RT-PCR and direct immunofluorescence methods. The results showed that the CD44 gene was not detected in both CTC and PBMC samples using the semi-quantitative RT-PCR method. The CD44 gene was detected in several PBMC samples using direct immunofluorescence. The CD44 gene has potential as a biomarker of colorectal cancer, but this research needs to be investigated further. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Hartanto
"Pendahuluan: Saat ini, dunia secara global termasuk Indonesia tengah mengalami tren pesat peningkatan populasi lansia. Hal ini dapat menjadi tantangan kesehatan besar karena penuaan meningkatkan kerentanan terjadinya penyakit degeneratif. Sayangnya, agen antipenuaan seperti suplemen vitamin masih sulit terjangkau secara biaya atau diperoleh secara luas. Centella asiatica L. (CA) adalah tanaman herbal tradisional yang dilaporkan memiliki efek antiinflamasi dan antioksidan poten dalam banyak studi. Namun, studi yang meneliti efek CA dalam konteks penuaan masih sangat terbatas. Tujuan: Studi ini meneliti efek pemberian ekstrak etanol CA terhadap kadar TNF-α pada jantung dan ginjal tikus Sprague-Dawley tua Metode: Tikus Sprague Dawley jantan usia 8-12 minggu dan 20-24 bulan dibagi menjadi empat kelompok uji: kontrol positif (vitamin E 6 IU), kontrol negatif (air ad libitum), CA 300 (CA 300 mg/kgBB), dan kontrol muda (tikus usia 8-12 minggu dengan air ad libitum). Setelah 28 hari perlakuan, tikus diterminasi. Organ jantung dan ginjal setiap tikus diambil dan melewati pengukuran kadar TNF-α dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Hasil: Pada kelompok CA 300, terdapat penurunan kadar TNF-α jantung secara signifikan (p = 0,023) disertai penurunan kadar TNF-α ginjal secara tidak signifikan (p = 0,574). Namun, kadar TNF-α ginjal pada kelompok yang diberikan CA tetap paling rendah dibandingkan kelompok lainnya. Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanol CA menurunkan kadar TNF- α jantung secara signifikan pada tikus Sprague-Dawley tua namun tidak berpengaruh terhadap kadar TNF-α ginjal. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyelidiki efek CA sebagai agen antipenuaan.

Introduction: Currently, the world including Indonesia are experiencing a trend of rapid growth in aging population. This poses a major challenge to healthcare due to increasing incidence of degenerative diseases. In spite of this, preventive antiaging agents such as vitamin supplements are not widely available nor affordable. Centella asiatica L. (CA), a traditional herbal plant native to Southeast Asia, has been widely studied and demonstrated potent anti-inflammatory and antioxidant effects in clinical studies. However, studies examining effects of CA in aging population are very limited. Objective: This study investigates effects of CA treatment on aged Sprague-Dawley rats. Methods: Male Sprague-Dawley rats aged 8-12 weeks and 20-24 months were split into four experimental groups: positive control (vitamin E 6 IU), negative control (water ad libitum), CA 300 (CA 300 mg/kgBW), and young control (young rats given water ad libitum). After 28 days of treatment, the rats underwent termination with kidneys and hearts harvested. TNF-α concentration were determined using enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method. Results: In the CA 300 group, there was a significant decrease in heart TNF-α levels (p = 0,023) accompanied by an insignificant decrease in kidney TNF-α levels (p = 0,574). However, renal TNF-α levels in the group given with CA is still the lowest among all groups. Conclusion: The administration of CA ethanolic extract on aged Sprague-Dawley rats significantly reduced heart TNF-α level and had no effect on the kidney TNF-α level. Further research and exploration needs to be made to investigate the effects of CA as an antiaging agent"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agita Pramustika
"Fase awal pergerakan gigi ortodontik diawali dengan respon inflamasi akut. Proses ini menimbulkan respon dari sel paradental dan sel pertahanan tubuh dengan mensintesis dan melepaskan berbagai biomolekul seperti sitokin. Tumor necrosis factor-a TNF-? merupakan sitokin pro-inflamasi penting yang meregulasi respon awal inflamasi pada pergerakan gigi ortodontik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ekspresi TNF-? dengan membandingkan konsentrasinya pada gingival crevicular fluid GCF antara sistem self-ligating SL dan preadjusted edgewise appliance PEA pada tahap awal perawatan.
Metode: Delapan belas pasien usia 15-35 tahun yang berpartisipasi dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok eksperimental PEA dan SL dan satu kelompok kontrol tanpa perawatan ortodontik. Pasien dipilih berdasarkan kriteria inklusi: indeks iregularitas Little sebesar 4-9 mm pada anterior maksila dengan indikasi perawatan non-ekstrakasi serta tanpa karies aktif, penyakit periodontal, dan penyakit sistemik terkait kerusakan tulang. Cairan krevikular gingiva subjek diambil pada lima titik di anterior maksila sebelum perawatan dan pada: 1, 24, dan 168 jam setelah aplikasi gaya ortodontik. Konsentrasi TNF-? pada sampel GCF diperiksa menggunakan metode enzyme-linked immunoabsorbent assay ELISA.
Hasil: Konsentrasi TNF-? meningkat pada 1 jam dan 24 jam setelah aplikasi gaya ortodontik pada kedua sistem baik pada kelompok SL dan PEA. Konsentrasi TNF-? menurun signifikan pada 168 jam setelah aplikasi gaya ortodontik pada kelompok PEA. Sementara itu, pada kelompok SL konsentrasi TNF-? pada 168 jam tetap meningkat walaupun secara statistik tidak signifikan.
Kesimpulan: Konsentrasi TNF-? meningkat pada 1 jam dan 24 jam setelah aplikasi gaya ortodontik pada kelompok PEA dan SL. Pada kelopok PEA, konsentrasi TNF-? menurun signifikaan pada 168 jam, sedangkan pada kelompok SL konsentrasi TNF-? tetap meningkat. Perbedaan konsentrasi TNF-? antara kelompok PEA dan SL mungkin disebabkan oleh perbedaan braket, kawat, dan sistem ligasi yang digunakan antara kedua sistem tersebut.

The early phase of orthodontic tooth movement begins with acute inflammation response. This processes engender a response on the part of paradental cells and migrating inflammatory cells from periodontal ligament capillaries via the synthesis and release of various biomolecules such as cytokines. Tumor necrosis factor a TNF is an important pro inflammatory cytokine that regulates the early phase of inflammation reaction during orthodontic tooth movement. The aim of the present study was to analyze TNF expression by comparing its concentrations in the gingival crevicular fluid GCF between self ligating SL and preadjusted edgewise appliance PEA systems during the early levelling stage of orthodontic treatment.
Methods: Eighteen patients aged 15 35 years who participated in this study were divided into two experimental groups PEA and SL and control group without orthodontic treatment. Patients were selected according to the inclusion criteria Little irregularity index on maxillary anterior teeth ranging from 4 9 mm non extraction orthodontic treatment for the experimental group no active dental caries, periodontitis, and medical history of bone disorder. The GCF was taken at five sites in the maxilla anterior teeth from each subject just before bracket bonding and at 1, 24, and 168 hours after orthodontic force application. TNF levels in GCF were determined by enzyme linked immunoabsorbent assay ELISA.
Results: The concentration of TNF was significantly higher in the experimental groups than in the control group at 24 hours after force application. TNF levels were significantly decreased at 168 hours after force application in the PEA group. Meanwhile, in the SL group, the level of TNF at 168 hours was still increased, although there was no statistically significant difference.
Conclusion: TNF concentration was increased at 1 hour and 24 hours after orthodontic force application in both the PEA and SL groups. In the PEA group, TNF concentration was significantly decreased at 168 hours, meanwhile in the SL group, this value remained increased at this time point. The differences in TNF concentration between the PEA and SL groups may be caused by their different types of brackets, wires, and ligation methods.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putera Dewa Haryono
"Pendahuluan: Kadar CO2 pada atmosfer telah mencapai 400 ppm pada akhir tahun 2018. Peningkatan ini dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan yang berkaitan dengan hipoksia. Kondisi serupa dapat dijumpai pada tumor, berbagai jenis penyakit paru-paru, dan lain sebagainya. NF-κB merupakan faktor transkripsi yang berperan meregulasi ekspresi gen-gen yang terkait dengan inflamasi dan spesies oksigen reaktif. PBMC merupakan sel darah yang berperan penting dalam sistem imun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur ekspresi NF-κB dan pengaruh CO2 terhadap ekspresinya pada PBMC yang diambil dari individu normal.
Metode: Riset ini memerlukan 10 subjek yang diperoleh dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui metode sampel acak sederhana. 3 ml darah diambil dari masingmasing subjek. PBMC diisolasi dan dikultur pada 5% dan 15% CO2 selama 24 dan 48 jam. RNA diisolasi dengan TriPure Isolation Reagent. Ekspresi RNA diukur dengan RT-qPCR dengan menggunakan 18sRNA sebagai housekeeping gene. Elektroforesis DNA digunakan untuk mengkonfirmasi hasilnya. SPSS v20.0.0.0 adalah perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji t berpasangan/Wilcoxon.
Hasil: mRNA NF-κB turun 0.18 (0.02-0.77) kali lipat pada kelompok 15% CO2 24 jam bila dibandingkan dengan kelompok 5% CO2 24 jam (p<0.05). mRNA NF-κB pada kelompok 15% CO2 48 jam turun 0.82 (0.12-2.68) kali lipat dari kelompok 5% CO2 48 jam (p>0.05). Diskusi: Ekspresi mRNA NF-κB pada kelompok 15% CO2 24 jam menurun secara bermakna. Di sisi lain, kelompok 15% CO2 48 jam mengalami penurunan yang tidak bermakna. Dapat disimpulkan bahwa PBMC memerlukan waktu untuk mengembalikan ekpresi gen-gen antioksidan yang diregulasi oleh NF-κB melalui jalur kanonikal. Spesies oksigen reaktif diprediksi mengakibatkan terjadinya penurunan ekspresi gen NF-κB melalui serangkaian mekanisme umpan balik.
Kesimpulan: Ekspresi gen NF-kB menurun pada kelompok perlakuan CO2 15% terhadap kelompok CO2 5%. Ekspresi gen NF-kB mengalami peningkatan pada kelompok 48 jam apabila dibandingkan dengan kelompok 24 jam.

Introduction: The atmospheric level of CO2 has reached 400 ppm at the end of 2018. It is associated with many health disturbances, which are attributed to hypoxia. The similar conditions can also be found in tumors, pulmonary disorders, etc. NF-κB is a family of transcription factors that regulate inflammatory genes and reactive oxygen species-associated genes. PBMCs are part of the blood cells, which hold important roles in immunity. The objective of the research is to measure the level of NF-κB expression and to understand how its expression is influenced by CO2 in peripheral blood mononuclear cells of normal subjects.
Methods: The research took 10 samples through simple random sampling from students of the Faculty of Medicine Universitas Indonesia. 3 ml of blood are taken from each subject. PBMCs are isolated and cultured under 5% and 15% CO2 for 24 and 48 hours. The RNA is isolated by using TriPure Isolation Reagent. The level of RNA is detected with RT-qPCR with 18sRNA as the housekeeping gene. Then DNA electrophoresis is used to confirm the result. SPSS v20.0.0.0 is used to perform Shapiro-Wilk normality test and paired t test/Wilcoxon test.
Results: The NF-κB mRNA decreased by the median of 0.18 (0.02-0.77) in the 15% CO2 for 24 hours compared to the 5% CO2 for 24 hours (p<0.05). In contrast, the NF-κB mRNA decreased by the median of 0.82 (0.12-2.68) in 48 hours 15% CO2 group compared to its 5% CO2 for 48 hours group (p>0.05).
Discussion: The expression of NF-κB mRNA decreases significantly in the 15% CO2 24 hours group compared to the 5% CO2 24 hours group. The decrement is not significant in the 48 hours group. It can be inferred that the PBMCs required time to normalize the expression of the antioxidant genes since these genes are regulated by the NF-κB through the canonical pathway. ROS was predicted to decrease the expression of NF-κB through multiple steps of feedback mechanism.
Conclusion: The expression of NF-κB decreases in the 15% CO2 groups when compared to their 5% counterparts. However, the expression increases in the 48 hours groups compared to the 24 hours groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar belakang: Kolesteatoma merupakan penyakit yang menyebabkan destruksi tulang dan komplikasi yang berbahaya. Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-∝) merupakan sitokin utama yang terlibat dalam proses tersebut. Tujuan: Mengetahui hubungan ekpresi TNF-a dengan destruksi tulang akibat kolesteatoma pada penderita Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) tipe bahaya. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan cross sectional design. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan untuk menilai ekspresi TNF-∝ pada kolesteatoma. Hasil: Ekspresi TNF-a yang positif/overexpressionlebihbanyakpada kelompok destruksi tulang derajat sedang yaitu sebanyak 57,9%. Terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi TNF-∝ dengan derajat destruksi tulang (p=0,001).Kesimpulan: Terdapat hubungan antara ekspresi TNF-∝ dengan destruksi tulang akibat kolesteatoma pada penderita OMSK tipe bahaya."
ORLI 45:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adang Sabarudin
"Latar Belakang: Ikterus obstruktif merupakan salah satu komplikasi tersering keganasan sistem bilier. Keadaan ini akan memicu pelepasan sitokin proinflamasi. Terdapat kontroversi mengenai pengaruh drainase bilier terhadap perubahan kadar sitokin proinflamasi pada penderita kanker pankreatobilier.
Tujuan: Untuk mengetahui kadar Tumor Necrosis Faktor alfa (TNF-alfa) dan Interleukin 6 (IL6) sebelum dan sesudah Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP) atau Percutaneus Transhepatic Biliary Drainage (PTBD) pada penderita ikterus obstruksi etiologi kanker pankreatobilier.
Metode: Desain penelitian adalah one group before after study. Pemilihan sampel secara consecutive sampling. Sampel darah diambil sebelum dan lima hari sesudah ERCP atau PTBD. Pengukuran kadar TNF-alfa dan IL-6 dengan cara Enzyme Linked Immunosorbed Assay (ELISA).
Hasil: Terdapat 40 orang responden yang diikutsertakan dalam penelitian ini, 22 laki laki dan 18 perempuan dengan usia rata rata 55,3 tahun. Berdasarkan imaging dan endoskopi, ditegakkan diagnosis kolangiokarsinoma sebanyak 22 orang, tumor ampula Vateri 10 orang, dan tumor pankreas 8 orang. Kadar rata-rata TNF- alfa sebelum tindakan 4,81 (2,91) pg/ml dan sesudah tindakan 8,05 (6,7) pg/ml, terdapat peningkatan yang bermakna setelah tindakan drainase bilier (p:0,02). Kadar rata-rata IL-6 sebelum tindakan 7,79 (1,57) pg/ml dan sesudah tindakan 7,75 (1,76) pg/ml, tidak terdapat perbedaan yang bermakna setelah tindakan drainase bilier (p:0.52). Kadar rata-rata bilirubin sebelum tindakan 15,5 mg% dan sesudah tindakan 11,3 mg%.
Simpulan: Terjadi peningkatan kadar rata-rata TNF-alfa secara bermakna setelah drainase. Tidak ada penurunan yang bermakna kadar rata-rata IL-6.

Background: Obstructive jaundice represents the most common complication of biliary tract malignancy. Obstructive jaundice causes releases of proinflammatory cytokine. There has been controversy about effect of biliary drainage on the change in proinflammatory cytokine level in pancreatobiliary cancer patients.
Objective: The present study was designed to determine levels of Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-Alpha) and Interleukin 6 (IL-6) in preprocedure of either Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP) or Percutaneus Transhepatic Biliary Drainage (PTBD) and postprocedure of them in obstructive jaundice patient caused by pancreatobiliary cancer.
Methods : The study method is before- and- after case study design with consecutive sampling. Blood was collected five days prior to either Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP) procedure or Percutaneus Transhepatic Biliary Drainage (PTBD) procedure and five days after either of them. Enzyme Linked Immunosorbed Assay (ELISA) was used to determine TNF-Alpha and IL-6.
Results: Forty subjects were included in this study which consisted of 22 men and 18 women. The mean age was 55.3 years old. According to the results of imaging and endoscopy procedure, twenty two (22) people were diagnosed cholangi carcinoma, ten (10) people were diagnosed ampulla varteri and eigth (8) people were diagnosed pancreatic tumor. In preprocedure, the mean of TNF-Alpha concentration was 4.81 (2.91) pg/mL, the mean of IL-6 concentration was 7.79 (1.57) pg/mL and the mean of bilirubin concentration was 15.5 mg%. In postprocedure, the mean of TNF-Alpha concentration was 8.05 (6.7) pg/mL, there was significant increase in TNF-Alpha concentration (p:0.02). However, the mean of IL-6 concentration was 7.75 (1.76) pg/mL, there was not any significant chance in IL-6 concentration (p:0.52). The mean of bilirubin concentration was 11.3 mg%.
Conclusions: On one hand, there was significant increase in mean concentration value of TNF-Alpha after biliary drainage procedure. On the other hand there was not any significant decrease in mean concentration value of IL-6 after biliary drainage procedure."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brama Ihsan Sazli
"ABSTRAK
Latar Belakang: Puasa selama bulan Ramadhan adalah perubahan dalam gaya hidup untuk periode sebulan penuh yang rutin tiap tahunnya. Sejumlah penelitian menunjukkan terjadinya perubahan biokimia tubuh saat berpuasa baik pada pasien diabetes dan juga nondiabetes yang dapat mempengaruhi metabolisme glukosa dan sensitivitas insulin.
Tujuan: Menilai pengaruh berpuasa selama Ramadhan terhadap perubahan kontrol glikemia, kadar Fetuin A, dan TNF-α dibandingkan sebelum dan sesudah puasa Ramadhan
Metode: Penelitian prospektif terhadap dua kelompok (diabetes dan non diabetes). Parameter kontrol glikemik, Fetuin A, dan TNF-α diukur 2-4 minggu sebelum berpuasa Ramadhan, minimal 14 hari puasa Ramadhan dan 4 minggu setelah puasa Ramadhan.
Hasil: Puasa Ramadhan menurunkan glukosa darah puasa (GDP) secara signifikan pada kelompok Diabetes (D) (p=0,013) dan pada kelompok Non Diabetes (ND) (p=0,047), sedangkan serum Fetuin A turun tidak signifikan pada kelompok D (p=0,217) dan secara signifikan pada kelompok ND (p=0,009). Dan tidak ada perubahan yang signifikan kadar TNF-α pada kedua kelompok dibandingkan sebelum puasa Ramadhan (p=0,248, p=0,789). Pada 4 minggu setelah puasa Ramadhan,GDP kembali ke nilai yang tidak berbeda dari nilai dasar pada kedua kelompok, sementara Fetuin A secara signifikan lebih rendah pada kelompok diabetes (p=0,039) dan TNF-α lebih rendah secara signifikan pada kelompok ND (p=0,042) dari dari nilai dasar.
Kesimpulan: Puasa selama Ramadahan memperbaiki kontrol glikemia pada kedua kelompok. Puasa Ramadhan juga mampu menurunkan nilai Fetuin A pada kedua kelompok, dan TNF-α pada kelompok ND

ABSTRACT
Background: Fasting during Ramadan is a anually change in lifestyle for the period of a lunar month. Numerous studies have mentioned the biochemical alterations while fasting among both in nondiabetic patients and diabetic patients which can affect glucose metabolism and insulin sensitivity.
Objective: to assess the impact of fasting during Ramadan on glycemic control, Fetuin A l, and TNF-a compared to before and after Ramadhan fasting
Methods: Prospective Study of diabetic patients (D group) and non-diabetic subjects (ND group). Parameters of glycemic control, Fetuin A, and TNF-a were measured 2-4 weeks before Ramadan fasting, at least 14 days of Ramadan fasting and 4 weeks after Ramadan fasting.
Results: Ramadan fasting reduced fasting blood glucose (FBG) significantly in D groups (p=0,013) and in the (ND) groups (p=0,047) , respectively, serum Fetuin A were lowered insignificantly in D groups (p=0,217) dan significantly in ND groups (p=0,009). And no significant differences of TNF-α level ini both group compared to before Ramadhan fasting (p=0,248, p=0,789). At 4 weeks post-Ramadhan fasting FBG returned to levels indistinguishable from their baseline values in both groups, while Fetuin A was maintained significantly lower in D groups (p=0,039) and TNF-α significantly lower in ND groups (p=0,042) from their baseline.
Conclusions: Fasting during Ramadan improves glycemic control in both groups, Ramadan fasting was also able to reduce Fetuin A level in both groups, and TNF-α in the ND group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Tahta Kurniawan
"ABSTRAK
Pajanan particulate matter 2.5 kepada manusia dapat menyebabkan terjadinya inflamasi akut dan kronik hingga menimbulkan terjadinya perubahan sel yang abnormal. Inflamasi terjadi akibat adanya respon tubuh terhadap dengan melepaskan Tumor Necrosis Factor ? Alpha sebagai protein stimulus inflamasi di dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan dengan kadar di Pusat Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) Ujung Menteng dan Pulogadung, penelitian ini juga menganalisis status merokok, kategori obesitas, dan umur pada pekerja, dengan menggunakan Uji ? T independen (T ? test). Sampel penelitian sejumlah 42 pekerja di PKB Ujung Menteng dan Pulogadung sebagai kelompok terpajan dan 27 pekerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) sebagai kelompok kontrol. Analisis nilai kadar dalam darah dilakukan di laboratorium dengan teknik quantitative sandwich enzyme immune assay / ELISA dengan Human / TNFSF1A HS (R&D Systems). Jenis penelitian ini menggunakan metode analitik kuantitatif dengan membandingkan nilai kadar pada variabel kelompok terpajan dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pajanan berhubungan dengan nilai kadar dalam darah karakteristik pekerja yang merokok dan obesitas tidak berhubungan nilai kadar dalam darah Selain itu, hubungan umur dengan nilai kadar berhubungan sangat lemah Pajanan pada pekerja secara kronis menimbulkan inflamasi kronik dengan menghasilkan dalam darah melalui proses oxidative stress di dalam tubuh hingga menimbulkan gangguan pada sistem pernapasan dan sistem kardiovaskuler di dalam tubuh.

ABSTRAK
The exposure of particulate matter 2.5 (PM25) to human can provoke the occurrence of acute and chronic inflammatory that can potentially lead to abnormal cell change. Inflammation occurs due to body response to PM25 by discharging Tumor Necrosis Factor ? Alpha ) as protein inflammatory stimulus inside the body. This research aims to analyze the correlation between PM2.5 exposure concentration with level at Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) center Ujung Menteng and Pulogadung, also to analyze smoking status, obese category, and age of workers, by using independent T ? Test. Research samples of 42 workers at PKB Ujung Menteng and Pulogadung as exposed group and 27 workers of Faculty of Public Health Universitas Indonesia (FKM UI) as control group. Analysis of level in the blood is conducted at laboratory with quantitative sandwich enzyme immune assay / ELISA technique with Human / TNFSF1A HS (R&D Systems). This research is performed with quantitative analytical method by comparing level score on exposed group variable and control group variable. The research result showed that exposure correlated with level score in the blood characteristics on workers who smoke and obese are not correlated with level score in the blood. Other than that, the correlation between workers? age and level score is proven weak exposure on workers chronically inflicts chronic inflammatory by producing in the blood through oxidative stress process in the body causing disruption of respiratory and cardiovascular system in the body."
2016
S36318
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>