Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77398 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Safira Amanda Rahman
"Strategi pertahanan merupakan salah satu kajian penting dalam studi hubungan internasional yang secara khusus membahas upaya negara untuk mempertahankan eksistensinya dalam sistem internasional. Literatur-literatur tentang strategi pertahanan mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi perumusan strategi pertahanan, yaitu (1) ancaman, (2) politik domestik, (3) geografi, (4) doktrin, (5) ekonomi, dan (6) teknologi. Tulisan ini berupaya untuk menyingkap konsensus dan perdebatan di antara para ahli. Tulisan ini turut menyertakan refleksi literatur yang didasari oleh persebaran tema yang diangkat, tren penulisan serta persebaran perspektif dari tulisan-tulisan para ahli. Sebagian besar literatur menunjukkan doktrin dan teknologi sebagai faktor dominan dalam perumusan strategi pertahanan. Lebih jauh, perdebatan dan konsensus yang terjadi kemudian merefleksikan perbedaan paradigma di antara mereka, yaitu neorealisme dan konstruktivisme. Pembahasan kemudian akan dilanjutkan dengan pemaparan sintesis yang berupa; (1) strategi pertahanan mengalami peralihan dari ranah taktis menuju ranah politis dan (2) faktor-faktor yang mempengaruhi strategi pertahanan dapat dibagi menjadi faktor struktural dan faktor non-struktural. Tulisan ini turut mengidentifikasi kesenjangan literatur (gap) yang terbagi atas: (1) kesenjangan bahasan mengenai diplomasi pertahanan, (2) kesenjangan paradigmatik dari sudut pandang liberalis, serta (3) minimnya literatur non-barat. Tinjauan pustaka ini akan diakhiri dengan kesimpulan dan rekomendasi, baik akademis maupun praktis, bagi penulisan selanjutnya.
Defense strategy is one of the main studies in international relations studies that specifically discusses the state's efforts to maintain its existence in the international system. The literature on defense strategy identifies several factors that influence the formulation of defense strategy, namely (1) threat, (2) domestic politics, (3) geography, (4) doctrine, (5) economy, and (6) technology. This paper attempts to uncover the consensus and debate among experts. This paper also includes literature reflections that are based on the distribution of the themes raised, the writing trends and the distribution of perspectives from the writings of experts. Most of the literature shows doctrine and technology as dominant factors in the formulation of defense strategy. Furthermore, the debate and consensus that followed reflected the different paradigms between them, namely neorealism and constructivism. The discussion will then be followed by a synthesis presentation in the form of; (1) the defense strategy undergoes a shift from the tactical realm to the political realm and (2) the factors that influence the defense strategy can be divided into structural factors and non-structural factors. This paper also identifies the literature gap (gap) which is divided into: (1) discussion gaps regarding defense diplomacy, (2) paradigmatic gaps from a liberalist point of view, and (3) the lack of non-western literature. This literature review will conclude with conclusions and recommendations, both academic and practical, for further writing."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mahardhika Wida Putra
"Negara dapat mengadopsi bentuk dan metode baru dari suatu diplomasi tergantung dari keadaan dan strategi yang diadopsi untuk mencapai kepentingan nasional negara tersebut. Salah satu bentuk perubahan metode dan bentuk diplomasi tersebut adalah hadirnya konsep diplomasi pertahanan. Konsep diplomasi pertahanan dipandang sebagai bentuk diplomasi yang terlahir kembali pasca Perang Dingin untuk membangun keadaan internasional yang lebih baik dan damai, yang mana relevansi dari konsep tersebut terus berkembang. Tinjauan ini mencakup 29 literatur dan terbagi atas tujuh tema utama yakni: (1) reformasi sektor keamanan, (2) membentuk lingkungan keamanan, (3) membangun kapasitas, (4) keterlibatan strategis dan menghindari konflik, (5) penyebaran nilai, (6) menjaga perdamaian, dan (7) persaingan dan kompetisi. Ketujuh tema tersebut terbagi atas 1 tema yang membahas mengenai perkembangan diplomasi pertahanan berdasarkan konsep dan 6 tema berdasarkan peran diplomasi pertahanan dalam HI. Tinjauan ini juga akan kembali mengidentifikasi konsensus, perdebatan, tren, dan kesenjangan penelitan yang ada. Tulisan ini menemukan bahwa peran membentuk lingkungan keamanan merupakan peran yang dominan dibahas dan kawasan Asia Tenggara mendominasi fokus kajian literatur diplomasi pertahanan. Tinjauan kepustakaan ini juga erat pembahasannya dengan persaingan great powers, dinamika kawasan, dan usaha negara untuk memengaruhi pihak lain.

Countries can adopt and new methods of diplomacy depending on the circumstances and strategies adopted to achieve the country's national interests. One of the changes in the method and form of diplomacy is the presence of the concept of defense diplomacy. The concept of diplomacy is seen as a form of diplomacy that re-emerged after the Cold War to build a better and more peaceful international situation, whose relevance this concept continues to grow. This literature review covers 29 literatures and is divided into seven main themes, namely: (1) security sector change, (2) building a security environment, (3) capacity building, (4) strategy engagement and conflict avoidance, (5) value sharing, (6 ) peacekeeping efforts, and (7) competition and swaggering. The seven themes are divided into one theme which discusses the development of defense diplomacy concepts and six themes based on the role of defense diplomacy in IR. This review will also uncover existing discoveries, trends and research gaps. This paper finds that the role of shaping security environment is the dominant role discussed and the Southeast Asia region dominates the focus of the defense diplomacy literature review. This literature review is also closely related to big power competition, regional dynamics, and state efforts to influence other parties."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hafidz Fadilla Febrianto
"Ras merupakan aspek identitas yang tidak dapat dilepaskan dalam pembentukan kepentingan maupun kebijakan berbagai aktor secara lintas batas. Dalam perkembangannya, ras muncul sebagai aspek yang integral dalam dinamika sistem internasional. Meskipun demikian, studi Hubungan Internasional arus utama cenderung mengesampingkan pembahasan mengenai ras. Melalui hal tersebut, tinjauan literatur ini berusaha untuk memetakan konseptualisasi dan implementasi aspek identitas rasial dalam kerangka studi dan praktik Hubungan Internasional. Pemetaan ini dilakukan dengan meninjau kehadiran ras dalam kerangka internasional secara lintas periode dan lintas dimensi atau ruang Hubungan Internasional. Peninjauan dilakukan terhadap 42 literatur dengan metode taksonomi. Dua tema utama teridentifikasi, yaitu: perkembangan konseptualisasi ras dan operasionalisasi ras dalam kerangka relasi dimensional aktor. Penulis menemukan bahwa ras merupakan aspek fundamental dalam konseptualisasi teori Hubungan Internasional dan memiliki peran yang signifikan dalam memengaruhi kepentingan serta kebijakan aktor-aktor Internasional dalam relasi keamanan, politik, ekonomi, dan transnasionalisme. Selain itu, marjinalisasi pembahasan mengenai ras masih merupakan fitur dominan dalam perkembangan studi Hubungan internasional kontemporer. Hal ini pada akhirnya berkontribusi pada langgengnya struktur global yang menguntungkan kelompok kulit putih dalam semua lini dimensi dan ruang Hubungan Internasional.

Race is an aspect of identity that cannot be separated from the formation of interests and policies by various actors across borders. In its development, race appears as an integral aspect of the dynamics of the international system. Nonetheless, mainstream International Relations studies tend to sideline discussions of race. Therefore, this literature review seeks to map the conceptualization and implementation of aspects of racial identity within the framework of the study and practice of International Relations. This mapping is carried out by reviewing the presence of race aspect in the international framework across different periods and dimensions or spaces of International Relations. The review involved 42 literature pieces using taxonomic method. Two main themes emerged: the development of the conceptualization of race and the operationalization of race within the framework of actor dimensional relations. The author finds that race is a fundamental aspect in the conceptualization of International Relations theory and plays a significant role in influencing the interests and policies of international actors in security, political, economic, and transnationalism relations. Additionally, the marginalization of discussions regarding race remains a dominant feature in the development of contemporary international relations studies. This ultimately contributes to the perpetuation of a global structure that benefits white groups in all dimensions and spaces of International Relations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khadijah
"Kepemimpinan dalam bidang studi Ilmu Hubungan Internasional kerap dimaknai sebagai penggunaan kekuasaan, bahkan tidak jarang hal tersebut dianalogikan sebagai hegemoni. Minimnya pendefinisian yang secara eksplisit menjelaskan karakteristik kepemimpinan mulai meleburkan konseptualisasi tersebut. Melalui peninjauan kembali konseptualisasi dan karakteristik kepemimpinan, literatur ini menawarkan pembahasan mengenai bagaimana perkembangan kajian kepemimpinan dipahami dan dimaknai dalam bidang studi Ilmu Hubungan Internasional. Tinjauan literatur ini memetakan dan menggambarkan beragam pandangan serta pemikiran mengenai kepemimpinan pada 75 literatur yang berbeda. Tinjauan literatur ini dibuat dengan menggunakan metode taksonomi dengan mengidentifikasi tiga kategori bahasan utama yang ada, diantaranya 1) konseptualisasi kepemimpinan, 2) analisis kepemimpinan dalam sistem internasional, dan 3) pengimplementasiannya dalam politik global. Penulis mendapati bahwa kajian kepemimpinan dalam ilmu hubungan internasional tidak secara eksklusif membahas terkait kepemimpinan politik dalam panggung global saja, malah hanya menghadirkan asumsi dasar perdebatan makna konseptualisasi yang tumpang tindih antara satu terminologi dengan lainnya. Oleh karena itu, diperlukannya pengembangan lebih lanjut batas-batas konseptualisasi yang mampu mengidentifikasi dan memberikan karakteristik ‘kepemimpinan’ pada panggung global.

Leadership in International Relations generally interpreted as the use of power, it is also regularly viewed as hegemony. The lack of definition that explains the characteristics of leadership begins to merge this conceptualization. This paper reviews the characteristics and to some extent how the conceptualizations are being interpreted and developed from time to time in International Relations. This paper reviews through different lenses and articles, using 75 different literature and taxonomic methods, it identifies three main discussion categories, which is 1) the conceptualization of leadership, 2) the analysis of leadership in the international system, and 3) how it is implemented in global politics. This paper finds that the study of leadership in International Relations does not exclusively discuss political leadership on the global stage, instead it only presents the basic assumptions of the debate over the meaning of conceptualization which often overlaps between one and another. Therefore, further research needs to develop the conceptualization boundaries which are able to identify and characterize 'leadership' on the global stage."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Hanifah Oktariani
"Terlepas dari kenyataan bahwa seksualitas adalah identitas yang melekat pada manusia, terdapat banyak kasus dimana negara dan masyarakat secara keseluruhan mendiskriminasi seseorang karena identitas seksualnya, terutama ketika identitas ini berada di luar spektrum biner yang dianggap normal oleh komunitas terkait. Sebagai bidang studi yang turut mengkaji hubungan antara negara dan masyarakatnya, ilmu hubungan internasional, dalam tataran teoritisnya, juga cenderung terlambat dalam memasukan diskusi seksualitas, meskipun kondisinya juga telah berubah secara progresif. Oleh karena itu, tulisan ini senantiasa meninjau bagaimana seksualitas sebagai salah satu bentuk identitas bergerak dalam ruang studi hubungan internasional, baik secara teoritik maupun empirik, dan bagaimana korelasi antara keduanya mampu memaksimalkan studi hubungan internasional sebagai sebuah cabang ilmu dan membantu meminimalisir praktik penindasan terhadap kelompok seksualitas minoritas, yaitu kelompok LGBTQ, secara riil. Tulisan ini akan berupa tinjauan literatur yang disusun menggunakan metode kritis dengan total 28 literatur akademik terakreditasi serta 7 laporan riset dan dikategorisasikan ke dalam tiga tema besar, yaitu: (1) kontestasi teoritis terkait seksualitas dalam studi hubungan internasional; (2) ragam isu seksualitas di ruang transnasional; (3) respon aktor terhadap isu seksualitas di ruang transnasional. Penulis kemudian memetakan konsensus dan perdebatan yang ada terkait narasi seksualitas dalam hubungan internasional ke tiga perspektif studi yang dominan, yaitu dari teori queer HI, feminisme HI, dan studi LGBT. Penulis menemukan bahwa perihal seksualitas dalam ilmu hubungan internasional masih berkutat pada perdebatan abstrak, seperti permasalahan figurasi inti teori, sedangkan realitasnya; seksualitas sudah menjadi problematika yang jauh lebih luas. Maka dari itu, penulis merekomendasikan adanya revitalisasi perdebatan terkait seksualitas dalam hubungan internasional dengan menghadirkan penelitian-penelitian baru yang menyelaraskan antara kondisi empirik dan kerangka teoritik seksualitas dalam hubungan internasional.

Despite the fact that sexuality is an inherent human identity, there are many cases where the state and society as a whole discriminate against someone because of their sexual identity, particularly when this identity falls outside the binary spectrum that the community in question considers normal. As a field of study that also examines the relationship between the state and its people, the science of international relations, in its theoretical level, also tends to be late in including discussions of sexuality, although the conditions have also changed progressively. Therefore, this paper will review how sexuality as a form of identity moves in the study of international relations, both theoretically and empirically, and how the correlation between the two can maximize the study of international relations as a branch of science while also helping to minimize the practice of oppression of sexuality groups. This paper will be in the form of a literature review compiled using the critical method with a total of 28 accredited academic literature and 7 research reports and categorized into three major themes, namely: (1) theoretical contestation related to sexuality in the study of international relations; (2) various issues of sexuality in the transnational space; (3) the actor's response to the issue of sexuality in the transnational space. The author then organizes the existing consensus and debate on sexuality narratives in international relations into three dominant study perspectives: queer IR theory, IR feminism, and LGBT studies. The author discovers that the issue of sexuality in international relations is still centered on abstract debates, such as the problem of the theory's core figuration, despite the fact that sexuality has become a much broader issue. Therefore, the author recommends revitalizing the debate related to sexuality in international relations by presenting new studies that align the empirical conditions and the theoretical framework of sexuality in international relations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Charlotte Blaureen Safira
"Kekuatan merupakan salah satu konsep sentral dalam kajian hubungan internasional sejak awal perkembangannya. Kekuatan sendiri tidak bersifat uni-dimensional, melainkan bersifat multidimensional dan mencakup banyak aspek. Salah satu dimensi dalam kekuatan adalah sarana proyeksinya, yang mencakup sarana ekonomi. Penggunaan sarana ekonomi sebagai proyeksi kekuatan telah berkembang sepanjang sejarah, dan salah satu konsep yang muncul sebagai turunan dari perilaku tersebut adalah geoekonomi. Tulisan ini merupakan tinjauan literatur yang akan berupaya untuk membahas perkembangan geoekonomi dalam hubungan internasional. Dalam tulisan ini, akan dipaparkan 32 literatur yang membahas tentang geoekonomi dalam hubungan internasional. Adapun literatur-literatur tersebut akan diorganisir dengan metode taksonomi, yang menghasilkan tiga tema pembahasan utama: (1) perkembangan konsep geoekonomi; (2) geoekonomi dan kebijakan luar negeri; dan (3) geoekonomi melalui pendekatan kawasan. Selain itu, dalam tulisan ini juga akan diidentifikasi konsensus, perdebatan, refleksi, serta sintesis terhadap keseluruhan literatur yang dipaparkan. Pada bagian akhir tulisan ini akan ditutup dengan kesimpulan dan rekomendasi untuk perkembangan geoekonomi kedepannya.

Power has been one of the central concepts in International Relations since the emergence of its study. Rather than unidimensional, power is seen as a multidimensional concept which encompasses many aspects. One of the dimensions in power is its projection or its means, which include economic means. The use of economic means as power projection has developed throughout history, and one of the concepts that emerged as a descendant of this behavior is geoeconomics. This paper is a literature review which aims to discuss about the development of geoeconomics in international relations. This paper will consist of 32 literatures that focus on the topic of geoeconomics in international relations. The literatures will be organized using taxonomy methods, divided into three main topics: (1) the development of geoeconomics concept; (2) geoeconomics and foreign policy; and (3) geoeconomics through regional approach. Afterwards, this paper will try to identify the consensus, debate, reflection, and synthesis towards the entire literature body. Finally, this paper will give a conclusion and recommendations for the future study of geoeconomics."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hayyin Yahya
"Pada kajian awal dalam ilmu hubungan internasional (HI), paradigma realisme mendominasi dengan menempatkan negara sebagai unit analisis utama. Hal ini mengabaikan peran individu dan wawasan psikologis. Walaupun demikian, kajian mengenai hal tersebut tetap berkembang seiring dengan pengakuan yang semakin besar terhadap psikologi politik. Cabang ilmu ini mengintegrasikan studi politik dan studi psikologi, dengan salah satu objek utama pembahasannya mengenai peran emosi dalam memengaruhi perilaku politik dan proses pengambilan keputusan. Tulisan ini berupaya untuk membedah dan memetakan 45 literatur yang telah lolos melewati proses penelaahan sejawat internasional dan memiliki bahasan yang relevan dengan topik emosi dalam hubungan internasional. Menggunakan metode tinjauan pustaka, tulisan ini dibuat untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana perkembangan kajian emosi dalam hubungan internasional? Dalam rangka menjawab pertanyaan tersebut, tulisan ini menganalisis kumpulan literatur yang mengkaji emosi dalam hubungan internasional dengan menerapkan pendekatan taksonomi ke dalam tiga fokus tema utama: (1) peran emosi dalam diplomasi dan negosiasi; (2) emosi dalam dinamika sosial dan politik; serta (3) pengaruh emosi terhadap kebijakan dan persepsi publik. Hasil dari analisis dalam tinjauan pustaka ini menunjukkan bahwa emosi tidak hanya menjadi faktor penting dalam keputusan diplomatik dan konflik, tetapi juga dalam pembentukan identitas nasional dan persepsi publik terhadap kebijakan luar negeri. Studi ini berkontribusi dalam memperkaya pemahaman tentang integrasi emosi dalam analisis HI serta menyoroti pentingnya pendekatan interdisipliner yang menggabungkan ilmu hubungan internasional dengan ilmu-ilmu lain mencakupi, tetapi tidak terbatas pada, ilmu psikologi, ilmu ekonomi, ilmu sejarah, ilmu geografi, dan ilmu komunikasi.

In the initial studies of international relations (IR), the realist paradigm dominated by positioning the state as the primary unit of analysis. This approach neglected the role of individuals and psychological insights. Nevertheless, research in this area continued to evolve with increasing recognition of political psychology. This interdisciplinary field integrates political science and psychology, focusing significantly on the role of emotions in influencing political behavior and decision-making processes. This paper aims to examine and map 45 peer-reviewed international publications that are relevant to the topic of emotions in international relations. Employing a literature review methodology, this paper seeks to address the question: How has the study of emotions in international relations evolved? To answer this question, the paper analyzes the body of literature on emotions in international relations by applying a taxonomic approach across three main thematic focuses: (1) the role of emotions in diplomacy and negotiation; (2) emotions in social and political dynamics; and (3) the impact of emotions on policy and public perception. The findings from this literature review indicate that emotions are not only critical factors in diplomatic decisions and conflicts but also play a significant role in the formation of national identity and public perceptions of foreign policy. This study contributes to enhancing the understanding of integrating emotions into IR analysis and underscores the importance of interdisciplinary approaches that combine international relations with other disciplines, including, but not limited to, psychology, economics, history, geography, and communication studies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Najla Putri
"Globalisasi telah mendorong persebaran isu-isu transnasional sekaligus peran aktor nonnegara dalam hubungan internasional, termasuk selebritas. Selebritas adalah pribadi publik terkenal dalam industri hiburan yang dengan ketenarannya berdampak terhadap kesadaran masyarakat luas. Bersamaan dengan media massa dan konektivitas teknologi informasi, kemampuan selebritas tidak hanya dapat menarik perhatian terhadap isu global tertentu, tetapi juga membentuk norma dan diskursus, hingga memengaruhi kebijakan internasional. Dengan merek dan visibilitasnya, selebritas memiliki pengaruh terhadap proses dan praktik hubungan internasional dalam bentuk apa pun. Sementara aktor nonnegara lain sudah banyak dikaji dalam Ilmu Hubungan Internasional (HI), selebritas yang memiliki sumber daya memengaruhi proses politik internasional masih membutuhkan pemahaman konseptual yang lebih komprehensif—berangkat dari “diplomasi selebritas.” Untuk mengisi ceruk tersebut, penulis melakukan tinjauan pustaka sistematis untuk mensintesiskan berbagai literatur terdahulu yang membahas peran dan keterlibatan selebritas dalam tata kelola global. Dengan memetakan serta menganalisis 29 dokumen melalui metode taksonomi, paparan ini mengidentifikasi empat tema utama, yaitu: 1) konseptualisasi selebritas dalam hubungan internasional; 2) hubungan selebritas dengan aktor internasional lain; 3) jenis isu global yang diwakili selebritas; serta 4) pandangan kritis terhadap peran selebritas dalam hubungan internasional. Analisis tersebut dilanjutkan dengan identifikasi konsensus-perdebatan, tren bahasan, serta kesenjangan penelitian yang ada. Studi ini menunjukkan bahwa selebritas secara umum dikaji dalam konteks diplomasi, termasuk soft power, dan bagian dari jejaring transnasional. Jangkauan global, latar belakang tidak profesional dalam HI, unsur tontotan, dedikasinya terhadap isu, serta hubungannya dengan aktor internasional lain menjadi kriteria-kriteria utama dari selebritas yang dikaji dalam Ilmu HI. Sayangnya, masih terdapat dominasi Barat dalam diskusi akademis serta objek penelitian literaturliteratur tersebut. Studi ini menemukan adanya hubungan erat antara selebritas dengan hubungan power Utara-Selatan. Meskipun temuan tersebut menunjukkan bahwa selebritas layak dikaji sebagai sebagai aktor internasional yang semakin relevan dalam HI kontemporer, masih terdapat ruang untuk pengembangan lebih lanjut mengenai diskursus peran selebritas demi memiliki dasar analisis yang kokoh dan inklusif.
..... Globalization has catapulted the spread of transnational issues as well as the role of nonstate actors, including celebrities, in international relations. Celebrities are wellknown public figures who, with their fame, have an impact in public awareness. Along with mass media and information technology, celebrities can draw attention to certain global issues, shape norms and discourses, and even influence international policy. With their brand and visibility beyond national borders, these global celebrities arguably have an influence on international relations processes and practices of all kinds. While other nonstate actors have been widely studied in International Relations (IR), celebrities with the resources to influence the international elites and citizens alike still require a more comprehensive conceptual understanding—stemming from “celebrity diplomacy.” To address this gap, this paper conveyed a systematic literature review to synthesize the state of previous literature discussing the role and involvement celebrities have in global governance. By mapping and analyzing 29 documents using taxonomy, this paper identifies four main themes, namely: 1) the conceptualization of celebrity in international relations; 2) celebrity’s involvement with other international actors; 3) various types of global issues the celebrity represents; and 4) critical views of celebrities’ role in international relations. The analysis is continued by identifying consensus-debates, discussion trends, and research gaps. This study shows that celebrities are generally studied in the context of diplomacy, including soft power, and as part of larger transnational networks. Global reach, relatively unprofessional background in international issues or IR, element of spectacle, dedication to the cause, and relationships with other international actors constitute the main criteria for celebrities studied in IR. Unfortunately, there is Western dominance in academic discussions as well as research objects in those literature. This study also finds a correlation between celebrities and North-South relations. Although these findings indicate that celebrities are indeed worthy of study as international actors who are increasingly relevant in contemporary IR, there is still room for further development of the discourse regarding the role of celebrities to have an even more solid and inclusive analytical basis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lerryant Krisdy Gunanto Basuki
"Sejak publikasi buku International Relations on Film karya Robert W. Gregg pada tahun 1998, muncul sebuah tren analisis film dalam HI. Oleh karena itu, pola analisis film dalam HI perlu ditinjau lebih lanjut dalam sebuah tinjauan pustaka. Tulisan ini bertujuan untuk memetakan dan melacak pola analisis film dalam Ilmu Hubungan Internasional. Tinjauan literatur ini merujuk ke 68 bahan bacaan utama, yang terdiri dari 8 buku dan 60 artikel jurnal. Metode penelitian yang digunakan adalah metode literature meta-analysis dimana penulis mengumpulkan detail-detail dari berbagai macam literatur dengan topik film dalam HI dan kemudian menyatukan hasilnya. Lewat metode tersebut, penulis
mengelompokkan literatur-literatur tersebut ke dalam lima kategori utama, yaitu: 1) Film sebagai Alat Pedagogi HI, 2) Film sebagai Objek Analisis HI, 3) Genre Film dalam Analisis HI, 4) Analisis Kawasan Industri Film Global, dan 5) Bahasan Minor dalam Analisis Film HI. Tulisan ini berusaha melihat perdebatan, konsensus, dan celah
penelitian dalam literatur film HI. Penulis menarik kesimpulan bahwa film memiliki relevansi yang semakin berkembang dalam ilmu dan praktik HI. Terlepas dari relevansi yang makin berkembang tersebut, penulis menilai bahwa film masih memiliki perjalanan yang panjang untuk menjadi tradisi analisis yang kuat.

Since the publication of Robert W. Gregg`s International Relations on Film book in 1998, there has been a trend of film analysis in IR. Therefore, the pattern of film analysis in IR needs to be further reviewed in a literature review. This paper aims to map and track the patterns of film analysis in International Relations. This literature review refers to 68 main reading materials, consisting of 8 books and 60 journal articles. The research method used is the literature meta-analysis method in which the reseracher collects details from various
kinds of literature then unifies the results. Through this method, the literatures mentioned are grouped into five main categories, namely: 1) Film as an IR Pedagogy Tool, 2) Film as an Object of IR Analysis, 3) Film Genres in IR Analysis, 4) Analysis of the Global Film Industries, and 5) Minor Discussions in IR Film Analysis. This paper attempts to see the debate, consensus, and research gaps in IR film literatures. The author draws the conclusion that film has a growing relevance in IR. Despite the growing relevance, film still has a long way to go to become a strong analysis tradition.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Soli Agrina
"ABSTRAK
Keamanan siber merupakan pondasi pembangunan ekonomi digital dan terwujudnya ketahanan nasional di Indonesia. Tidak dapat disangkal bahwa teknologi dapat membantu pencapaian dan menjadi ancaman. Mengatur dunia siber bisa membingungkan melihat Indonesia memiliki beberapa siber yang dimiliki oleh institusi baik di sektor pemerintah, swasta, universitas dan komunitas masyarakat. Konsep awal Pusat Pertahanan Siber di Kementerian Pertahanan (Kemhan) didesain sebagai pusat pertahanan siber nasional, akhirnya difokuskan untuk dioperasikan internal Kemhan sehingga beberapa fungsi kapabilitas tidak berjalan dengan optimal. Urgensi pertahanan siber ditujukan untuk mengantisipasi datangnya ancaman dan serangan siber yang terjadi dan menjelaskan posisi ketahanan saat ini, sehingga diperlukan kesiapan dan ketanggapan dalam menghadapi ancaman serta memiliki kemampuan untuk memulihkan akibat dampak serangan yang terjadi di ranah siber. SOC membutuhkan strategi peningkatan kapabilitas pertahanan siber dalam menghadapi ancaman dan serangan. Ketiadaan kerja sama dan koordinasi dengan Badan Siber Nasional ataupun Kementerian lainnya menyebabkan SOC terjebak dalam rutinitas yang biasa sehingga hasil penanganan serangan siber belum cukup berdampak, baik bagi Kemhan maupun secara nasional. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, penelitian ini berfokus melakukan analisis Gap kapabilitas SOC Kemhan menurut Pedoman Pertahanan Siber dengan delapan kapabilitas SOC oleh Carson Zimmerman. Pemetaan kapabilitas ini menunjukkan bahwa SOC Kemhan hanya unggul pada dua kapabilitas yaitu Analisis Artifak dan Teknologi Pendukung dari delapan kapabilitas SOC Zimmerman. Penelitian ini menghasilkan lima strategi peningkatan kapabilitas SOC termasuk model konseptual koordinasi antar lembaga untuk menjadikan Pusat Pertahanan Siber yang berdampak bagi Kementerian Pertahanan dan nasional."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>