Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 221289 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aura Maghfira Ramadhani
"ABSTRAK
Saat ini warfarin adalah terapi standar yang digunakan untuk manajemen stroke jangka panjang, namun warfarin memiliki keterbatasan. Rivaroxaban telah dikembangkan untuk menjawab keterbatasan tersebut dengan keunggulan yang ada, namun memiliki harga yang lebih mahal per unitnya dibandingkan warfarin. Belum diketahui secara pasti besar total biaya terapi rivaroxaban dan warfarin pada pasien stroke iskemik. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis biaya terapi rivaroxaban dan warfarin pada pasien stroke iskemik rawat jalan berdasarkan perspektif rumah sakit. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan pengambilan data secara retrospektif. Subjek penelitian ini adalah seluruh pasien stroke iskemik rawat jalan usia ≥18 tahun yang mendapatkan terapi rivaroxaban dosis 15 mg atau 20 mg atau terapi warfarin minimal 3 bulan berturut-turut di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta tahun 2018-2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel penelitian didominasi oleh laki-laki (64,8%) dan kategori usia 55-<65 tahun (37,0%). Total biaya terapi rivaroxaban dan warfarin pada pasien stroke iskemik di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta tahun 2018-2019 berturut-turut sebesar Rp3.377.977,00 dan Rp1.470.184,57 serta ada perbedaan signifikan total biaya antara kedua kelompok terapi (p=0,002).

ABSTRACT
Warfarin is currently the standard therapy for long-term stroke management, but warfarin has limitations. Rivaroxaban has been developed to answer these limitations with existing advantages, but the price per unit is more expensive. The total cost of rivaroxaban and warfarin therapy in ischemic stroke patients is not known yet. This study was conducted to analyze the cost of rivaroxaban and warfarin therapy in ischemic stroke outpatients based on a hospital perspective. This study used a cross-sectional design with retrospective data collection. The subjects of this study were all ischemic stroke outpatients aged ≥18 years who received 15 mg or 20 mg rivaroxaban therapy or warfarin therapy for at least 3 consecutive months at National Brain Center Hospital Jakarta in 2018-2019. The results showed the subjects were dominated by men (64.8%) and the age category of 55-<65 years (37.0%). The total cost of rivaroxaban and warfarin therapy in ischemic stroke patients at National Brain Center Hospital Jakarta in 2018-2019 was Rp3,377,977.00 and Rp1,470,184.57 respectively and there was a significant difference in the total cost between the two groups (p = 0.002)."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonita Dochrist Teresa
"Stroke merupakan salah satu penyakit kardioserebrovaskular yang digolongkan sebagai penyakit katastropik. Seiring meningkatnya prevalensi stroke, maka beban biaya pelayanan kesehatan tentu akan meningkat. Beberapa penelitian mengenai penggunaan dabigatran dan warfarin pada pasien stroke iskemik menunjukkan bahwa dabigatran menghasilkan biaya medis langsung yang lebih tinggi dibandingkan warfarin, namun hal ini diimbangi dengan manfaat kesehatan tambahan dalam hal jumlah tahun kehidupan berkualitas yang disesuaikan (JTKD). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya terapi dabigatran dan warfarin pada pasien stroke iskemik. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan pengumpulan data biaya berdasarkan perspektif rumah sakit. Subjek penelitian adalah pasien rawat jalan dengan diagnosis stroke iskemik yang berusia 18 tahun ke atas dan mendapat terapi dabigatran atau warfarin di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta pada tahun 2018-2019. Karakteristik pasien dari penelitian ini ialah pria (63%) dan berusia 55 - <65 tahun (40,7%). Berdasarkan hasil analisis, total biaya terapi dabigatran sebesar Rp1.656.412,03, dan Rp2.014.007,00 untuk terapi warfarin. Tidak ada perbedaan bermakna antara total biaya terapi dabigatran dan terapi warfarin berdasarkan uji beda Mann-Whitney (P=0,842). Oleh karena itu, dari aspek total biaya, dabigatran dapat dipertimbangkan sebagai rekomendasi terapi antikoagulan pada pasien stroke iskemik.

Stroke is a cardioserebrovascular disease which classified as a catastrophic disease. As the prevalence of stroke increase, the burden of healthcare cost will certainly increase. Several studies on the use of dabigatran and warfarin in ischemic stroke patients showed that dabigatran resulted in higher direct medical cost compared to warfarin, but this is offset by additional health benefits in terms of quality-adjusted life-year (QALY). This study aimed to analyze total costs of dabigatran and warfarin therapy in ischemic stroke patients. This study used a cross-sectional design with cost data collection based on hospital perspective. Subjects were outpatients with diagnosis of ischemic stroke aged 18 years and over who received dabigatran or warfarin therapy at the National Brain Center Hospital in 2018-2019. Patients’ characteristics of this study were men (63%) and aged 55 - <65 years old (40,7%). Based on the analysis, a total cost of Rp1,656,412.03, was obtained for dabigatran therapy, and Rp2,014,007.00 for warfarin therapy. There was no significant differences between the total cost of dabigatran therapy and warfarin therapy based on Mann-Whitney test (P=0,842). Therefore, from the aspect of total cost, dabigatran can be considered as a recommendation for anticoagulant therapy in ischemic stroke patients."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Charisa Diah Iswari
"Stroke merupakan salah satu penyakit katastropik yang berdampak besar terhadap perkembangan sosio-ekonomi negara Indonesia. Setiap penyakit stroke iskemik akan menghasilkan biaya langsung medis insiden dalam jangka panjang akan menjadi signifikan terhadap beban ekonomi nasional. Penelitian mengenai analisis biaya stroke iskemik masih beragam sehingga masih perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya terapi aspirin dan kombinasi aspirin-klopidogrel pada pasien stroke iskemik di RS Pusat Otak Nasional Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan teknik pengambilan data secara retrospektif menggunakan data biaya langsung medis yang ditinjau berdasarkan perspektif rumah sakit. Subjek penelitian adalah pasien rawat jalan dengan diagnosis stroke iskemik yang berumur 18 tahun ke atas di RS Pusat Otak Nasional Jakarta yang sudah mendapatkan terapi aspirin atau kombinasi aspirin-klopidogrel dengan penggunaan minimal tiga bulan dan tanpa mengalami perubahan terapi pada tahun 2019. Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data pasien dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS), data penggunaan dari instalasi farmasi, dan data biaya dari bagian keuangan rumah sakit. Berdasarkan hasil analisis, subjek penelitian didominasi oleh laki-laki (61,8%) dengan kelompok umur 55-64 tahun (38,2%). Biaya pengobatan berdasarkan perspektif rumah sakit pada pasien stroke iskemik dengan terapi aspirin sebesar Rp3.770.468,72, sedangkan untuk terapi kombinasi aspirin-klopidogrel sebesar Rp2.964.017,82. Hal ini menunjukkan total biaya terapi aspirin lebih tinggi Rp806.450,90 dibandingkan terapi kombinasi aspirin-klopidogrel, akan tetapi statistik tidak ada perbedaan signifikan nilai rerata total biaya pengobatan pasien stroke iskemik yang menggunakan terapi aspirin atau kombinasi aspirin-klopidogrel.
Stroke is a catastrophic disease that has a major impact on the socio-economic development in Indonesia. Every incident of ischemic stroke will affect direct medical costs which in the long term will be significant to the national economic burden. Research of the analysis of ischemic stroke costs are still diverse so that research about it is still needed. This study aimed to analyze the cost of aspirin and the combination of aspirin-clopidogrel therapy in ischemic stroke patients at the National Brain Center Hospital Jakarta. This study used a cross-sectional design that used direct medical cost data retrospectively that were reviewed based on hospital perspective. The research subjects were outpatients who were diagnosed with ischemic stroke aged 18 years or older at the National Brain Center Hospital Jakarta that used aspirin or combination of aspirin-clopidogrel therapy for at least three months and the undergoing therapy did not change on any of the drugs in 2019. Data were collected by collecting patient data from hospital information system, the used of the drug from hospital pharmacy, and cost data from the hospital's finance department. Based on the results of analysis, the research subjects were dominated by men (61.8%) with 55 - 64 years old (38.2%). Total cost of the treatment based on hospital perspective in ischemic stroke patients used aspirin therapy was IDR 3,770,468.72, while for combination of aspirin-clopidogrel therapy was IDR 2,964,017.82. This showed that the total cost of aspirin therapy was higher amount Rp806,450.90 than the combination of aspirin-clopidogrel therapy but statistically, there was no significant difference in the average of total cost of the treatment in ischemic stroke patients used aspirin or combination of aspirin-clopidogrel therapy
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Della Desvina
"Tujuan Penelitian Stroke merupakan penyebab kedua kematian secara global dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesintasan pasien stroke berdasarkan tipe stroke hemoragik dan iskemik di RSPON Jakarta. Metode Desain penelitian menggunakan kohort retrospektif. Pasien rawat inap dengan diagnosis stroke pertama dimasukkan ke dalam penelitian. Sampel terdiri dari 134 pasien stroke hemoragik dan 134 pasien stroke iskemik yang dicatat dalam rekam medis pada periode waktu 1 Januari-30 November 2018. Pasien diamati dari waktu diagnosis hingga event (meninggal) dalam kurun waktu 30 hari. Hasil Analisis Kaplan Meier menunjukkan probabilitas 30 hari kesintasan pasien stroke iskemik (91,8%) lebih tinggi dibandingkan dengan pasien stroke hemoragik (78,3%)(p<0,05). Rata-rata kesintasan pasien stroke iskemik, yaitu selama 27 hari, sedangkan pasien stroke hemoragik selama 23 hari. Hasil analisis cox regression didapatkan, risiko kematian pasien stroke hemoragik 4,05 kali lebih besar dibandingkan pasien stroke iskemik setelah dikontrol oleh umur dan diabetes melitus di RSPON Jakarta (p<0,05) dalam kurun waktu 30 hari. Kesimpulan Probabilitas kesintasan pasien stroke iskemik lebih tinggi dibandingkan pasien stroke hemoragik di RSPON Jakarta tahun 2018.

Stroke is the second leading cause of death in the world and still a major health problem in Indonesia. The aim of this study was to identify survival of stroke patients according to hemorrhagic (HS) and ischemic (IS) stroke type in National Brain Center Hospital Jakarta. Methods A cohort retrospective study. Acute first-ever stroke inpatients were included in this study. The sample consists of 134 HS and 134 IS and recorded in medical record from January 1 to November 30, 2018. All study patients were followed-up from diagnosis time to event (death) in 30 days. Results Kaplan-Meier analysis showed that survival probability at 30 days was higher for IS (91,8%) than HS (78,3%) (p < 0,05). Mean survival time of IS (27 days) was longer than HS (23 days). Cox Regression analysis found the risk of death for HS was 4,05 times greater than the risk of death for IS after adjusted by age and diabetes mellitus in National Brain Center Hospital Jakarta (p < 0,05) at 30 days. Conclusions Survival probability IS was higher than HS within 30 days of the first-ever stroke in National Brain Center Hospital Jakarta"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53643
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Weny Rinawati
"Latar belakang. Masalah yang sering dihadapi pada pelayanan pasien Jaminan Kesehatan Nasional adalah kesenjangan biaya perawatan pasien stroke dengan tarif INA-CBGs. Hal ini terkait dengan biaya perawatan dan Clinical Pathway.
Tujuan. Mengetahui biaya perawatan pasien stroke di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional.
Metoda. Penelitian kuantitatif deskriptif mengikutsertakan 277 subjek penyakit stroke yang diperoleh di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta selama Januari ? Juni 2015. Biaya perawatan stroke dihitung berdasarkan biaya satuan (unit cost) dengan menggunakan metode activity based costing dan Clinical Pathway.
Hasil. Biaya satuan perawatan stroke iskemik dan stroke hemoragik berdasarkan Clinical Pathway, dengan memperhitungkan biaya investasi dan biaya gaji, tanpa memperhitungkan jasa medis berturut-turut adalah Rp 311,860,860.83 dan Rp 585,083,610.01; dengan memperhitungkan biaya investasi, biaya gaji, dan jasa medis berdasarkan tarif rumah sakit adalah Rp 321,682,940.73 dan Rp598,929,450.01; dengan memperhitungkan biaya investasi, biaya gaji, dan jasa medis berdasarkan tarif IDI adalah Rp 318,360,860.73 dan Rp 594,333,610.01; tanpa memperhitungkan biaya investasi, biaya gaji, dan jasa medis adalah Rp30,361,681.00 dan Rp25,698,199.46; tanpa memperhitungkan biaya investasi dan biaya gaji, tetapi memperhitungkan jasa medis berdasarkan tarif rumah sakit adalah Rp 40,183,761.00 dan Rp 39,544,199.46; tanpa memperhitungkan biaya investasi dan biaya gaji, tetapi memperhitungkan jasa medis berdasarkan IDI adalah Rp 36,861,681.00 dan Rp 34,948,199.46.
Simpulan: Dijumpai selisih biaya perawatan berdasarkan biaya satuan dan Clinical Pathway, baik yang memperhitungkan biaya investasi, gaji, dan jasa medis, maupun tanpa memperhitungkan biaya investasi, gaji, dan jasa medis, dengan tarif layanan existing dan tarif INA-CBGs.

Background. Problem often encountered in patient care National Health Insurance is the gap between the cost of stroke treatment with INA-CBGs tariff. This is related to the cost of treatment and the Clinical Pathway.
Aim. Knowing the cost of stroke treatment in the National Brain Center Hospital Jakarta.
Methods. Descriptive quantitative study involving 277 subjects stroke obtained at the National Brain Center Hospital Jakarta during January - June 2015. The cost of stroke treatment are calculated based on the unit cost using activity-based costing method and Clinical Pathway.
Results. The unit cost of ischemic stroke and hemorrhagic stroke treatment by Clinical Pathway, taking into account investment costs and salary costs, regardless of medical services is IDR 311,860,860.83 and IDR 585,083,610.01; taking into account investment cost, salary cost, and medical services tariff based hospital is IDR 321,682,940.73 and IDR 598,929,450.01; taking into account investment cost, salary cost, and medical services tariff based IDI is IDR 318,360,860.73 and IDR 594,333,610.01; without taking into account investment cost, salary cost, and medical services are IDR 30,361,681.00 and IDR 25,698,199.46; without taking into account the investment cost and salary cost, but taking into account medical services tariff based hospital is IDR 40,183,761.00 and IDR 39,544,199.46; without taking into account the investment cost and salary cost, but taking into account medical services tariff based IDI is IDR 36,861,681.00 and IDR 34,948,199.46.
Conclusion. Found difference in the cost of stroke treatment is based on unit cost and Clinical Pathway, both of which take into account the investment, salaries, and medical services cost, and without taking into account investment, salaries, and medical services cost, with existing services and tariff rates INA-CBGs.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T45973
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yenni Syafitri
"Stroke iskemik menduduki urutan pertama dalam daftar 10 penyakit terbanyak di RS Pusat Otak Nasional (RSPON) tahun 2016-2017. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui probabilitas ketahanan hidup satu tahun pasien stroke iskemik yang dirawat di RSPON tahun 2016-2017 berdasarkan fase perawatan awal dan tingkat keparahan penyakit. Rancangan penelitian ini adalah kohort retrospektif. Populasi penelitian ini adalah pasien stroke iskemik yang dirawat di RSPON periode 1 Januari 2016 sampai 31 Desember 2017. Sampel terpilih sebanyak 232 pasien dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa probabilitas ketahanan hidup satu tahun pasien stroke iskemik di RSPON adalah 58,2%. Regresi cox ganda menunjukkan bahwa setelah dikontrol oleh status gangguan jantung maka pasien dengan tingkat keparahan penyakit mengancam jiwa memiliki risiko mengalami kematian 4,484 kali dibanding pasien yang tidak memiliki gejala stroke.

Ischemic stroke ranks first on the list of 10 most diseases at the National Brain Center Hospital (RSPON) in 2016-2017. This study aims to determine the probability of one-year survival of ischemic stroke patients admitted to RSPON in 2016-2017 based on the initial treatment phase and the severity of the disease. The design of this study was a retrospective cohort. The population of this study was ischemic stroke patients admitted to RSPON for the period of January 1, 2016, until December 31, 2017. A total of 232 patients were selected by observing the inclusion and exclusion criteria. The results showed that the probability of one-year survival of ischemic stroke patients at RSPON was 58.2%. Multiple cox regression showed that after being controlled by heart disease status, patients with life-threatening disease severity had a risk of experiencing 4,484 deaths compared to patients with no symptoms of stroke."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54298
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lami Trisetiawati
"Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya risiko stroke berulang pada pasien paska stroke pertama di RS Pusat Otak Nasional dan faktor risikonya.
Metode: Desain penelitian ini adalah cohort retrospektif. Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien stroke serangan pertama yang menjalani pelayanan rawat inap pada tahun 2014 dan memiliki catatan rekam medik yang lengkap. Analisis data mengunakan regresi cox multivariat.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada bulan ≤ 15,umur ≥ 60 tahun memiliki risiko lebih besar untuk terjadinya stroke berulang ; pada bulan < 15, overweight memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya stroke berulang; pada bulan ≤ 15, obesitas memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya stroke berulang; pada bulan ≤ 30, pre hipertensi memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya stroke berulang ; pada bulan ≤ 15, hipertensi grade 1 dan 2 memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya stroke berulang, ; kontrol yang tidak teratur memiliki risiko 8,71 kali lebih tinggi untuk terjadinya stroke berulang.

Objective: This study aims to determine the risk of recurrent strokein patients with post-stroke first in the brain center of the national hospitaland the risk factors that influence.
Methods: This study was a retrospective cohort. The sample in this study is the first to attack all stroke patients who underwent inpatient services in 2014 and had a complete medical record. Analysis of data using multivariate cox regression.
Results: The results showed that in ≤ 15, ≥ 60 years of age have a greater risk for recurrent stroke; in <15 overweight have a higher risk for recurrent stroke; in ≤ 15, obesity have a higher risk for recurrent stroke; in ≤ 30, pre-hypertension are at higher risk forrecurrent stroke; in ≤ 15, hypertension grade 1 and 2 have a higher risk for the recurrent stroke; control irregular had 8.71 times higher risk for recurrent stroke.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aktiva Noviyanti
"Stroke termasuk bagian dari penyakit tidak menular yang menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Penyakit multikausal ini terjadi dipengaruhi oleh banyak faktor risiko, salah satunya karena pola makan yang berisiko.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola konsumsi makanan berisiko pada pasien stroke di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional. Desain penelitian ini adalah deskriptif cross-sectional dengan menggunakan kuesioner Food Frequency Questionnaire (FFQ) dan analisis data uji proporsi. Penelitian ini dilakukan pada 82 responden yang dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling pada pasien stroke rawat jalan di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta. Hasil penelitian ditemukan 50,4% pasien memiliki pola konsumsi makanan tinggi natrium yang berlebih, 50% memiliki pola konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol yang berlebih, sedangkan hanya 23,3% pasien stroke yang memiliki pola konsumsi kurang sayur dan buah. Dengan demikian, pola konsumsi makanan tinggi natrium, lemak, dan kolesterol menjadi faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya stroke.

Stroke is a non-communicable disease which can lead to death and disability. This multicausal disease is brought on by many risk factors; for instance, risky dietary patterns. This research is conducted to investigate the risky dietary patterns of stroke patients at the National Brain Center Hospital (Rumah Sakit Pusat Otak Nasional). This research is carried out using cross-sectional descriptive design; implying the use of Food Frequency Questionnaire (FFQ) and proportion testing method to collect and analyze the data. There are 82 respondents chosen using purposive sampling technique among the ambulatory stroke patients at the National Brain Center Hospital. This research finds that among the 82 stroke patients, 50,4% have an excess of natrium in their diet, 50% regularly consume foods and beverages which are high in fat and cholesterol, and 23,3% lack for fruits and vegetables intake. These findings suggest that dietary patterns which are high in natrium, fat, and cholesterol can be the risk factor for stroke."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirda Syari
"Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, diketahui bahwa terapi rivaroxabanmemiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan terapi kombinasi UFH warfarin untuk pengobatan trombosis vena dalam deep vein thrombosis/DVT . Akan tetapi,masih sedikit dokter di RS Kanker Dharmais yang memberikan terapi rivaroxabanuntuk pengobatan DVT. Penelitian evaluasi ekonomi parsial ini bertujuan untukmenganalisis efektivitas/outcome dan besarnya biaya yang dibutuhkan dari perspektifrumah sakit antara pemberian terapi rivaroxaban dan terapi kombinasi UFH warfarin untuk pengobatan DVT pada pasien kanker di Rumah Sakit Kanker Dharmais tahun2016 -; 2018.
Karena keterbatasan jumlah pasien yang mendapatkan terapi rivaroxabanselama 3 - 6 bulan, studi ini menganalisis biaya dan efektivitas/outcome dari pasienyang mendapatkan terapi selama 1 bulan. Efektivitas/outcome yang diukur adalahintermediate outcome, yang meliputi lama hari rawat, kesembuhan, dan kejadianperdarahan. Biaya dihitung berdasarkan biaya yang dibebankan kepada pasien charge ,yang meliputi biaya obat, pemeriksaan penunjang, tindakan, serta administrasi danakomodasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk efektivitas/outcome terapi rivaroxaban, sebagian besar pasien tidak mendapatkan perawatan rawat inap, 40 pasien dinyatakan sembuh dari DVT, dan tidak ada pasien yang mengalami kejadian perdarahan. Rata-rata biaya terapi rivaroxaban hingga mencapai outcome yang diharapkan adalah Rp 8.824.791,00. Untuk efektivitas/outcome terapi kombinasi UFH warfarin, sebagian besar pasien memiliki lama hari rawat antara 8 -; 14 hari, 46 pasien dinyatakan sembuh dari DVT, dan tidak ada pasien yang mengalami kejadian perdarahan. Rata-rata biaya terapi kombinasi UFH warfarin hingga mencapai outcome yang diharapkan adalah Rp 13.201.698,00.

Based on previous studies, rivaroxaban therapy has several advantages compared to combination therapy UFH warfarin for the treatment of deep vein thrombosis DVT. However, the use of rivaroxaban in Dharmais Cancer Hospital is still low. This partial economic evaluation study aims to analyze cost and consequence of rivaroxaban therapy and combination therapy UFH warfarin for DVT treatment in cancer patients at the Dharmais Cancer Hospital during 2016 - 2018. Data collection was done using cohort retrospective and individual unit of analysis.
Due to limited number ofpatient treated with rivaroxaban therapy within 3 - 6 months, we estimated the cost and consequence related to patients who were successfully treated in one month. The consequence was the intermediate outcome, i.e length of stay, recovery, and the occurrence of bleeding. The cost was calculated based on hospital perspective including drugs, laboratory tests, procedures, as well as the administrative and accommodation costs.
The results showed that patients with rivaroxaban therapy were not admitted to inpatient care, 40 of patients were recovered from DVT, and none of the patients experienced bleeding. The average cost of rivaroxaban therapy to reach the expected outcome was Rp 8,824,791.00. The study also showed that the outcome of combination therapy UFH warfarin were length of stay between 8 to 14 days, 46 of patients were recovered from DVT, and none of the patients experienced bleeding. The average cost of combination therapy UFH warfarin to reach the expected outcome was Rp 13,201,698.00.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoza Misra Fatmi
"Program spesialis keperawatan medikal bedah khususnya neurologi dimaksudkan untuk menjadikan seorang perawat spesialis neurosains yang berperan dalam pemberi asuhan keperawatan lanjut, melakukan pembuktian ilmiah, dan agen pembaharu. Asuhan keperwatan yang dilaksanakan pada kasus stroke hemoragik dan 30 pasien dengan gangguan neurologis menggunakan pendekatan Model adaptasi Roy. Perilaku maladaptif yang paling sering ditemui pada mode adaptasi fisiologis adalah ketidakefektfan perfusi serebral. Intervensi keperawatan yaitu monitor tekanan intrakranial bertujuan untuk meningkatkan adaptasi pasien dalam meningkatkan perfusi jaringan cerebral. Penerapan EBN tentang penilaian kualitas tidur pada pasien stroke menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index. Tiga puluh pasien menunjukkan bahwa sebagian besar paien mengalami kualitas tidur buruk. Program inovasi keperawatan berupa penerapan perawatan pasca craniotomy di ruang NCCU, HCU dan rawat inap bedah saraf.

The medical surgical nursing specialist program, especially neurology, is intended to become a neuroscience specialist nurse who plays a role in providing advanced nursing care, conducting scientific evidence, and a reforming agent. Nursing care was carried out in cases of hemorrhagic stroke and 30 patients with neurological disorders using the Roy adaptation model approach. The most common maladaptive behavior in physiological adaptation modes is cerebral perfusion ineffectiveness. Nursing intervention, namely intracranial pressure monitor, aims to improve patient adaptation in increasing cerebral tissue perfusion. The application of the EBN on sleep disturbance screening in stroke patients using the Pittsburgh Sleep Quality Index. Thirty patients indicated that most patients experienced poor quality sleep. Nursing innovation program in the form of post craniotomy care application in the NCCU, HCU and neurosurgery inpatients."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>