Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168177 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zarkoni Azis
"Konsumsi minyak bensin atau gasoline untuk bahan bakar mesin transportasi dalam negeri selama ini telah melebihi kapasitas unit produksi. Sebagian besar produk gasoline dihasilkan dari unit perengkahan katalitik menggunakan umpan utama fraksi gasoil. Upaya untuk meningkatkan yield dan kualitas oktana gasoline umumnya dilakukan melalui seleksi katalis dan optimalisasi kondisi proses, meskipun demikian sifat umpan juga mempengaruhi produk akhir. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mempelajari metode proses alternatif peningkatan yield dan angka oktana gasoline dengan cara modifikasi umpan menggunakan campuran vacuum gasoil dengan trigliserida dan asam lemak jenuh dan tak jenuh berbasis sawit.
Eksperimen reaksi perengkahan dilakukan pada fluid-bed reaktor dengan umpan campuran vacuum gasoil dengan minyak sawit murni, distilat asam lemak dan asam oleat dalam rentang konsentrasi 0 sampai 15% menggunakan katalis zeolite REY pada suhu 530oC dan rasio katalis-umpan 5,5 g/g. Perengkahan umpan menghasilkan produk gas dan cair serta coke yang terdeposit dalam katalis. Produk gas dianalisa menggunakan GC refinery gas analyzer untuk menentukan komposisi gas hidrokarbon C1, C2, C3 & C4 serta H2. Produk cair dianalisa menggunakan GC simulated distillation untuk menentukan yield gasoline, LCO dan bottom. Angka oktana gasoline dianalisa dengan GC DHA. Kadar air dalam produk cair dianalisa dengan metode Karl-Fischer. Analisa coke dengan metode Infrared dan keasaman katalis dengan metode NH3-TPD.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa perengkahan VGO dengan 5%RBDPO meningkatkan yield gasoline dari 42,9% menjadi 46,9% dan angka oktana dari 91,8 menjadi 96,2. Perengkahan VGO dengan 5%(RBDPO_PFAD) dapat meningkatkan yield gasoline menjadi 48,3% dengan angka oktana 97,5. Perengkahan VGO dengan 5%(RBDPO_Oleic acid) dapat meningkatkan yield gasoline menjadi 45,2% dengan angka oktana 98,2. Kandungan asam lemak jenuh dan tak jenuh dalam umpan berperan dalam reaksi-reaksi perengkahan, isomerisasi, transfer hidrogen dan aromatisasi yang mempengaruhi struktur yield produk dan komposisi hidrokarbon n-parafin, iso-parafin, olefin, naften dan aromatik. Penambahan RBDPO, PFAD dan Oleic acid pada umpan VGO menyebabkan kenaikan komposisi hidrokarbon iso-parafin dan olefin dalam gasoline.
The consumption of gasoline for transportation fuel in domestic has exceeded the production unit capacity. Most of gasoline is produced from fluid catalytic cracking unit that proceeds gasoil fraction as main feedstock. Some efforts to upgrade gasoline yield and its octane quality usually is perfomed by catalyst selection and process optimization, eventhough feed nature also influence to the end-product.
This research work was aimed to find out and learn the alternative method in fluid catalytic cracking process to upgrade gasoline yield and octane quality by means of feed modification using mixture of vacuum gasoil with palms triglycerides and fatty acids having single and double-bonds. The experimental catalytic reaction was performed at fluid-bed reactor of advance cracking evaluation unit utilizing mixture of vacuum gasoil with pure palm oil, fatty acid distillate and oleic acid over zeolite REY catalysts at reaction temperature of 530oC and catalyst oil ratio 5.5 g/g.
The cracking of feedstocks under process condition resulted in gaseous and liquid products, as well as coke deposited on catalyst. The gaseous product was analyzed by online gas chromatography to identify dry gas of C1, C2 & H2, and LPG of C3, C4 hydrocarbons. Liquid product was analyzed using gas chromatography of simulated distillation to obtain yields of gasoline, light cycle oil and bottoms. Gasoline octane number was analyzed using GC DHA method. Water contained in liquid product was analyzed by Karl Fischer method. Coke was analyzed by online Infrared analyzer and catalyst acidity was analyzed using NH3 TPD method.
From the reaseach work, it was found that the cracking of VGO with 5%RBDPO could increase gasoline yield from 42.9% to 46.9% and octane number from 91.8 to 96.2. The cracking of VGO with 5%RBDPO PFAD increased gasoline yield to 48.3% and octane number to 97.5 meanwhile cracking of VGO with 5%RBDPO Oleic acid increased gasoline yield to 45.2% and octane number to 98.2. The role of single and double-bonds fatty acids in feedstock appeared to play in reactions of cracking, isomerization, hydrogen transfer and aromatization that influenced the product yields structure and hydrocarbon composition of nparaffins, isoparaffins, olefins, naphthene and aromatics. The addition of RBDPO, PFAD dan Oleic acid in VGO had caused increase of hydrocarbon composition of iso-paraffins and olefin in gasoline"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Latif
"Dewasa ini, kelangkaan bahan bakar fosil menjadi perhatian dunia. Kelangkaan tersebut menyebabkan harga minyak mentah melambung tinggi. Salah satu jenis bahan bakar yang banyak digunakan adalah gasoline yaitu fraksi hidrokarbon C5 sampai C10. Gasoline banyak digunakan pada sektor transportasi. Menipisnya persediaan bahan bakar memaksa kita berusaha keras untuk mencari sumber energi alternatif. Peneltian ini bertujuan untuk mensintesis hidrokarbon setaraf fraksi gasoline (C5-C10) dari minyak jarak yang telah disaponifikasi melalui reaksi perengkahan katalitik pada tekanan atmosferik. Pertama, minyak jarak disaponifikasi oleh senyawa basa dan membentuk garam asam lemak. Garam asam lemak tersebut diumpankan ke dalam fixed bed reactor untuk direngkah menggunakan katalis B2O3/Al2O3. Reaksi dilakukan dalam tiga variasi temperatur, yaitu 350°C, 400°C dan 450°C. Pada temperatur optimum, reaksi dilakukan dalam tiga variasi komposisi berat katalis, 10%, 15% and 20% B2O3 dari berat katalis. Kemudian, pada temperatur reaksi dan komposisi berat katalis yang optimum, reaksi divariasikan pada tiga jenis rasio berat umpan (minyak jarak : senyawa basa), yaitu rasio untuk habis bereaksi atau reaksi stoikiometrik, 10% berat minyak jarak berlebih dan 20% berat minyak jarak berlebih. Terakhir, pada ketiga kondisi optimum tersebut, dilakukan perbandingan yield yang diperoleh antara pretreatment saponifikasi menggunakan KOH dan Al(OH)3. Produk cair didistilasi untuk mengetahui yield hidrokarbon setaraf fraksi gasoline dan dianalisis dengan FTIR, GC-MS dan GC-FID untuk membuktikan terjadinya reaksi perengkahan. Sedangkan, produk gas dianalisis dengan GC-TCD untuk mengetahui komponen dan komposisinya. Kondisi optimum untuk menghasilkan hidrokarbon setaraf fraksi gasoline dilakukan pada temperatur 400°C, 10% B2O3, dan rasio berat stoikiometrik pada pretreatment saponifikasi. Pada kondisi optimum, umpan dengan pretreatment saponifikasi menggunakan KOH memberikan yield yang lebih tinggi dibandingkan menggunakan Al(OH)3. Yield tertinggi untuk jenis umpan menggunakan KOH diperoleh sebesar 47,87% dan 37,23% untuk jenis umpan yang menggunakan Al(OH)3.

Nowadays, the rarity of fossil fuel has become the world's concern because it inflicts the increasing of the crude oil's price. The most fossil fuel that has been used is gasoline--which contains hydrocarbon fractions of C5-C10. Gasoline is widely used in transportation needs. The decreasing of world's crude oil stock--especially in Indonesia--pushes us to strive for discovering any alternative energy sources. This research aims to synthesize hydrocarbon fractions of gasoline (C5-C10) from jatropha oil'which has been reacted by alkali compound'through catalytic cracking reaction in atmospheric pressure. First, jatropha oil is reacted by alkali compound, and the reaction produces fatty acid salt. This fatty acid salt is fed into the fixed bed reactor to be cracked using B2O3/Al2O3 catalyst. The reaction is done in three temperature variables'i.e. 350°C, 400°C, and 450°C. In the optimum temperature, the reactions are varied in weight composition of catalyst'i.e. 10%, 15%, and 20% B2O3 of catalyst weight. Then, in the optimum condition of temperature and composition of catalyst, the reaction are varied in three kinds of weight ratio of feed (jatropha oil : alkali compound)'i.e. ratio for complete or stoichiometric reaction, 10% wt excess of jatropha oil, and 20% wt excess of jatropha oil. Finally, in the optimum condition of the variables, the yield of gasoline between saponification pretreatment using KOH and Al(OH)3 is compared. Liquid product is distilled to find yield of gasoline and analyzed by FTIR, GC-MS, and GC-FID to ensure that catalytic reaction happened. Gas product is analyzed by GC-TCD to know its components and composition of gas. The research results that the optimum condition of reactions for obtaining hydrocarbon fractions of gasoline is in 400°C, 10% B2O3, and stoichiometric feed weight ratio for saphonification pretreatment. For the optimum conditons, the yield of gasoline for the feed with saphonification pretreatment using KOH is higher than the yield of gasoline using Al(OH)3. The highest yield of gasoline for feed using KOH is 47,87% and for feed using Al(OH)3 is 37,23%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S49677
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fathiyah Inayatirrahmi
"Pada penelitian ini telah dilakukan ko-pirolisis trigliserida dan polipropilena (PP) dengan menggunakan katalis asam Ni/ZrO2.SO4. RBDPO (refined, bleached, dedorised palm oil) digunakan sebagai umpan penyedia trigliserida dan polipropilena sebagai donor hidrogen radikal. Untuk dapat menghasilkan bio-oil dengan kualitas baik sebagai hasil ko-pirolisis, diperlukan katalis asam yang memiliki situs asam Bronsted dan asam Lewis, serta diameter pori yang besar (mesopori). Ko-pirolisis dilakukan dengan variasi komposisi PP sebesar: 50%, 75%, dan 100% dari berat total umpan. Variasi ini bertujuan untuk meninjau pengaruh dari komposisi PP dalam umpan terhadap yield serta distribusi komposisi dari biofuel yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian ini, ko-pirolisis katalitik dengan umpan trigliserida dan PP menunjukkan adanya efek sinergis yaitu menghasilkan wax dan NCG yang lebih rendah dibandingkan pirolisis secara terpisah. Hasil analisis FTIR, GC-MS, C-NMR menunjukkan bahwa peningkatan komposisi PP pada umpan berhasil meningkatkan komposisi alkana dan alkena serta menurunkan komposisi senyawa oksigenat pada bio-oil. Bio-oil dengan fraksi diesel tertinggi diperoleh dari variasi 50% PP yaitu sebesar 50,73%. Kandungan karboksil dalam biofuel berhasil ditekan hingga sangat rendah dan menyisakan sedikit senyawa oksigenat dengan rantai karbon yang panjang. Diperlukan pengujian untuk mengetahui heating value (HV) untuk melihat apakah biofuel yang dihasilkan sudah memiliki HV yang mendekati diesel komersial

In this study, co-pyrolysis of triglycerides and polypropylene (PP) was carried out using the acid catalyst Ni/ZrO2.SO4. RBDPO (refined, bleached, deodorised palm oil) is used as a feed providing triglycerides and polypropylene as a hydrogen radical donor. In order to produce good quality bio-oil as the product of co-pyrolysis, an acid catalyst which has Bronsted acid and Lewis acid sites and large pore diameters (mesoporous) is needed. Compositions of PP in the feed varied at 50%, 75%, and 100% of the total feed weight. This variation aims to examine the effect of the composition of PP in the feed on the yield and the composition distribution of the produced biofuel. Based on the results of this study, catalytic co-pyrolysis with triglyceride and PP feeds showed a synergistic effect, as it produced wax and NCG which were lower than pyrolysis the feed separately. The results of FTIR, GC-MS, C-NMR analysis showed that increasing the PP composition in the feed succeeded in increasing the composition of alkanes and alkenes and decreasing the composition of oxygenate compounds in bio-oil. . Bio-oil with the highest diesel fraction was obtained from the 50% PP variation (50.73%). The carboxyl content in biofuel has been reduced significantly, leaving only a few oxygenate compounds with long carbon chains. Further testing is required to determine the heating value (HV) to see if the biofuel produced already has an HV that is close to commercial diesel."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Augustian Wijaya
"Perkembangan kendaraan bermotor yang semakin pesat, memicu naiknya konsumsi bensin di dunia. Namun naiknya konsumsi tidak diimbangi dengan naiknya produksi. Cadangan minyak bumi di dunia yang kian menipis menyebabkan perlu adanya sumber lain yang dapat diperbaharui untuk diolah menjadi hidrokarbon setaraffraksi gasoline. Minyak sawit (CPO) dipilih untuk dijadikan sumber baru dalam pembuatan gasoline karena CPO memiliki struktur rantai karbon yang dapat dikonversi dan diolah menjadi hidrokarbon setaraffraksi gasoline dengan metode perengkahan. Metode perengkahan pada penelitian ini dilakukan secara katalitik dengan menggunakan katalis ZSM-5/Alumina. Katalis alumina digunakan untuk merengkahkan struktur karbon yang panjang dari minyak sawit dan ZSM-5 digunakan sebagai aditif karena katalis ini merupakan katalis sintetik dengan keasaman yang sangat tinggi, sehingga sangat baik digunakan untuk reaksi perengkahan. Namun jumlah katalis ZSM-5 yang dipakai hanya sebagai aditif karena konsentrasi ZSM-5 yang tinggi akan menyebabkan produk reaksi perengkahan menjadi gas C2-C4 dan bukan produk bensin. Reaksi ini dilakukan pada fixed bed reactor sederhana. Umpan yang akan direngkahkan dipreparasi terlebih dahulu dengan cara oksidasi, transesterifikasi dan penambahan metanol. Temperatur reaksi akan dilakukan dari 350 °C sampai dengan 500 °C dengan space velocity 1,8 h-1 . Selain itujuga akan dilakukan variasi berat HZSM-5 dari 5 sampai 20 % berat total katalis. Metode yang digunakan dalam menguji hasil reaksi adalah GC-TCD dan FT-IR. Hasil reaksi dengan umpan POME menghasilkan yield tertinggi pada komposisi ZSM-5/Alumina 5 % yaitu sebesar 63,1 % pada saat temperatur reaksi sebesar 400 °C. Untuk reaksi dengan umpan minyak yang ditambah metanol, juga didapatkan yield tertinggi sebesar 26,75 % pada kondisi reaksi yang sama (temperatur reaksi 400 °C; 5 % berat H-ZSM-5 dalam katalis)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49540
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safri Saipulloh
"Konversi katalitik minyak sawit menjadi hidrokarbon fraksi gasoline memerlukan pendekatan baru yang lebih ekonomis. Penggunaan senyawa basa untuk mendapatkan biogasoline dari minyak sawit dapat menjadi salah satu solusinya, karena ketersediaan senyawa basa yang lebih banyak dibandingkan senyawa seperti alkohol dan aseton yang pernah digunakan dalam pretreatment konversi minyak sawit menjadi biogaoline.
Saponifikasi minyak sawit menggunakan dua jenis basa yang berbeda yaitu KOH dan Al(OH)3 dengan rasio mol stoikiometrik, 10% dan 20% kelebihan minyak sawit. Reaksi katalitik dilangsungkan dalam fixed bed reactor pada suhu 350°C, 400°C dan 450°C dan tekanan atmosferik. Reaksi menggunakan katalis B2O3/Al2O3 dengan loading B2O3 10%, 15%, dan 20% dalam katalis.
Produk hidrokarbon dianalisa menggunakan analisa fraksinasi untuk mengetahui kuantitas fraksi gasoline yang dihasilkan. Analisa FTIR digunakan untuk mengetahui kandungan produk yang dihasilkan secara kualitatif. Selain itu, digunakan pula analisa GC dan GC-MS untuk memperjelas kandungan produk yang dihasilkan. Persentase yield digunakan sebagai dasar untuk menentukan kondisi terbaik reaksi dalam penelitian ini.
Hasil yang didapatkan menunjukkan, temperatur terbaik reaksi adalah 450°C. Pada temperatur tersebut, katalis yang paling baik adalah 10% B2O3/Al2O3 dengan rasio umpan terbaik adalah 10% kelebihan minyak sawit. Spektra FTIR dan analisa fraksinasi menunjukkan performa basa Al(OH) 3 lebih baik dari pada KOH dalam penelitian ini.

The Conversion of palm oil to biogasoline trough catalytic cracking needed new approach which economical. One of the solution in producing biogasoline from palm oil is employing base (alkaline). It could become more efficient because their availability are much more compared to alcohol and acetone groups which used in pretreatment of catalytic conversion palm oil to biogasoline.
The Saponification of palm oil used two bases, KOH and Al(OH) 3, that varied in mole ratio, stoichiometric, 10% and 20% excess of palm oil. The catalytic cracking reactions occurred in fixed bed reactor at 350°C, 400°C and 450°C in atmospheric pressure. Reactions used B2O3/Al2O3 catalyst with 10%, 15%, and 20% B2O3 loaded in catalyst.
Hydrocarbon products analyzed using fractionation analysis to obtain quantities of biogasoline which produced. FTIR analysis was used to identify quality of products by detecting their spectra. To accomplish the analyzing, GC and GC-MS were used to identify specifications of products. Yield percentage was used as basic to know best condition of reactions in this research.
It showed that the best temperature was 450_C. At that temperature, the best loading of B2O3 in catalyst was 10% and the best feed ratio was 10% excess of palm oil. Spectra from FTIR analysis showed that Al(OH) 3 performed better than KOH as base in saponification of palm oil to obtain biogasoline. The fractionation analysis showed the same conclusion.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S49678
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Michaelle Flavin Carli
"Saat ini, sumber bahan bakar utama masih berasal dari bahan bakar fosil, salah satunya adalah avtur, yang ketersediannya masih terbatas dan meningkatkan emisi gas rumah kaca. Kondisi ini mendorong penggantian avtur menjadi bioavtur, yang merupakan salah satu energi berkelanjutan yang ramah lingkungan. Pada penelitian ini, bioavtur disintesis melalui reaksi hidrodeoksigenasi dan perengkahan katalitik dari senyawa model asam oleat menggunakan katalis NiMo/Zeolit. Hidrodeoksigenasi dilakukan pada kondisi operasi yang seragam yaitu pada suhu 375°C, pada tekanan hidrogen 15 bar selama 2,5 jam. Rantai hidrokarbon pada hasil hidrodeoksigenasi yang dianggap masih panjang direngkah kembali melalui reaksi perengkahan katalitik selama 1,5 jam. Reaksi ini dilakukan pada tiga variasi suhu, yaitu 360, 375, dan 390°C. Karakteristik produk cair dibagi menjadi dua macam, yaitu karakteristik kimia, berupa bilangan asam, FTIR, dan GC-MS dan karakteristik fisik, berupa uji densitas dan viskositas. Bioavtur yang telah tersintesis melalui perengkahan katalitik ini telah memenuhi spesifikasi avtur komersial, kecuali bilangan asam dengan suhu optimum pada 375°C. Pada kondisi ini, NiMo/Zeolit mampu melakukan sintesis bioavtur dengan yield 34,77, selektivitas 36,43 dan konversi 84,30. Nilai persentase yield dan selektivitas yang terbilang masih rendah disebabkan oleh kinerja katalis yang belum optimal. Sedangkan konversi yang tinggi, disebabkan oleh cukup tingginya suhu perengkahan katalitik.

Currently, fossil fuels are still the primary source of fuel. As has been known, fossil fuel especially aviation fuel is limited resources and can increase greenhouse gas emissions. This condition encourages avture replacement efforts into bioavtures fuel. In this research, bioavture is synthesized through hydrodeoxygenation and catalytic cracking from oleic acid as model compound using NiMo Zeolite catalyst. Hydrodeoxygenation carried out under operating conditions at temperature of 375°C, under 15 bar pressure and for 2.5 hours. The chain of hydrocarbons from the result of hydrodeoxygenation has been cracked by catalytic cracking reaction for 1.5 hours. Variation operating condition used are 360, 375, and 390°C. The liquid product is tested its chemical characteristic, ie acid number, FTIR and GC MS and its physical characteristics, ie density test and viscosity. Bioavtur that synthesized by catalytic cracking have met the specifications of bioavtur, except the acid number with optimum temperature at 375oC. These conditions with NiMo Zeolite activated led to dominant yield of 34.77 , selectivity of 36.43, and conversion of 84.30. Percentage of yield and selectivity of bioavtur are still low caused by performance of catalyst that is still can not optimum. Whereas, high percentage conversion caused by high temperature used for catalytic cracking."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norman Kartaatmadja
"Aditif bensin seperti TEL ataupun MTBE dimaksudkan untuk menaikkan angka oktana agar pembakaran mesin menjadi lebih baik. Penggunaan aditif tersebut mulai dihindari karena memiliki efek berbahaya bagi lingkungan dan makhluk hidup karena adanya logam berat dan senyawa kimia beracun lainnya. Pada penelitian ini, aditif bensin dibuat dengan bahan baku minyak sawit melalui tahapan reaksi transesterifikasi, reaksi perengkahan dan reaksi epoksidasi. Minyak sawit diubah menjadi metil ester melalui reaksi transesterifikasi. Metil ester akan mengalami proses perengkahan katalitik dengan katalis H-Zeolit yang menggunakan sistem semi-kontinu, dimana produk perengkahan akan diperoleh secara kontinu sedangkan umpan ditambahkan secara berkala. Dengan sistem semi-kontinu ini diperoleh dua jenis produk yaitu Distilat Crack Product dan Bottom Crack Product. Distilat Crack Product akan mengalami reaksi epoksidasi dengan hidrogen peroksida (H2O2) dan katalis asam formiat. Produk sintesa yang akan dijadikan aditif bensin ini diharapkan dapat meningkatkan angka oktana dan juga memberikan sifat pelumasan akibat gugus fungsi yang dimilikinya. Pengujian angka oktana dilakukan terhadap campuran 5% volume aditif bensin dan 95% volume bensin premium (RON 85) menggunakan mesin uji CFR-F1 (Cooperative Fuel Research F1) dengan metode ASTM D 2699 dan diperoleh peningkatan angka oktana dari 85 menjadi 86.4. Perhitungan pencampuran linier dari data pengujian dengan metode ASTM D 2699 untuk menghitung angka oktana aditif bensin menghasilkan angka oktana sebesar 113, dengan asumsi tidak terjadi reaksi kimia pada pencampuran aditif dengan bensin. Berdasarkan hasil karakterisasi menggunakan uji densitas, uji viskositas dan uji FTIR dapat disimpulkan bahwa Distilat Crack Product dan Bottom Crack Product telah mengalami perengkahan menggunakan sistem semi-kontinu, dimana Distilat Crack Product lebih terengkah dibandingkan Bottom Crack Product. Selain itu, hasil karakterisasi juga menunjukkan adanya gugus epoksida pada aditif bensin yang merupakan senyawa oksigenat sehingga dapat berfungsi sebagai aditif bensin peningkat angka oktana. Hadirnya gugus epoksida dan gugus karboksil pada aditif bensin dapat memberikan sifat pelumasan pada permukaan logam.

Gasoline additive likes TEL or MTBE used for increasing _Ctane number, so the combustion process becomes better. Recently, that additive prohibited because containing heavy metal and other dangerous chemical substance that can give a harmful effect for environment and organism. In this research, gasoline additive made from palm oil through transesterification reaction, catalytic cracking reaction, and epoxidation reaction. Palm oil synthesized becomes methyl ester through transesterification reaction. Methyl ester synthesized through catalytic cracking reaction with H-Zeolit catalyst using semi-continue system, become two kinds of products, which are Distillate Crack Product and Bottom Crack Product. Distillate Crack Product synthesized with hydrogen peroxide using formic acid catalyst in epoxidation reaction. Synthesized product that will be a gasoline additive could increase _Ctane number and has lubrication effect, because of its functional groups. _Ctane number testing use CFR-F1 (Cooperative Fuel Research F1) testing machine based on ASTM D 2699 to 5% gasoline additive volume and 95% premium gasoline volume (RON 85) blending and we get the increasing in _Ctane number from 85 to 86.4. Based on the _Ctane number data from ASTM D 2699, we can do linier blending calculation that gives an _Ctane number 113, with assumption that no chemical reaction _Ccur in the blending. Based on characterization results using density, viscosity and FTIR testing, we can conclude that Distillate Crack Product and Bottom Crack Product have cracked using semi-continue system, which Distillate Crack Product is more cracking than Bottom Crack Product. Besides that, there is epoxide group in gasoline additive and it is an oxygenate substance that can be a gasoline additive for increasing the _Ctane number. Epoxide group and carboxyl group in gasoline additive will give a lubrication effect to metal surface."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S49790
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Bioetanol menjadi salah satu bahan bakar alternatif, terbarukan, ramah lingkungan, dan peningkat angka oktana bensin, yang diaplikasikan untuk mesin motor pembakaran dalam. Mesin kendaraan dengan kebutuhan angka oktana yang sesuai, menghasilkan kinerja mesin berupa daya, emisi gas buang, dan konsumsi bahan bakar yang optimal. Penelitian ini menyajikan pengaruh angka oktana bensin yang divariasikan dengan bioetanol terhadap karakteristik bahan bakar, performa mesin, kecepatan pembakaran laminar (Laminar Burning Velocity, LBV) dan optimasinya terhadap variasi kondisi motor Otto 150 cc. Penambahan etanol hingga 40% (E40) menghasilkan peningkatan angka oktana tertinggi pada Bensin 88, sebesar 17.3%. Kinerja mesin optimum didapatkan pada bahan bakar E40 dengan pengaturan Engine Control Unit (ECM) meliputi ignition timing sebesar +2o CA dan fuel injection duration sebesar -10%. Optimasi penambahan etanol terhadap Primary Reference Fuel (PRF), untuk mendapatkan angka oktana (RON) 84, 86, 88, 90, dan 92, menghasilkan persamaan polinomial yang menunjukkan kesesuaian dengan hasil eksperimen menggunakan mesin Cooperative Fuel Research (CFR). Rasio ekuivalen 1,1 menghasilkan LBV tertinggi dibandingkan rasio ekuivalen 1,0 dan 0,9 pada setiap titik angka oktana PRF yang dianalisis.
Diversification of biofuel with bioethanol utilization is necessary to increase energy security and improve environmental air quality. As an octane booster for gasoline, bioethanol is applied to internal combustion engine with an appropriate octane number requirements, producing an optimum engine performance, i.e., power, emissions, fuel consumption. This study investigates the effect of gasoline octane number, which is varied with bioethanol, on fuel characteristics, engine performance, laminar burning velocity (LBV) and its optimization on the Otto engine. Based on the results, the addition of 40% ethanol (E40) resulting in the highest octane number increase in Gasoline 88, up to 17.3%. Optimum engine performance is obtained on E40 fuel blend with Engine Control Unit (ECM) settings, including ignition timing of +2 oCA and fuel injection duration of -10%. Optimizing the addition of ethanol to Primary Reference Fuel (PRF) to get octane numbers (RON) of 84, 86, 88, 90, and 92 produces polynomial equations that show conformity with experimental using the Cooperative Fuel Research (CFR) engine. The 1.1 equivalence ratio resulted in the highest LBV compared to the 1.0 and 0.9 equivalence ratios at each point of the analyzed PRF octane number."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyo Setyo Wibowo
"Bioetanol menjadi salah satu bahan bakar alternatif, terbarukan, ramah lingkungan, dan peningkat angka oktana bensin, yang diaplikasikan untuk mesin motor pembakaran dalam. Mesin kendaraan dengan kebutuhan angka oktana yang sesuai, menghasilkan kinerja mesin berupa daya, emisi gas buang, dan konsumsi bahan bakar yang optimal. Penelitian ini menyajikan pengaruh angka oktana bensin yang divariasikan dengan bioetanol terhadap karakteristik bahan bakar, performa mesin, kecepatan pembakaran laminar (Laminar Burning Velocity, LBV) dan optimasinya terhadap variasi kondisi motor Otto 150 cc. Penambahan etanol hingga 40% (E40) menghasilkan peningkatan angka oktana tertinggi pada Bensin 88, sebesar 17.3%. Kinerja mesin optimum didapatkan pada bahan bakar E40 dengan pengaturan Engine Control Unit (ECM) meliputi ignition timing sebesar +2o CA dan fuel injection duration sebesar -10%. Optimasi penambahan etanol terhadap Primary Reference Fuel (PRF), untuk mendapatkan angka oktana (RON) 84, 86, 88, 90, dan 92, menghasilkan persamaan polinomial yang menunjukkan kesesuaian dengan hasil eksperimen menggunakan mesin Cooperative Fuel Research (CFR). Rasio ekuivalen 1,1 menghasilkan LBV tertinggi dibandingkan rasio ekuivalen 1,0 dan 0,9 pada setiap titik angka oktana PRF yang dianalisis.

Diversification of biofuel with bioethanol utilization is necessary to increase energy security and improve environmental air quality. As an octane booster for gasoline, bioethanol is applied to internal combustion engine with an appropriate octane number requirements, producing an optimum engine performance, i.e., power, emissions, fuel consumption. This study investigates the effect of gasoline octane number, which is varied with bioethanol, on fuel characteristics, engine performance, laminar burning velocity (LBV) and its optimization on the Otto engine. Based on the results, the addition of 40% ethanol (E40) resulting in the highest octane number increase in Gasoline 88, up to 17.3%. Optimum engine performance is obtained on E40 fuel blend with Engine Control Unit (ECM) settings, including ignition timing of +2 oCA and fuel injection duration of -10%. Optimizing the addition of ethanol to Primary Reference Fuel (PRF) to get octane numbers (RON) of 84, 86, 88, 90, and 92 produces polynomial equations that show conformity with experimental using the Cooperative Fuel Research (CFR) engine. The 1.1 equivalence ratio resulted in the highest LBV compared to the 1.0 and 0.9 equivalence ratios at each point of the analyzed PRF octane number."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Arifianto
"Bahan bakar minyak merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Bahan bakar minyak yang ada sekarang diperoleh melalui reaksi perengkahan melalui minyak bumi. Tetapi ketergantungan manusia akan bahan bakar fosil perlu dikurangi karena cadangan minyak bumi yang semakin berkurang setiap tahunnya. Karena hal inilah dikembangkan bahan bakar minyak yang didapat melalui proses perengkahan minyak nabati. Salah satu jenis minyak nabati yang banyak terdapat di alam adalah minyak kelapa sawit. Metode perengkahan katalitik merupakan suatu cara untuk memecahkan rantai karbon yang cukup panjang, menjadi suatu molekul dengan rantai karbon yang lebih sederhana, dengan bantuan katalis.
Bantuan katalis ini bertujuan untuk menurunkan suhu dan tekanan pada saat reaksi. Sementara itu, katalis yang digunakan dalam penelitian ini adalah katalis B203/Al203 yang bersifat asam. Penambahan B203 dimaksudkan untuk membentuk spesi peroksida (022-) pada permukaan katalis. Sedangkan Al203 bersifat asam dan sangat baik untuk memutuskan ikatan antar karbon.
Metode yang digunakan dalam menguji hasil reaksi adalah dengan FT-IR, dan GC-FID. Penelitian ini dilaksanakan pada tekanan atmosferik dengan reaktor fixed bed. Berbagai variasi yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah variasi temperatur (350°C, 400°C, 450°C, dan 500°C), kandungan B203 (5%, 10% 15%, 20%, dan 25%) pada katalis dan variasi jenis umpan yang di treatment. Uji aktivasi katalis dengan menggunakan katalis 10% B203/Al203 memberikan hasil yield fraksi bensin terbaik sebesar 58% pada temperatur 450°C dengan umpan POME (Palm Oil Methyl Ester). Ini menunjukkan terjadinya peningkatan keasaman katalis, dan peranan spesi peroksida (O22-) sebagai inti aktif baru."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49573
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>