Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176675 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aysha Rizki Ramadhyas
"ABSTRAK
Fenomena perempuan dalam terorisme diibaratkan seperti dua sisi koin mata uang. Di satu sisi, perempuan dapat berperan secara aktif sebagai pendukung hingga pelaku aksi terorisme. Namun, di sisi lain dapat berperan sebagai pencegah atau membantu melunakkan ideologi kekerasan yang dimiliki oleh suaminya. Penelitian ini menggunakan teori pemberdayaan perempuan dan beberapa konsep seperti terorisme, deradikalisasi serta kapital sosial sebagai dasar analisis. Tujuan penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: 1). menganalisis program pemberdayaan istri mantan narapidana terorisme yang dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Institute for Society Empowerment Program (INSEP) dan Pusat Riset Ilmu Kepolisian-Kajian Terorisme (PRIK-KT), Universitas Indonesia). 2). menguraikan upaya yang dilakukan oleh istri mantan narapidana terorisme proses deradikalisasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara tidak terstruktur, studi literatur dan dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1). Keberadaan program pemberdayaan istri mantan narapidana terorisme yang diselenggarakan oleh BNPT, INSEP dan PRIK-KT UI dapat menjadi modal sosial dalam memutus rantai radikalisme di keluarga. 2). Istri yang telah mengikuti program pemberdayaan dapat hidup mandiri dan berperan dalam proses deradikalisasi di keluarga seperti mengedukasi anak dan suami. 3). Pelibatan masyarakat dapat meningkatkan kelekatan sosial para istri dengan lembaga-lembaga pemberdayaan sehingga istri dapat berperan secara maksimal dalam proses deradikalisasi.

ABSTRACT
Women-related phenomenons in the realm of terrorism can be understood from two different point of views. Women can definitely be supporters of terrorism. On the other hand, they can also be the agents of deradicalization by preventing the ideology of violence possessed by their husbands from spreading even further. This study uses the theory of women's empowerment and several concepts such as terrorism, deradicalization and social capital as the basis for analysis. The main purposes of this study are 1). to analyze the empowerment program of ex-convicted terrorism wives carried out by the National Counter Terrorism Agency (BNPT), the Institute for Society Empowerment Program (INSEP) and the Research Center for Police Science-Terrorism Studies (PRIK- KT), University of Indonesia). 2). to describe the efforts initiated by the wives of former terrorists in promoting deradicalization. This research uses a qualitative method with a case study approach. Data were collected from multiple sources such as; unstructured interviews, literature studies and documents. The results of this study indicate that; 1). the existence of the empowerment program for the wives of former terrorists organized by BNPT, INSEP and PRIK-KT UI can be a modal capital in countering radicalization in the family. 2). Wives who have participated in an empowerment program can live independently and supporting the process of deradicalization in the family such as to educate their children and husband. 3). Community involvement can increase the social bond between wives, BNPT, INSEP dan PRIK-KT UI so that the wives can play a maximum role in the deradicalization process."
2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisan Setiadi
"Paham radikal terbukti dapat mengubah seseorang menjadi kontra dengan ideologi yang dianut sebuah bangsa, sedangkan paham terorisme dapat mengubah sisi kemanusiaan seseorang, tidak terkecuali mantan narapidana terorisme. Salah satu faktor yang dapat memengaruhi kembalinya mantan narapidana terorisme ke dalam kelompok teror adalah ekonomi. Namun dengan adanya komunitas baru yang lebih konstruktif, inklusif dan mandiri secara ekonomi dapat menjadi wadah yang penting dalam mengembangkan pemikiran yang lebih moderat. Penelitian ini menggunakan teori Pemberdayaan Ekonomi dan Community Based Prevention (CBP) serta berbagai konsep seperti Deradikalisasi, dan Pentahelix. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan optimalisasi program deradiklaisasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengambilan data dilakukan melalui observasi, wawancara, studi literatur dan dokumen, dan laporan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BNPT menerapkan strategi terpadu dan holistik melalui program Kawasan Terpadu Nusantara  di Turen-Jawa Timur sesuai dengan konsep Pentahelix, pemberdayaan ekonomi menjadi fokus utama karena terdapat pelatihan, bantuan finansial dan pemasaran produk, dan upaya deradikalisasi melalui pemberdayaan ekonomi yang berbasis komunitas mampu meningkatkan interaksi dan menguatkan hubungan dengan masyarakat sekitar sehingga mantan narapidana terorisme dapat memiliki wadah yang baru dan meninggalkan kelompok terorisme. 

Radicalism ideology contributes to shifting someone's ideology against national shared values. On the other hand, terrorism can deteriorate one's sense of humanity, including former terrorism convicts. One of the factors that can influence the return of former terrorism convicts to terror groups is the economy. However, the existence of a new community that is more constructive, inclusive, and economically independent could be the strategy for developing more moderate thoughts. This study uses the Economic Empowerment and Community Based Prevention (CBP) theory and various concepts such as Deradicalization and Pentahelix. The purpose of this study is to find out the efforts made by the government in increasing the optimization of the deradicalization program. This study uses a qualitative method with a case study approach. Observation, interviews, literature, documents, and reports were used for data collection. The results showed that the National Counter Terrorism Agency of Indonesia (BNPT) implemented an integrated and holistic strategy through the integrated region program in Turen - East Java by the Pentahelix concept, the economic empowerment program is the main focus because there are training, financial assistance and product marketing, and deradicalization efforts through community-based economic empowerment can increase interaction and strengthen relations with the surrounding community so that former terrorism convicts can have a new place and leave terrorist groups."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Syahputra
"Pemerintah RI telah berupaya melakukan penanganan terhadap permasalahan terorisme dengan membentuk peraturan perundangan-undangan sebagai landasan hukum serta Lembaga dan Satuan Tugas seperti BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dan Densus-88 Polri. Upaya penindakan berbasis penegakan hukum maupun deradikalisasi yang dilakukan oleh BNPT dan Densus-88 ternyata belum menunjukkan hasil sesuai harapan karena masih terjadi aksi-aksi terorisme di Indonesia yang menimbulkan korban jiwa. Pelibatan TNI (Tentara Nasional Indonesia) dalam penganggulangan terorisme telah diatur dalam UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU No. 5 Tahun 2018 namun sampai saat ini aturan pelaksanaannya melalui peraturan presiden belum disahkan sehingga pelibatan TNI belum dapat dioperasionalkan secara maksimal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengidentifikasi potensi yang dimiliki TNI dan bagaimana TNI dapat diperankan dalam penanggulangan terorisme khususnya pada upaya deradikalisasi oleh satuan TNI (Tentara Nasional Indonesia) yang telah tergelar sampai ketingkat Desa (Babinsa). Peneliti mengunakan social bond theory dalam mengidentifikasi perubahan perilaku sehingga mantan narapidana terorisme meninggalkan ideologi kekerasan dan melepaskan diri dari organisasi teroris.

The Government of Indonesia has attempted to deal with the problem of terrorism by establishing legislation as a legal basis as well as Institutions and Task Forces such as BNPT (National Agency for Countering Terrorism) and Densus-88 Polri. Efforts to take action based on law enforcement and deradicalization carried out by BNPT and Densus-88 have not shown results as expected because there are still acts of terrorism in Indonesia that cause casualties. The involvement of the TNI (Indonesian National Army) in countering terrorism has been regulated in Law No. 34 of 2004 concerning the TNI and Law no. 5 of 2018 but until now the implementation rules through a presidential regulation have not been ratified so that the involvement of the TNI cannot be fully operationalized. This study uses a qualitative method to identify the potential of the TNI and how the TNI can be played in countering terrorism, especially in efforts to deradicalize the TNI (Indonesian National Army) which has been deployed to the village level (Babinsa). Researchers use social bond theory in identifying behavioral changes so that ex-terrorism convicts leave the ideology of violence and escape from terrorist organizations."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galeh Satriadi
"Terjadinya tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh para mantan narapidana terorisme atau residivis terorisme menjadi sebuah pertanyaan besar tentang keberhasilan program deradikalisasi di Indonesia. Pengawasan dan evaluasi harus menjadi sebuah perhatian yang lebih bagi aparat keamanan maupun pemerintah. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa model deradikalisasi, salah satunya yaitu model deradikalisasi oleh mantan narapidana terorisme itu sendiri terhadap sesama mantan narapidana terorisme yang baru. Biasanya model deradikalisasi tersebut ada di beberapa komunitas mantan narapidana terorisme seperti pada Paguyuban Podomoro di Brebes, Jawa Tengah. Sejauh ini program tersebut dapat dikatakan efektif dikarenakan belum ada dampak negatif yang ditimbulkan oleh Paguyuban Podomoro. Namun, analisa tentang efektivitas model tersebut sangat penting dilakukan untuk mengetahui faktor apa sajakah yang dapat mengancam program deradikalisasi di Paguyuban Podomoro, salah satunya adalah lemahnya monitoring dan evaluasi. Peneliti akan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Kemudian untuk menentukan sejauh mana efektivitas program deradikalisasi di Paguyuban Podomoro, maka peneliti akan membandingkannya dengan program deradikalisasi hasil penelitian Sukabdi (2022). Analisis SWOT juga akan diterapkan untuk menentukan strategi perbaikan efektivitas program deradikalisasi di Paguyuban Podomoro.

The occurrence of criminal acts of terrorism committed by former terrorism convicts or terrorism recidivists is a big question about the success of the deradicalization program in Indonesia. Monitoring and evaluation must be a greater concern for security forces and the government. In Indonesia itself, there are several models of deradicalization, one of which is the model of deradicalization by former terrorism convicts themselves against new ex-terrorism convicts. Usually, this deradicalization model exists in several communities of former terrorism convicts, such as the Paguyuban Podomoro in Brebes, Central Java. So far this program can be said to be effective because there has been no negative impact caused by Paguyuban Podomoro. However, it is very important to analyze the effectiveness of this model to find out what factors could threaten the deradicalization program in Paguyuban Podomoro, one of which is weak monitoring and evaluation. Researchers will use qualitative research methods with a case study approach. Then, to determine the extent of the effectiveness of the deradicalization program in Paguyuban Podomoro, researchers will compare it with the deradicalization program resulting from Sukabdi's research (2022). SWOT analysis will also be applied to determine strategies for improving the effectiveness of the deradicalization program in Paguyuban Podomoro."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tan Evi
"Terorisme masih menjadi ancaman bagi masyarakat dunia termasuk Indonesia. Penanggulangan terorisme di Indonesia dengan metode deradikalisasi yang efekif telah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mendesak. Hal ini dikarenakan masih adanya tindakan teror oleh para pelaku baru dan lama yang terkait dengan jaringan atau kelompok. Teori identitas sosial dipilih untuk mengkaji bagaimana proses seorang teroris meninggalkan jalan terornya dan bahkan menjadi aktor perubahan yang turut terlibat melakukan program deradikalisasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, studi kasus, survei lapangan, wawancara, dokumentasi dan studi literatur. Penulis mengkaji seorang mantan narapidana teroris yang menyadari kesalahannya sebagai seorang teroris. Mantan Narapidana tersebut bernama Khairul Ghazali. Sejak keluar dari penjara, Khairul Ghazali mendirikan Pondok Pesantren Al-HIdayah khusus untuk anak-anak dari napiter dan mantan napiter di Desa Sei Mencirim, Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang, Medan. Sumatera Utara. Murid-murid di Pesantren ini selain dihuni oleh santri dan santriwati dari anak-anak mantan narapidana terorisme juga ada murid-murid dari lingkungan setempat. Yang membedakan pesantren ini dengan pesantren lainnya adalah “Kurikulum Deradikalisme”. Tujuannya menerima murid selain anak-anak dari teroris dan mantan teroris adalah agar mereka dapat berbaur dengan lingkungan. Hal ini menjadi salah satu langkah untuk menghilangkan trauma sebagai anak mantan teroris. Penulis berhipotesa bahwa keberhasilan dari deradikalisasi Khairul Ghazali adalah dari kurikulum “deradikalisme”. Mereka dapat menangkal paham-paham radikal sehingga tidak mengikuti jejak orang tuanya.

Terrorism is still a threat to the world community, including Indonesia. Counter terrorism in Indonesia with an effective method of deradicalization has become a very urgent need. This is because there are still acts of terror by new and old perpetrators related to the network or group. Social identity theory was chosen to examine how the process of a terrorist leaves the path of terror and even becomes an agent of change who is involved in the de-radicalization program. This research uses qualitative research methods, case studies, surveys, interviews, documentation and literature studies. Researcher examine an Ex-terrorist convict who realized his mistake as a terrorist. The Ex-terrorist was named Khairul Ghazali. Since being released from prison, Khairul Ghazali established Al-Hidayah Islamic Boarding School specifically for children from terrorists or ex-terrorists in Sei Mencirim Village, Kutalimbaru District, Deli Serdang, Medan. North Sumatra. Students in the Pesantren are not only inhabited by female and female students of children of ex-convicts of terrorism, there are also students from the local environment. What distinguishes this pesantren from other pesantren is the "Deradicalism Curriculum". The purpose of accepting students other than children from terrorists and ex-terrorists is so that they can blend in with the environment. This is one step to eliminate trauma as a child of a former terrorist. Researchers hypothesize that the success of Khairul Ghazali's deradicalization is from the curriculum of "deradicalism". They can ward off radical notions so they don't follow their parents."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jerry Indrawan
"ABSTRACT
Program deradikalisasi sudah berjalan di Indonesia sejak tahun 2012. Program ini menggunakan paradigma pencegahan dalam implementasi kebijakan-kebijakan yang dihasilkannya. Selama tujuh tahun pelaksanaannya, deradikalisasi mengalami cukup banyak tantangan dan hambatan. Sejauh ini, banyak kritik dialamatkan terhadap program deradikalisasi. Kritik-kritik, seperti terkait kurangnya anggaran, fasilitas di lapas, materi deradikalisasi yang diberikan kepada napi terorisme, bagaimana program kelanjutan pasca deradikalisasi, sampai pada persepsi masyarakat terhadap program ini yang cenderung tetap menghadirkan penolakan bagi eks narapidana terorisme setelah kembali ke masyarakat. Masalah-masalah ini muncul dan menjadi hambatan bagi efektivitas program deradikalisasi. Teori yang digunakan dalam tulisan ini adalah teori deradikalisasi dan teori efektivitas. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis yang bersifat deduktif dan konseptual, serta cara pengumpulan data adalah melalui studi pustaka. Atas dasar itulah, artikel ini ingin melihat efektivitas program deradikalisasi yang dilakukan oleh BNPT terhadap narapidana terorisme di Indonesia."
Bogor: Universitas Pertahanan Indonesia, 2019
345 JPBN 9:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Sukoco
"Beberapa aksi teror di Indonesia dilakukan oleh mantan Napiter yang sebelumnya sudah pernah mengikuti program deradikalisasi. Hal ini menunjukan bahwa setelah keluar dari Lapas para mantan Napiter terpengaruh untuk kembali ke dalam kelompoknya. Guna mencegah hal tersebut maka diperlukan keterlibatan instansi lain dalam program deradikalisasi mantan Napiter di masyarakat. Satuan Komando Kewilayahan (Satkowil) merupakan salah satu intitusi di wilayah yang memiliki potensi untuk terlibat dalam program deradikalisasi di masyarakat. Untuk menjawab peran keterlibatan Satkowil tersebut maka dilaksanakan studi kasus di Kodim 0103/Aut yang telah melaksanakan deradikalisasi terhadap mantan Napiter melalui pemberdayaan masyarakat. Penelitian dilakukan menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk menggambarkan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah dijalankan oleh Kodim 0103/Aut. Hasil penelitian didapatkan pernyataan dari para mantan Napiter bahwa pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh Kodim 0103/Aut sangat membantu program deradikalisasi. Dengan berdasarkan penelitian studi kasus tersebut maka dapat disimpulkan bahwa program pemberdayaan masyarakat terhadap mantan Napiter dapat dikembangkan oleh Satkowil guna mendukung efektifitas program deradikalisasi.

Several acts of terror in Indonesia were carried out by ex-terrorism convicts who had previously participated in the deradicalization program. It shows that after being released from the prisoners, ex-terrorism convicts are influenced to return to their group. In order to prevent this, it is necessary to involve other agencies in the deradicalization of ex-terrorism convicts in the community. The Regional Command Unit is one of the institutions in the region that potentially to be involved in deradicalization programs in the community. To answer the role of the Regional Command Unit involvement, a case study was carried out on Military District Command 0103/North Aceh which had carried out deradicalization of ex- terrorism convicts through community empowerment. The study was conducted using descriptive qualitative methods to describe community empowerment activities that have been carried out by Military District Command 0103/North Aceh. The results, there was statements from ex-terrorism convicts that community empowerment carried out by Military District Command 0103/North Aceh was very helpful for the deradicalization program. Based on that case study research, it can be said that a community empowerment program for ex-terrorism convicts can be developed by the Regional Command Unit to support the effectiveness of the deradicalization program."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Prasetyo
Depok: Rajawali Press, 2022
320.53 DED r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Ashabul Fiqhi
"Penelitian Tugas Karya Akhir ini berupaya memaparkan berbagai aspek terkait tahapan identifikasi individu maupun kelompok radikal di masyarakat oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT. Tahapan identifikasi ini merupakan bagian dari program deradikalisasi yang dilakukan oleh BNPT dengan pendekatan strategi soft approach. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan data literatur dan data sekunder lainnya yang kemudian dianalisis dengan beberapa teori, diantaranya efficiency assumption, teori stigma dan social bond.
Hasil studi ini kemudian menyimpulkan bahwa BNPT telah melakukan proses identifikasi dalam rangka deradikalisasi dengan pendekatan soft approach dengan baik, meskipun tidak sepenuhnya diterima dengan positif oleh masyarakat luas. Hal ini ditunjukkan dengan masih rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam program deradikalisasi.

Current research paper seeks to explain various aspects related to identification stage of radical individuals or groups within society by National Agency of Terrorism Prevention BNPT. Identification stage is a part of deradicalization program implemented by BNPT utilizing lsquo soft approach rsquo strategy. In this research, qualitative approach using literature and other secondary data, subsequently analyzed with theories such as efficiency assumption, stigma and social bond theory.
Result of this study concludes, despite of well executed identification process as part of deradicalization program with lsquo soft approach rsquo strategy, BNPT still lack of positive response. Proven by low community involvement in deradicalization programs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Satrya Yudha Rahman
"Radikalisme dan terorisme sedang menjadi pusat perhatian dunia. Dalam menanggulangi terorisme, terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan keras (hard approach) dan pendekatan halus (soft approach). Pendekatan keras masih belum efektif jika tidak disertai dengan pendekatan halus untuk menanggulangi kasus terorisme. Pendekatan-pendekatan halus tersebut di antaranya adalah penanggalan (disengagement)) yang akan efektif jika disertai dengan deradikalisasi yang tidak hanya menanggalkan paham radikal anarkis, tapi juga mengajak untuk kembali pada paham moderat. Deradikalisasi di Indonesia dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang bertugas menanggulangi dan mencegah tindakan terorisme. Deradikalisasi menjadi program efektif untuk merubah teroris menjadi kembali moderat karena menurut Kepala BNPT Suhardi Alius dari 128 mantan napiter hanya 3 orang yang kembali melakukan aksinya.
Tulisan ini beragumen, strategi pendekatan tersebut lebih efektif ketika modal sosial dibangun dalam strategi deradikalisasi di BNPT. Hal ini dikarenakan, menurut beberapa pihak modal sosial merupakan hal yang penting untuk menanggulangi dan mencegah tindakan terorisme, contohnya bela negara, peran keluarga, dan pemberantasan kemiskinan. Selain itu, keluarga dan kesempatan untuk bekerja merupakan faktor penarik seseorang meninggalkan aksi terorisme. Modal sosial yang dimaksud adalah yang memiliki dimensi bonding, bridging, dan linking yang dianggap mampu mengembalikan pelaku terorisme menjadi normal dan dapat kembali ke masyarakat. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam untuk mengumpulkan data dari mantan narapidana terorisme yang telah dideradikalisasi dan direktur deradikalisasi BNPT."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>