Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36124 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dinar Narinita Agustina
"Delignifikasi dilakukan untuk memisahkan lignin dari lignoselulosa sehingga dapat diperoleh kandungan selulosa yang tinggi. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk delignifikasi antara lain adalah secara kimia, termokimia, fisika, dan biologis. Metode delignifikasi secara biologis dengan menggunakan bantuan enzim ligninolitik merupakan metode alternatif dibandingkan dengan metode lainnya karena memiliki beberapa keuntungan seperti murah dan lebih ramah lingkungan. Dalam biodelignifikasi ini, mikroorganisme yang digunakan adalah jamur pelapuk putih. Artikel review ini bertujuan untuk memahami faktor dan kondisi yang memengaruhi aktivitas dan produksi dari enzim lignin peroksidase. Lignin peroksidase merupakan peroksidase paling efektif dan dapat mengoksidasi senyawa fenolik dan non-fenolik. Untuk meningkatkan aktivitas dan produksi enzim lignin peroksidase dapat dilakukan dengan cara menggunakan mediator yang tepat, suhu dan pH optimal, serta memodifikasi media pertumbuhan jamur. Dari perbandingan beberapa penelitian, didapatkan bahwa aktivitas dari enzim lignin peroksidase dapat ditingkatkan dengan menggunakan veratryl alkohol sebagai inducer, suhu diatur dalam rentang 25 – 35oC, dan pH optimal antara 3 – 5, serta penambahan veratryl alkohol, ion Mn2+, dan Tween 80 dalam konsentrasi yang tepat. Efektivitas lignin peroksidase mendegradasi lignin cukup baik sehingga direkomendasikan untuk digunakan dalam biodelignifikasi enzimatis.

Delignification is a process that separates lignin from cellulose in lignocellulose compounds to acquire cellulose in high purity. Delignification can be done by physical, chemical, thermochemical, and biological methods. Delignification by biological methods incorporates the use of ligninolytic enzyme as an alternative way from the other methods, as it has several advantages from its cost efficiency and is more environmentally friendly. Ligninolytic enzyme used in biodelignification processes are acquired from white rot fungi microorganisms.. This review article is made with the aim of determining the factors and conditions that influence the activity and production of the lignin peroxidase enzyme. Lignin peroxidase is found to be the most effective out of the peroxidase enzymes and can oxidize phenolic and non-phenolic compounds. To increase the activity and enzyme production of lignin peroxidase, several factors can be modified, such as mediator, temperature, pH level, and the growth media of the fungi. To find the most optimal condition for lignin peroxidase activity and production, numerous researches in lignin peroxidase optimization are compared and analyze in this review. In this review, lignin peroxidase activity can be optimized further by using veratryl alcohol as an inducer, with temperature set around 25 – 35oC, and an optimal pH level in an acidic environment from 3-5, also the addition of veratryl alcohol, Mn2+, and Tween 80 in the right concentration are critical. The lignin-degrading efficacy of lignin peroxidase is quite remarkable and is recommended in enzymatic biodelignification processes."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia , 2020
S70484
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alma Dafina Eclessia
"Selulosa adalah polimer organik berlimpah, sumber pembentukan bioproduct di berbagai industri, yang dapat diperoleh melalui proses delignifikasi biomassa lignoselulosa menggunakan metode fisik, kimia, fisikokimia dan biologis. Biodelignifikasi adalah metode delignifikasi alternatif ramah lingkungan yang menggunakan enzim ligninolitik dalam prosesnya. Mangan peroksidase (MnP) adalah enzim ligninolitik yang dalam aplikasi biodelignifikasi belum banyak dipelajari dan didalami. Review ini bertujuan untuk mengetahui kondisi produksi yaitu: metode kultivasi, sumber dan rasio karbon dan nitrogen, suhu, pH dan induser ion logam dan metode purifikasi enzim terbaik untuk memperoleh MnP dengan aktivitas tinggi dan murni. Kajian berfokus pada penelitian selama 15 tahun terakhir namun diutamakan penelitian yang diterbitkan dalam 5 tahun terakhir. Gagasan yang diperoleh dari hasil analisis pustaka adalah kondisi optimal yang dapat diterapkan untuk produksi MnP yaitu: metode kultivasi menggunakan SSF dengan substrat biomassa lignoselulosa, sumber dan rasio C:N menggunakan glukosa dan ekstrak ragi-pepton rasio 20:1, suhu 30-40°C, pH 4.5 – 5.0, dan Mn2+ konsentrasi 500 µM – 20 mM sebagai induser. Metode purifikasi yang terbaik untuk memperoleh MnP yang murni adalah menggunakan kombinasi presipitasi-dialisis, kromatografi penukar ion dan kromatografi filtrasi gel.

Cellulose is an abundant organic polymer, source of bio-product formation in various industries, which can be obtained by delignification of lignocellulosic biomass using physical, chemical, physicochemical and biological methods. Biodelignification is an environmentally friendly alternative in delignification that uses ligninolytic enzymes in its process. Manganese peroxidase (MnP) is a ligninolytic enzyme that in biodelignification application has yet been widely studied. This review aims to determine the optimal production conditions including the cultivation method, carbon and nitrogen sources and ratio, temperature, pH, and metal ion inducer, also the purification methods to obtain high activity and pure enzyme. The study focused on researches over the past 15 years but prioritized those in the last 5 years. The ideas drawn from the result of literature analysis is that the optimal conditions that can be applied in the production of MnP, are as follows: cultivation method using SSF with lignocellulosic biomass substrate, source and ratio of C: N of glucose and yeast extract-peptone with 20:1 ratio, temperature of 30-40 °C, pH 4.5 - 5.0, and 500 µM – 20 mM Mn2+ as the inducer. The best purification method to purify MnP is to use a combination of precipitation-dialysis, ion exchange chromatography and gel filtration chromatography."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jiihan Mardhi Ulhaq
"ABSTRAK
Produktivitas pertanian di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun dan menghasilkan limbah yang seringkali dibuang begitu saja. Selulosa merupakan polimer alam yang biokompatibel dan ramah lingkungan karena sifatnya yang mudah terdegradasi, tidak beracun, serta dapat diperbarui. Selulosa bisa didapatkan dari berbagai limbah pertanian. Untuk memperoleh selulosa dari limbah pertanian, dapat dilakukan proses biodelignifikasi menggunakan enzim lakase. Tujuan review artikel ini adalah untuk mengkaji penggunaan enzim lakase pada limbah pertanian serta aktivitas enzim lakase yang dihasilkan. Artikel review ini akan berfokus memaparkan informasi terkait penelitian enzim lakase, khususnya beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi perolehan aktivitas enzim lakase. Enzim lakase dapat diperoleh dari fungi pelapuk putih dan dapat diaplikasikan untuk biodelignifikasi yang lebih ramah lingkungan tanpa menggunakan banyak bahan kimia dan memakan waktu lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan mikroorganisme saja. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perolehan aktivitas enzim untuk proses biodelignifikasi seperti pH, sumber karbon dan nitrogen, suhu dan induser. Variasi induser pada media produksi enzim lakase berpengaruh terhadap perolehan aktivitas enzim. Maka dari itu perlu dilakukan perbandingan dari berbagai penelitian sebelumnya untuk memperoleh kondisi optimum yang menghasilkan aktivitas enzim lakase yang tinggi. Keadaan yang menghasilkan aktivitas enzim tinggi direkomendasikan untuk diaplikasikan pada proses biodelignifikasi. Selulosa yang diperoleh selanjutnya dapat dimurnikan dan dapat diderivatisasi untuk pembuatan eksipien sediaan farmasi.

ABSTRACT
Agricultural productivity in Indonesia continues to increase from year to year and produces waste that is often thrown away. Cellulose is a natural polymer that is biocompatible and environmentally friendly because it is easily degraded, non toxic, and renewable. Cellulose can be obtained from various agricultural wastes. To obtain cellulose from agricultural waste, biodelignification can be done using the . The purpose of this article review is to examine the use of laccase enzymes in agricultural waste and the activity of laccase enzymes produced. This review article will focus on describing information related to laccase enzyme research, specifically several conditions that can affect the acquisition of laccase enzyme activity. Laccase enzymes can be obtained from white rot molds and can be applied to biodelignification which is more environmentally friendly without using many chemicals and takes less time than using microorganisms alone. There are many factors that influence the acquisition of enzyme activity for biodelignification processes such as pH, carbon and nitrogen sources, temperature and inducer. Variation of inducer on laccase enzyme production media influences the acquisition of enzyme activity. Therefore it is necessary to make comparisons from various previous studies to obtain optimum conditions that produce high laccase enzyme activity. Circumstances that produce high enzyme activity are recommended to be applied to the biodelignification process. The cellulose obtained can then be purified and can be derivatized for the manufacture of excipients of pharmaceutical preparations."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catur Putri Miftahul Jannah
"Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri besar di Indonesia. Pada pembuatan pulp dan kertas, diperlukan suatu proses delignifikasi yang bertujuan untuk memisahkan struktur lignin yang masih tersisa dalam pulp. Umumnya, pada proses delignifikasi digunakan bahan kimia seperti klorin dioksida, yang pada akhirnya akan menghasilkan limbah kimia yang lebih berbahaya. Dalam rangka mengurangi limbah kimia, maka digunakan proses biodelignifikasi menggunakan mikroorganisme, yaitu jamur. Jamur pelapuk putih diketahui dapat memproduksi berbagai enzim. Penelitian ini memfokuskan pada enzim lignin peroksidase (LiP), yaitu salah satu enzim ligninolitik yang dihasilkan oleh jamur pelapuk putih dan dapat mendegradasi lignin dengan tujuan untuk melakukan optimasi media yang menghasilkan aktivitas enzim terbaik serta mengkarakterisasi LiP dari isolat jamur hasil penelitian sebelumnya. Optimasi dilakukan pada empat media, yaitu PDB (media 1); PDB+Serbuk bambu (media 2); PDB+Serbuk bambu+serbuk daun nanas (media 3), dan glukosa+serbuk bambu (media 4). Hasil penelitian menunjukan bahwa media yang paling baik adalah media 3 dengan nilai aktivitas enzim 6,605 μmol.mL−1. Kemudian LiP yang didapat dikarakterisasi dengan melakukan pengujian terhadap suhu, pH, dan profil kinetika enzim. Suhu optimum untuk LiP adalah pada suhu 30ºC dengan aktivitas 9,874 μmol.mL−1. Sedangkan untuk pH optimum diperoleh pada pH 5,0 dengan nilai aktivitas tertinggi sebesar 6,787 μmol.mL−1. Kemudian untuk kinetika enzim LiP pada rentang konsentrasi substrat veratril alkohol paling baik adalah 0,4 mM pada media 3 dengan nilai Vmaks sebesar 34,2465 μmol.mL−1.menit−1 serta Km sebesar 1,0958 μmol.mL−1. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa jamur yang diteliti berpotensi mendegradasi lignin karena memiliki aktivitas enzim yang cukup baik.

The pulp and paper industry is one of the major industries in Indonesia. In the manufacture of pulp and paper, a delignification process is needed which aims to separate the remaining lignin structure in the pulp. In general, chemicals such as chlorine dioxide are used in the delignification process, which in turn will produce more hazardous chemical waste. In order to reduce chemical waste, a biodelignification process is used using microorganisms, namely fungi. White rot fungi are known to produce various enzymes. This research focuses on the enzyme lignin peroxidase (LiP), which is a ligninolytic enzyme produced by white rot fungi that can degrade lignin. This study aims to optimize the media that produces the best enzyme activity and to characterize LiP from fungal isolates from previous studies. Optimization was carried out on four media, namely PDB (media 1); PDB+bamboo powder (media 2); PDB + bamboo powder + pineapple leaf powder (media 3), and glucose + bamboo powder (media 4). The results showed that the best medium was media 3 with an enzyme activity value of 6.605 μmol.mL−1. Then the LiP obtained was characterized by testing the temperature, pH, and enzyme kinetics profile. The optimum temperature for LiP is 30ºC with an activity of 9.874 μmol.mL−1. Meanwhile, the optimum pH was obtained at pH 5.0 with the highest activity value of 6.787 μmol.mL−1. Then for LiP enzyme kinetics in the range of substrate concentrations veratril alcohol the best was 0.4 mM in medium 3 with a Vmax value of 34.2465 μmol.mL−1.minute−1 and Km of 1.0958 μmol.mL−1. Based on these results, it can be concluded that the fungi studied have the potential to degrade lignin because they posses good enzyme activity."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Nabila Nevilda
"Produksi tekstil menghasilkan limbah pewarna dalam jumlah besar yang menyebabkan timbulnya permasalahan bagi lingkungan dengan adanya pewarna azo yang bersifat toksik, mutagenik, dan karsinogenik. Oleh karena itu, biodegradasi pewarna menggunakan sel mikroba atau enzim penting untuk dikembangkan sebagai metode biologis dalam pengolahan limbah pewarna tekstil. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh enzim lignolitik untuk mendegradasi limbah pewarna tekstil yang memiliki struktur serupa dengan senyawa lignin. Peremajaan isolat jamur dilakukan pada media PDA dan serbuk daun nanas untuk menginduksi aktivitas lignolitiknya. Aktivitas enzim LiP ditentukan setelah mengukur absorbansi menggunakan spektrofotometri UV-Vis dengan mengukur laju oksidasi veratril alkohol menjadi veratril aldehid dengan adanya penambahan H2O2 pada panjang gelombang 310 nm. Larutan fraksi enzim LiP didapatkan dari fraksinasi dengan ammonium sulfat saturasi 80% dan dialisis dengan membrane dialisis MW cut-off 10000 Da. Optimasi pengaruh waktu inkubasi, pH, temperatur, dan rasio konsentrasi enzim-substrat dilakukan untuk mengetahui kondisi optimum aktivitas fraksi enzim LiP dalam mendekolorisasi pewarna azo Amido hitam 10B. Aktivitas enzim LiP didapatkan sebesar 0,5806 U/ml. Kondisi optimum yang diperoleh dari hasil uji optimasi, yakni temperatur 50°C, pH 5, rasio enzim-substrat sebesar 1:1, dan waktu inkubasi selama 72 jam. Hasil optimasi tersebut digunakan pada proses aplikasi dekolorisasi sampel limbah cair industri tekstil. Nilai efisiensi dekolorisasi pada limbah cair industri tekstil dan pewarna sintetis Amido hitam 10B dengan nilai masing-masing sebesar 16,79% dan 46,27%.

Textile production produces large amounts of dye waste which causes problems for the environment with the presence of toxic, mutagenic, and carcinogenic azo dye. Therefore, dye biodegradation uses microbial cells or enzymes is being developed as a biological treatment of textile dye waste. The study aims to obtain lignolytic enzymes to degrade textile dye waste that have a similar structure to lignin compounds. Rejuvenation of fungal isolates is carried out on PDA media and pineapple leaf powder to induce its lignolytic activity. LiP enzyme activity was determined after measuring absorption using UV-Vis spectrophotometry by measuring the rate of oxidation of veratryl alcohol into veratril aldehyde with the addition of H2O2 at a wavelength of 310 nm. LiP enzyme fraction solution is obtained from fractioning with 80% ammonium sulfate saturation and dialysis with a membrane dialysis MW cut-off of 10000 Da. The effect of incubation time, pH, temperature, and enzyme-substrate concentration ratio was optimized to determine the optimal conditions for LiP activity in the decolorization synthetic dye Amido Black 10B. LiP enzyme activity value is 0.5806 U/ml. The optimum conditions from the optimization test results are temperature 50°C, pH 5, enzyme-substrat ratio of 1:1, and incubation time of 72 hours. The results of the optimization are used in the application process of decolorization of textile industry wastewater fluid waste samples of the textile industry. Decolorization efficiency values on wastewater from textile industry and synthetic dye Amido black 10B are 16.79% and 46.27% respectively."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Rizki Nabilla
"Delignifikasi digunakan untuk memisahkan lignin dari lignoselulosa dengan tujuan mendapatkan kandungan selulosa yang tinggi. Beberapa metode yang digunakan untuk delignifikasi yaitu secara kimiawi dan biologis. Biodelignifikasi merupakan metode delignifikasi secara biologis dengan menggunakan bantuan enzim ligninolitik yang dapat diperoleh dari bakteri. Metode biodelignifikasi memiliki beberapa kelebihan seperti lebih ramah lingkungan dan menghasilkan hasil degradasi yang lebih tinggi. Namun demikian, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi produksi enzim dari bakteri untuk proses biodelignifikasi seperti pemilihan substrat, sumber nitrogen, suhu dan pH. Maka dari itu perlu dilakukan perbandingan dari berbagai penelitian sebelumnya untuk memeroleh kondisi optimum bakteri dalam menghasilkan enzim ligninolitik dan potensinya dalam proses biodelignifikasi. Hasil studi literatur menunjukkan bahwa kondisi optimum yang menghasilkan produksi enzim ligninolitik dari bakteri adalah dengan menggunakan substrat dari tandan kosong kelapa sawit, sumber nitrogen dari amonium nitrat, pada suhu 30-50°C dan pH basa. Hasil studi literatur juga menunjukkan bahwa enzim ligninolitik dari bakteri berpotensi untuk proses biodelignifikasi karena enzim dari bakteri memiliki tolerabilitas yang tinggi, lebih stabil dan laju pertumbuhannya yang cepat.

Delignification is a process to separates lignin from lignocellulose compounds to acquire cellulose in high purity. Several methods for delignification are chemical and biological. Biodelignification is a process delignification that use ligninolytic enzymes. Ligninolytic enzymes used in biodelignification processes are acquired from bacteria. Biodelignification has several advantages such as being more environmentally friendly and can produce higher degradation results. However, there are several factors that influence the activity of ligninolytic enzymes for biodelignification processes such as mediator, temperature and pH level. Therefore it is necessary to make comparisons from various previous studies to obtain optimum conditions that produce ligninolytic enzymes from bacteria and determine the potential of ligninolytic enzymes from bacteria to be applied in the biodelignification process. The result of literature study is the optimum conditions that produce ligninolytic enzymes from bacteria when using oil palm empty fruit bunch as substrat, ammonium nitrate as nitrogen source, at temperature of 30-50°C and with an alkaline pH. The result of literature study also show that ligninolytic enzymes from bacteria have the potential for biodelignification process because enzymes from bacteria have a high tolerability, more stable and have a fast growth rate."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dannisya Alzura
"Produksi industri pakaian di Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 15,29 persen. Hal ini dapat meningkatkan risiko kerusakan lingkungan akibat limbah pewarna tekstil. Pewarna tekstil bersenyawa Azo yang digunakan industri-industri tekstil adalah limbah yang sulit terurai dan pada kadar tertentu bersifat karsinogenik (Chung K. T., 2016). Diperlukan suatu cara untuk mengolah limbah perwarna tekstil. Salah satu caranya adalah memanfaatkan mikroorganisme yang menghasilkan enzim ligninolitik. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan fraksi enzim mangan peroksidase dari kultur jamur termofilik dengan purifikasi menggunakan ammonium sulfat dan kromatografi penukar anion untuk proses dekolorisasi limbah pewarna tekstil. Isolat jamur dari penelitian sebelumnya diremajakan kembali di media Potato Dextrose Agar + filtrat daun nanas. Kultivasi kultur dilakukan di campuran media Potato Dextrose Broth, serbuk daun nanas, dan trace element. Fraksi enzim MnP didapatkan dari fraksinasi dengan ammonium sulfat pada saturasi 65% dan didialisis dengan alat MW cut-off 8000-14000 Da dan enzim MnP murni dari purifikasi dengan kromatografi penukar anion menggunakan DEAE Cellulose. Hasil menunjukkan bahwa, uji aktivitas enzim dan aktivitas speksifik Enzim MnP dari purifikasi dengan ammonium sulfat sebesar 1,008 U/mL dan 48,956 U/mg ; purifikasi dengan DEAE Cellulose sebesar 1,061 U/mL dan 51,497 U/mg. Dekolorisasi limbah pewarna tekstil dilakukan di suhu 50°C, selama 144 jam, pH 5,5, dan konsentrasi enzim-substrat sebesar 1:1.

The production of the clothing industry in Indonesia experienced significant growth of 15.29 percent (Ministry of Industry, 2019). This can increase the risk of environmental damage due to textile dye waste. Azo compound textile dyes used by textile industries are waste that is difficult to decompose and to some extent carcinogenic (Chung K. T., 2016). A method is needed to process textile dye waste. One way is to utilize microorganisms that produce ligninolytic enzymes. The purpose of this study is  to obtain the fraction of Manganese peroxidase Enzyme from thermophilic mushroom culture by purification using ammonium sulphate and anion exchange chromatography for the decolorization process of textile dye waste. Fungal isolates from previous studies (Anas, 2022) were rejuvenated in Potato Dextrose Agar + pineapple leaf filtrate media. Culture cultivation was carried out in a mixture of Potato Dextrose Broth media, pineapple leaf powder, and trace elements.The MnP enzyme  fraction was obtained from fractionation with ammonium sulfate at 65% saturation and dialysis with MW cut-off 8000-14000 Da and pure MnP enzyme from purification by anion exchange chromatography using DEAE Cellulose. The results showed that the test of enzyme activity and spective activity of MnP Enzyme from purification with ammonium sulfate  of 1.008 U/mL and 48.956 U/mg; purification  DEAE Cellulose of 1.061 U/mL and 51.497 U/mg. Decolorization of textile dye waste was carried out at 50°C, for 144 hours, pH 5.5, and enzyme-substrate concentration of 1:1."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merianda Ramadhian Putri
"Keberadaan lignin yang dapat menjadi masalah dalam produksi biofuel dapat diatasi dengan cara delignifikasi. Proses delignifikasi menggunakan mikroorganisme telah menjadi perhatian akhir-akhir ini. Mikroorganisme yang berperan adalah jamur pelapuk putih dan bakteri. Dalam melakukan proses biodelignifikasi, kedua mikroorganisme ini menghasilkan enzim ligninolitik. Enzim ligninolitik antara jamur pelapuk putih dan bakteri menghasilkan persentase delignifikasi dan aktivitas enzim yang berbeda.  Artikel review ini meninjau ulasan mengenai proses biodelignifikasi menggunakan enzim ligninolitik dari jamur pelapuk putih dan bakteri yang akan dibandingkan antara hasil delignifikasi dan aktivitas enzim.  Penulis berharap dapat memberikan gambaran terkait perbandingan antara enzim ligninolitik dari kedua mikroorganisme tersebut.

The existence of lignin which can be a problem in biofuel production can be overcome by delignification. The delignification process using microorganisms has become a concern lately. The microorganisms that play a role are white rot fungi and bacteria. In carrying out the process of biodelignification, these two microorganisms produce ligninolytic enzymes. Ligninolytic enzymes between white rot fungi and bacteria produce different percentages of delignification and enzyme activity. This review article reviews a review of the biodelignification process using ligninolytic enzymes from white rot fungi and bacteria to be compared between the results of delignification and enzyme activity. The author hopes to provide an overview related to the comparison between ligninolytic enzymes of the two microorganisms."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Nathaniela
"Kurkumin adalah senyawa tautomerik berwarna kuning dengan berbagai aktivitas farmakologis. Kurkumin memiliki sifat fisikokimia yang kurang baik, yaitu bioavailibilitas dan kelarutan dalam air yang rendah. Oleh karena itu, kurkumin perlu didegradasi menjadi bentuk senyawa lain yang lebih stabil secara fisikokimia. Salah satu degradasi yang dapat dilakukan adalah degradasi secara enzimatis. Kurkumin merupakan senyawa yang dapat didegradasi oleh enzim peroksidase. Enzim peroksidase pada kapang Chaetomium globosum dan Phanerochaete chrysosporium mampu mengoksidasi Mn2+ seperti MnP dan senyawa non-fenolik potensial redoks tinggi seperti LiP. Parameter produksi kapang, seperti media dan waktu peremajaan serta kultivas dapat mempengaruhi aktivitas enzim peroksidase yang dihasilkan dalam mengoksidasi substrat kimia. Parameter optimum diharapkan dapat menghasilkan aktivitas degradasi kurkumin yang baik. Kapang Chaetomium globosum dan Phanerochaete chrysosporium >masing-masing dilakukan optimasi peremajaan dan kultivasi menggunakan komposisi media yang mengandung lignin, yaitu serbuk batang bambu kuning, daun nanas madu, dan tandan kosong kelapa sawit. Crude enzim peroksidase diuji aktivitasnya pada hari ke-7, 10, dan 14 dalam mengoksidasi MnSO4 dan veratril alkohol, serta dihitung bobot keringnya. Hasil optimasi menunjukkan bahwa peremajaan kedua kapang dilakukan selama lima hari. Kultivasi selama sepuluh hari . Bahan tambahan yang paling baik digunakan untuk pertumbuhan kapang Chaetomium globosum adalah serbuk batang bambu kuning dan kapang Phanerochaete chrysosporium adalah serbuk daun nanas madu. Kultivasi dilakukan kembali untuk memulai proses degradasi. Kromatogram kurkumin terbentuk pada waktu retensi 17 menit dengan parameter instrumen berupa fase gerak metanol : 0,3% larutan asam format (25:75), laju alir 0,3 ml/menit, dan panjang gelombang detektor sebesr 280 nm. Kurkumin yang terdegradasi oleh kapang Chaetomium globosum 178,795 danPhanerochaete chrysosporium tidak dapat dideteksi.

Curcumin is a yellow tautomeric compound that has many pharmacological activities. Curcumin has poor physicochemical properties, such as low bioavailability and water solubility. Therefore, curcumin degradation into another, more physiochemically stable substance is preferable. A degradation method available for use is enzymatic degradation. Curcumin is a substance that peroxidases can degrade. Peroxidase enzymes found on Chaetomium globosum and Phanerochaete chrysosporium molds can oxidize Mn2+, such as MnP, and high redox potential non-phenolic substrates, such as LiP. Mold production parameters, such as the culture media, waktu peremajaan and cultivation time, affect the produced peroxidase enzyme activity in oxidizing a chemical substrate. An optimum parameter is proposed to produce a superior curcumin degradation activity. In this study, Chaetomium globosum’s and Phanerochaete chrysosporium’s pre-cultivation and cultivation time were optimized using culture media that contain lignin, namely yellow bamboo stalk powder, pineapple leaf, and mpty fruit bunch. The oxidation activity of the crude peroxidase enzyme was tested on MnSO4 and veratryl alcohol on the seventh, tenth, and 14th days. The results showed that the best pre-cultivation and cultivation times are five and ten days, respectively. The best cultivation media for Chaetomium globosum and Phanerochaete chrysosporium are yellow bamboo stalk powder and pineapple leaf. Cultivation was done further to start the degradation process. Curcumin chromatogram was obtained at a retention time of 17 minutes using 0.3% of methanol as the mobile phase, formic acid solution (25:75), a flow rate of 0.3 ml/minute, and a detector wavelength of 280 nm. The amount of curcumin degraded by the Chaetomium globosum and Phanerochaete chrysosporium molds were 178,795 and N.D. respectively."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadel Muhammad Riziq
"Metode biodelignifikasi dengan WRF (White Rot Fungi) saat ini menjadi pilihan yang menjanjikan dalam pengolahan limbah lignoselulosa menjadi bahan baku dalam industri obat maupun kertas. Karena pretreatment pada limbah lignoselulosa yang dilakukan melalui proses kimiawi dinilai tidak ramah terhadap lingkungan, maka diperlukan pretreatment biologis dengan organisme atau enzim yang lebih strabil pada lingkungan industri yang bervariasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jamur termofilik dengan aktivitas ligninolitik dan mampu menghasilkan enzim ligninolitik (MnP) pada kondisi tersebut. Jamur diisolasi dari kayu yang telah lapuk yang didapatkan dari Sumber Air Panas Guci, Kabupaten Tegal. Jamur ditumbuhkan pada media PDB dan Kirk dengan serbuk daun nanas sebagai substrat, lalu aktivitas enzim MnP dilakukan secara spektrofotometri UV/Vis dengan Mn2+ sebagai substrat pada panjang gelombang 270 nm. Larutan fraksi enzim MnP didapatkan dari fraksinasi enzim, dengan teknik filtrasi, presipitasi ammonium sulfat pada tingkat saturasi 80% dan dialisis dengan MW cut-off 8000-14000 Da. Kemudian Jamur diuji pada beberapa kondisi suhu inkubasi dan beberapa pH berbeda kemudian diukur aktivitas MnP dengan metode yang sama.
Hasil didapatkan suhu optimum untuk inkubasi adalah 50°C dan pH optimum aktivitas MnP pada pH 6,0-7,0. Penentuan kinetika enzim dilakukan dengan plot Lineweaver-Burk persamaan Michaelis-Menten. Didapatkan hasil kinetika enzim dengan Km 0,473 mM dan Vmax 5,257 mM/min.

The biodelignification method with WRF (White Rot Fungi) is currently a promising option in the treatment of lignocellulosic waste into raw materials in the drug and paper industries. Because the pretreatment of lignocellulosic waste through a chemical process is considered dangerous to the environment, accordingly biological pretreatment with more stable organisms or enzymes in various industrial environments is required.
This study aims to obtain thermophilic fungi with ligninolytic activity and capable of producing ligninolytic enzymes (MnP) under these conditions. The fungus was isolated from rotting wood obtained from Guci Hot Springs, Tegal Regency. The fungus were grown on PDB and Kirk media with pineapple leaf powder as a substrate, then the MnP enzyme activity was carried out by UV/Vis spectrophotometry with Mn2+ as a substrate at a wavelength of 270 nm. MnP enzyme fraction solution was obtained from enzyme fractionation, with filtration technique, ammonium sulfate precipitation at 80% saturation level and dialysis with MW cut-off of 8000-14000 Da. Then the fungus was tested at several incubation temperature conditions and several different pH values and then measured the MnP activity with the same method.
The results obtained that the optimum temperature for incubation was 50°C and the optimum pH for MnP activity was at pH 6.0-7.0. Determination of enzyme kinetics was carried out using the Lineweaver-Burk plot of the Michaelis-Menten equation. The results of the enzyme kinetics were 0.473 mM and Vmax 5.257 mM/min.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>