Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 228136 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ismarliani
"ABSTRAK
Kanker serviks menempati urutan keempat di dunia. Menurut WHO, kasus baru kanker serviks tahun 2018 sebanyak 570.000 dengan angka kematian sebanyak 311.000. Di Indonesia, berdasarkan data Globocan tahun 2018, kasus baru kanker serviks sebanyak 32.469 menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Angka kematian kanker serviks di Indonesia mencapai 18.279 per tahun. Salah satu faktor yang membuat tingginya angka kejadian kanker serviks dikarenakan terlambatnya penemuan kasus kanker serviks. 70% kasus kanker serviks yang ditemui di rumah sakit berada pada stadium lanjut sehingga angka kematian kanker serviks menjadi tinggi. Skrining kanker serviks bertujuan mengurangi angka kejadian dan angka kematian kanker serviks. Jika kanker serviks terdeteksi sejak awal tahap pra kanker, maka dapat diberikan tindak lanjut pengobatan sehingga tidak berkembang menjadi kanker serviks. Namun, kenyataannya cakupan skrining kanker serviks masih rendah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan hambatan terkait dengan perilaku pemanfaatan skrining kanker serviks. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam. Informan penelitian terdiri dari 5 orang yang sudah pernah skrining kanker serviks dan 5 orang yang belum pernah skrining kanker serviks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan yang pernah skrining kanker serviks memiliki pengetahuan yang lebih baik, sebagian besar informan memiliki sikap positif terhadap skrining kanker serviks. Ketakutan merupakan faktor yang menjadi hambatan melakukan skrining kanker serviks. Alasan informan tidak melakukan skrining kanker serviks karena takut, tidak ada gejala, dan kurangnya informasi. Hampir semua informan yang pernah melakukan skrining kanker serviks karena motivasi diri sendiri. Pengetahuan yang baik, sikap yang positif, serta tidak adaya hambatan memungkinkan informan untuk melakukan skrining kanker serviks.

ABSTRACT
Cervical cancer ranks fourth in the world. According to WHO, new cases of cervical cancer in 2018 were 570,000 with a death rate of 311,000. In Indonesia, based on Globocan data in 2018, 32,469 new cases of cervical cancer rank second after breast cancer. Cervical cancer mortality rate in Indonesia reaches 18,279 per year. One of the factors that make the high incidence of cervical cancer is due to the late discovery of cervical cancer cases. 70% of cervical cancer cases found in hospital are at an advanced stage so that the cervical cancer mortality rate is high. Cervical cancer screening aims to reduce the incidence and mortality rate of cervical cancer. If cervical cancer is detected early in the pre-cancer stage, follow-up treatment can be given so that it does not develop into cervical cancer. However, the reality is that cervical cancer screening coverage is still low. The purpose of this study was to describe the knowledge, attitudes, and barriers associated with cervical cancer screening behavior. This study uses a qualitative method with a case study approach. Data collection through indepth interviews. The research informants consisted of 5 people who had been screened for cervical cancer and 5 people who had never been screened for cervical cancer. The results showed that the informants who had cervical cancer screening had better knowledge, most of the informants had a positive attitude towards cervical cancer screening. Fear is a factor that hinders cervical cancer screening. The reason the informants did not do cervical cancer screening was because of fear, no symptoms, and lack of information. Almost all informants who had cervical cancer screening were self-motivated. Good knowledge, a positive attitude, and no obstacles allowed the informants to do cervical cancer screening."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Itsnia Rizka
"ABSTRAK
Kanker serviks merupakan salah satu jenis kanker yang berbahaya. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia Depkes RI , kanker serviks merupakan salah satu penyakit kanker dengan prevelensi tertinggi sebesar 0.8 di Indonesia. Maka dari itu diperlukan tindakan pendeteksian dini dengan menggunakan microarray dataset. Microarray dataset mempunyai jumlah fitur yang banyak tetapi tidak semua fitur yang ada relevan dengan data yang digunakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemilihan fitur untuk meningkatkan akurasi. Pemilihan fitur yang digunakan adalah Artificial Bee Colony ABC . Setelah dilakukan pemilihan fitur, akan dilakukan klasifikasi menggunakan metode klasifikasi Na ve Bayes. Hasilnya, didapatkan akurasi terbaik klasifikasi Na ve Bayes tanpa pemilihan fitur adalah 60 pada saat data training 90 dan untuk klasifikasi Na ve Bayes dengan menggunkan pemilihan fitur Artificial Bee Colony didapatkan akurasi tertinggi adalah 93.33333 . dengan fitur sebanyak 50 dan data training 90
.
ABSTRACT
Cervical cancer is one of the most dangerous cancer. Based on data from Departemen Kesehatan Republik Indonesia Depkes RI , cervical cancer is one of the diseases with the highest prevalence of 0.8 in Indonesia. Therefore, early detection action is needed with using microarray dataset. Microarray datasets have a large number of features but not all features are relevant to the data is used. Therefore, feature selection is needed to improve the accuracy. The feature selection that used is Artificial Bee Colony ABC . After feature selection process is done, Naive Bayes classification method will be implemented for classification process. As a result, the best accuracy of Na ve Bayes classification without feature selection is 60 with 90 training data and for Na ve Bayes classification using Artificial Bee Colony feature selection is 93.33333 with using 50 features selection and 90 training data.
"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raul Gonzales
"Kanker serviks masih menjadi permasalahan yang serius bagi seluruh wanita di dunia. WHO mencatat terdapat 36.633 kasus atau 9,2% dari total kasus kanker. Belanja dana kesehatan terbatas, sehingga harus memberikan perhatian lebih kepada program promotif dan preventif. WHO merekomendasikan untuk wanita melakukan skrining kanker serviks yang terdiri dari pap smear, tes IVA, dan tes HPV-DNA. Tapi hambatan keuangan yang dihadapi karena mahalnya skrining kanker serviks menjadi permasalahan sampai sekarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui skema pembiayaan skrining kanker serviks di berbagai negara, Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah literature review. Pencarian studi menggunakan online database berupa PubMed, ProQuest, dan BMCPH. Terdapat 9 studi yang digunakan dalam penelitian ini yang berasal dari 8 negara berbeda. Dari penelitian ini ditemukan bahwa terdapat 3 skema pembiayaan skrining kanker serviks, yaitu pembiayaan oleh pemerintah, pembiayaan melalui asuransi kesehatan, dan pembiayaan lewat donor/mitra pembangunan. Terdapat satu program yang terintegrasi di masing-masing negara dan sering disebut dengan NCSP. Dati program dan pembiayaan yang terhubung tersebut berdampak pada tingkat partisipasi skrining kanker serviks yang meningkat di berbagai negara.

Cervical cancer is still a serious problem for all women in the world. WHO recorded 36,633 cases or 9.2% of the total cancer cases Spending on health funds is limited, so it must pay more attention to promotive and preventive programs. WHO recommends that women do cervical cancer screening consisting of pap smears, IVA tests, and HPV-DNA tests. But the financial barriers faced due to the high cost of cervical cancer screening have been a problem until now. This study aims to determine the financing scheme for cervical cancer screening in various countries, the method used in this study is literature review. Search studies using online databases in the form of PubMed, ProQuest, and BMCPH. There were 9 studies used in this study that came from 8 different countries. From this study, it was found that there are 3 financing schemes for cervical cancer screening, namely financing by the government, financing through health insurance, and financing through donors/development partners. There is one integrated program in each country and is often referred to as NCSP. The connected programs and financing have an impact on the increasing participation rate of cervical cancer screening in various countries."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sang Arifianto Fajar Adi Kusuma
"ABSTRAK
Tujuan: Menilai masa pemulihan disfungsi saluran kemih setelah histerektomi radikal pada pasien kanker serviks di RSUPN Ciptomangunkusumo. Metode: Studi survei dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo dari September 2016 hingga Mei 2017. Subjek penelitian terdiri dari pasien kanker serviks stadium IA2 hingga IIA2 yang menjalani histerektomi radikal. Kateter suprapubik SPC digunakan sebagai alat untuk memantau produksi urin pasca operasi. Pasien diinstruksikan untuk mengikuti protokol bladder training yaitu melalui prosedur menutup dan membuka kateter. Rasa sensasi ingin berkemih dan berkemih spontan. Pengukuran residu volume urin pasca berkemih dibawah 100mL dianggap merupakan indikator pemulihan disfungsi saluran kemih. Rata-rata hari dari setiap fase kemudian dihitung. Hasil: Dua puluh sembilan subjek didapatkan selama penelitian. Namun, hanya 21 subjek yang dapat mengikuti protocol bladder traning dan dicatat perkembangan pemulihannya. Rata-rata hari yang diperlukan untuk merasakan sensasi berkemih dan berkemih spontan adalah 7,57 4.78 hari median 5 hari, minimum 3 hari, dan maksimum 22 hari dan 8 5.21 hari. median 6 hari, minimum 3 hari dan maksimum 23 hari Rata-rata hari untuk mencapai residu urin di bawah 100 mL adalah 21.42 18 median 18 hari, minimum 7 hari, dan maksimum 74 hari . Kesimpulan: Setelah prosedur histerektomi radikal, pencatatan masa pemulihan penting untuk dipantau untuk memastikan pemulihan lengkap. Rata-rata hari yang diperlukan untuk pemulihan adalah 21.42 18 hari median 18 hari, minimum 7 hari, dan maksimum 74 hari .

ABSTRACT
Objectives To assess the length of recovery phase in urinary tract dysfunction following radical hysterectomy for cervical cancer patients in Ciptomangunkusumo Hospital. Methods This survey study was conducted in Cipto Mangunkusumo Hospital from September 2016 to May 2017. Subjects were cervical cancer patients from stage IA2 to IIA2 underwent radical hysterectomy. Suprapubic catheter SPC was inserted to observe the urine production after procedure. Patients were then directed for bladder training protocol involving clamping and opening SPC. Sensation of bladder fullness followed by spontaneous micturition were recorded. Measurement of post voiding residual PVR urine volume after spontaneous micturition until less than 100 mL was considered as resolution of urinary tract dysfunction. The average days of every achieved phase were then calculated. Results Twenty nine subjects underwent radical hysterectomy during observation period. But only 21 subjects continued the bladder training protocol and recorded for the recovery phases. The average time needed to obtain sensation of bladder fullness and spontaneous micturition were 7.57 4.78 days median 5 days, minimum 3 days, maximum 22 days and 8 5.21 days median 6 days, minimum 3 days, maximum 23 days . The objective PVR urine became less than 100mL was obtained after 21.42 18 days median 18 days, minimum 7 days, maximum 74 days . Conslusion Following radical hysterectomy, recording the recovery phase of urinary tract dysfuction is essential to ensure complete resolution. Complete resolution of the urinary dysfunction is achieved after 21.4218 days in average median 18 days, minimum 7 days, maximum 74 days ."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Dwi Susanti
"ABSTRAK
Penyakit yang saat ini menjadi perhatian dunia dan mengakibatkan tingginya angka kematian adalah kanker serviks. Upaya untuk mencegah terjadinya kematian perempuan akibat kanker serviks diperlukan motivasi perempuan untuk melakukan pemeriksaan skrining kanker serviks. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi perempuan untuk melakukan pemeriksaan skrining kanker serviks. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan triangulasi dengan menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menjelaskan faktor yang paling dominan mempengaruhi motivasi adalah faktor pembiayaan. Direkomendasikan untuk meningkatkan motivasi perempuan untuk melakukan skrining kanker serviks dengan membuat program dan strategi yang sesuai kemampuan dan kebutuhan perempuan.

ABSTRACT
A disease that attracts world?s attention and results the high mortality rate is cervical cancer. In order to prevent the occurrence of women?s death caused by cervical cancer, women need a motivation to perform a cervical cancer screening test. The purpose of this research was to determine factors affecting women?s motivation to perform a cervical cancer screening test. This research was conducted using triangulation approach with a combination of quantitative and qualitative methods. The result showed that the most dominant factor affecting motivation was financial factor. It is recommended to increase women?s motivation to perform a cervical cancer screening by developing a program and strategy suitable to women?s capacities and needs."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T32934
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susie Susilawati
"ABSTRAK
Latar belakang
Kematian akibat kanker serviks masih tinggi karena sekitar 90% terdiagnosis pada stadium lanjut. Kanker serviks merupakan penyakit yang dapat dicegah. Rumah sakit memiliki peran penting dalam pencegahan kanker serviks, baik dalam pencegahan primer (vaksinasi HPV) maupun pencegahan sekunder (skrining kanker serviks dan tatalaksana kasus dengan hasil skrining yang positif).
Tujuan
Mengetahui peran rumah sakit di DKI Jakarta dalam pencegahan primer dan sekunder kanker serviks.
Metode
Penelitian ini adalah survey yang dilakukan pada 25 rumah sakit yang dipilih secara simple random sampling dari 109 rumah sakit yang ada di DKI Jakarta. Dilakukan wawancara menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai aspek pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap 117 tenaga kesehatan serta identifikasi kesiapan fasilitas terkait pencegahan kanker serviks pada 25 rumah sakit tersebut.
Hasil
Dari aspek pengetahuan penelitian ini menunjukkan bahwa semua tenaga kesehatan (100%) mengetahui bahwa vaksinasi HPV dilakukan sebagai pencegahan primer kanker serviks, 98,3% mengetahui bahwa vaksin HPV disuntikkan intra muskular, 91,5% mengetahui bahwa vaksinasi HPV diberikan 3x yaitu pada bulan ke 0, 1, 6 atau 0, 2, 6, dan 71,8% mengetahui bahwa vaksin HPV disuntikkan pada deltoid. Sebagian besar tenaga kesehatan (99,1%) mengetahui bahwa tes IVA (Inspeksi Visual dengan Aplikasi Asam Asetat) dapat digunakan untuk deteksi dini kanker serviks, 76,9% mengetahui cara menginterpretasi hasil tes IVA yang positif, dan 60,7% tahu bagaimana cara melakukan tes IVA. Sebanyak 93,2% tenaga kesehatan mengetahui tujuan tes pap dan 82,1% mengetahui bagaimana cara melakukan tes pap. Dari aspek sikap, sebagian besar tenaga kesehatan (96,6%) setuju untuk memberikan vaksinasi HPV, 94% setuju untuk melakukan tes IVA dan 98,3% setuju untuk melakukan tes pap. Dari aspek perilaku, sebagian besar tenaga kesehatan (76,9%) menawarkan pada klien/pasiennya vaksinasi HPV dan 62,4% pernah melakukan vaksinasi HPV, 52,1% menawarkan dan 30,8% pernah melakukan pemeriksaan IVA serta 86,3% menawarkan dan 71,8% melakukan tes pap. Sebagian besar tenaga kesehatan perempuan yang sesuai dengan persyaratan (75%) sudah melakukan tes pap bagi dirinya sendiri, tetapi hanya 32,5% yang sudah mendapatkan vaksinasi HPV.
Dari segi fasilitas, 20 rumah sakit (80%) di DKI Jakarta menyediakan vaksinasi HPV, dan semua (100%) rumah sakit menyediakan tes pap. Hanya 11 rumah sakit (44%) yang menyediakan tes IVA dan 10 rumah sakit (40%) yang menyediakan kolposkopi.
Kesimpulan
Sebagian besar rumah sakit di DKI Jakarta sudah mempunyai tenaga kesehatan dengan pengetahuan dan sikap yang baik dalam pencegahan kanker serviks, namun dari aspek perilaku sebagian besar belum menunjukkan perilaku yang baik dalam pencegahan primer kanker serviks. Sebagian besar rumah sakit di DKI Jakarta sudah menyediakan fasilitas pelayanan vaksinasi HPV dan tes pap, namun sebagian besar belum menyediakan fasilitas IVA dan kolposkopi.

ABSTRACT
Introduction
Mortality caused by cervical cancer remains high because 90% of cases are diagnosed at advanced stage. Cervical cancer is a preventable disease. Hospitals have an important role in cervical cancer prevention, including primary prevention (HPV vaccination) and secondary prevention (cervical cancer screening and treatment of positive screening results).
Objective
To evaluate the role of hospitals in DKI Jakarta on primary and secondary cervical cancer prevention
Method
This was a survey conducted to 25 hospitals, chosen with simple random sampling from 109 hospitals in DKI Jakarta. Questionnaire used for interview contained statements regarding knowledge, attitude and behavior of 117 health care professionals along with identification of facility preparedness for cervical cancer prevention within those 25 hospitals.
Result
The assessment of knowledge shows that all health care professionals (100%) knew that HPV vaccination is used as a primary prevention for cervical cancer. About 98.3% responden knew HPV vaccine injected intramuscularly. As much as 91.5% of the responden knew HPV vaccine is given three times either at month 0,1, 6 or at month 0,2,6. About 71.8% responden knew deltoid as site for vaccine injection.
Most of health care professionals (99.1%) knew VIA (visual inspection with acetic acid) can be used for early detection of cervical cancer. About 76.9% responden knew how to intepret positive VIA results and 60.7% responden knew how to do VIA test. As much as 93.2% health care professional knew the purpose of Pap test and about 82.1% knew how to do it. From attitude aspect, most of health care professionals (96.6%) agreed in giving HPV vaccination. About 94% of them agreed to do VIA test and about 98.3% agreed in conducting Pap test. From behavioral aspect, most of the responden (76.9%) offered HPV vaccination to their clients/patients and 62.4% responden did HPV vaccination. VIA test was offered and conducted by 52.1% and 30.8% of them, respectively. About 86.3% responden offered Pap test and 71.8% did the Pap test. As many as 75% of female health care professionals who meet the qualification already had a Pap test for themselves, but only 32.5% ever been vaccinated for HPV. From facility aspect, twenty hospitals (80%) in DKI Jakarta offered HPV vaccination with Pap test can be done in all of them. VIA test and colposcopy were only available in eleven (44%) and ten (40%) hospitals respectively.
Conclusion
Most hospitals in DKI Jakarta have health care professionals with good knowledge and attitude in cervical cancer prevention. However, not many have shown expected behavior in the primary prevention. Most hospitals in DKI Jakarta provide facilities for HPV vaccination and Pap test, but only few have VIA facilities and colposcopy."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T32680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnomo Hyaswicaksono
"Latar belakang : Kanker serviks merupakan penyebab ketiga kematian dan morbiditas tertinggi pada wanita di seluruh dunia. Morbiditas dan mortalitas pasien dengan kanker serviks meningkat seiring dengan peningkatan usia dan stadium klinis. Metastasis menuju kelenjar getah bening (KGB) paraaorta merupakan salah satu bentuk metastasis pada kanker serviks stadium lanjut.
Tujuan : Mengetahui adakah perbedaan respon klinis pasca radioterapi dan kesintasan 1 tahun pada pasien kanker serviks stadium lanjut dengan pembesaran KGB paraaorta dibandingkan pasien tanpa pembesaran KGB paraaorta.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan menggunakan metode kohort retrospektif. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara conse cutive sampling. Subyek penelitian ini adalah semua wanita dengan diagnosis primer kanker serviks stadium IIB hingga IVB yang datang ke poliklinik Onkologi Ginekologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dan menjalani pemeriksaan MRI sebelum dilakukan terapi pada bulan Januari 2016 hingga Mei 2017.
Hasil : Dari 76 subjek yang diteliti, didapatkan sebanyak 4 (5,1%) subyek yang mengalami pembesaran KGB paraaorta. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara status pembesaran KGB paraaorta dan usia (p = 0,829), usia hubungan seksual pertama (p = 0,333), paritas (p = 0,642), dan diameter massa (p = 0,777). Diferensiasi buruk memiliki risiko 3,89 lipat (p < 0,0001, IK95% 2,64-5,74) memiliki respon terapi negatif. Pasien dengan pembesaran KGB paraaorta memiliki risiko 2,13 kali lipat (p = 0,02, OR 2,13, IK95% 1,12-4,07) memiliki risiko respon terapi negatif. Tidak terdapat perbedaan kesintasan 1 tahun antara pembesaran KGB paraaorta dan tidak (median 201 vs. 293, p = 0,072.
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan karakteristik sosiodemografis, dan kesintasan 1 tahun antara pasien kanker serviks stadium lanjut dengan pembesaran KGB dan tanpa pembesaran KGB. Pasien dengan diferensiasi kanker buruk dan pembesaran KGB paraaorta memiliki risiko lebih tinggi mengalami respon radioterapi negatif. (p < 0,05).

Background : Cervical cancer is the third leading cause of death and highest morbidity in women worldwide. Morbidity and mortality of patients with cervical cancer increases along with age and clinical stage. Metastasis to the paraaortic lymph node (PALN) is a form of metastasis in advanced cervical cancer.
Objective : To determine whether there are differences in clinical response after radiotherapy and 1 year survival in patients with advanced cervical cancer with enlargement of PALN compared to patients without enlargement of PALN.
Method : This study was an observational analytic study using a retrospective cohort method. Sampling was done by consecutive sampling. The subjects of this study were all women with a primary diagnosis of stages IIB to IVB cervical caner who came to the gynecological oncology clinic of Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital and underwent MRI examination before being treated in January 2016 to May 2017.
Result : From 76 subjects studied, there were 4 (5.1%) subjects who had enlarged PALN. There were no significant differences between the enlargement status of PALN and age (p = 0.829), age of first sexual intercourse (p = 0.33), parity (p = 0.642), mass diameter (p = 0.777). Badly differentiated mass has 3.89 times risk of having negative radiotherapy outcome (p < 0.0001, CI95% 2.64-5.74). Patients with PALN enlargement have 2.13 times risk of having negative radiotherapy outcome (p = 0.02, OR 2.13, CI95% 1.12 – 4.07). There was no difference in 1-year survival between patients with and without enlargement of PALN (median 201 vs. 293, p = 0.072).
Conclusion : There were no differences in sociodemographic characteristics and 1 year survival between patients with advanced cervical cancer with enlargement PALN. Patients with badly differentiated mass and PALN enlargement have increased risk of having negative radiotherapy outcome (p < 0.05).
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maritza Samira
"Deteksi dini menjadi salah satu upaya penting untuk mencegah terjadinya kanker serviks. Namun, capaian deteksi dini kanker serviks di kota besar seperti Jakarta masih terbilang rendah dan jauh dari target. Capaian deteksi dini kanker serviks di wilayah Puskesmas Kelurahan Duri Kepa pada pertengahan tahun 2024 yaitu 38,75%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan perilaku wanita usia subur dalam deteksi dini kanker serviks di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duri Kepa tahun 2024 berdasarkan teori Health Belief Model. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi cross-sectional. Sumber data penelitian yaitu data primer, menggunakan metode wawancara dengan alat bantu kuesioner. Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2024 di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duri Kepa. Sampel dalam penelitian merupakan wanita usia subur 15-49 tahun yang sudah menikah, berjumlah 160 orang yang diambil dengan teknik quota sampling. Hasil penelitian menunjukkan wanita usia subur yang melakukan deteksi dini kanker serviks hanya 20,6%. Secara statistik didapatkan ada hubungan yang signifikan antara usia (p value = 0,029), pendidikan (p value = 0,000), persepsi kerentanan (p value = 0,000), persepsi keseriusan (p value = 0,000), persepsi manfaat (p value = 0,000), persepsi hambatan (p value = 0,000), isyarat bertindak (p value = 0,000), dan efikasi diri (p value = 0,000) dengan perilaku wanita usia subur dalam deteksi dini kanker serviks. Disarankan agar puskesmas mendukung peran fungsi kader, memperkuat KIE kanker serviks, memperluas jangkauan penyebaran informasi dengan pemanfaatan media sosial dan media interaktif yang mudah diakses, dan menjalin kerja sama dengan tokoh yang dianggap berpengaruh oleh masyarakat.

Early detection is one of the important efforts to prevent cervical cancer. However, the achievement of early detection of cervical cancer in big cities like Jakarta is still low and far from the target. The achievement of early detection of cervical cancer in the Duri Kepa Village Health Center area in mid-2024 was 38.75%. This study aims to determine the determinants of behavior of women of childbearing age in early detection of cervical cancer in the working area of Puskesmas Duri Kepa Village in 2024 based on the Health Belief Model theory. This research uses a quantitative approach with a cross-sectional study design. The research data source is primary data, using the interview method with questionnaire tools. The research was conducted in July-August 2024 in the work area of the Puskesmas Duri Kepa Village. The sample in the study was married women of childbearing age 15-49 years, totaling 160 people with quota sampling technique. The results showed that women of childbearing age who performed early detection of cervical cancer were only 20.6%. Statistically there was a significant relationship between age (p value = 0.029), education (p value = 0.000), perceived vulnerability (p value = 0.000), perceived seriousness (p value = 0.000), perceived benefits (p value = 0.000), perceived barriers (p value = 0.000), cues to action (p value = 0.000), and self-efficacy (p value = 0.000) with the behavior of women of childbearing age in early detection of cervical cancer. The results suggest that the puskesmas should support the role of cadres, strengthen cervical cancer IEC, expand the reach of information dissemination by utilizing social media and interactive media that are easily accessible, and collaborate with figures who are considered influential by the community."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anthony Sugiharto Winarno
"Tujuan: Kanker serviks masih menjadi kanker terbanyak kedua di Indonesia. Sementara kesadaran untuk deteksi dini dengan inspeksi visual dengan asam asetat (VIA) semakin meningkat, vaksinasi HPV belum menjadi program nasional. Vaksinasi masih efektif pada orang dengan rentang usia 15-26 tahun, dan diberikan dalam 3 dosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa kedokteran di Jakarta terhadap HPV dan vaksinasi.
Desain: survei cross-sectional dibagikan kepada 10 mahasiswa praklinik Fakultas Kedokteran di Jakarta, dari Juli hingga Agustus 2020. Kuisioner yang dibagikan sendiri untuk menilai pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang kanker serviks dan vaksinasi. Kuesioner dikumpulkan menggunakan Google Form dan dianalisis menggunakan Aplikasi Stata ver 13 for Mac. Data dianalisis menggunakan chi-square.
Hasil: dari 2518 mahasiswa kedokteran, 124 mahasiswa dikeluarkan. Separuh dari mahasiswa akademis yang lebih tua (57,14%) memiliki pengetahuan dan perilaku yang baik tentang kanker serviks dan vaksinasi. Tingkat pengetahuan secara signifikan berhubungan dengan perilaku termasuk status vaksinasi. Namun, 60% dari mahasiswa akademis yang lebih muda memiliki sikap yang baik terhadap kanker serviks dan vaksinasi.
Kesimpulan: pengetahuan yang lebih baik berkorelasi dengan perilaku yang lebih baik terhadap kanker serviks dan vaksinasi. Lebih lanjut tentang HPV dan manfaat yang terkait dengan vaksinasi terhadap HPV harus dimasukkan dalam kurikulum di semua tahun sekolah kedokteran.

Objectives: Cervical cancer is still the second most prevalent cancer in Indonesia. While the awareness for early detection with visual inspection with acetic acid (VIA) has been raising, HPV vaccination has not yet become a national program. Vaccination is still effective in people ranged from 15-26 years old, and administered in 3 doses. The objectives of this research were to assess knowledge, attitude, and behaviour of medical students in Jakarta towards HPV and its vaccination.
Design: a cross-sectional survey was distributed to 10 Faculty of Medicine pre-clinical students in Jakarta, from July to August 2020. A self-administrated questionnaire was distributed to assess the knowledge, attitude, and behaviour regarding cervical cancer and vaccination. The questionnaire was collected using Google Form and analysed using Stata Application ver 13 for Mac. The data was analysed using chi-square.
Results: from 2518 medical students, 124 students were excluded. Half of the older academic students (57,14%) had a good knowledge and behaviour regarding cervical cancer and vaccination. Knowledge level was significantly associated with behaviour including vaccination status. However, 60% of younger academic students had a good attitude towards cervical cancer and vaccination.
Conclusions: better knowledge correlate with a better behaviour towards cervical cancer and vaccination. More about HPV and the benefits associated with vaccination against HPV should be included in the curriculum in all years of medical school.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Firliana Yuniar
"Kanker servik adalah jenis kanker terbanyak kedua yang dialami oleh perempuan di Indonesia setelah kanker payudara. Skrining atau deteksi dini kanker servik bermanfaat untuk mendeteksi perubahan abnormal sel pada servik. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik demografi dan faktor lainnya yang memengaruhi pengetahuan dan praktik perempuan dalam melakukan skrining kanker servik. Penelitian ini berjenis kuantitatif dengan metode desain cross sectional. Sampel penelitian ini adalah 100 Perempuan Usia Subur (usia 20-49) tahun yang berdomisili di Kecamatan Ajibarang, tidak terdiagnosis kanker servik, menikah, dan seksual aktif. Hasil penelitian ini menunjukkan dari 100 responden, perempuan yang memiliki pengetahuan baik terhadap kanker servik sebanyak 54 responden, sedangkan perempuan yang memiliki pengetahuan baik terhadap skrining kanker servik sebanyak 43 responden, serta hanya 8 responden yang pernah melakukan Pap Smear dan belum terdapat responden yang pernah melakukan Tes IVA. Hal ini disebabkan karena responden belum mengetahui atau belum mendapatkan informasi mengenai skrining kanker servik. Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kesadaran perempuan mengenai kanker servik hanya dukungan suami/keluarga (p= 0,026). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kesadaran perempuan mengenai skrining kanker servik hanya usia (p= 0,000). Faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik skrining kanker servik antara lain usia (p= 0,039) dan pekerjaan (p= 0,029). Data hasil penelitian ini akan diserahkan kepada puskesmas wilayah setempat agar dapat dilakukan peningkatan layanan promosi kesehatan mengenai kanker servik secara umum dan skrining kanker servik secara khusus bagi perempuan usia subur.

Cervical cancer is the second largest type of cancer experienced by women in Indonesia after breast cancer. Screening or early detection of cervical cancer is useful for detecting abnormal cell changes in the cervix. This study aims to analyze demographic factors and other factors that influence women's knowledge and practices in cervical cancer screening. This research is based on a quantitative model with cross sectional design method. The sample of this research is 100 women of reproductive age (aged 20-49) years old who live in Ajibarang District, have not been diagnosed with cervical cancer, married, and sexually active. The results of this study showed that from 100 respondents, 54 respondents had good knowledge of cervical cancer, while only 43 respondents had good knowledge of cervical cancer screening and only 8 respondents who have had a Pap Smear and there are no respondents who have ever done an IVA test because respondents do not know or have not received information about cervical cancer screening The results showed that the only factors related to women's knowledge about cervical cancer were husband/family support (p= 0.026). The only factors related to women's knowledge regarding early detection of cervical cancer were age (p= 0.000). Factors related to the practice of early detection of cervical cancer include age (p= 0.039) and occupation (p= 0.029). The data from this research will be submitted to the local health center in order to improve health promotion services regarding cervical cancer in general and cervical cancer screening specifically for women of reproductive age."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>