Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 225422 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simplisius Cornelis Tisera
"Latar Belakang : Dalam dunia penerbangan, selain memberikan dampak negatif pada kesehatan pilot, hiperurisemia juga dapat membahayakan keselamatan penerbangan melalui risiko inkapasitasi baik dikaitkan dengan peningkatan risiko terhadap penyakit kardiovaskular maupun dikaitkan dengan penyakit gout. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya prevalensi hiperurisemia pada pilot sipil di Indonesia dan identifikasi faktor-faktor risiko hiperurisemia terhadap pilot sipil di Indonesia. Metode : Penelitian menggunakan metode potong lintang dari rekam medis pilot sipil di Balai Kesehatan Penerbangan, Jakarta yang melakukan pemeriksaan 1 November 2019–30 April 2020. Data yang dikumpulkan dari rekam medis meliputi: data laboratorium asam urat dan kreatinin, usia, jam terbang total, IMT, konsumsi alkohol, dan riwayat penggunaan obat-obatan. Hiperurisemia adalah konsentrasi urat plasma lebih dari 7.0 mg/dl. Pengolahan data menggunakan aplikasi IBM® SPSS® Statistics Version 20. Hasil : Di antara 5399 pilot yang melakukan pemeriksaan kesehatan, sebanyak 194 merupakan kriteria eksklusi, sehingga jumlah sampel penelitian menjadi 5202 pilot; 18,4% memiliki kadar asam urat tinggi (hiperurisemia) dan 81,6% memiliki kadar asam urat normal. Pilot yang memiliki jam terbang total ≥ 5000 menurunkan risiko terjadinya hiperurisemia sebesar 24% dibandingkan pilot dengan total jam terbang < 5000 (OR 0,76 (95% IK 0,62-0,93); p=0,007). Pilot yang usianya ≥ 30 tahun menurunkan risiko hiperurisemia sebanyak 25% dibandingkan dengan pilot berusia < 30 tahun (OR 0,75 (95% IK 0,62-0,91); p=0,004). Pilot yang obesitas dan overweight memiliki risiko masing-masing 2,98 kali (OR 2,98 (95% IK 2,33-3,83); p<0,001) dan 1,36 kali (OR 1,36 (95% IK 1,01-1,83); p=0,042) lebih besar mengalami hiperurisemia dibandingkan dengan pilot yang memiliki IMT normal. Selanjutnya jika dibandingkan pilot yang tidak mengkonsumsi alkohol, pilot yang mengkonsumsi alkohol memiliki risiko 14,68 kali lebih besar mengalami hiperurisemia (OR 14,68 (95% IK 9,35-23,06); p<0,001). Kesimpulan : Prevalensi hiperurisemia pada pilot sipil di Indonesia sebesar 18,4%. IMT obesitas dan overweight serta konsumsi alkohol meningkatkan risiko terjadinya kondisi hiperurisemia pada pilot sipil di Indonesia.

Background : In the aviation world, in addition to having a negative impact on pilot health, hyperuricemia can also endanger flight safety through the risk of incapacitation either associated with an increased risk of cardiovascular disease or associated with gout. The purpose of this study is to determine the prevalence of hyperuricemia in civil pilots in Indonesia and identification of risk factors for hyperuricemia in civil pilots in Indonesia. Methods : The study used a cross-sectional method from the medical records of civil pilots at Aviation Medical Center, Jakarta which conducted an examination on 1 November 2019 – 30 April 2020. Data collected from medical records included: laboratory data of uric acid and creatinine, age, total flight hours, BMI, alcohol consumption, and history of drug use. Hyperuricemia is a plasma urate concentration of more than 7.0 mg/dl. Data processing using the IBM® SPSS® Statistics Version 20 application. Results : Of the 5399 pilots conducting medical examination, 194 were exclusion criteria, bringing the total sample of the study to 5202 pilots; 18.4% had high uric acid levels (hyperuricemia) and 81.6% had normal uric acid levels. Pilots who have total flight hours ≥ 5000 reduce the risk of hyperuricemia by 24% compared to pilots with total flight hours < 5000 (OR 0.76 (95% CI 0.62-0.93); p=0.007). Pilots aged ≥ 30 years reduced the risk of hyperuricemia by 25% compared with pilots aged <30 years (OR 0.75 (95% CI 0.62-0.91); p =0.004). Obese and overweight pilots had a risk of 2,98 times (OR 2.98 (95% CI 2.33-3.83); p <0.001) and 1.36 times (OR 1.36 (95% IK 1.01-1.83); p=0,042) greater experience hyperuricemia compared with pilots who have a normal BMI. Furthermore, compared to pilots who did not consume alcohol, pilots who consumed alcohol had a 14.68 times greater risk of developing hyperuricemia (OR 14.68 (95% CI 9.35-23.06); p <0.001). Conclusion : The prevalence of hyperuricemia in civil pilots in Indonesia is 18.4%. BMI obesity and overweight and alcohol consumption increase the risk of hyperuricemia in civil pilots in Indonesia. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana
"Latar belakang: Distres pada pilot dapat mengurangi tingkat kewaspadaan dan mengganggu proses pengambilan keputusan. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi pengaruh jam terbang total dan faktor dominan lainnya terhadap risiko distres di antara pilot sipil di Indonesia.
Metode: Studi potong lintang dengan sampling purposif pada tanggal 1-14 Mei 2013 terhadap pilot yang sedang melakukan pemeriksaan medik (medEx) di Balai Kesehatan Penerbangan, Jakarta. Pilot mengisi langsung dan tanpa nama data demografi dan pekerjaan, kuesioner strategi koping dan stresor di rumah. Pengukuran distres menggunakan Self Reporting Questionnaire-20 (SRQ-20) dengan titik potong 5/6, self rating dan anonymous. Risiko distres dianalisis menggunakan risiko relatif (RR) dengan regresi Cox dengan waktu konstan.
Hasil: Dari 209 pilot yang berlisensi Private Pilot (PPL), Commercial Pilot (CPL) dan Air Transport Pilot (ATPL) didapatkan 13,4% berisiko distres. Pilot dengan jam terbang total 6000-12999 jam dibandingkan dengan 59-5999 jam berisiko distres 6 kali lipat [risiko relatif suaian (RRa) = 5,83; P = 0,000], sedangkan pada jam terbang total 13000-29000 berisiko distres 8 kali lipat (RRa = 8,42; P = 0,000). Pertengkaran di keluarga 2 kali lipat mempertinggi risiko distres (RRa = 2,47; P = 0,006), sedangkan penggunaan koping beragama 51% mengurangi distres (RRa = 0,49; CI = 0,97-1,06; P = 0,051).
Kesimpulan: Jam terbang total 6000 jam atau lebih dan pertengkaran di keluarga mempertinggi risiko distres, sedangkan penggunaan koping beragama menurunkan distres pada pilot sipil di Indonesia.

Background: Distress can reduce awareness and interfere of decision making. The aimed of this study to identify the effect of total flight hours to distress risk among civilian pilots in Indonesia.
Methods: Methode was used a cross sectional study with purposive sampling conducted on May 1-14, 2013 on working hours among pilots who did medical check up (MedEx) at Aviation Medical Center, Jakarta. This study use SRQ-20 with cut off point 5/6 to measure of distress, coping strategy and home stressor check list questionnaire which is a self-rating and anonymous. Data were analyzed with Cox regression with constant time.
Result: Of 209 pilots which has Private Pilot License (PPL), Commercial Pilot License (CPL), and Air Transport Pilot License (ATPL) there were 13.4% pilots had distress. Those who had total flight of 6000-12999 hours compared to 59- 5999 hours had 6-fold increased distress risk [adjusted relative risk (RRa) = 5.83; P =0.000]. Meanwhile, those who had total flight of 13000-29000 hours had 8- fold increased distress risk. Those who had family tension had 2-fold increased distress risk (RRa = 2.47; P=0.006). Meanwhile the using of religion coping could 51% decreased distres risk (RRa = 0.49; 95% CI = 0.97-1.06; P = 0.051).
Conclusion: Total flight hours on 6000 hour or more and tension in family have increased distress risk, on the other hand the using of religion coping decreased distress risk in civilian pilots.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sinambela, Golda Naomi
"Latar belakang. Hiperglikemi memiliki komplikasi jangka panjang yaitu penyakit kardiovaskular yang dapat mengganggu kinerja seorang pilot sipil dalam keselamatan penerbangan. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi faktor-faktor yang berperan terhadap risiko hiperglikemi. Metode. Subjek penelitian potong lintang dipilih secara purposif di antara pilot sipil yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala pada 29 Mei sampai 9 Juni tahun 2013 di Balai Kesehatan Penerbangan (Balhatpen). Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, pemeriksaan fisik dan pengambilan data kadar Glukosa Darah Puasa (GDP) dari laboratorium Balhatpen. Hiperglikemi adalah kadar GDP 100-125 mg/dl. Gula darah normal adalah kadar GDP 70-99 mg/dl. Hasil. Selama 10 hari pengumpulan data didapat 612 pilot sipil dan sebanyak 225 orang memenuhi kriteria inklusi. Pada penelitian ini ditemukan 3 faktor dominan yaitu rerata jam terbang per tahun 1051-1130 jam, kebiasaan makan roti setiap hari dan kebiasaan makan makanan manis setiap hari yang berpengaruh terhadap risiko hiperglikemi. Pilot sipil yang memiliki rerata jam terbang per tahun 1051-1130 jam dibandingkan dengan 0-1050 jam per tahun berisiko 7 kali lebih besar mengalami hiperglikemi [risiko relatif suaian (RRa)=7,15; 95% interval kepercayaan (CI)=0,85-57,23; P=0,063]. Pilot sipil dengan kebiasaan makan roti setiap hari dibandingkan dengan 0-4x/minggu berisiko 1,9 kali lebih besar mengalami hiperglikemi [RRa=1,94; 95% CI=0,91-4,16; P=0,085]. Selanjutnya, pilot sipil dengan kebiasaan makan makanan manis setiap hari dibandingkan dengan 0-4x/minggu berisiko hiperglikemi sebanyak 2 kali lipat [RRa=1,99; 95% CI=1,10-3,60; P=0,023]. Kesimpulan. Rerata jam terbang per tahun 1051-1130 jam, kebiasaan makan roti setiap hari, dan kebiasaan makan makanan manis setiap hari mempertinggi risiko hiperglikemi.

Background. Hyperglycemia can lead to long-term complications such as cardiovascular disease that could interfere the performance of a civilian pilot in aviation safety. Therefore, it is necessary to identify the factors that contribute to the risk of hyperglycemia. Methods. This cross-sectional study subjects selected purposively among civilian pilots undergoing their periodic medical check-up on May, 29 to June, 9 2013 at the Aviation Health Center. Data collected through interviews, physical examinations and data retrieval of fasting blood glucose levels from the Aviation Health Center?s laboratorium. Hyperglycemia, if fasting blood glucose levels of 100-125 mg/I. Normal, if fasting blood glucose levels 70-99 mg /I. Result. During the 10 days of data collection obtained around 800 crew members and civilian pilots who meet the inclusion criteria are 225 pilots. This study found three dominant factors, flight hours per year from 1051 to 1130 hours, eating white bread every day and eating sweets everyday that influence the risk of hyperglycemia. Flight hours per year from 1051 to 1130 hours had a 7 times increased risk to hyperglycemia [Relative Risk adjusted (Rra)=7.15, 95% Confidence Interval (CI)=0 0.85-57.23, P=0.063]. Eating white bread everyday had 1.9 times increased risk to hyperglycemia [Rra=1.94, 95% CI=0.91-4.16, P=0.085]. Furthermore, eating sweets everyday at risk of hyperglycemia by almost 2-fold [Rra=1.99, 95% CI=1.10-3.60, P=0.023]. Conclusion. Flight hours per year from 1051 to 1130 hours, eating white bread every day, and eating sweets every day increased risk to hyperglycemia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febi Arya Hidayat
"Latar Belakang: Dalam dunia penerbangan, fatigue dapat menyebabkan inkapasitasi penerbang dan mengakibatkan kecelakaan pesawat. Jam terbang merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan risiko fatigue. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan jam terbang 7 hari dan beberapa faktor lain terhadap risiko fatigue pada penerbang sipil di Indonesia.
Metode: Sebuah studi cross sectional dengan consecutive sampling dilakukan pada penerbang sipil yang sedang melakukan medical check-up di Balai Kesehatan Penerbangan di Jakarta pada Juni 2016. Karakteristik demografi, pekerjaan, kebiasaan dan jam terbang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara. Data fatigue diperoleh melalui pemgisian self-questionnaire fatigue dan dihitung dengan Fatigue Severity Scale (FSS) yang telah dikalibrasi. Fatigue dikategorikan menjadi “Tidak Fatigue” (skor FSS <36) dan “Fatigue” (skor FSS ≥36). Analisis menggunakan risiko relatif dengan regresi Cox dan waktu yang konstan.
Hasil: Penelitian ini mencakup 542 penerbang, 50,2% mengalami fatigue, dan 49,8% tidak fatigue. Subyek yang memiliki jam terbang lebih dari 30 jam dalam 7 hari dibandingkan dengan yang kurang sama dengan 30 jam dalam 7 hari, memiliki risiko fatigue 1,39 kali lebih tinggi [risiko relatif disesuaikan (RRA)= 1,39; CI=1,16-1,68; p = 0,001]. Subjek yang memiliki lisensi tipe ATPL dibandingkan dengan yang CPL memiliki risiko fatigue 1,31 kali lebih tinggi (RRa= 1,31; CI=1,11-1,54 p= 0,001). Selanjutnya subyek yang berolahraga secara appropriate memiliki risiko fatigue 32% lebih kecil (RRa=0.68; CI=0,43-1,06; p=0.094).
Kesimpulan: Penerbang sipil di Indonesia yang memiliki jam terbang lebih dari 30 jam dalam 7 hari dan penerbang dengan lisensi tipe ATPL mengalami peningkatan risiko fatigue. Kebiasaan olahraga secara appropriate menurunkan risiko fatigue pada penerbang sipil di Indonesia.

Background: In aviation world, fatigue may cause the pilot incapacitation and can lead to the aircraft accidents. Flight hours is believed to be one of the factors related to the risk of fatigue. The purpose of this study is to identify relationship between flight hours in seven day and other factors to the risk of fatigue among civilian pilot in Indonesia.
Methods: A cross sectional study with consecutive sampling was conducted among civilian pilots who attended medical check-up at Aviation Medical Center in Jakarta on June 2016. Demographic characteristics, employment related factors, habits and flight hours were obtained through questionnaire and interviews. Fatigue data were obtained through fatigue self-questionnaire form and measured with Fatigue Severity Scale which had been validated. Fatigue was categorized into non-fatigue (FSS score <36) and fatigue (FSS score ≥36). Risk relative was computed using Cox regression with a constant time.
Results: This study included 542 pilots, 50,2% had fatigue and 49,8% were normal (non-fatigue). The subjects who have flight hours >30 hours/week compared to ≤30 hours/week, had 1.37-fold higher risk of fatigue [adjusted relative risk [RRa=1.37; CI=1,14-1,65; p=0.001]. The subject with ATPL license compared to CPL license, had 1.28-fold higher risk of fatigue [RRa=1.31; CI=1,11-1,54; p=0.001). Furthermore, subjects who have appropriate exercise, had 32% lower risk of fatigue (RRa=0.68; CI=0,43-1,06; p=0.094).
Conclusions: Civilian pilots in Indonesia who had more than 30 hours flight time in 7 days and ATPL type pilots have an increased risk of fatigue. Appropriate exercise decreased the risk of fatigue on civilian pilots in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ardhito Budhijuwono
"Latar Belakang : Hiperurisemia pada pilot dapat meningkatkan risiko terjadinya inkapasitasi baik akibat penyakit sendi, batu, maupun jantung. Hiperurisemia dapat disebabkan berbagai faktor seperti jenis makanan, jumlah volume cairan yang dikonsumsi, kebiasaan aktivitas fisik, dan paparan dari lingkungan penerbangan. Data menunjukkan bahwa pada populasi pekerja rata-rata memiliki kebiasaan konsumsi cairan sebanyak 1882 ml/hari. Angka ini masih di bawah nilai kebutuhan cairan harian yang direkomendasikan yaitu sekitar 2000 ml/hari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kebiasaan minum, tipe penerbangan, kebiasaan makan buah dan sayur, serta aktivitas fisik dengan hiperurisemia pada pilot sipil di Indonesia.
Metode : Penelitian menggunakan metode potong lintang dari pengisian kuesioner dan rekam medis pilot sipil di Balai Kesehatan Penerbangan, Jakarta yang melakukan pemeriksaan 6-10 Juni 2022. Data yang dikumpulkan dari kuesioner meliputi: usia, ras, jenis kelamin, lisensi, berat badan, tinggi badan, tipe penerbangan, kebiasaan makan buah dan sayur, dan aktivitas fisik. Data kebiasaan minum secara khusus dikumpulkan menggunakan kuesioner 7 days fluid record. Dari rekam medis data yang didapat berupa kadar asam urat. Hiperurisemia adalah konsentrasi urat plasma lebih dari 6,8 mg/dl. Pengolahan data menggunakan aplikasi IBM® SPSS® Statistics Version 22.
Hasil : Dari 141 pilot yang melakukan pemeriksaan kesehatan dan setuju untuk ikut dalam penelitian, sebanyak 23 tidak merespon ketika dihubungi dan sebanyak 33 orang masuk dalam kriteria drop out sehingga jumlah sampel penelitian menjadi 85 pilot. Karakteristik pilot yang didapat dalam penelitian ini sebanyak 56,5% berusia diatas 30 tahun, 63,5% memiliki kategori indeks massa tubuh obesitas, dan 49,4% memiliki tipe penerbangan short haul. Sebanyak 54,1% memiliki kadar asam urat tinggi (hiperurisemia) dan 45,9% memiliki kadar asam urat normal. Data menunjukkan bahwa kebiasaan minum pilot sipil di Indonesia rata-rata berada di angka 2246,10 ml per hari dengan rata-rata jumlah konsumsi air putihnya berada di angka 1910,49 ml per hari. Sebanyak 98,8% responden memiliki kebiasaan makan buah dan sayur yang kurang dari yang direkomendasikan. Sebanyak 71,8% responden memiliki aktivitas fisik inaktif. Dari hasil analisa statistik tidak ditemukan adanya faktor risiko yang diteliti yang berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya hiperurisemia.
Kesimpulan : Karakteristik pilot yang ditemukan sebagian besar berusia di atas 30 tahun, memiliki indeks massa tubuh obesitas, dan memiliki tipe penerbangan short haul. Prevalensi hiperurisemia pada pilot sipil ditemukan sebesar 54,1%. Sebanyak 54,1% pilot sipil di Indonesia sudah memiliki kebiasaan minum yang baik sesuai rekomendasi (≥ 2000 ml per hari). Pilot sipil di Indonesia belum memiliki kebiasaan makan buah dan sayur yang baik sesuai rekomendasi. Pilot sipil di Indonesia masih banyak yang memiliki aktivitas fisik kategori inaktif daripada yang aktif. Kecenderungan hiperurisemia ditemukan pada sampel yang kebiasaan minumnya kurang dari yang direkomendasikan (59%), memiliki tipe penerbangan long haul (81,8%), memiliki kebiasaan makan buah dan sayurnya kurang dari yang direkomendasikan (54,8%), dan yang memiliki aktivitas fisik aktif (71,4%).

Background : Hyperuricemia in pilots can increase the risk of incapacity due to joint, stone, and heart disease. Hyperuricemia can be caused by various factors such as the type of food, the amount of fluid volume consumed, physical activity habits, and exposure from the flight environment. Data shows that the working population has an average of 1882 ml/ day of fluid consumption. This figure is still below the recommended daily fluid requirement value of about 2000 ml / day. The purpose of this study was to determine the relationship between drinking habits, flight types, fruit and vegetable eating habits, as well as physical activity with hyperuricemia in civilian pilots in Indonesia.
Methods : The study used the cross-section method from filling out questionnaires and medical records of civilian pilots at the Aviation Health Center, Jakarta, which conducted an examination from June 6-10, 2022. The data collected from the questionnaire included: age, race, gender, license, weight, height, flight type, fruit and vegetable eating habits, and physical activity. Drinking habits data were specifically collected using a 7 days fluid record questionnaire. From the medical record, the data obtained is in the form of uric acid levels. Hyperuricemia is a plasma urate concentration of more than 6,8 mg/dl. Data processing using IBM® SPSS® Statistics Version 22 applications.
Results : From the 141 pilots who conducted medical examinations and agreed to participate in the study, 23 did not respond when contacted and 33 people were included in the drop out criteria, bringing the number of study samples to 85 pilots. The characteristics of the pilots obtained in this study were 56.5% over the age of 30 years, 63.5% had an obese body mass index category, and 49.4% had a short haul flight type. About 54.1% had high uric acid levels (hyperuricemia) and 45.9% had normal uric acid levels. Data shows that the drinking habits of civilian pilots in Indonesia are on average at 2,246.10 ml per day with the average amount of water consumption at 1,910.49 ml per day. About 98.8% of respondents have the habit of eating fruits and vegetables that are less than recommended. It was also found that 71.8% of respondents had inactive physical activity. From the results of statistical analysis, it was not found that there were risk factors studied were associated with an increased risk of hyperuricemia.
Conclusion : The characteristics of the pilots found were mostly over 30 years old, had an obese body mass index, and had a short haul flight type. The prevalence of hyperuricemia in civilian pilots was found to be 54.1%. As many as 54.1% of civilian pilots in Indonesia already have good drinking habits according to recommendations (≥ 2000 ml per day). Civilian pilots in Indonesia do not yet have the habit of eating good fruits and vegetables as recommended. Civil Pilots in Indonesia still have more inactive category physical activity than active ones. A tendency to hyperuricemia was found in samples whose drinking habits were less than recommended (59%), having a long haul flight type (81.8%). have the habit of eating fruits and vegetables less than recommended (54.8%), and those with active physical activity (71.4%).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Migunani Utami
"Latar belakang: Abnormalitas pemulihan laju jantung (PLJ) setelah uji treadmill yang dapat terjadi di antara penerbang merupakan prediktor penyakit jantung koroner. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi beberapa faktor risiko terhadap PLJ setelah uji treadmill pada penerbang sipil di Indonesia.
Metode: Penelitian potong lintang dengan purposive sampling di antara penerbang sipil berusia 35-65 tahun yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan, Jakarta tanggal 5-21 Mei 2014. Data demografi dan pekerjaan diperoleh dari kuesioner yang diisi langsung oleh subyek. Hasil pemeriksaan fisik, uji treadmill dan laboratorium diambil dari rekam medik. Definisi PLJ adalah perbedaan denyut per menit (dpm) antara laju jantung maksimal selama uji treadmill dengan laju jantung pada menit ke-2 periode pemulihan. Analisis dilakukan dengan regresi linier.
Hasil: Selama periode penelitian terdapat 207 penerbang yang menjalani uji treadmill, 180 orang di antaranya bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, sedangkan yang memenuhi kriteria 158 orang. Faktor-faktor dominan yang memperlambat PLJ adalah indeks massa tubuh (IMT), usia, jam terbang dalam 24 jam terakhir, dan tekanan darah diastolik sebelum treadmill. Peningkatan 1 kg/m2 IMT, 1 tahun usia, 1 jam terbang dalam 24 jam terakhir dan 1 mmHg tekanan darah diastolik sebelum treadmill masing-masing memperlambat PLJ sebesar 1,07 dpm (β = -1,068; p = 0,000), 0,46 dpm (β = -0,464; p = 0,000), 0,44 dpm (β = -0,436; p = 0,019), dan 0,30 dpm (β = -0,296; p = 0,000).
Simpulan: Peningkatan IMT, usia, jam terbang dalam 24 jam terakhir, dan tekanan darah diastolik sebelum treadmill akan memperlambat PLJ.

Background: Abnormalities of heart rate recovery (HRR) after exercise treadmill test (ETT) that can occur among pilots is a predictor of coronary artery disease. This study aims to identify some risk factors to HRR after ETT on commercial pilots in Indonesia.
Methods: A cross-sectional study with purposive sampling among 35-65 years old commercial pilot who perform periodic medical check-up at Civil Aviation Medical Center, Jakarta on May 5th-21th 2014. Demographic and job data obtained from questionnaires completed by the subjects directly. Results of physical examination, laboratory and ETT taken from medical records. Heart rate recovery was defined as difference of beat per minute (bpm) between peak exercise heart rate and 2 minute post exercise. Data were analyzed with linear regression.
Results: During the study period there were 207 pilots underwent ETT, 180 of them were willing to participate in this study, and 158 participants met the criteria. Dominant factors that delayed HRR is body mass index (BMI), age, flight time in the last 24 hours and resting diastolic blood pressure. Increasing of 1 kg/m2 BMI, 1 year age, 1 hour flight time and 1 mmHg resting diastolic blood pressure will delayed HRR 1,07 bpm (β = -1,068; p = 0,000), 0,46 bpm (β = -0,464; p = 0,000), 0,44 bpm (β = -0,436; p = 0,019) and 0,30 bpm (β = -0,296; p = 0,000) respectively.
Conclusion: Increasing of BMI, age, flight time in the last 24 hours before ETT, and resting diastolic blood pressure will delayed HRR.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Wibawanti
"Latar belakang: Pilot dapat mengalami obes yang berkaitan dengan jam terbang total atau faktor risiko lainnya. Oleh karena itu, perlu diidentifikasi kaitan jam terbang total dan faktor lainnya terhadap risiko obes pada pilot sipil di Indonesia.
Metode: Studi ini memakai metode potong lintang dengan sampel purposif pada pilot yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan tanggal 14-24 Mei 2013. Data yang dikumpulkan yaitu karakteristik demografi, pekerjaan, kebiasaan makan dan olahraga, tinggi dan berat badan serta lingkar pinggang. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara dan pemeriksaan fisik. Analisis menggunakan regresi Cox dengan waktu yang konstan. Subjek dikategorikan menjadi obes (indeks massa tubuh (IMT) 25 atau lebih untuk ras Asia, dan 30 atau lebih untuk ras Kaukasia), dan normal (IMT 18.5-22.9)
Hasil: Di antara 612 pilot yang berusia 18-61 tahun, diperoleh 133 subjek obes dan 41 subjek normal. Faktor-faktor dominan yang berkaitan dengan obes adalah jam terbang total dan lingkar pinggang. Faktor kebiasaan makan makanan berlemak dan cepat saji tidak terbukti mempertinggi risiko obes. Dibandingkan subjek dengan lingkar pinggang normal, subjek dengan lingkar pinggang besar memiliki kemungkinan 77% lebih tinggi untuk obes [risiko relatif suaian (RRa) = 1,77; 95% interval kepercayaan (CI) =1,41-2,14]. Dibandingkan subjek dengan jam terbang kurang dari sama dengan 1000 jam, subjek dengan jam terbang total lebih dari 1000 jam memiliki risiko obes 33% lebih tinggi (RRa = 1,77; 95% CI = 1,11-1,59)
Kesimpulan: Jam terbang total 1001-29831 dan lingkar pinggang besar mempertinggi risiko obes di antara pilot sipil di Indonesia.

Background: Pilot may obese which is related to total flight hours and other risk factors. This study aimed to identify the relationship between total flight hours and other factors related to obese in civil pilots in Indonesia.
Methods: A cross-sectional study with purposive sampling among pilot undergoing periodic medical check up in 14-24 Mei at Aviation Medical Center (Balai Kesehatan Penerbangan). Data collected were demographic and work characteristics, eating habit, exercise habit, height, weight and waist circumference, high fat diet and fast food consumption were not found to increase the risk of obese. Subject were classified into obese (Body Mass Index = BMI) was 25 or more for Asians and 30 or more for Caucasian) and normal (BMI 18.5-22.9).
Results: A number of 612 pilots, aged 18-61 years old, 133 available for this study which consisted of 133 obese pilots and 41 normal body weight. Subjects with large waist circumference than normal waist circumference had 77% increased risk of obese [relative risk adjusted (RRa) = 1.77; 95% confidence interval (CI) = 1.41-2.14]. Total flight hours 1001 or more, than less 1000 hours had 33% increased risk to be obese (RRa = 1.33; 95% CI =1.11-1.59).
Conclusions: Total flight hours of 1001-29831 hours and large waist circumference increased the risk of obese in civil pilots in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arjoelinda Rintasanti
"Latar belakang: Perubahan gaya hidup antara lain kebiasaan makan lemak tinggi dapat menyebabkan hiperkolesterolemia yang merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang dapat mempengaruhi keselamatan penerbangan. Penelitian ini bertujuan membuktikan pengaruh penerbangan jarak panjang dan kebiasaan sering makan berlemak terhadap risiko hiperkolesterolemia pada pilot sipil di Indonesia.
Metode: Studi ini menggunakan disain potong lintang dengan sampling purposif dan analisis regresi Cox. Hiperkolesterolemia jika kadar kolesterol total dalam darah puasa lebih dari 200 mg/dl sesuai kriteria NCEP (National Cholesterol Education Program). Pengumpulan data yang lain meliputi karakteristik sosio demografi, pekerjaan, dan kebiasaan dengan wawancara yang menggunakan kuesioner. Penelitian di Balai Kesehatan Penerbangan Jakarta antara pilot yang sedang melakukan medical check-up tanggal 8 sampai 22 Mei 2013.
Hasil: Dari 253 pilot yang bersedia mengikuti penelitian, 140 (55,4%) mengalami hiperkolesterolemia. Faktor yang berhubungan bermakna dengan hiperkolesterolemia ialah: penerbangan jarak panjang dan kebiasaan makan berlemak. Pilot yang biasa melakukan penerbangan jarak panjang mempunyai risiko 30% lebih tinggi terkena hiperkolesterolemia dibandingkan pilot dengan penerbangan jarak pendek [risiko relatif suaian (RRa) = 1,30; 95% interval kepercayaan (CI) = 0,99-1,71; p = 0,062]. Pilot yang mempunyai kebiasaan dibandingkan dengan pilot yang tidak mempunyai kebiasaan makan makanan berlemak setiap hari mempunyai risiko 32% lebih tinggi terkena hiperkolesterolemia risiko relatif suaian (RRa) = 1,32; 95% CI =0,95-1,86; p = 0,101.
Kesimpulan: Penerbangan jarak panjang dan makan berlemak mempertinggi risiko hiperkolesterolemia pada pilot penerbangan sipil Indonesia.

Background: Lifestyle changes among civil pilots such as high fat eating habits can cause hypercholesterolemia which is one of the risk factors for cardiovascular disease might affecting the safety of flight. This study aimed to identify thr influence of long haul flights and eating habits on the risk of hypercholesterolemia in civil pilot in Indonesia.
Methods: The study used a cross-sectional design with purposive sampling and Cox regression analysis. Data collection included socio demographic, job and habits characteristics by interview using a questionnaire. The subjects consisted of pilots who attending medical check up at Aviation Medical Center Jakarta. Hypercholesterolemia defined as total cholesterol levels in the blood of fasting 200 mg/dl or more in accordance with the criteria of the National Cholesterol Education Program (NCEP).
Results: Among 253 civil pilots who participated this study, 140 (55.3%) had hypercholesterolemia. The dominant factors associated with hypercholesterolemia were long-haul flights and frequent eating fatty foods. Pilot who used than did not use have long haul flights had 30% higher risk of developing hypercholesterolemia [adjusted relative risk (RRa) = 1.30; 95% confidence interval (CI) = 0.99-1.71; P = 0.062]. Pilots who had than did not often habit of eating fatty foods each day had 32% higher risk to be hypercholesterolemia (RRa) = 1.32; 95% CI = 0.95-1.86; P = 0.101].
Conclusion: Long haul flights and eatimgh fatty food habit everyday increased the risk of hypercholesterolemia among civil pilots in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Armyn Trimulia Atmadja Tunggawidjaja
"Latar belakang. Belum diketahui apakah ada hubungan antara usia penerbang, obesitas sentral, kebiasaan merokok, riwayat penyakit metabolik, dan jam terbang total dengan kejadian sindroma metabolik pada penerbang sipil pesawat sayap tetap.
Metode. Penelitian ini merupakan studi kasus kontrol, yang dilakukan pada bulan Desember 2022. Penerbang sipil laki-laki pesawat sayap tetap yang menjalani pemeriksaan kesehatan di Balai Kesehatan Penerbangan pada periode Juni – November 2022 diinklusi dalam studi. Variabel bebas yang diteliti adalah jam terbang, usia, status obesitas, merokok, dan riwayat DM tipe II keluarga.
Hasil. Terdapat dua ratus enam puluh dua penerbang sipil pesawat sayap tetap yang diinklusi dalam studi ini, dengan 131 (50%) penerbang dengan sindrom metabolik dan 131 (50%) lainnya tidak memiliki sindrom metabolik. Rerata usia pasien dalam penelitian adalah 38,70 ± 10,54 tahun, dengan 57,6% penerbang berusia ≤ 40 tahun. 59,2% subjek memiliki jam terbang ≥ 5000 jam, dengan median jam terbang keseluruhan subjek adalah sebesar 5600 (45¬27700) jam. Sebagian besar subjek (64,5%) memiliki indeks massa tubuh (IMT) yang termasuk dalam kategori obesitas. Hanya usia > 40 tahun dan IMT ≥ 25 kg/m2 yang ditemukan berhubungan dengan sindrom metabolik (p < 0,001), dengan rasio odds masing-masing sebesar 5,90 (IK 95%, 2,79–12,45) dan 6,24 (IK 95%, 3,25–12,00). Setelah menghilangkan faktor usia, jam terbang ≥ 5000 jam memiliki risiko 3,33 (IK 95%, 1,87–5,94) kali lebih tinggi untuk mengalami sindrom metabolik.
Simpulan. Usia ≥ 40 tahun dan status obesitas berhubungan dengan peningkatan risiko sindrom metabolik di kalangan penerbang sipil pesawat sayap tetap laki-laki.

Background. It is not yet known whether there is a relationship between pilot age, central obesity, smoking habits, history of metabolic disease, and total flight hours with the incidence of metabolic syndrome in civil fixed-wing aircraft pilots.
Methods. This research is a case control study, which was conducted in December 2022. Male civil pilots of fixed wing aircraft who underwent medical examinations at the Balai Kesehatan Penerbangan in the period June – November 2022 were included in the study. The independent variables studied were flight hours, age, obesity status, smoking, and family history of type II DM.
Results. Two hundred and sixty-two fixed-wing civil aviation pilots were included in this study, of which 131 (50%) pilots had the metabolic syndrome and 131 (50%) did not have the metabolic syndrome. The mean age of the patients in the study was 38.70 ± 10.54 years, with 57.6% of the pilots aged ≤ 40 years. 59.2% of the subjects had flight hours ≥ 5000 hours, with the median flight hours of all subjects being 5600 (45¬27700) hours. Most of the subjects (64.5%) had a body mass index (BMI) which was included in the obesity category. Only age > 40 years and BMI ≥ 25 kg/m2 were found to be associated with the metabolic syndrome (p < 0.001), with odds ratios of 5.90 (95% CI, 2.79–12.45) and 6, respectively. 24 (95% CI, 3.25–12.00). After removing the age factor, flying hours ≥ 5000 hours had a 3.33 (95% CI, 1.87–5.94) times higher risk of experiencing metabolic syndrome.
Conclusion. Age ≥ 40 years and obesity status are associated with an increased risk of metabolic syndrome among male civil fixed-wing aircraft pilots.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devrizal Hendry
"Latar belakang: Gangguan pendengaran sensorineural pada pilot merupakan masalah kesehatan yang dapat menyebabkan inkapasitasi pada saat pilot menjalankan tugas terbangnya dan berdampak terhadap keselamatan penerbangan. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi jam terbang total dan faktor dominan lainnya terhadap risiko gangguan pendengaran sensorineural di antara pilot sipil di Indonesia.
Metode: Desain penelitian potong lintang dengan purposive sampling pada tanggal 4-20 Mei 2015 terhadap pilot laki-laki berusia 20-60 tahun dan pilot memiliki lisensi Commercial Pilot License (CPL) atau Air Transport Pilot License (ATPL) yang sedang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala (medex) di Balai Kesehatan Penerbangan, Jakarta. Gangguan pendengaran yaitu subyek memiliki ambang dengar 25 dB atau lebih. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara memakai kuesioner. kemudian data diambil dari rekam medis pada hari pemeriksaan. Risiko gangguan pendengaran sensorineural dianalisis menggunakan risiko relatif (RR) dengan regresi Cox.
Hasil: Selama 3 minggu masa pengumpulan data terdapat 681 pilot yang melakukan medex di Balai Kesehatan Penerbangan, didapatkan 314 pilot yang memenuhi kriteria penelitian. Sebanyak 15,9% mempunyai gangguan pendengaran sensorineural. Pilot dengan jam terbang total lebih 5000 jam dibandingkan kurang 5000 jam berisiko gangguan pendengaran sensorineural 4,7 kali lipat [risiko relatif suaian (RRa)=4,73; p=0,137]. Pilot dengan usia 45-60 tahun dibandingkan usia 20-44 tahun berisiko gangguan pendengaran sensorineural 6,8 lipat (RRa=6,87; p=0,000).
Simpulan: Jam terbang total 5000 jam atau lebih serta usia 45-60 tahun meningkatkan risiko gangguan pendengaran sensorineural pada pilot sipil di Indonesia.

Background: Sensorineural hearing loss in civil pilots could interfere pilots? performance to safely operate an aircraft thus could cause incapacitation on board. This study aimed to identify risk factors of sensorineural hearing loss among civil pilots in Indonesia.
Methods: A cross-sectional study design with purposive sampling on 4-20 May 2015 was conducted on pilots of the male civilian. The inclusion criteria civilian pilots male 20-60 years old and had Commercial Pilot License (CPL) or Air Transport Pilot License (ATPL) who were taking medical examinations (medex) in Civil Aviation Medical Centre, Jakarta. Hearing impairment defined by hearing threshold of 25 dB or more. Demographic data were collected by interviewed pilots using questionnaires while audiometry and laboratory data were collected from medical records. Risk factors of sensorineural hearing loss were analyzed by Cox regression.
Results: Three weeks collecting data had 681 pilot conducted medex in Civil Aviation Medical Centre, among 314 commercial pilots were fulfilled the criteria?s. Percentage of sensorineural hearing loss from audiometry data were 15.9%. Subjects with 5000 flight hours or more had almost five times increased risk of sensorineural hearing loss compared to subjects with less than 5000 flight hours [adjusted relative risk (RRa) = 4.73; p = 0.137]. Subjects aged 45-60 year-old had almost seven times increased risk of sensorineural hearing loss compared to subjects aged 20-44 year-old (RRa= 6.87; p = 0.000).
Conclusion: Total flight hours 5000 hours or more and age of 45-60 years increased the risk of sensorineural hearing loss among civilian pilots in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>