Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88481 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Juliansyah Rizki Pratama
"ABSTRAK
Praktik Keinsinyuran kali ini berfokus terhadap Perkembangan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Bijih Nikel, dimana fasilitas Pemurnian yang akan di bangun kali ini ialah dengan menggunakan teknologi blast furnace dengan total kapasitas input sebesar 2.000.000 ton bijih nikel dan dengan kadar input lebih kurang kadar 1.8 Ni%. Jumlah output yang dikeluarkan oleh total kapasitas blast furnace ialah lebih kurang sekitar 200.000 (dua ratus ribu) ton Nickel Pig Iron dengan kadar produk lebih kurang 8% sampai 11%. Pembangunan Fasilitas Pemurnian Bijih Nikel direncanakan pada tahun 2017 dan target realisasi commissioning pada Januari 2022. Pada hal ini, akan dilakukan pengecekan rutin setiap enam (6) bulan untuk terhadap pembangunan fasilitas pemurnian agar pembangunan sesuai dengan timeline dan target realisasi.
Metode yang digunakan ialah melakukan verifikasi dengan menggunakan kurva-S, dengan variable yang di gunakan berdasarkan serapan biaya dan timeline dari pembangunan fasilitas pemurnian.
Pembangunan fasilitas pemurnian bijih nikel yang telah dibangun lebih mengarah ke persiapan awal dan persaipan proyek dengan fase selanjutnya focus terhadap pembangunan infrastruktur utama.

ABSTRACT
Engineering practice is focusing on the construction progress of nickel purification facilities , which will use blast furnace technologies with the total input capacity is 2.000.000 tons per year with the ore quality around 1.8 Ni%. With total output capacity is around 200.000 tons Nickel Pig Iron with the quality around 8-11%. The construction begin in 2017 and expected commission on January 2022. The verification will be implement every 6 months to see the progress based on the timeline Methods that use for verification is with S-Curve evaluation with the variable of cost absorption and timeline of the construction. The total progress verification of the purification facilities in the range of one year is around 27.39%. Nickel purification facilities construction that already progress majority comes from preliminary preparation, and project preparaton with the next stage is focusing on main equipment construction.
"
2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Ananda
"Tingginya temperatur dalam proses peleburan/smelting bijih nikel laterit menyebabkan tingginya biaya/konsumsi energi. Penggunaan sulfur/sulfat mampu mengoptimalkan proses reduksi pada temperatur rendah melalui pembentukan senyawa FeS. Limbah biomass, yaitu arang cangkang sawit (ACS) memiliki potensi sebagai reduktor dalam proses reduksi bijih nikel laterit dikarenakan memiliki nilai fixed carbon dan nilai kalor yang cukup tinggi di bandingkan biomass yang lain, selain itu limbah ACS semakin melimpah seiring dengan makin tumbuh berkembangnya industri perkebunan sawit Indonesia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dipelajari proses selektif reduksi bijih nikel laterit menjadi konsentrat logam ferronikel pada temperatur rendah menggunakan reduktor biomass ACS dengan aditif elemental sulfur dan sodium sulfate.
Bijih nikel laterit kadar rendah (laterit jenis limonit), reduktor ACS, dan aditif sulfur-sodium sulfate digerus hingga berukuran kurang dari 100 mesh, kemudian diaduk secara merata dan di-aglomerasi dalam bentuk pellet berukuran 10-15 mm. Variasi penambahan elemental sulfur dilakukan sebanyak 0-5%S. Variasi jumlah ACS dilakukan berdasarkan stoikiometri sebesar 0,5-1,5% dengan penambahan aditif 10% Na2SO4. Proses reduksi terhadap pellet bijih nikel laterit dilakukan dengan menggunakan muffle furnace pada temperatur 950, 1050, 1150ºC selama 60 menit. Selanjutnya dilakukan proses pemisahan magnet (500 gauss) terhadap pellet hasil reduksi untuk memisahkan konsentrat-ferronikel (magnetik) dengan tailing-pengotor (non-magnetik). Bahan baku, pellet hasil reduksi, produk konsentrat dan tailing akan dikarakterisasi/dilakukan pengujian menggunakan XRF, XRD dan SEM-EDS.
Hasil yang diperoleh yaitu semakin tinggi temperatur reduksi maka terjadi kenaikan kadar dan perolehan nikel dalam konsentrat. Pada penelitian kali ini didapatkan kondisi optimum pada proses reduksi yaitu dengan temperatur 1150 ºC serta penggunaan 0,5% stoikiometri reduktor arang cangkang sawit (ACS) dan aditif 10% Na2SO4 tanpa penambahan sulfur (0%S), dimana kadar nikel yang diperoleh didalam konsentrat yaitu 2,852% dengan perolehan 73,51%. Saat penambahan 2,68% sulfur, kadar nikel yang didapatkan lebih tinggi yaitu 3% namun perolehan yang didapat yaitu hanya 64,84%. Maka dari itu, penambahan arang cangkang sawit (ACS) dan sulfur harus dilakukan dalam jumlah yang optimum.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robby Samuel S.
"ABSTRAK
Proses reduksi selektif bijih nikel laterit dengan penambahan aditif NaCl dan gas pereduksi CO, diikuti dengan proses separasi magnetik telah dipelajari dalam penelitian ini. Karakterisasi bijih menunjukan kandungan nikel sebesar 1,4% dan besi sebesar 50,5% dengan fasa-fasa dalam bijih yaitu gutit (FeOOH), lizardit (Mg3(Si2O5)(OH)4), olivin ((Fe,Mg)2SiO4), dan kuarsa (SiO2). Proses reduksi dilakukan dengan variasi temperatur 900, 1000, dan 1100 °C, waktu tahan 30-180 menit, dan dengan penambahan 10% aditif NaCl. Proses separasi magnetik yang dilakukan menggunakan metode basah dan kekuatan magnet sebesar 500 gauss untuk memisahkan produk konsentrat dan tailing. Bijih hasil reduksi dikarakterisasi dengan menggunakan pengujian metalisasi, X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM) yang dilengkapi dengan Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS) serta konsentrat dan tailing diidentifikasi dengan alat uji X-Ray Flourescence (XRF). Fasa yang terdapat dalam bijih hasil reduksi yaitu kamasit (FeNi), magnetit (Fe3O4), wustit (FeO), natrium klorida (NaCl) dan fayalit (Fe2SiO4). Hasil percobaan menunjukkan derajat metalisasi nikel dan besi meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur dari 900-1100 °C dan waktu tahan reduksi dari 30-180 menit oleh karena semakin intensnya proses kloridasi, segregasi, dan reduksi pada bijih. Hal ini berdampak pada meningkatnya kadar nikel dan besi pada konsentrat hasil proses separasi magnetik. Perolehan nikel meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur dan waktu tahan reduksi oleh karena semakin banyaknya nikel yang terbebas dari fasa pengandungnya, sementara fayalit semakin banyak terbentuk sehingga perolehan besi menurun. Kadar dan perolehan optimum yang didapat yaitu berturut-turut 2,8% dan 59,2% untuk nikel, dan 58,16% dan 34,27% untuk besi. Derajat metalisasi digunakan sebagai parameter kinetika reduksi dan didapatkan model Avrami-Erofeyev sebagai model yang merepresentasikan mekanisme nukleasi pada proses reduksi. Energi aktivasi yang didapat yaitu sebesar 38,1622 kJ/mol atau 9,12 kkal/mol dengan tahapan pengendali laju reaksi yaitu gabungan antara difusi gas dan reaksi kimia antarmuka.

ABSTRACTK
Selective reduction process of lateritic nickel ore using CO and NaCl additive were studied in this work. Ore characterization result shows the nickel grade of 1.4% and iron grade of 50,5% with phases contained in the ores were goethite (FeOOH), lizardite (Mg3(Si2O5)(OH)4), olivine ((Fe,Mg)2SiO4) and quartz (SiO2). The temperature of reduction process varied from 900, 1000, and 1100 °C with reduction time of 30-180 min and 10% NaCl additives. Magnetic separation process were done using wet methode and magnetic intensity of 500 gauss to separate concentrate and tailing. The reduced ore were characterisized using metallization test, X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM) with Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS) while the concentrate and tailing were identified using X-Ray Flourescence (XRF). Kamacite (FeNi), magnetite (Fe3O4), wustite (FeO), natrium chloride (NaCl) dan fayalite (Fe2SiO4) were the phases present in the reduced ore. The result shows that the degree of metallization of nickel and iron increases with the increasing temperature from 900 to 1100 °C and holding time from 30 to 180 minutes because of the increasing intensity of the chloridization, segregation and reduction process. This has an impact on increasing the grade of nickel and iron on the concentrate. The recovery of nickel was increased along with the increasing temperature and holding time because of the increasing amount of nickel liberated from its bearing phase, while fayalite were increasingly formed so that the recovery of iron was decreased. The optimum grade and recovery resulted from the experiment was 2.8% and 59.2% for nickel respcetively, and 58.16% and 34.27% for iron. The degree of metallization was used as reduction kinetics paramter and the model representing the reduction proces was Avrami-Erofeyef with its nucleation mechanism. The resulting activation energy of 38.1622 kJ/mol or 9,12 kkal/mol with combined gas diffusion and interfacial chemical reaction as the rate-controlling step."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donny Valentino
"Mulai akhir tahun 2003 terjadi krisis bahan baku besi yang hingga kini masih terus berlanjut dan berakibat pada tingginya biaya pengadaan bijih besi unwk keperluan industri besi baja, terutama untuk negara-negara yang masih mengimpor bahan baku seperti indonesia khususnya PT KRAKATAU STEEL Sekitar 5% dari -+ 2 juta ton pellet per tahun yang akan direduksi hancur pada saat transportasi dan bongkar muat serta berubah menjadi pellet halus (fine pellet) berarti setiap tahunnya dihasilkan sekitar 125.000 ton debu pellet yang berkadar besi tinggi (64%). Debu pellet ini harus dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan baku pembuatan besi baja dari pada di reeksport dengan harga yang murah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan bentorut 1 % dan 2 % terhadap sifat mekanis dan melalui pellet dengan harapan pellet yang dihasilkan dapat memenuhi standar PT KS. Beberapa pengujian dilakukan untuk mengetahui sifat mekanis dan metalurgi seperti pengujian komposisi kimia distribusi ukuran pellet, bulk densily. reducibility. parosifas, basasitas, dan kerahanan abrasi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S41363
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Irham Bhirawa
"Dalam beberapa tahun terakhir, minat untuk beralih dari manufaktur baja primer berbahan bakar fosil ke manufaktur baja rendah emisi telah meningkat. Ada sejumlah rencana berbeda yang dikeluarkan, termasuk pemanfaatan CO2 untuk mensintesis metanol. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek keteknikan dari proses pembuatan baja menggunakan teknologi blast furnace yang dilengkapi dengan konversi CO2 untuk menghasilkan methanol. Dan menganalisis kelayakan ekonomi dari skenario tersebut dan membandingkannya dengan teknologi blast furnace konvensional. Simulasi dijalankan menggunakan aplikasi Aspen Plus V12 dan Microsoft Excel. Proses pembuatan baja berbasis bijih besi disimulasikan menggunakan model tekno-ekonomi lalu dibandingkan dengan blast furnace standar. Teknologi mutakhir yang dipertimbangkan adalah blast furnace dengan konversi CO2 menjadi metanol. Analisis dilakukan untuk mempertimbangkan aspek keteknikan dari skenario tersebut. Selanjutnya, analisis kelayakan ekonomi dilakukan untuk menentukan apakah skenario tersebut lebih menguntungkan dari proses blast furnace konvensional. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa skenario yang diusulkan mampu menurunkan lebih dari 80 persen total emisi CO2 yang dihasilkan pada proses blast furnace dengan mensintesis CO2 yang dihasilkan menjadi methanol. Lalu skenario tersebut dapat menghasilkan Net Present Value sebesar $ 80.696.126 dengan Payback Period selama 9.32 tahun lalu Internal Rate of Return sebesar 9.51% dan Return On Investment sebesar 10.80%.

Recently, interest in shifting from primary steel manufacturing using fossil fuels to low-emission steel manufacturing has increased. Several different plans have been issued, including using CO2 to synthesize methanol. This study aims to analyze the technical aspects of the steelmaking process using blast furnace technology equipped with CO2 conversion to produce methanol. As well as analyzing the economic feasibility of the scenario and comparing it with conventional blast furnace technology. The simulation is run using Aspen Plus V12 and Microsoft Excel applications. The iron ore-based steelmaking process is simulated using a techno-economic model and compared to a standard blast furnace. The latest technology being considered is the blast furnace, with converting CO2 to methanol. The analysis was carried out to consider the technical aspects of the scenario. Furthermore, an economic feasibility analysis is conducted to determine whether this scenario is more profitable than the conventional blast furnace process. The results of this study indicate that the proposed scenario can reduce more than 80% of total CO2 emission produced in the blast furnace process by synthesizing the CO2 produced into methanol. Then the purposed scenario (S2) produce Net Present Value of $ 80.696.126. with 9.32 Payback Period, and 9.51% of Internal Rate of Return and 10.80% Return On Investment."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idecia Amely
"Reduksi selektif merupakan chemical treatment yang mereduksi nikel secara selektif dan mencegah konversi material penganggu. Banyak indikator yang mempengaruhi efektivitas reduksi, salah satunya adalah basisitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis reduktor yang tepat berdasarkan stoikiometri dan pengaruh basisitas dengan penambahan CaO berdasarkan basisitas ternary. Bijih nikel laterit jenis limonit, aditif Na2SO4, dan reduktor batu bara bituminous 0,71%S dengan variasi stoikiometri 0,1-0,5 digerus dan dibentuk menjadi pellet berukuran 10-15mm. Proses reduksi dilakukan pada suhu 1150℃ dengan waktu tahan 60 menit di muffle furnace. Selanjutnya dilakukan pemisahan magnetik dan karakterisasi dengan XRF, XRD, OM. Dilakukan pencampuran bahan baku dengan CaO berdasarkan basisitas ternary B 0,1-1,0. Metode dan karakterisasi yang diterapkan sama dengan uji stoikiometri reduktor. Hasil pengujian menunjukkan stoikiometri 0,1 merupakan stoikiometri optimal. Reduktor stoikiometri 0,1 menghasilkan nikel dengan kadar 5,88% dan recovery 88,71% sedangkan besi memiliki kadar 77,06% dan recovery 33,45%. Recovery besi yang rendah mengindikasikan selektifitas reduksi terhadap nikel. Seiring meningkatnya stoikiometri reduktor kadar nikel cenderung mengalami penurunan dan terbentuk senyawa fayalit. Basisitas 0,1 adalah basisitas optimal yang menghasilkan kadar nikel 6,082% dan recovery 88,83%, besi kadar 83,779% dan recovery 40,76%. Penambahan CaO yang berlebih mengakibatkan terbentuknya senyawa kalsium silikat.

Selective reduction is a chemical treatment that reduces nickel selectively and prevents transformation of confounding material. Many indicators affect the effectiveness of reduction, one of which is basicity. This study aims to decide the correct reducing agent dosage based on stoichiometry and the effect of basicity with the addition of CaO based on ternary basicity. Limonite nickel laterite ore, Na2SO4, and 0.71% S bituminous coal with stoichiometric variations of 0.1-0.5 are crushed and formed into 10-15mm pellets. The reduction process is carried out at a temperature of 1150 ℃ with a holding time of 60 minutes in the muffle furnace. Then the magnetic separation and characterization with XRF, XRD, OM were carried out. The raw material is mixed with CaO based on ternary basicity B 0.1-1.0. The method and characterization applied are the same as the reductor stoichiometry test. The results show that stoichiometry 0.1 is optimal stoichiometry and produces nickel with a grade of 5.88% and recovery of 88.71% while iron grade is 77.06% and recovery of 33.45% . Low iron recovery indicates nickel selective reduction, as stoichiometry increases the nickel grade tends to decrease and fayalite compounds are formed. Basicity 0.1 is the optimal basicity produces 6.082% nickel grade and 88.83% recovery, 83.777% iron grade and 40.76% recovery. Excessive addition of CaO results in the formation of calcium silicate compounds."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Inayatulloh
"Penelitian ini menggunakan sampel bijih nikel laterit yang telah dilindi dengan metode pelindian atmosferik di lab Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Penelitian ini berfokus untuk mengendapkan pengotor pada PLS, terutama pengotor besi, yang bertujuan untuk menghasilkan mixed hydroxide precipitate pada produk akhirnya. Untuk mengendapkan pengotor tersebut, dilakukan proses yang disebut iron removal sebanyak tiga tahap, yaitu dengan secara berurutan dilakukan titrasi reagen kalsium karbonat (CaCO3) dengan kandungan 25%w/w, 15%w/w, dan 12,5%w/w kedalam PLS hingga mencapai pH 2, 3, dan 3,5. Selanjutnya sampel tersebut dipanaskan dengan temperatur 90oC selama 2, 1,5, dan 1 jam. Pada penelitian diakhiri dengan proses titrasi MHP dengan dilakukan titrasi reagen magnesia (MgO) dengan kandungan 20%w/w kedalam PLS hingga mencapai pH 7. Selanjutnya sampel tersebut dipanaskan dengan temperatur 50oC selama 0,5 jam. Secara keseluruhan hasil penelitian, ditemukan bahwa proses iron removal sebanyak 3 tahap mampu mengurangi kadar pengotor, terutama besi, secara signifikan. Kadar besi mampu berkurang dengan %recovery total mencapai 7,46%. Berbeda dengan kadar nikel dan kobalt yang banyak terbuang pada proses iron removal dengan %recovery nikel sebesar 66,63% dan kobalt sebesar 12,51%. Pada hasil proses titrasi MHP menunjukkan hasil yang belum optimal, hal tersebut diindikasikan oleh kadar nikel dan kobal yang tidak bertambah secara signifikan dan kadar pengotor yang masih ada pada MHP. Kadar nikel pada endapan hanya sebesar 19,3%.

This research used samples of lateritic nickel ore that had been leached using the atmospheric leaching method at Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) lab. This research focuses on precipitating impurities in PLS, especially iron impurities, which aims to produce mixed hydroxide precipitate in the final product. To precipitate these impurities, a process called iron removal was carried out in three stages, iron removal is carried out in series by titrating calcium carbonate reagent (CaCO3) with a content of 25%w/w, 15%w/w, and 12,5%w/w into PLS until it reaches a pH of 2, 3, and 3,5. Furthermore, the sample was heated to a temperature of 90oC for 2, 1,5, and 1 hours. The research ended with the MHP titration process by titrating magnesia reagent (MgO) with a content of 20% w/w into PLS until it reached pH 7. Then the sample was heated to a temperature of 50oC for 0,5 hour. Overall, the results of the study found that the 3-stage iron removal process was able to significantly reduce the levels of impurities, especially iron. Iron content can be reduced with total % recovery reaching 7,46%. In contrast to the nickel and cobalt content, which was mostly precipitate in the iron removal process, with % nickel recovery of 66.63% and cobalt of 12,51%. The results of the MHP titration process showed results that were not optimal, this was indicated by the levels of nickel and cobalt which did not increase significantly and the levels of impurities that were still present in the MHP. The nickel content in the precipitate is only 19,3%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suganta Handaru S.
"Deposit laterite adalah salah satu jenis bijih nikel yang memiliki cadangan mineral nikel terbanyak dan berlimpah di alam. Bijih limonite merupakan salah satu mineral dalam tiga daerah pada deposit laterite dapat menjadi sumber mineral nikel masa depan yang menarik untuk diproduksi menjadi logam nikel, walaupun kadar nikel didalamnya relatif rendah.
Pada penelitian ini dilakukan beberapa eksperimen meliputi karakterisasi awal bijih limonite, reduksi roasting dan agitasi leaching menggunakan amonium bikarbonat. Karakterisasi bijih limonite dilakukan menggunakan X-ray Diffraction (XRD) dan X-Ray Flourescence (XRF). Limonite direduksi menggunakan reduktor briket 20% wt pada temperatur 750°C selama 90 menit, hasilnya kemudian diuji menggunakan XRD. Dan yang terakhir proses agitasi leaching pada bijih limonite yang direduksi dan bijih yang tidak direduksi dengan menggunakan larutan amonium bikarbonat pada variasi konsentrasi yaitu 2 M, 1 M, 0.5 M, 0.2 M, 0.1 M, jumlah nikel yang larut kedalam larutan dianalisis menggunakan Atomic Absorbance Spectroscopy (AAS). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui transformasi fasa yang terjadi pada bijih limonite akibat reduksi roasting, recovery nikel pada bijih limonite oleh leaching amonium bikarbonat, dan pengaruh reduksi roasting dan variasi konsentrasi pelarut terhadap recovery nikel.
Hasil dari penelitian ini yaitu terjadi transormasi fasa dari geothite menjadi magnetite (Fe3O4) dan FeNi akibat reduksi roasting. Pada proses leaching amonium bikarbonat dengan konsentrasi 1 M recovery nikel yang diperoleh adalah sebesar 1.55 %, sehingga untuk mendapatkan nikel melalui proses ini tidak efektif. Recovery nikel yang didapat pada bijih nikel yang direduksi lebih tinggi 2.7 kali daripada bijih nikel yang tidak direduksi, dan diketahui juga bahwa dengan semakin tinggi konsentrasi pelarut maka recovery nikel akan semakin tinggi dan mencapai nilai optimal pada konsentrasi 1 M.

Laterite deposit is a kind of nickel ores that has the greatest of nickel reserves in the world. Limonite ores, which constitutes one of three zones of type lateritic deposits, is attractive future sources of nickel ores for the production of refined nickel, even though their nickel grades are low.
At this research, several experiments were conducted including characterization of limonite ore, reduction roasting and agitation leaching by ammonium bicarbonate. Characterization of limonite ore was done using X-ray Diffraction (XRD) and X-Ray Florescences (XRF). Limonite was reduced utilize 20 % wt briquette as a reductant at temperature up to 750oC for 90 minutes, and then the result is tested using XRD. And the last experiment is agitation leaching process of reduced limonite ore and unreduced ore utilize ammonium bicarbonate solution at various concentration which is 2 M, 1 M, 0.5 M, 0.2 M, 0.1 M, the number of nickel dissolution is measured using Atomic Absorbance Spectroscopy (AAS). This research is conducted to observe about the phase transformation of limonite ore as a result of reduction roasting, recovery nickel from limonite ore by ammonium bicarbonate leaching, and then the effects of reduction roasting and the effect of concentration of ammonium bicarbonate on the nickel recovery under atmospheric condition and room temperature.
The results of this research show the phase transformation from goethite transformed to magnetite (Fe3O4) and Fe-Ni as a result of reduction roasting. Nickel recovery by leaching using 1 M ammonium bicarbonate is 1.55 % wt, so the nickel extraction using this process is not effective. Nickel recovery obtained from reduced nickel ore is 2.7 times greater than nickel recovery from unreduced ore. Nickel recovery will increase if the concentration of ammonium bicarbonate increases, and achieve optimal value at 1 M."
2008
S41693
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Shofi
"Proses reduksi selektif dan pemisahan magnetik bijih nikel kadar rendah dengan kandungan Ni, Fe, Mg, dan Si masing-masing sebesar 1,4 , 50,5 , 1,81 , dan 16,5 telah dilakukan melalui mekanisme dua tahap peningkatan panas dengan penambahan aditif Na2SO4 dan NaCl. Na2SO4 dan NaCl diketahui mampu membebaskan nikel dan besi dari fasa olivin dan juga menekan metalisasi besi dengan proses sulfidasi, kloridasi, dan segregasi. NaCl yang ditambahkan bertujuan untuk menggantikan sebagian Na2SO4 untuk mengurangi kandungan sulfur sisa pada konsentrat yang dihasilkan. Penahanan pada temperatur awal pre-heating dilakukan untuk memaksimalkan reaksi reduksi nikel dalam fasa goethit sekaligus menekan reduksi besi oksida, sedangkan penahanan pada temperatur lanjut reduksi bertujuan untuk proses pembebasan nikel pada fasa lizardit dan mendukung pertumbuhan partikel feronikel dengan mekanisme aglomerasi partikel pada fasa leleh sistem Fe-FeS eutektik yang terbentuk. Oleh karena itu, kedua perlakuan pemanasan tersebut dapat meningkatkan kadar, perolehan dan derajat metalisasi dari nikel. Hasil optimal didapatkan pada bijih hasil reduksi dengan penambahan 11 satu stoikiometri arang cangkang sawit, 10 Na2SO4, dan 10 NaCl pada temperatur pemanasan awal 500 C selama 90 menit, diikuti dengan pemanasan lanjut selama 90 menit pada temperatur 1150 C, yang menghasilkan konsentrat feronikel dengan kadar dan perolehan nikel masing-masing sebesar 5,53 dan 85,89 , serta derajat metalisasi nikel sebesar 93,69 . Ukuran partikel feronikel yang dihasilkan pada sampel tersebut berukuran 61,75 m, jauh lebih besar dibandingkan ukuran butir sampel tanpa penambahan aditif atau temperatur reduksi yang lebih rendah 1050 C yaitu berturut-turut sebesar 5 m dan 28,5 m. Fasa-fasa yang terbentuk dengan penambahan aditif Na2SO4 dan NaCl yaitu kamasit FeNi , wustit FeS , fayalit, dan nepheline, yang merupakan indikasi berjalannya proses optimasi reduksi selektif dengan memaksimalkan pembebasan nikel dari fasa olivin dan menekan pembentukan logam besi sehingga perolehan, kadar, dan derajat metalisasi nikel meningkat.

Selective reduction and magnetic separation process of low grade nickel ore with Ni, Fe, Mg and Si contents of 1.4 , 50.5 , 1.81 and 16.5 has been conducted with two stage thermal upgrading mechanism with addition of Na2SO4 and NaCl. These two additives is known to be capable of liberating nickel and iron from olivine phase, as well as suppressing iron metallization with sulphidation, chloridization and segregation process. The addition of NaCl was aimed to substitute some part of Na2SO4 to reduce residual sulphur content of the produced ferronickel concentrate. The retention of roasting at initial temperature pre heating was done to maximize reductive reaction of nickel within goethite phase and to suppress the reduction of iron oxide, while the retention of roasting at final temperature reduction was done to focus the nickel liberation from lizardite phase and to promote ferronickel particle growth using agglomeration mechanism within the formed molten phase of Fe FeS eutectic system. Therefore, these two thermal treatment could improve the grade, recovery and metallization of nickel. The optimal result obtained was the reduced ore with 11 palm kernel shell reductor, 10 Na2SO4, and 10 NaCl at initial roasting temperature of 500 C for 90 minutes, followed by final roasting temperature of 1150 C for 90 minutes which resulted ferronickel concentrat with 5.53 grade, 85.9 recovery and 93.86 metallization. The resulting particle size of the aformentioned sample is 61.75 m, far bigger compared to sample without additives or lower reducing temperature 1050 C which is 5 m and 28.5 m, respectively. The formed phase of the reduced ore with the addition of Na2SO4 and NaCl was kamacite FeNi , wustite FeS , fayalite and nepheline, which indicates the optimization process of selective reduction through maximalizing nickel liberation from olivine and suppresing the formation of metallic iron resulting in improved nickel grade, recovery and metallization."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T49604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwipuji Rahayu
"Bijih nikel laterit merupakan salah satu sumber mineral terbesar yang terdapat di Indonesia. Bijih ini memiliki potensial yang sangat besar untuk dilakukan proses pengolahan dan pemurnian, namun membutuhkan energi yang tinggi dalam pemisahan mineral ataupun mineral ikutan, sehingga biaya yang dikeluarkan menjadi tinggi pula. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dilakukan tahap pra-reduksi yaitu proses reduksi karbotermik. Proses reduksi karbotermik banyak digunakan untuk bijih nikel tipe saprolit, dimana proses tersebut membutuhkan reduktor untuk mereduksi bijih nikel laterit menjadi logam nikel murni.
Reduktor yang umum digunakan adalah batu bara dan kokas. Namun, pada penelitian ini dilakukan pengembangan proses reduksi karbotermik bijih nikel laterit tipe saprolit menggunakan reduktor biomassa, yaitu cangkang kelapa sawit. Dalam penelitian, digunakan bijih nikel laterit dari Halmahera Timur dan cangkang kelapa sawit dari limbah perkebunan kelapa sawit di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Bijih nikel laterit direduksi ukurannya hingga menjadi partikel serbuk 270.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi waktu reduksi terhadap hasil reduksi karbotermik bijih nikel laterit, dengan temperatur dan rasio massa dibuat konstan. Variasi waktu reduksi yang diuji dalam penelitian ini adalah 1 jam, 2 jam, 3 jam dan 4 jam. Seluruh sampel diuji pada temperatur 800oC dan rasio massa 1:4 bijih nikel laterit:cangkang kelapa sawit yang dimasukkan ke suatu krusibel dan reduksi karbotermik dilakukan di dalam melting furnace.
Hasil XRD menyatakan bahwa peak yang terbentuk sudah dapat mereduksi hematite atau magnetite menjadi wustite pada waktu reduksi 1 jam. Hasil XRF menunjukkan bahwa pada waktu reduksi selama 1 jam merupakan waktu optimum karena kandungan unsur Nikel dan Nikel Oksida NiO didapatkan paling tinggi diantara variasi waktu lainnya.

Lateritic nickel ore is one of the biggest mineral source in Indonesia. There is large potential to acquire high concentration of nickel by processing and refining the ore, but because there is high energy use for mineral separation or gangue minerals processing, the cost will be high. Therefore, to resolve that problems, the pre reduction stage called carbothermic reduction process is carried out. Carbothermic reduction process usually used for saprolite which needs a reductor for the reduction reaction of lateritic nickel ore to produce pure nickel.
Common reductor used are coal and cokes. In this study, development on carbothermic reduction of saprolite type of lateritic nickel ore using biomass reductor palm kernel shell is conducted. The lateritic nickel ore used are obtained from Halmahera Timur and the palm kernel shells are obtained from the waste of palm oil plantation at Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Size of the ore are reduced to powder particle with 270 size.
The purpose of this study is to find out the effect of reduction time variation on carbothermic reduction result of lateritic nickel ore with constant temperature and mass ratio value. Reduction time variation used in this study are 1, 2, 3, and 4 hours. All samples are tested at 800oC with mass ratio of 1 4 lateritic nickel ore palm kernel shell which are put into a crucible and then the carbothermic reduction process done in an melting furnace.
Peak formed on XRD results show that the process can reduce hematite or magnetit to wustite within one hour. XRF results show that reduction time of one hour is the optimum time because nickel and nickel oxide NiO content are highest compared to other time variation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67537
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>