Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 211828 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hardi Nurcahyo
"Undang-undang merek di berbagai negara memberikan hak bagi pemilik merek terdaftar untuk memberikan surat persetujuan (letter of consent) kepada pihak lain dalam mendaftarkan merek serupa dengan tingkatan yang berbeda-beda. Namun, penggunaan letter of consent tersebut dapat mengakibatkan kemungkinan kebingungan pada publik. Bagaimana Indonesia sebaiknya mengatur mengenai penggunaan letter of consent tersebut dengan mempertimbangkan kepentingan privat pemilik merek terdaftar dan kepentingan publik guna
mencegah adanya kemungkinan kebingungan pada publik. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis dan memaparkan mengenai pengaturan letter of consent dalam pendaftaran merek di Indonesia, Singapura dan Malaysia, dampak dari penggunaan letter of consent tersebut, serta menganalisis dan memaparkan bagaimana sebaiknya sikap Indonesia mengatur penggunaan letter of consent dalam pendaftaran merek di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perbandingan, pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan analitis. Pendekatan tersebut dilakukan dengan cara membandingkan antar Undang-undang merek Indonesia, Singapura dan Malaysia dan menganalisisnya dengan sistem dan konsep hukum di bidang merek. Pengaturan letter of consent pada setiap negara (Indonesia, Singapura dan Malaysia) berbeda-beda. Penggunaan letter of consent ternyata memiliki dampak positif dan negatif sehingga kedepannya Undang-undang Merek Indonesia harus memberikan batasan penggunaan letter of consent guna menghindari adanya dampak negatif tersebut. Batasan tersebut yaitu letter of consent tidak dapat digunakan terhadap merek identik untuk barang atau jasa sejenis.

Trademark law in several countries provides a rights for the registered trademark owner to
provide a letter of consent to other party in registering similar trademark with different degrees. However, the use of letter of consent may cause a likelihood of confusion to the
public. How Indonesia supposed to regulate the said use by considering the private rights of registered trademark owner and public interest to prevent such a likelihood of confusion to the public. The purpose of this research is to analyze and explain relating to the use of the letter of consent in trademark registration in Indonesia, Singapore, and Malaysia, as well as to analyze and explain on how Indonesia supposed to regulate the use of letter of consent in Indonesian trademark registration. The method used in this research is a normative juridical by using comparative approach, statute approach, and analytical approach. The said
approach is carried out by comparing between trademark law of Indonesia, Singapore, and Malaysia and analyze it with system and concept of law in the trademark field. Letter of consent regulation in each country (Indonesia, Singapore, and Malaysia) is different. The use of the letter of consent have a positive and negative impacts so that the later Indonesian
Trademark Law must provide the limitation of the use of the letter of consent to avoid the
said negative impact. The limitation is that letter of consent cannot be used to the identical
trademark with the same kind of goods or services.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Widyanti Worowirasmi
"Merek merupakan salah satu elemen yang penting di dalam dunia Perdagangan, keberadaan merek ditujukan sebagai suatu identitas dari pelaku usaha tertentu. Walaupun demikian dalam pendaftarannya sering kali terdapat kendala yaitu adanya penolakan terhadap merek yang serupa atau sama dengan merek terdaftar padahal pemohon tidak memiliki itikad buruk terhadap pendaftarannya tersebut. Untuk mengatasi permasalahan tersebut ditemukan adanya konsep perjanjian yaitu Trademark Coexistence Agreement. Walaupun demikian pembahasan atau pengaturan terkait hal ini belum diterapkan di seluruh negara, salah satunya Indonesia. Sebagai pembanding, pada tesis ini akan dibahas mengenai Trademark Coexistence Agreement di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Singapura. Selain itu, tesis ini juga membahas mengenai penggunaan dari Trademark Coexistence Agreement dan pengaruhnya di dalam pendaftaran merek dan bagi kantor merek seperti Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dan bagaimana urgensinya di Indonesia. Metode yang digunakan di dalam tesis ini adalah Yuridis-Normatif yang didukung dengan bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, serta menggunakan pendekatan konseptual dan komparatif terhadap hukum merek yang berlaku di negara lain.

Trademark is one of the important elements in the world of commerce, as it serves as an identity for a particular business entity. However, during its registration, there are often obstacles such as the rejection of similar or identical trademarks, even though the applicant has no malicious intent towards the registration. To address this issue, the concept of a Trademark Coexistence Agreement has been introduced. However, the discussion and regulation regarding this matter have not been implemented in all countries, including Indonesia. As a comparative study, this thesis will discuss the Trademark Coexistence Agreement in several countries such as the United States and Singapore. Furthermore, this thesis also examines the usage of the Trademark Coexistence Agreement and its influence on trademark registration and intellectual property offices such as the Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, as well as its urgency in Indonesia. The method in writing this thesis is juridical-normative research that also been supported by primary, secondary, and tertiary legal materials. This thesis also uses a conceptual and comparative approach to trademark law in other countries."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nahda Chairunnisa Utami
"Skripsi ini membahas mengenai analisis pendaftaran merek yang merupakan nama umum berbahasa asing. Sebagaimana yang diatur di Pasal 20 huruf f Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, sebuah merek tidak dapat didaftarkan apabila merek tersebut merupakan nama umum. Pemasalahan yang timbul adalah Undang-Undang tersebut belum memberikan aturan konkrit mengenai kriteria merek dianggap sebagai sebuah nama umum berbahasa asing, sehingga menyebabkan ketidakjelasan penerimaan pendaftaran merek di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Metode yang digunakan oleh Penulis dalam skripsi ini adalah metode yuridis-normatif. Penulis juga membahas mengenai penerimaan pendaftaran sebuah merek yang merupakan nama umum dan upaya hukum bagi para pihak yang keberatan terhadap sebuah merek mengandung nama umum berbahasa asing. Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang tidak mengatur secara jelas terkait dengan terminologi “nama umum”, sehingga pemeriksa merek hanya bertumpu pada petunjuk teknis secara internal serta pemikiran subjektif untuk memutuskan mengenai penerimaan atau penolakan pendaftaran merek. Sehingga, dibutuhkan aturan yang lebih konrit mengenai kriteria dan batasan nama umum berbahasa asing yang tidak dapat dilakukan pendaftarannya sebagai merek dengan merujuk pada pertimbangan hakim serta pendapat ahli dari beberapa putusan sengketa merek yang berkaitan dengan nama umum.

This thesis discusses the registration of trademarks which are general names in foreign languages. As regulated in Article 20 letter f of The Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications, mark cannot be registered if the mark is a general name. The problem that arises is that the Law has not provided concrete rules regarding the criteria for a mark to be considered as a general name in a foreign language, resulting in unclear acceptance of mark registration. The method used by the author is the juridical-normative method. The author also discusses the acceptence of trademark registration which is a general name and the legal remedy that can be taken by the parties. Based on the research, the Law does not clearly regulate the term of "general name", so the trademark examiners only rely on technical instructions internally and subjective thinking to decide regarding acceptance or rejection of trademark registration. Therefore, more concrete rules are needed regarding the criteria and limitations of common names in foreign languages which cannot be registered as trademarks by referring to judges considerations and expert opinions from several decisions on trademark disputes relating to common terms."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Arinasari Nadeak
"Dalam Undang-Undang Merek nomor 20 Tahun 2016 terdapat perluasan cakupan perlindungan merek yang meliputi bentuk tiga dimensi, hologram dan suara. Permasalahan penelitian ini difokuskan mengenai bentuk yang memenuhi fungsi dan tujuan dari perlindungan merek. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, melakukan perbandingan undang-undang dengan Uni Eropa dan analisa kasus serta dilengkapi dengan penelusuran bahan hukum primer dan sekunder. Uni Eropa dipilih sebagai negara perbandingan karena dalam peraturan dan prakteknya lebih spesifik untuk memberikan klasifikasi bentuk yang bisa didaftarkan perlindungan merek. Hasil penelitian disimpulkan bahwa peraturan merek mengenai bentuk tiga dimensi di Indonesia tidak cukup untuk memberikan klasifikasi mengenai bentuk yang temasuk cakupan perlindungan merek. Akibat peraturan yang kurang komprehensif dan kekeliruan dari pemeriksa merek, terdapat merek tiga dimensi yang tidak sesuai dengan fungsi merek. Sehingga pemberian hak merek pada bentuk tersebut menyebabkan adanya indikasi monopoli yang diinginkan oleh pelaku usaha.

In the Trademark Law number 20 of 2016 there is an expansion of the scope of brand protection which includes three-dimensional shapes, holograms and sound. The problem of this research is focused on the form that fulfills the function and purpose of trademark protection. The research method used is normative juridical, compares laws with the European Union and analyzes cases and is equipped with primary and secondary legal material searches. The European Union was chosen as a comparison country because in its regulations and practice it is more specific to provide a classification of forms that can be registered for trademark protection. The results of the study concluded that trademark regulations regarding three-dimensional forms in Indonesia are not sufficient to provide a classification of forms that include the scope of brand protection. As a result of less comprehensive regulations and errors from brand examiners, there are three-dimensional brands that are not in accordance with the brand's function. So that the granting of trademark rights in this form causes an indication of the monopoly desired by business actors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanafi
"Undang-Undang Merek Indonesia baik yang saat ini maupun yang sebelumnya menganut asas first to file dan asas merek terkenal sekaligus. Sementara itu ada kasus-kasus dimana kedua asas ini berbenturan satu sama lain. Ini terjadi ketika merek senior berbenturan dengan merek junior yang menyandang status merek terkenal. Dalam kasus-kasus ini kedua merek sama-sama tidak didasari itikad buruk. Yang satu telah terdaftar berdasar asas first to file dan yang lain terlahir dari adanya asas merek terkenal. Tidak adil untuk menghilangkan salah satu merek tersebut, keduanya memilik hak yang sama untuk tetap ada. Bagaimana semestinya pengaturan dalam suatu undang-undang merek agar benturan semacam ini dapat diatasi? Penelitian ini akan melihat lebih dalam hukum merek nasional dan penerapannya di pengadilan serta melihat lebih jauh kepada hukum merek asing dan penerapannya guna menemukan formula yang tepat yang dapat ditawarkan untuk disisipkan dalam hukum merek di masa yang akan datang agar hukum merek Indonesi akan memiliki kemampuan untuk menghadapi benturan antar asas dimaksud.

The current trademark law of Indonesia as well as the previous one follows the first to file doctrine and well-known mark doctrine at the same time. Meanwhile, there have been cases where those two doctrines are conflicting one another. This happens when a senior mark is in conflict with a junior mark which hold the title of well-known mark. In these cases, both conflicting trademarks do not contain bad faith. One was already there, registered under the first to file doctrine, while the later born under the auspices of the well-known mark doctrine. It is not fair to allow any of those mark vanished. Both has equal right to exist.
How should a regulation in a trademark law be like in order to address such conflict? This research will seek deeper into the national trademark law as well as its enforcement in the court of law of Indonesia and seek further into foreign laws and its enforcement in order to find the correct formula which can be proposed to be inserted into future Indonesian trademark law so that it will have the capability to address the abovementioned conflict of doctrines.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Andini Vidyalestari
"Perkembangan perekonomian dunia, khususnya dalam bagian pemasaran suatu produk, menyebabkan adanya perluasan terhadap tanda-tanda yang diakui sebagai merek. Alasan ini juga yang menyebabkan Indonesia melalui perundang-undangan terbarunya, mengakui beberapa merek non-tradisional, termasuk pengakuan tanda suara sebagai merek. Pengakuan suara sebagai merek dalam definisi merek sesuai ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, menyebabkan Indonesia juga harus melalui pendaftaran terhadap merek suara sebagai salah satu bentuk perlindungan merek. Walaupun demikian, sistem pendaftaran merek suara di Indonesia saat ini yang mensyaratkan pemohon untuk melampirkan representasi grafis dalam label merek, dinilai dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan mempersulit para pemohon dalam mendaftarkan merek suaranya. Padahal, jika dibandingkan dengan ketentuan yang di Uni Eropa dan Amerika Serikat, ketentuan representasi telah tidak lagi diberlakukan dengan alasan ketidakpastian hukum dan fleksibilitas pendaftaran merek. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan studi perbandingan, penulis melalui tulisan ini menganalisis mengenai ketentuan label merek yang didalamnya memuat persyaratan representasi grafis terhadap proses pendaftaran merek suara di Indonesia. Tulisan ini membandingkan pengaturan representasi grafis dalam pendaftaran merek yang tertuang dalam Pasal 4 UU UU No 20 Tahun 2016 dan Pasal 3 Permenkumham No 67 Tahun 2016 dengan penghapusan pengaturan representasi grafis di Uni Eropa dan ketiadaan kewajiban representasi di Amerika Serikat. Dari perbandingan tersebut, rekomendasi yang dapat ditarik adalah bahwa Indonesia seharusnya menghapus pengaturan representasi grafis dan menggunakan representasi yang lebih praktis seperti hanya dengan rekaman suara.

Developments in the world economy, especially in the marketing department of a product, have led to an expansion of signs that are recognized trademarks. This reason also causes Indonesia, through its latest legislation, to recognize several non-traditional trademarks, including the recognition of sound marks as trademarks. Recognition of sound marks according to the provisions of Article 1 point 1 of Law No. 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications, causes Indonesia to also go through the registration of sound marks as a form of trademark protection. However, the current system for registering sound marks in Indonesia, which requires applicants to attach a graphical representation on the label merek, is considered to be causing legal uncertainty and making it difficult for applicants to register their voice marks. In fact, when compared to the provisions in the European Union and the United States, the terms of graphical representation are no longer enforced for reasons of legal uncertainty and flexibility in trademark registration. By using normative juridical research methods and comparative studies, the author through this paper analyzes the provisions on label merek which contain graphical representation requirements for the process of registering sound marks in Indonesia. This paper compares the regulation of graphical representation in trademark registration that contained in Article 4 of Law No. 20 of 2016 and Article 3 of Permenkumham No. 67 of 2016 with the elimination of graphic representation arrangements in the European Union and the absence of representation obligations in the United States. From this comparison, the recommendation that can be drawn is that Indonesia should eliminate the arrangement of graphical representations and use more practical representations, such as the use of sound recordings alone."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Jened
Jakarta: Kencana, 2015
346.048 8 RAH h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Rudiarto
"Skripsi ini membahas mengenai persamaan pada pokoknya terhadap merek yang tergolong merek tidak terkenal, dan mekanisme yang harus diatur untuk menilai bahwa suatu merek memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek lain. Kedua permasalahan tersebut diulas menggunakan metode kualitatif dan ditinjau dari hukum merek. Persamaan pada pokoknya tersebut dilarang oleh Undang-undang Merek, namun belum ada mekanisme yang pasti untuk menilai suatu merek memiliki persamaan pada pokoknya. Penilaian tersebut menjadi penting, karena penilaian persamaan pada pokoknya sangatlah subyektif. Ketidakjelasan mekanisme ini terkadang menimbulkan perbedaan dalam menerapkan persamaan pada pokoknya pada satu merek. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa perlu dibentuk peraturan yang menjelaskan kriteria yang pasti mengenai penilaian persamaan pada pokoknya.

This bachelor thesis discusses about likelihood of confusion to two trademarks which are not considered as famous trademarks and the mechanism which is needed to be regulated to assess likelihood of confusion. Both of those issues were examined using qualitative method in the term of trademark law. Likelihood of confusion is prohibited by Trademark Law, but still there is no clear mechanism to assess likelihood of confusion for trademark. This assessment is important, as the assessment for likelihood of confusion is subjective. The unclear mechanism can sometimes cause differency to apply likelihood of confusion theory for trademark. This research result suggest that it is needed to create regulation which explains clear characteristic to assess likelihood of confusion for trademark."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56750
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Ayu
"Adapun Hukum Merek pada dasarnya bertujuan untuk melindungi hasil karya seorang Pemilik Merek, namun demikian tidak semua Merek dapat didaftarkan dan dilindungi. Merek Generik adalah Merek yang telah menjadi milik umum, sedangkan Merek Deskriptif adalah Merek yang merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya, Keduanya merupakan dua dari jenis-jenis Merek yang tidak dapat didaftarkan sebagaimana disebutkan di dalam UU No. 15 Tahun 2001 Pasal 5 huruf c dan d. Adapun Tesis ini merupakan penelitian yang berupaya meninjau tentang bagaimana pengaturan Merek Generik dan Deskriptif di Indonesia berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek (khususnya dalam hal kriteria Merek Generik dan Deskriptif yang dapat dilindungi berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001) dan secara internasional berdasarkan Perjanjian-perjanjian Internasional yang terkait dengan Merek, kemudian di dalam Tesis ini akan dianalisa pula mengenai bagaimanakah penerapan Pasal 5 huruf c dan d UU No. 15 Tahun 2001 dalam prakteknya di Indonesia dengan melakukan analisa atas 2 (dua) Putusan Mahkamah Agung terkait permohonan pendaftaran Merek Generik dan Desktiptif di Indonesia. Maka pada Penelitian ini dapat dilihat bahwa UU No. 15 Tahun 2001, Pemeriksa Merek, dan Hakim berperan penting dalam memberikan kepastian hukum atas perlindungan Merek di Indonesia.

It is known that Law of Trademark is basically aimed at protecting the creation of Brand owner; however, not all brand are registrable and protected. Generic brand is a brand which has become public possession; meanwhile, Descriptive brand is a brand which literally delivers information related to the goods or service being registered. Both are two brands among many types of non-registrable Brands/Trademark as it has been explained in Law number 15 year 2001 article 5C&D. This thesis includes a research conducted to observe the management of Generic and Descriptive brand and internationally based on International Agreements related on Brand. Later on, the thesis also analyzed the practical enforcement of article 5C&D of Law No. 15 year 2001 in Indonesia based on 2 (two) verdicts from Supreme Court related to registration appeal of Generic & Descriptive Trademark in Indonesia. In conclusion, the research unveils the importance of Law No. 15 year 2001, Brand Examiner and Judge in delivering Law assurance on Trademark protection in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Putera Nugraha
"United State Patent and Trademark Office menerbitkan laporan yang mengkaji bahwa adanya praktik Trademark Bullying yang merupakan penggunaan serta penegakan Hak atas merek sebagai aset tak berwujud dari suatu perusahaan seringkali diinterpretasikan secara berlebihan atau diperkeras sehingga bersifat mengintimidasi dan membahayakan perusahaan lain dalam menjalankan usahanya. Tidak sedikit pengusaha – pengusaha kecil di Indonesia yang memiliki merek sebagai aset mereka, usaha-usaha ini memiliki sumber daya finansial yang tidak banyak sehingga ketika usaha-usaha ini harus berhadapan dengan proses litigasi merek yang ternyata mengintimidasi, keuangan dari usaha-usaha ini akan terganggu. Hal tersebut tentu mengganggu jalannya kegiatan usaha-usaha ini. Untuk menganalisis masalah tersebut, digunakan penelitian hukum normatif yang dilakukan secara deskriptif analisis. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa praktik tersebut tidak ditemukan, tetapi jika ada Undang-Undang Tentang Merek dan Indikasi Geografis (“UU No. 20 Tahun 2016”) serta Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU No. 5 Tahun 1999”) sudah memberikan perlindungan hukum yang cukup untuk menghadapi permasalahan tersebut
United State Patent and Trademark Office issuing a report that studied that thereis a Trademark Bullying practice which is use and enforcement of its Trademark right as an intangible assets from a company frequently being excessively misinterpreted or being hardened until its become intimidating and harass another company in running their businesses. In Indonesia There is not a few small businesses that have a trademark as their assets, these small businesses has insufficient financial resources, so when these small businesses have to deal with litigation proceeding that intimidating their businesses, their financial resources will be hampered, and such conduct will disrupt these small businesses activity. Normative research with descriptive-analysis method will be used to analyse this matter. The results of the research shows that such practice (Trademark Bullying Practice) not found in Indonesia, but if such practice appear, Indonesian Trademark Law and Indonesia Business Competition Law already provide legal protection to face the Trademark Bullying Practice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>