Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56338 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ruth Grace Aurora
"Latar belakang: Usia operasi Fontan terbaik masih kontroversial. Pusat jantung di negara maju menggunakan batasan usia 2-4 tahun. Kebanyakan operasi Fontan di Indonesia dikerjakan pada usia tua. Dengan kemajuan teknik operasi, bagaimana dampak usia tua saat operasi Fontan terhadap kesintasan belum ada datanya.
Tujuan: Mengetahui pengaruh usia tua saat operasi Fontan terhadap kesintasan jangka panjang.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif dengan analisis kesintasan terhadap pasien pascaoperasi Fontan (1 Januari 2008-31 Desember 2019) di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Pengumpulan data dilakukan dari rekam medis, konferensi bedah, serta follow-up melalui telepon atau surat hingga 1 April 2020. Usia dibagi menjadi usia ≤ 6 tahun dan > 6 tahun.
Hasil: Dari total 261 subjek, median usia operasi yaitu 5 tahun (2-24 tahun). Kesintasan usia operasi ≤ 6 tahun dan > 6 tahun yaitu 95,7% dan 89,3%. Hasil subanalisis kesintasan usia operasi < 4 tahun, 4-6 tahun (referensi), 6-8 tahun, 8-10 tahun, 10-18 tahun, dan > 18 tahun yaitu 90,5%, 97,9%, 93,8%, 84,8%, 91,4%, dan 66,7%. Usia 8-10 tahun (HR 6,79; p = 0,022), 10-18 tahun (HR 3,76; p = 0,147), dan >18 tahun (HR 15,30; p = 0,006) memiliki kesintasan terendah. Usia operasi > 6 tahun (HR 3,84; p = 0,020) dan kebutuhan furosemid jangka panjang (HR 3,90; p = 0,036) signifikan meningkatkan risiko kematian pada analisis multivariat.
Kesimpulan: Usia operasi Fontan > 6 tahun signifikan menurunkan kesintasan jangka panjang. Usia operasi 8-10 tahun dan > 18 tahun memiliki risiko kematian 6,7 kali dan 15,3 kali dibandingkan usia 4-6 tahun.

Background: The optimal age to perform the Fontan procedure is still unknown. Currently, the majority of centres worldwide are performing the procedure between 2 and 4 years old. Most of Fontan procedures in Indonesia are performed at older age. With the advancement in surgical techniques, there is no data regarding the impact of older age at completion of Fontan procedure on long term survival.
Objective: To evaluate the impact of older age at Fontan procedure on long term survival.
Methods: We conducted a retrospective cohort study with survival analysis, of patients underwent Fontan completion (Januari 1, 2008, to December 31, 2019), at National Cardiovascular Center Harapan Kita. The data was collected from medical records, surgical conference, and follow up by phone or mail to the end of the study (April 1, 2020). The age of operation was categorized into ≤ 6 years old and > 6 years old.
Results: Of 261 subjects, the median age was 5 years (2-24 years). The survival rate of operation age ≤ 6 years old and > 6 years old were 95.7% and 89.3%. The survival rate in subgroup analysis of operation age < 4 years, 4-6 years (reference age), 6-8 years, 8-10 years, 10-18 years, and > 18 years were 90.5%, 97.9%, 93.8%, 84.8%, 91.4%, and 66.7% respectively. The age of operation 8-10 years (HR 6.79; p = 0.022), 10-18 years (HR 3.76; p = 0.147), and > 18 years (HR 15.30; p = 0.006) had worse survival rate than the others. In multivariate analysis, age of Fontan completion > 6 years old (HR 3.84; p = 0.020) and need for furosemide use (HR 3.90; p = 0.036) significantly increased long term mortality.
Conclusion: The age of operation > 6 years old was significantly reduced long term survival rate. The age of 8-10 years old and > 18 years old had higher risk of death (6.7 times and 15.3 times) than age of 4-6 years old.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutton, Clayton
London: M. Parrish, 1960
940.548 HUT o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Fauziah
"Latar belakang: Prosedur Fontan merupakan tindakan pembedahan bagi penyakit PJB dengan fungsi ventrikel tunggal. Angka mortalitas pasca operasi Fontan di negara maju cukup rendah, sementara di Indonesia berkisar antara 8.6-9.1 . Perbedaan struktur dan karakteristik VKa dan VKi berakibat pada perbedaan kesiapan memerankan fungsi pompa sistemik pada fisiologi PJB dengan ventrikel tunggal dan luaran klinis pascaoperasi Fontan. Pengaruh jenis morfologi ventrikel sistemik terhadap kelangsungan hidup jangka menengah ataupun panjang saat ini masih kontroversial.Tujuan: Mengetahui pengaruh jenis morfologi ventrikel sistemik dan faktor-faktor lain terhadap kelangsungan hidup 10 tahun pasien pascaoperasi Fontan.Metode: Penelusuran data registri, konferensi bedah, rekam medis, laporan bedah, ekokardiografi dan kateterisasi, serta follow up pasien per telepon dilakukan pada 162 pasien yang keluar hidup setelah perawatan pertama pascaoperasi Fontan pada periode 2008 - Februari 2018. Analisis waktu terjadinya event ditentukan berdasarkan titik awal dan titik akhir penelitian. Hasil: Subjek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan morfologi ventrikel sistemik, yaitu 74 kasus dengan morfologi VKi dominan dan 88 pasien dengan morfologi VKa dominan. Jenis morfologi ventrikel sistemik tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup 10 tahun pasien pascaoperasi Fontan. Tromboemboli pascaoperasi berpengaruh terhadap kelangsungan hidup 10 tahun pascaoperasi Fontan HR 4.84, IK 95 1.26-18.55, p = 0.021 Kesimpulan: Jenis morfologi ventrikel sistemik tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup 10 tahun pasien pascaoperasi Fontan. Namun komplikasi tromboemboli pascaoperasi meningkatkan risiko kematian sebesar 4.84 kali lipat setelah prosedur Fontan.

Background Fontan procedure has been applied to many patients with single ventricle physiology with quite low mortality rate all over the world, with 8.6 9.1 rate in Indonesia. Structure and characteristic difference of morphologically left and right ventricle influence systemic ventricle role of functionally univentricular heart and impacts on postoperative outcomes. The question regarding mid and long term survival based on dominant ventricle morphology remains controversial. Objectives To investigate the impact of dominant ventricle morphology on ten year survival after Fontan procedure.Methods 162 patients who underwent Fontan operation at our institution between 2008 and February 2018 and survived after first hospital postoperative care were reviewed and followed up until March 2018. Data were extracted from registry and pediatric surgical conference, medical record, surgery report, echocardiography, catheterization report, and follow up call at the end of time cohort. Median follow up period was 816 340 1660 days.Results Subjects are divided into 2 groups based on dominant ventricle morphology. Seventy four patients are included in left morphology group and 88 patients in right morphology group. There were no difference on 10 year survival rate after Fontan between the two type of dominant ventricle morphology. Postoperative thromboembolic event influenced 10 year survival rate after Fontan procedure HR 4.84, CI 95 1.26 18.55, p 0.021 Conclusion Dominant ventricle morphology was not associated with 10 year survival rate after Fontan procedure. Postoperative thromboembolic event increase mortality risk 4.84 times higher after Fontan procedure. "
Lengkap +
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Department of the Army Field Manual
New York: Dorset Press, 2000
355.54 DEP u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yutha Perdana
"Stroke yang disebabkan karena gangguan perfusi otak merupakan penyebab utama disabilitas dan kematian di seluruh dunia. Komplikasi stroke dengan angka mortalitas tinggi yaitu edema luas akibat infark arteri serebri media/middle cerebral artery (MCA) maligna yang kemudian diikuti deteriorasi neurologis cepat dan berujung pada luaran yang buruk dengan angka kematian sebesar 80%. Kraniektomi dekompresi sebagai tatalaksana infark MCA maligna diketahui dapat meningkatkan probabilitas keselamatan hingga lebih dari 80%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kesintasan dan kualitas hidup pasien infark MCA maligna 1, 3, 6, dan 12 bulan pasca-operasi kraniektomi dekompresi di Indonesia, hubungan luaran dengan terapi reperfusi pendahulu, dan menganalisis faktor-faktor yang telah diketahui dapat mempengaruhi luaran, yaitu usia, waktu pembedahan, dan diameter anteroposterior kraniektomi. Penelitian ini bersifat kohort retrospektif melalui pengambilan data rekam medis pasien infark MCA maligna yang dilakukan tindakan kraniektomi dekompresi di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati, dan Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Prof. Dr. dr. Mahar Mardjono Jakarta (RS PON) pada tahun 2017-2022. Sebanyak 39 subjek masuk dalam kriteria inklusi. Dari seluruh subjek, sebanyak 51,3% subjek berusia <60 tahun, 48,7% dioperasi dalam waktu pembedahan <48 jam, 76,6% memiliki diameter kraniektomi 12-14 cm, dan 38,5% subjek mendapatkan terapi reperfusi pendahulu sebelum operasi. Dari hasil penelitian didapatkan 12 penyintas yang hidup pada akhir follow-up. Angka kesintasan pada bulan pertama sebesar 55% yang kemudian turun menjadi 36% pada 12 bulan follow-up (Kaplan-Meier). Dari 27 subjek yang meninggal, 17 subjek meninggal dalam bulan pertama perawatan pasca-operasi di rumah sakit (rentang 1-20 hari), sedangkan sisanya meninggal di luar perawatan rumah sakit. Penyebab tertinggi kematian yang diketahui yaitu infeksi. Dari 12 penyintas, 58% memiliki luaran fungsional yang buruk (modified Rankin scale 4-5) pada akhir follow-up. Tidak didapatkan adanya perbedaan signifikan angka kesintasan (p 0,779, log rank test) maupun luaran fungsional (p 0,929, Mann- Whitney test) pada kelompok yang mendapatkan terapi reperfusi maupun tidak. Dari analisis bivariat diketahui bahwa faktor usia, waktu pembedahan, dan diameter kraniektomi tidak berhubungan signifikan dengan kesintasan maupun luaran fungsional. Dari analisis multivariat dengan melibatkan faktor-faktor tambahan di luar faktor tersebut, diketahui jenis kelamin berhubungan signifikan terhadap luaran fungsional (p 0,032) sedangkan skor National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) pra-operasi berhubungan secara signifikan dengan kesintasan (p 0,028) dan luaran fungsional (p 0,004). Dari penelitian ini diketahui bahwa angka kesintasan 12 bulan pasien infark MCA Universitas Indonesia viii maligna yang dilakukan kraniektomi dekompresi yaitu sebesar 36% dan mayoritas penyintas memiliki luaran fungsional buruk. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menyertakan kelompok kontrol pasien infark MCA maligna yang tidak dilakukan kraniektomi dekompresi namun mendapatkan terapi konservatif maksimal agar dapat diketahui manfaat operasi melalui perbandingan luaran kedua kelompok tersebut.

Stroke caused by impaired brain perfusion is a major cause of disability and death worldwide. Stroke complication with high mortality rate is extensive edema due to malignant middle cerebral artery (MCA) infarction which is followed by rapid neurological deterioration and leads to poor outcomes with a mortality rate of 80%. Decompressive hemicraniectomy as a treatment for malignant MCA infarction has been known to increase the probability of survival by more than 80%. This study aims to determine the survival rate and functional outcome of patients with malignant MCA infarction in 1, 3, 6, and 12 months after decompressive hemicraniectomy in Indonesia, analyse impacts of prior reperfusion therapy to outcomes, and also analyse factors that are already known to affect outcome from literatures, which are age, timing of surgery, and anteroposterior craniectomy diameter. This study was a retrospective cohort by collecting medical record data of malignant MCA infarction patients who underwent decompressive hemicraniectomy at Cipto Mangunkusumo National General Hospital, Fatmawati General Hospital, and Mahar Mardjono Jakarta National Brain Center Hospital from 2017-2022. A total of 39 subjects were included, 51.3% of them were aged <60 years, 48.7% were operated within <48 hours of onset, 76.6% had a craniectomy diameter of 12-14 cm, and 38.5% received reperfusion therapy prior to surgery. Results of the study, 12 subjects survived at the end of follow-up. The survival rate at the first month was 55% which then decreased to 36% at 12 months follow-up (Kaplan-Meier). Of the 27 subjects who died, 17 subjects died within the first month of post-operative care in the hospital (interval 1-20 days), with infection as the leading cause of death, while the rest died outside of hospital care. Of the 12 survivors, 58% had poor functional outcomes (modified Rankin scale 4-5). There was no significant difference in survival rate (p 0.779, log rank test) and functional outcome (p 0.929, Mann-Whitney test) in the group receiving reperfusion therapy or not. From the bivariate analysis, it was found that age, timing of surgery, and craniectomy diameter were not significantly related to survival or functional outcome. From the multivariate analysis including other additional factors, it was found that sex was significantly related to functional outcome (p 0.032) while the pre-operative National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) score was significantly related to survival (p 0.028) and functional outcome (p 0.004). From this study, it is known that the 12-month survival rate of malignant MCA infarction patients who underwent decompressive hemicraniectomy was 36% and the majority of survivors had poor functional outcomes. Further research is needed by including a control group of patients with malignant MCA infarction who did not undergo decompressive hemicraniectomy Universitas Indonesia x but received maximum conservative therapy in order to know the benefits of surgery by comparing the outcomes of the two groups."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachrull
"Latar belakang : Tumor mediastinum memiliki angka kematian yang tinggi dari keseluruhan pasien dengan massa mediastinum. Saat ini sudah ada kemudahan akses untuk mendapatkan pelayanan diagnosis histopatologi dan pembiayaan pengobatan tumor mediastinum, namun belum ada penelitian mengenai kesintasan 1 tahun tumor mediastinum sebelumnya. Oleh karena itu, penelitian dilakukan untuk melakukan penilaian profil tumor mediastinum dan kesintasan 1 tahun di RSCM.
Tujuan : Mengetahui profil dan kesintasan 1 tahun tumor mediastinum di RSCM.
Metode : Studi potong lintang dilakukan untuk menilai profil dan kesintasan 1 tahun tumor mediastinum. Studi dilakukan dengan menelusuri rekam medik 104 pasien yang telah didiagnosis tumor mediastinum di RSCM selama bulan Januari 2011-Juni 2018.
Hasil : Dari 721 pasien yang rekam mediknya ditelusuri, sebanyak 104 pasien (67 pria dan 37 wanita) dengan usia rerata 44,33 ± 15,79 tahun dijadikan sampel setelah melalui kriteria eksklusi. Manifestasi klinis ditemukan pada 100 pasien dengan gejala terbanyak ialah sesak napas (60 kasus). Mediastinum anterosuperior menjadi lokasi terbanyak tumor mediastinum (85 kasus). Jenis tumor yang paling sering ditemukan ialah timoma (31 kasus). Dua puluh satu pasien menjalani biopsi insisi untuk mendapatkan diagnosis histopatologi. Sebanyak 62 pasien memiliki riwayat pengobatan dengan pengobatan terbanyak adalah operasi (28 kasus). Kesintasan 1 tahun tumor mediastinum di RSCM sebesar 62% dengan mean survival 9,25 bulan (8,29 -10,2 bulan).
Kesimpulan : Didapatkan profil tumor mediastinum yang bervariasi dibandingkan penelitian-penelitian sebelumnya, serta kesintasan 1 tahun tumor mediastinum di RSCM pada rentang Januari 2011-Juni 2018. Diperlukan penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih banyak meliputi center lain di Indonesia untuk dapat menggambarkan profil dan kesintasan tumor mediastinum secara Nasional.

Background : Mediastinal tumor has a high mortality rate among patients with mediastinal mass. There are some improvement to histopathological diagnosis service and treatment access for mediastinal tumor recently, but no recent studies about 1-year survival rate of mediastinal tumors. Therefore, this research was done to assess mediastinal tumor profile and 1-year survival rate at RSCM.
Aim : To assess mediastinal tumor profile and 1-year survival rate at RSCM.
Methods : Cross-sectional design was used to assess mediastinal tumor profile and its one-year survival rate. This study was done by exploring 104 medical records of patients diagnosed with mediastinal tumor at RSCM during January 2011-June 2018.
Results : From all 721 patientss medical records explored, there are 104 patients was taken as samples following exclusion criteria, including 67 males and 37 females with mean age of 44,33 ± 15,79 years. Clinical manifestation was found in 100 patients, with dyspnea was the most common symptom (60 cases). Anterior superior mediastinal area was the most common location of mediastinal tumor (85 cases). The most frequent tumor found was thymoma (31 cases). Twenty one patients underwent incisional biopsy to achieve histopathological diagnosis. A total of 62 patients had treatment history with the most common treatment was surgery (28 cases). One-year survival rate of mediastinal tumor at RSCM was 62% with mean survival of 9,25 months (8,29-10,2 months).
Conclusion : Mediastinal tumor profiles in our series varied from some previously published reports. We reported 1-year survival of mediastinal tumors in the RSCM in during January 2011-June 2018. Further studies are needed with more samples covering other centers in Indonesia to be able to describe national profile and survival of mediastinal tumors."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia Dorrance: Dorrance & company, 1972
330 ECO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lifyanti Kurnia Khairani
"ABSTRACT
Jepang dikenal sebagai salah satu negara maju di dunia. Perkembangan Jepang dalam bidang teknologi sudah tidak diragukan lagi. Kemajuan teknologi Jepang sangat memudahkan masyarakatnya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu tidak heran jika masyarakatnya sangat bergantung dengan teknologi. Selain itu, sikap masyarakatnya yang disiplin terhadap berbagai hal pun sudah diakui dunia. Dengan letak geografis yang rawan dengan bencana alam, menjadikan masyarakat Jepang sangat siap dan memiliki sikap yang tenang ketika menghadapi bencana. Bentuk dari kesiapan masyarakat Jepang pun tidak luput dari peran teknologi. Film Survival Family karya Yaguchi Shinobu menceritakan bagaimana masyarakat Jepang dapat bertahan hidup ketika teknologi tidak dapat digunakan. Dengan membedah film ini, penulis melihat representasi masyarakat Jepang dalam menghadapi bencana ketiadaan teknologi. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan teori modernitas Anthony Giddens dan teori representasi Stuart Hall dan teori mise-en-scene. Hasil dari penelitian ini adalah film Survival Family merepresentasikan bahwa masyarakat Jepang tidak siap menghadapi bencana ketiadaan teknologi.

ABSTRACT
Japan is known as one of the developed countries with technology advancement that is highly undoubted around the world. The advancement of Japanese technologies greatly facilitate their people with their daily live routines which resulted to their dependence on technologies. In addition, Japanese discipline attitude towards various things has also been recognized by the world. With its geographical location being prone to natural disasters, Japanese society is very prepared and possess a calm attitude when facing disasters. These preparedness can not be separated from the role of technology. Survival Family, a movie directed by Yaguchi Shinobu, tells how Japanese people would survive when technology can not be used. The writer attemps to  examining this movie by seeing the representation of Japanese society when dealing with disasters in an environment absent of technology. This research used  descriptive analysis method, accompanied with Anthony Gidden`s modernity theory approach and Stuart Halls representation theory and the theory of mise-en-scene."
Lengkap +
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anas Saidi
"Disertasi ini ingin menunjukkan Djawi Sunda, di Cigugur, Kuningan. Sebuah komunitas Adat yang berhasil membangun keruku melalui prinsip:yang penting Melalui penelitian etnografi dan teori interaksi simbolik telah menunjukkan bahwa Seren Taun sebagai alat pengingat yang berisi tuntunan yang penuh makna simbolik dan berhasil merawat tran yang ditempuh lebih mengutamakan arti pentingnya sebuah kebebasan berkeyakinan, penegasan identitas, daripada transmisi tingkat keluarga. Kombinasi antara: resistensi dan adaptasi dalam menghadapi dominasi negara dan hegemoni agama resmi, merupakan perlawanan kultural yang paling mengesankan.

This dissertation aims at indicating survival strategies carried out by Djawi Sunda, Cigugur, Kuningan. It is a community succeeding to establish a peaceful religious life relationship. It suggests that the members have tolerance (sepengertian ethnographic research and symbolic interaction have indicated as a mnemonic device meanings?and a creative performance has worked to mai transmission. The strategy emphasizes more on faith freedom and identity insistence in public than in family. The combination of resistance and adaptation to cope with state domination and formal religious hegemony works impressively."
Lengkap +
2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anas Saidi
"ABSTRAK
Disertasi ini ingin menunjukkan Djawi Sunda, di Cigugur, Kuningan. Sebuah komunitas Adat yang berhasil membangun keruku melalui prinsip:yang penting Melalui penelitian etnografi dan teori interaksi simbolik telah menunjukkan bahwa Seren Taun sebagai alat pengingat yang berisi tuntunan yang penuh makna simbolik dan berhasil merawat tran yang ditempuh lebih mengutamakan arti pentingnya sebuah kebebasan berkeyakinan, penegasan identitas, daripada transmisi tingkat keluarga. Kombinasi antara: resistensi dan adaptasi dalam menghadapi dominasi negara dan hegemoni agama resmi, merupakan perlawanan kultural yang paling mengesankan.

ABSTRACT
This dissertation aims at indicating survival strategies carried out by Djawi Sunda, Cigugur, Kuningan. It is a community succeeding to establish a peaceful religious life relationship. It suggests that the members have tolerance (sepengertian ethnographic research and symbolic interaction have indicated as a mnemonic device meanings?and a creative performance has worked to mai transmission. The strategy emphasizes more on faith freedom and identity insistence in public than in family. The combination of resistance and adaptation to cope with state domination and formal religious hegemony works impressively."
Lengkap +
Depok: 2015
D2093
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>