Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156755 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Arfian
"Penelitian ini membahas mengenai Hak Pengelolaan yang melekat di seluruh wilayah Pulau Batam yang penguasaannya dikelola oleh BP Batam. Faktanya tanah adat kampung tua berdiri di atas Hak Pengelolaan, sedangkan masyarakat adatnya sudah lama mendiami wilayahnya bahkan turun temurun.  Dengan memberikan status hak milik terhadap tanah adat tersebut merupakan bentuk perlindungan dengan diakuinya keberadaan masyarakat adat di kawasan kampung tua tersebut. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai masalah yang melatarbelakangi terkait pemberian status hak atas tanah dan peran notaris dalam pemberian status hak atas tanah di wilayah adat kampung tua serta perlindungan hukumnya. Untuk menjawab permasalahan  tersebut, penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan metode analisis secara deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah Terdapat benturan kewenangan antara BP Batam dengan Pemerintah Kota Batam dalam hal pemanfaatan dan penataan tanah adat kampung tua, BP Batam menganggap wilayah kampung tua merupakan bagian dari Hak Pengelolaan, dan Pemerintah Kota Batam menganggap wilayah kampung tua merupakan tanah adat karena masyarakat adatnya sudah terlebih dahulu menduduki wilayahnya sebelum timbulnya Hak Pengelolaan sehingga membuat permasalahan pemberian kepastian hukum status hak atas tanah di kampung tua menjadi berlarut-larut. Kemudian bentuk perlindungan hukumnya yaitu pemberian sertifikat hak milik secara massal secara bertahap dimulai pada titik wilayah dengan kategori clean and clear, Clean yaitu pemukiman dengan penataan rapi, tidak terdapat hutan lindung dan tidak terdapat pihak ketiga pemegang PL. Clear yaitu titik wilayah adat tersebut seluruh masyarakatnya sudah membayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) dengan tidak terjadi tunggakan serta sengketa. 

This study discusses the Management Rights inherent in the whole area of Batam Island whose control is managed by BP Batam. The fact is that the customary land of the Kampung Tua stands on Management Rights, while the indigenous people have long inhabited their territory and even hereditary. By giving the status of ownership rights to the customary land is a form of protection with the recognition of the existence of indigenous peoples in the Kampung Tua area. The issues raised in this study are the underlying issues related to the granting of the status of land rights and the role of the notary in granting the status of land rights in the traditional territory of the Kampung Tua and its legal protection. To answer these problems, this study uses normative juridical research forms, using descriptive analysis method of analysis with a qualitative approach. The results of this study are that there is a conflict of authority between BP Batam and the Batam City Government in terms of the utilization and arrangement of the old village's customary land, BP Batam considers the Kampung Tua area to be part of the Management Right, and the Batam City Government considers the Kampung Tua area to be customary land because the community the custom had already occupied its territory before the emergence of Management Rights, making the problem of granting legal certainty to the status of land rights in old villages became protracted. Then the form of legal protection is in the form of granting certificates of ownership in stages gradually starting at the point of the area with the category of clean and clear, Clean is settlement with neat arrangement, there is no protected forest and there is no third party PL holders. Clear that is the point of the customary area, all the people have paid the Authority's Annual Obligation (UWTO) with no arrears and disputes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hadiyati
"Penelitian ini membahas mengenai penetapan status hukum lahan Kampung Tua Kota Batam. Permasalahan yang dikaji adalah bagimana status hukum lahan Kampung Tua Kota Batam dilihat dari Surat Keputusan Walikota Batam Nomor : KPTS.105/HK/IV/2004 tentang Penetapan Wilayah Perkampungan Tua di Kota Batam, Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam 2004-2014, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan bagaimana penepatan status hukum lahan Kampung Tua Kota Batam berdasarkan Asas Umum Pemerintahan yang Baik sebagai tolak ukur tindakan pemerintah dan upaya melindungi masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, historis, dan konseptual. Jawaban yang diperoleh dari hasil peneltiian : Pertama, Penetapan status hukum lahan Kampung Tua Kota Batam semenjak diterbitkannya Surat Keputusan Walikota Batam Nomor : KPTS.105/HK/IV/2004 tentang Penetapan Wilayah Perkampungan Tua di Kota Batam dan ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014 belum menemui kejelasan yang disebabkan adanya ketidaksesuaian dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Penetapan Kampung Tua bersifat politis tanpa kajian akademis sehingga tidak memenuhi kriteria dan prosedur dalam penetapan kawasan cagar budaya sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan. Kedua, Pemerintah seharusnya menyelenggarakan penetapan status hukum lahan Kampung Tua Kota Batam dengan berbasis Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (Selanjutnya disebut AAUPB) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan bahwa setiap keputusan dan/atau tindakan wajib berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan AAUPB. Namun, praktik dilapangan menunjukkan permasalahan dalam penetapan status hukum lahan Kampung Tua dan belum diselenggarakannya penetapan status hukum lahan Kampung Tua berbasis AAUPB yakni : transparansi, akuntabilitas, kepastian, dan partisipasi. Pemerintah Kota Batam sebagai pihak yang berwenang dalam hal ini harus melakukan persiapan untuk menyesuaikan penetapan status hukum lahan Kampung Tua Kota Batam dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan AAUPB.

This research aims to analyse about establishment of the legal status of ';Kampung Tua'; Batam City. The problem is focused on how the legal status of the 'Kampung Tua' of Batam City was seen from the Decree of the Mayor of Batam Number: KPTS.105 / HK / IV / 2004 concerning the Establishment of 'Kampung Tua' Areas in Batam City, Regional Regulation No. 2 of 2004 concerning Urban Spatial Planning Batam 2004-2014, and Act. Number 11 of 2010 concerning Cultural Heritage and how to adjust the establishment of the legal status of the 'Kampung Tua' based on the General Principles of Good Governance as a benchmark for government actions and efforts to protect the public. This type of research is normative legal research that use a legal, historical, and conceptual approach. The answer of the research is the first one, Establishment of the legal status of the Kampung Tua of Batam City since the issuance of the Decree of the Mayor of Batam Number: KPTS.105 / HK / IV / 2004 concerning the Establishment of 'Kampung Tua' Areas in Batam City and designated as cultural heritage areas in the Regulations Region Number 2 of 2004 concerning the Batam City Spatial Plan for 2004-2014 has not yet met with clarity due to a dissonance with the provisions stipulated in Act. Number 11 of 2010 concerning Cultural Heritage. Establishment of 'Kampung Tua' is political without academic studies so it doesn't match with the criteria and procedures in establishing cultural heritage areas as mandated in legislation. The second one the Government should hold a establishment of 'Kampung Tua'; based on Good Governance General Principles (hereinafter referred to as AAUPB) as mandated in Act. Number 30 of 2014 concerning Government Administration that any mandatory decisions and / or actions are based on provisions legislation and AAUPB. However, the practice in the field shows many problem in establishment of 'Kampung Tua'; and how far implementation of AAUPB in establishment of the legal status of 'Kampung Tua';. Local Government as the authorized party in this matter must make preparations to adjust the legal status determination of 'Kampung Tua' Batam City with the provisions in Act. Number 11 of 2010 concerning Cultural Heritage and AAUPB."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52306
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Ambarwati
"Terbitnya SK Menhut Nomor 463/KPTS-II/2013, khususnya pada kawasan seluas 1.834 hektar yang mengubah peruntukkan tanah hak pengelolaan menjadi kawasan hutan lindung menimbulkan polemik di Batam. Kawasan yang dimaksud pada faktanya telah berdiri kawasan industri, kawasan perumahan, dan kawasan kantor Pemerintahan, namun dengan terbitnya SK Menhut tersebut maka akan ada pemanfaatan ruang di Batam yang berubah.
Permasalahan yang dapat dicermati adalah mengenai bagaimana perubahan peruntukkan tanah hak pengelolaan `menjadi kawasan hutan lindung ditinjau dari perspektif hukum penataan ruang dan bagaimana kedudukan pemegang hak atas tanah di atas tanah hak pengelolaan sehubungan dengan perubahan peruntukkan tanah hak pengelolaan menjadi kawasan hutan lindung.
Metode penelitian yang digunakan dalam karya ilmiah ini apabila dilihat dari sifatnya merupakan penelitian eksploratoris dimana penelitian yang menjelajah sebuah SK Menhut Nomor 463/KPTS-II/2013 tentang perubahan peruntukkan tanah sehingga mengubah pula rencana tata ruang yang telah berlaku di Batam serta berdampak bagi kedudukan warga selaku pemegang hak atas tanah di atas tanah hak pengelolaan yang statusnya menjadi tidak pasti.
Adapun simpulan dari permasalahan bahwa SK Menhut tersebut mengesampingkan aturan-aturan yang berlaku khusus di Batam terutama terkait dengan aturan rencana tata ruang di Batam sebagai daerah industri dan mengenai kedudukan pemegang hak atas tanah di atas tanah hak pengelolaan sama dengan pemegang hak atas tanah di atas tanah Negara dan sekalipun perubahan peruntukkan tersebut terjadi maka Pemerintah harus memberikan jaminan dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah guna mengakomodir kerugian yang ditimbulkan dari perubahan peruntukkan lahan tersebut.

Publication of Ministry of Forestry decree No. 463/KPTS-II/2013, especially in an area of 1,834 hectares which change the designation of land management rights be protected forest area in Batam polemical. Region is in fact already established industrial area, residential area, and the Government office region, but with the publication of the Ministry of Forestry decree there will be use of a changing utilization of space in Batam.
Problems that can be observed is about how to change the designation of land management rights be protected forest area viewed from the perspective of spatial planning law and how to position holders of land rights on land management rights with respect to changes in the designation of land management rights be protected forest areas.
The method used in this paper when seen from the nature of exploratory research is research that explores where a Minister of Forestry Decree No. 463/KPTS-II/2013 about changing the designation of the land so as to change anyway spatial plan that has prevailed in Batam and has implications for the position of resident as the holder of land rights on land management rights whose status is uncertain.
The conclusion of the Ministry of Forestry decree issues that override the rules that apply in Batam mainly related to spatial planning rules in Batam as an industrial area and the position holders of land rights over the same land management rights to holders of land rights on the ground state and even change the designation of the case then the Government must provide guarantees and legal protection for holders of land rights in order to accommodate the losses from changes in the designation of the land.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41391
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atik Rahmawati
"Penelitian ini berfokus pada pelaksanaan, faktor pendukung dan penghambat, serta dampak yang muncul dari pelaksanaan program. Dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Landasan yang digunakan mengacu pada konsep Pengembangan Komunitas dan menaruh perhatian pada pentingnya peran pelaku perubahan. Temuan lapangan menunjukkan Depsos melakukan diskresi dengan menunjuk orsos KKKS (sebelumnya bernama FKKS) Batam sebagai pelaksana. Program ini merupakan wujud dari kewajiban negara dengan berlatar belakang pada letak strategis Kota Batam yang merupakan wilayah perbatasan negara Indonesia yang berdampak pada stabilitas keamanaan negara serta semakin termarjinalisasinya komunitas suku laut dalam pembangunan sosial yang ada di Batam, dengan out put penempatan pemukiman suku laut di pulau Bertam-Kota Batam. Kesimpulan menunjukkan pentingnya pemerintah memperhatikan keberlanjutan program dengan tetap mempertimbangkan dampak yang diakibatkan dari pelaksanaan program khususnya PKAT.

This research focuses on implementation, strength, weakness and impact program activities to the seanomade community at Bertam Island. This study used qualitative methodology to describe in detail the implementation of programs and behavioral changes in society which became the target of the program. Explanation of the program refers to the development community that has been implemented. Based on the findings of this research: DEPSOS pointed ORSOS which known by KKKS (previously called FKKS) to implemented. The strategic location of Batam city which is the Indonesian border into the background of the implementation of this program. This program is a form of state obligations with a background in strategic location of Batam, which is the border state of Indonesia to give effect to the stability and state security and the marginalization of seanomade of social development in Batam. The results of this study addressed the importance of government attention to the sustainability of the program while considering the impact resulting from the implementation of programs, especially programs PKAT."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T28911
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2003
S33783
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wagner, Lola
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997
306.7 WAG s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wagner,Lola
306.7 WAG S
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Saragi, Tonny Horas
Depok: Universitas Indonesia, 1994
S33472
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1993
S22899
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Meryati. N
"Tesis ini membahas tentang Praktek Monopoli di bidang Industri Air Bersih di Pulau Batam di lihat dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu : Pertama, Pengaturan Monopoli di bidang industri yang menguasai hajat hidup orang banyak berdasarkan hukum Persaingan Usaha. Kedua Apakah Monopoli PT ATB merupakan pelanggaran terhadap Pasal 17 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ketiga, Pertimbangan dan Putusan di tingkat keberatan Pengadilan Negeri Batam dan di tingkat kasasi Mahkamah Agung atas Praktek Monopoli oleh PT Adhya Tirta Batam. Pengaturan mengenai Monopoli yang menguasai hajat hidup orang banyak dalam hukum persaingan usaha diatur dalam Pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Salah satu tujuan utama pemberlakuan Undang-undang Persaingan Usaha adalah perlindungan kepada kegiatan usaha agar selalu dalam kondisi persaingan usaha yang sehat dan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sesuai dengan Pasal 33, UUD 1945.

This thesis discusses about the monopoly in the field of Water Industry in Batam Island of Law Number 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition: First, setting monopoly in the industry that dominate the life of the people under the law competition. Second is Monopoly PT Adhya Tirta Batam is a violation of Article 17 of Law Number 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. Third, consideration and decision on the objection and the Batam District Court at the Supreme Court of Monopoly by PT Adhya Tirta Batam. Regulation of monopoly which dominate the life of the people in the business competition law under Article 51 of Law Number 5 of 1999. One major goal the implementation of the Business Competition Act is the protection of the business activities that are always in a state of healthy competition and to the welfare and prosperity of the people in accordance with Article 33, of Law UUD of 1945 Constitution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31707
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>