Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80444 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iwan Limanjaya
"ABSTRAK
Sindrom terowongan karpal (STK) merupakan penyakit yang menjadi beban bagi banyak negara di seluruh dunia, dengan berbagai macam pilihan terapi dari medikamentosa hingga pembedahan yang memiliki efek samping yang menurunkan kualitas hidup. Akupunktur telah terbukti dapat menangani nyeri dan memperbaiki saraf, dan salah satu modalitas akupunktur terbaru adalah laser acupuncture. Studi serial kasus ini bertujuan menilai efektivitas laser acupuncture dengan jumlah sampel 6 pergelangan tangan, dengan luaran yang dinilai adalah kuesioner Boston (BCTQ), visual analogue scale (VAS), tes Tinned, Tes Phalen, dan pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS). Titik yang digunakan adalah PC6, PC7, EXUE9, dan LI4. Hasil studi menunjukkan 3 pergelangan tangan mengalami penurunan derajat KHS, seluruh pergelangan tangan mengalami perbaikan skor BCTQ, nilai VAS mengalami penurunan, tetapi tidak terlihat perbaikan tes Tinel dan Phalen yang bermakna. Disimpulkan bahwa laser acupuncture dapat digunakan sebagai pilihan terapi dalam tatalaksana sindrom terowongan karpal.

ABSTRACT
Carpal tunnel syndrome (CTS) is disease that gives burdens for many countries, with a number of choices for the management such as drugs or surgery, each has side effects that decrease the quality of life. Acupuncture is proven to be an effective treatment for pain and can restore nerve functions, and laser acupuncture is one of the modalities. This study aims to asses the effectiveness of laser acupuncture with 6 wrists and the outcomes are Boston questionnaire (BCTQ), visual analogue scale (VAS), Tinel sign, Phalen sign, and nerve conduction study (NCS). Acupuncture points used here are PC6, PC7, EXUE9, and LI4. The results show a decrease in NCS grades for 3 wrists, all wrists have BCTQ score improvements, VAS also decreases, but no significant improvement in Tinel and Phalen signs. The conclusion is that laser acupuncture can be used as a treatment for the management of carpal tunnel syndrome."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brenda Angeline Tiffany
"Latar belakang: Sindrom Terowongan Karpal (STK) adalah sindrom yang mempengaruhi saraf medianus. Gejala yang dirasakan adalah perasaan tebal dan mati rasa pada tangan yang menyebar hingga ke jari-jari seperti ibu jari, telunjuk dan jari tengah. Gejala ini mengganggu fungsi tangan sehari hari. Sindrom Terowongan Karpal adalah salah satu kondisi kesehatan kerja yang paling dikenal luas; terutama di pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan penggunaan tangan berulang-ulang. Sindrom Terowongan Karpal juga dikenal dalam industri di mana pekerjaan melibatkan kekuatan tinggi atau tekanan dan menggunakan alat-alat bergetar.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai Skala Keparahan Gejala pada penderita STK setelah penanganan konservatif non-operatif selama 3 bulan.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan studi deskriptif potong-lintang dengan metode pengambilan sampel berturut-turut. Sumber data dalam penelitian ini adalah dari rekam medis pasien Sindrom Terowongan Karpal di Departemen Rehabilitasi Medik, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Data tersebut diambil dari Januari 2014 sampai Februari 2015. Dari 106 pasien Sindroma Terowongan Karpal, 14 pasien memenuhi kriteria inklusi penelitian ini dikarenakan kriteria inklusi yang sangat spesifik.
Hasil: Proporsi usia (71.43%) tertinggi dari pasien dalam studi ini adalah antara 26 dan 64 tahun. Dalam studi ini, terdapat lebih banyak pasien wanita (71.43%) dibandingkan dengan pasien pria. Mayoritas pasien memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) yang normal (50%). Pasien yang bekerja sebagai pegawai administratif (35.71%) memiliki proporsi terbanyak dalam studi ini. STK bilateral (57.14%) juga memiliki proporsi tertinggi dalam studi ini. STK derajat 3 (40.91%) memiliki prevalensi tertinggi dalam studi ini. Nilai Skala Keparahan Gejala pasien dengan berbagai derajat STK berkisar antara 11 dan 44.

Background: Carpal Tunnel Syndrome is a syndrome that affects the median nerve. The symptoms are feeling thick and numb on the hand that radiate to the fingers, especially the first, second and third fingers. These symptoms disturb daily function of hand usage. Carpal Tunnel Syndrome is one of the most widely recognised occupational health conditions; particularly in occupations that requires repetitive use of the hands. Also, Carpal Tunnel Syndrome is recognized in industries where work involves high force or pressure and usage of vibrating tools.
Aim: This study was conducted in order to know the value of Symptom Severity Scale at Carpal Tunnel Syndrome patients after 3 months of conservative management.
Methods: This study was conducted with descriptive cross-sectional study with consecutive sampling methods. The source of data in this study was from the medical record of Carpal Tunnel Syndrome patients in Department of Medical Rehabilitation, Cipto Mangunkusumo Hospital. The data was taken from January 2014 to February 2015. From 106 carpal tunnel syndrome patients, 14 patients fulfilled the inclusion this research due to the very specific inclusion criteria.
Results: The highest proportion of patients is aged between 26 to 64 years old (71.43%). There are more female (71.43%) patients in this study. Majority of the patients have normal BMI (50%). Patients who work as office administrator (35.71%) have the highest proportion in this study that could have corelation with bilateral CTS (57.14%), which has also the highest proportion in this study. Grade 3 CTS (40.91%) have the most prevalence in this study. Lastly, the SSS value of patients with various degrees of CTS ranges between 11 to 44.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fiorenza Kaila Farani Herliza
"Latar Belakang
Sindrom Terowongan Karpal (STK) adalah neuropati kompresi saraf perifer yang paling umum terjadi pada ekstremitas atas, dengan gejala seperti nyeri, kelemahan, dan mati rasa. STK dapat berdampak pada penurunan fungsi tangan, dimana kondisi ini sering dialami akibat aktivitas repetitif pada pergelangan tangan. Prevalensi STK berkisar antara 1-5% di populasi umum dan 7-10% pada populasi usia kerja. Pengobatan non-bedah seperti imobilisasi dan injeksi steroid sering digunakan, namun efektivitasnya terbatas. Akupunktur dan akupresur dapat menjadi perawatan alternatif untuk mengurangi gejala STK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi gejala STK pada Mahasiswa Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan pemahaman mereka terhadap terapi akupresur.
Metode
Penelitian dilakukan menggunakan desain analisis deskriptif cross sectional pada Mahasiswa FKUI Preklinik. Alat penelitian yang digunakan adalah kuesioner online yang berisi 4 bagian yaitu informed consent, sosiodemograf, penilaian STK, serta penilaian pengetahuan terapi akupresur.
Hasil
Didapatkan 53,5% Mahasiswa FKUI mengalami gejala STK, dengan 16,3% mengalami gangguan aspek fungsional. Median usia mahasiswa yang mengalami gejala adalah 19,5 tahun, dengan jumlah subjek Perempuan lebih banyak (66,7%) dibandingkan laki-laki. Kelompok pengguna computer/laptop sekitar >8 jam dalam satu hari memiliki proporsi gejala STK paling tinggi (66,7%). Tingkat pengetahuan Mahasiswa FKUI mengenei terapi akupresur paling banyak termasuk dalam kategori baik (72,1%)
Kesimpulan
Lebih dari setengah subjek Mahasiswa FKUI mengalami gejala STK. Tingkat pengetahuan mayoritas Mahasiswa FKUI mengenai terapi akupresur pada kasus STK tergolong pada kategori baik.

Introduction
Carpal tunnel syndrome (CTS) is the most common peripheral nerve compression neuropathy of the upper extremity, with symptoms such as pain, weakness and numbness. STK can result in decreased hand function, which is often experienced due to repetitive motion at the wrist. The prevalence of CTS ranges from 1-5% in the general population and 7-10% in the working-age population. Non-surgical treatments such as immobilization and steroid injection are often used, but their effectiveness is limited. Acupuncture and acupressure may become an alternative treatments to reduce the symptoms of CTS. This study aimed to determine the proportion of CTS symptoms in Medical Students of the Faculty of Medicine, University of Indonesia (FKUI) and their understanding of acupressure therapy.
Method
The study was conducted using a cross sectional descriptive analysis design on Preclinical FKUI Students. The research tool used was an online questionnaire containing 4 sections, which are informed consent, sociodemographs, CTS assessment, and acupressure therapy knowledge assessment.
Results
It was found that 53.5% of FKUI students experienced CTS symptoms, with 16.3% experiencing functional disorders.The median age of students who experienced the symptoms was 19.5 years, with more female subjects (66.7%) than male. The group of computer/laptop users for >8 hours a day had the highest proportion of CTS symptoms (66.7%).The level of knowledge of FKUI students about acupressure therapy is mostly in the good category (72.1%).
Conclusion
More than half of the FKUI student subjects experienced CTS symptoms. The level of knowledge of the majority of FKUI students regarding acupressure therapy in cases of STK, is classified in the good category.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gryselda
"Latar belakang: Tangan adalah alat yang sangat penting untuk melakukan berbagai gerakan. Adanya kelainan pada fungsi tangan dapat menyebabkan terganggunya aktivitas seseorang. Sindrom terowongan karpal merupakan salah satu penyakit neurologis pada tangan yang paling sering ditemui.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai skala status fungsi pada pasien dengan sindrom terowongan karpal di Departemen Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan metode potong lintang. Sumber data pada penelitian ini adalah rekam medis pasien sindrom terowongan karpal dari Departemen Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Pengambilan data dimulai dari Januari 2014 sampai Januari 2015. Dari sebanyak 106 pasien sindrom terowongan karpal yang ditemukan, sebanyak 13 pasien memenuhi kriteria inklusi penelitian ini.
Hasil: Dari total 13 pasien (20 tangan), ditemukan bahwa perempuan (76,9%), kelompok umur 46-55 tahun (46,2%), normal BMI (53,8%), pasien yang bekerja di bidang administrasi (38,5%), keterlibatan tangan bilateral (53,8%) dan pasien dengan sindrom terowongan karpal derajat 3 (35%) berkontribusi untuk persentase tertinggi pasien sindrom terowongan karpal dalam penelitian ini.

Background: Hands are extremely important organs that help us to do various movements. Any abnormalities on the function of the hand could negatively affect a person?s activities. Carpal tunnel syndrome is one of the most common neurological defect that affect hands.
Aim: This study was conducted to know the value of functional status scale of carpal tunnel syndrome patients in Department of Rehabilitation Medicine, Cipto Mangunkusumo Hospital.
Methods: This study was conducted with cross-sectional method. The source of data in this study was medical records of carpal tunnel syndrome patients in Department of Medical Rehabilitation, Cipto Mangunkusumo Hospital. The data was nested from January 2014 to January 2015. From 106 carpal tunnel syndrome patients found, 13 patients fulfilled the inclusion criteria of this research.
Results: From a total of 13 patients (20 hands), it was found that female (76.9%), age group of 46-55 years old (46.2%), normal BMI (53.8%), office administrator (38.5%), bilateral hand involvement (53.8%) and patients with carpal tunnel syndrome grade 3 (35%) contribute for the highest percentage of carpal tunnel syndrome patients in this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasudungan, Irene Roma
"ABSTRAK
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tendon and nerve gliding
exercise (TNGE) yang dikombinasikan dengan penggunaan bidai pergelangan
metacarpophalangeal (MCP) netral dalam penatalaksaan konservatif pada
penderita Sindrom terowongan karpal (STK).
Metode : Disain penelitian ini dilakukan secara consecutive sampling pada 33
orang dengan 42 tangan yang telah didiagnosa dengan sindrom terowongan karpal
derajat I sampai dengan IV yang ditentukan dengan pemeriksaan EMG ( kriteria
Bland ). Total subjek penelitian yang menyelesaikan penelitian sebanyak 20 orang
dengan 29 tangan. seluruh subjek mendapat latihan TNGE yang dikombinasikan
dengan penggunaan bidai MCP netral. TNGE bertujuan untuk melatih tendon dan
saraf, dimana pada latihan tendon terdapat lima gerakan dan pada latihan saraf
terdapat 6 gerakan, masing – masing gerakan dilakukan secara berurutan.
Penelitian berlangsung selama enam minggu dimana setiap minggu dilakukan
penilaian subjektif dan pada akhir minggu keenam ditambahkan penilaian objektif
dengan EMG. Seluruh rangkaian gerakan pada masing – masing tujuan latihan
diulang setiap sepuluh kali. Latihan dilakukan tiga kali sehari dan setiap gerakan
ditahan selama 5 detik. Keluhan pasien dinilai dengan penilaian Subjektif dengan
Functional Status Scale (FSS) dan Symptom Severity Scale (SSS) dan penilaian
Objektif dengan pemeriksaan EMG menilai KHS sensorik, Distal latensi motorik
dan sensorik.
Hasil : 29 tangan dianalisa dalam penelitian ini. Penilaian subjektif FSS dan SSS
membandingkan antara minggu pertama dengan minggu selanjutnya. FSS1 16,14
± 4,61 FSS2 13,0 (9 – 18), p < 0,001, SSS1 26,0 (17 – 48) SSS2 23,14 ± 6,26,
p < 0, 004, FSS1 16,14 ± 4,61 FSS3 12 ± 3,14, p < 0, 001, SSS1 26,0 (17 – 48)
SSS3 19,0 (13 – 33), p < 0, 001, FSS1 16,14 ± 4,61 FSS4 10,0 (8 – 17), p < 0, 001,
SSS1 26,0 (17 – 48) SSS4 17,0 (13 – 31), p < 0, 001, FSS1 16,14 ± 4,61 FSS5
10,0 (7 – 16), p < 0,001, SSS1 26,0 (17 – 48) SSS5 15,0 (11 – 26), p < 0, 001,
FSS1 16,14 ± 4,61 FSS6 9,0 (7 – 16), p < 0,001, SSS1 26,0 (17 – 48) SSS6 14,0
(11 – 26). p < 0,001. Hasil penilaian objektif KHS sensori pre – post intervensi
50,0 (26,4 – 67,9) - 50,0(25,6 – 67,50), p = 0,717, Distal latensi motorik pre –
post intervensi 4,8 ± 1,16 - 4,8 ± 1,16, p = 1,000, Distal latensi sensorik pre – post
intervensi 2,8 (1,7-4,7) - 2,8 (2-5), p = 0,457.

ABSTRACT
Purpose : This research is aimed to assess the tendon and nerve gliding exercise
(TNGE) which is combined with the use of wrist splints neutral
metacarpophalangeal (MCP) in the conservative procedures for patients with
Carpal Tunnel Syndrome (CTS).
Methods : This research was designed and conducted using consecutive sampling
on 33 people in which 42 hands have been diagnosed with 1st to 4th degree Carpal
Tunnel Syndromes, determined using EMG scan (Bland criteria). The number of
research subjects totals up to 20 people and 29 number of hands. All of the
subjects received a TNGE exercise combined with the use of neutral MCP wrist
splint. The TNGE exercise is done to train the tendon and the nerves, where in the
tendon exercise there are five movements and in the nerves exercise there are 6
movements, each movement being done consecutively.The entire set of movement
in each exercise was repeated ten times. The exercise is done three times a day
and each movement is held steady in position for five seconds. The patient’s
complain was assessed by the Subjective Assessment using Functional Status
Scale (FSS) and Symptom Severity Scale (SSS) and the Objective Assessment
using EMG scan to evaluate the NCV sensory, distal motor latency and distal
sensory latency levels.
Results : 29 hands were analyzed in this research. The FSS dan SSS subjective
assessment compared between the first week and the following weeks. FSS1 16,14
± 4,61 FSS2 13,0 (9 – 18), p < 0,001, SSS1 26,0 (17 – 4 ) SSS2 23,14 ± 6,26,
p < 0, 004, FSS1 16,14 ± 4,61 FSS3 12 ± 3,14, p < 0, 001, SSS1 26,0 (17 – 48)
SSS3 19,0 (13 – 33 ), p < 0, 001, FSS1 16,14 ± 4,61 FSS4 10,0 (8 – 17), p < 0, 001,
SSS1 26,0 (17 – 48) SSS4 17,0 (13 – 3 ), p < 0, 001, FSS1 16,14 ± 4,61 FSS5 10,0
(7 – 16), p < 0,001, SSS1 26,0 (17 – 48) SSS5 15,0 (11 – 26), p < 0, 001, FSS1
16,14 ± 4,61 FSS6 9,0 (7 – 16), p < 0,001, SSS1 26,0 (17 – 48) SSS6 14,0
(11 – 26), p < 0, 001. The NCV sensory pre – post intervention objective
assessment reveals: 50,0 (26,4 – 67,9) - 50,0(25,6 – 67,50), p = 0,717, Distal
motor latency pre – post intervention at 4,8 ± 1,16 - 4,8 ± 1,16, p = 1,000, Distal
sensory latency pre – post intervention at 2,8 (1,7-4,7) - 2,8 (2-5), p = 0,457."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Irdayani
"Tesis ini disusun untuk mengetahui pengaruh Low-Level Laser Therapy (LLLT) yang dikombinasikan dengan penggunaan bidai pergelangan tangan metacarpophalangeal (MCP) nol derajat dan tendon and nerve gliding exercise (TNGE) terhadap profil klinis penderita Carpal Tunnel Syndrome tingkat ringan dan sedang (derajat I-III dengan pemeriksaan elektrodiagnostik). Penelitian menggunakan desain uji klinis acak terkontrol tersamar tunggal pada 18 subjek. Total subjek penelitian yang menyelesaikan penelitian sebanyak 15 orang dengan 21 tangan. Semua subjek dari kedua kelompok diberikan program latihan TNGE dan bidai pergelangan tangan yang digunakan pada malam hari. Kelompok perlakuan mendapat terapi LLLT dilakukan 3 kali seminggu, total 12 kali sesi terapi menggunakan LLLT GaAs panjang gelombang 905 nm, mean output 25 mW, 8J/cm2 per titik pada 3 titik di pergelangan tangan. Hasil keluaran penelitian ini berupa Visual Analog Scale (VAS), Symptom Severity Scale (SSS) dan Functional Severity Scale (FSS) pada minggu 4, minggu 6 dan minggu 8. Pemeriksaan elektrodiagnostik setelah terapi dilakukan pada minggu 6 hingga minggu 8. Kedua kelompok menunjukkan penurunan yang bermakna pada nilai VAS, SSS dan FSS dibandingkan nilai awal. Tidak terdapat perbedaan bermakna antar kelompok. Hasil nilai distal latensi sensorik, distal latensi motorik dan kecepatan hantar saraf tidak terdapat perbedaan bermakna baik dalam kelompok maupun antar kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan terapi LLLT kombinasi dengan TNGE dan bidai tidak memberikan pengaruh lebih baik dibandingkan dengan TNGE dan bidai dalam jangka pendek. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan waktu evaluasi yang lebih panjang (> 8 minggu) agar dapat terlihat pengaruh LLLT terhadap profil klinis penderita CTS tingkat ringan dan sedang.

This thesis is structured to determine the effect of Low-Level Laser Therapy (LLLT) combined with tendon and nerve gliding exercise (TNGE) and use of wrist splints on the clinical profile of patients with mild and moderate Carpal Tunnel Syndrome (grade I-III). This study used a single-blind randomized controlled trial in 18 subjects. Subjects who completed the study were 15 people with 21 hands. All subjects from both groups were given the TNGE training program and night wrist splints. The treatment group received LLLT therapy done 3 times a week, a total of 12 therapy sessions using LLLT GaAs wavelength 905 nm, mean output of 25 mW, 8J / cm2 per point at 3 points on the wrist. Outcome of this study were Visual Analog Scale (VAS), Symptom Severity Scale (SSS) and Functional Severity Scale (FSS) questionnaire at week 4, week 6 and week 8. Electrodiagnostics examination after treatment was carried out from week 6 to week 8. Both groups showed significant decreases in VAS, SSS and FSS values compared to baseline values. There were no significant differences between groups. The results of the value of distal sensory latency, distal motor latency and nerve conduction velocity were not significant differences either in groups or between groups. The results showed that the use of LLLT combine with TNGE and splint had no better effect than TNGE and splint in the short term. Further research is needed with a larger number of samples and a longer evaluation time (> 8 weeks) to see the effect of LLLT on the clinical profile ofpatients with mild and moderate CTS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Widya
"ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan: Penggunaan ultrasonografi USG pada penderita sindrom terowongan karpal STK telah banyak dilakukan, tetapi belum diketahui nilai normal luas penampang lintang nervus medianus pada populasi Indonesia.Metode: Penelitian menggunakan desain potong lintang komparatif menggunakan data primer. Penelitian dilakukan dari bulan Februari sampai Maret 2017. total sampel 40 orang, 20 orang masing-masing kelompok subjek normal dan STK. Subjek normal dan STK yang telah terbukti melalui pemeriksaan konduksi hantaran saraf KHS , dilanjutkan dengan pemeriksaan USG pada level proksimal inlet. Dilakukan evaluasi pengukuran luas penampang lintang nervus medianus dan dibandingkan antara kedua subjek.Hasil: Nilai rata- rata luas penampang lintang nervus medianus proksimal inlet pada subjek normal 8,3 mm2 SD /- 1,4 , sedangkan populasi STK 15,4 mm2 SD /- 4,4 . Kurva receiver operating characteristics ROC memperlihatkan titik potong 10,6 mm2 dengan sensitivitas 95 dan spesifisitas 95 p

ABSTRACT
Background and purpose The use of ultrasound US in patients with carpal tunnel syndrome CTS has been done, but not yet known the normal value of cross sectional area of the median nerve in the Indonesian population.Methods The study used a comparative cross sectional design using primary data. The study was conducted from February to March 2017. a total sample of 40 people, 20 individuals in each normal and CTS subject group. Normal and CTS proven subjects through nerve conduction studies NCS , followed by US examination at the inlet proximal level. We evaluated the measurements of the cross sectional area of the median nerve and compared between the two subjects.Result The mean value of the cross sectional area of the proximal inlet nodes in the normal subjects is 8.3 mm2 SD 1.4 and the CTS population 15.4 mm2 SD 4.4 . The receiver operating characteristics ROC curve shows cutting point 10.6 mm2 with a sensitivity of 95 and a specificity of 95 p "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Indah Lestari
"

Latar BelakangCarpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan kelainan neuropati perifer terbanyak pada ekstremitas atas akibat terjebaknya atau terjepitnya saraf medianus pada terowongan karpal. Pada pekerja seringkali diakibatkan oleh gerakan repetitif dengan fleksi dan ekstensi pada daerah pergelangan tangan, gerakan menggenggam erat, getaran. Kasus CTS merupakan gangguan muskuloskeletal pada ekstremitas atas yang mengakibatkan pembiayaan kesehatan yang besar, kurangnya produktivitas, hilangnya hari kerja hingga terjadinya disabilitas.

Tujuan : menilai efektivitas terapi nonoperatif bila dibandingkan dengan terapi operatif pada pasien dengan CTS.

Metode : Penelusuran artikel dengan menggunakan Pubmed dan Google Scholar dan menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil pencarian artikel tersebut kemudian dilakukan telaah dengan menggunakan kriteria penilaian validitas, tingkat pentingnya hasil yang didapat pada penelitian tersebut, dan kemamputerapan.

Hasil : Studi dalam systematic review ini masih mencakup studi yang sedikit dan sangat heterogen dengan outcomes yang bervariasi sehingga secara clinical efficacy belum dapat diyakini bahwa salah satu intervensi lebih baik yang lainnya pada tatalaksana CTS. Hasil gabungan dari analisis subgrup berupa peningkatan fungsi, peningkatan gejala, peningkatan parameter neurofisiologis, dan biaya perawatan pada waktu tindak lanjut yang berbeda menunjukkan bahwa perbedaan tidak signifikan secara statistik antara kedua intervensi. Perbedaan komplikasi dan efek samping secara statistik signifikan dan pengobatan non operatif mencapai hasil yang lebih baik daripada operatif (OR= 2,03, 95% CI= 1,28-3,22, p= 0,003).

Kesimpulan : Tatalaksana pada pasien Carpal Tunnel Syndrome baik dengan intervensi operatif maupun non operatif memiliki keuntungan masing- masing. Hasil intervensi dari segi peningkatan fungsi, perbaikan gejala dan parameter neurofisiologi serta pembiayaan tidak ada ada perbedaan yang signifikan antara keduanya. Intervensi operatif dapat dilakukan apabila perawatan non operatif gagal.


Background : Carpal Tunnel Syndrome (CTS) is the most common peripheral neuropathy in the upper extremities due to trapping or pinching of the median nerve in the carpal tunnel. In workers it is often caused by repetitive movements with flexion and extension on the wrist area, tight grasping movements, vibration. CTS cases are musculoskeletal disorders of the upper extremities with the most expensive health financing in the United States. In addition, it also causes loss of work days that exceed other occupational diseases other than fractures. CTS also results in large compensation expenditures, lack of productivity to disability.

Objective: to assess the effectiveness of nonoperative therapy when compared with operative therapy in patients with CTS.

Methods: Searching the articles by using Pubmed and Google Scholar as well as inclution and exclution criteria predetermined, articles were than performed using the assesment criteria of validity, importance, and ability applied

Results: The studies in this systematic review still include few and very heterogeneous studies with varying outcomes so that clinical efficacy cannot yet be believed that one of the other interventions is better in the management of CTS. The combined results from the subgroup analysis of improved function, improved symptoms, increased neurophysiological parameters, and treatment costs at different follow up times showed that the difference was not statistically significant between the 2 interventions. The difference in complications and side effects was statistically significant and nonoperative treatment achieved better results than operative (OR= 2.03, 95% CI= 1.28-3.22, p= 0.003).

Conclusion: The management of Carpal Tunnel Syndrome patients with both operative and non-operative interventions has their respective advantages. The results of the intervention in terms of improved function, improvement of symptoms and neurophysiological parameters and financing there is no significant difference between the two. Operative intervention can be done if non-operative care fails.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hernawan
"Latar Belakang. Perkembangan teknologi dan meningkatnya peran penggunaan tangan di bidang industri, rumah tangga dan perkantoran akan meningkatkan angka kejadian STK. Hal ini akan memiliki dampak negatif di bidang medis, sosial dan ekonomi. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) berguna sebagai penunjang dalam mendiagnosis STK. Kemajuan dalam kualitas dan portabilitas USG telah menempatkan USG sebagai alat pilihan dalam penelitian dan penerapan klinis di bidang neurologi. USG mudah dijumpai di pelayanan kesehatan, memiliki biaya yang murah, waktu pemeriksaan yang singkat dan tidak invasif, serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik dalam mendiagnosis STK.
Metode. Desain penelitian berupa studi potong lintang. Subyek penelitian adalah pasien Poliklinik Neurologi RSCM yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subyek diperoleh secara konsekutif. Pada subyek dilakukan wawancara, pengisian kuesioner, pemeriksan fisik, elektroneurografi dan ultrasonografi di Poliklinik Neurologi RSCM. Dilakukan analisis data menggunakan perangkat SPSS 17.0.
Hasil. Diperoleh 58 subyek tangan yang masuk kriteria inklusi. Sensitivitas dan spesifisitas kombinasi gambaran klinis dan USG adalah 86,04% dan 73,33%. Sedangkan akurasi kombinasi gambaran klinis dan USG sebesar 82,75%. Terdapat kesesuaian antara pemeriksaan kombinasi klinis dan USG dengan kombinasi klinis dan elektroneurografi dalam mendeteksi STK (kappa = 0,70).
Kesimpulan. Nilai sensitivitas kombinasi gambaran klinis dan USG sama dengan elektroneurografi. Sedangkan spesifisitas kombinasi gambaran klinis dan USG lebih rendah daripada elektroneurografi. Kombinasi gambaran klinis dan USG dapat digunakan sebagai alternatif pemeriksan dalam mendiagnosis STK.

Background. Technological development and the increased use of hands in the fields of industrial, household and office space will increase the prevalence of Carpal Tunnel Syndrome (CTS). This will have a negative impact on medical science, social and economic. Ultrasonography (USG) is useful to support diagnosis of CTS. Progress in the quality and portability of ultrasound has placed ultrasound as a chosen instrument in research and clinical application in the field of neurology. USG is easily found at the health centers, has a lower cost, a short examination time and not invasive, as well as having superior specificity and sensitivity is good enough in diagnosing CTS.
Method. A cross-sectional sectional study was conducted. The research subject were patients of the Neurology Clinic of RSCM Hospital who meet all of the inclusion and exclusion criteria.
Result. Fifthy eight hands were included in this study. The sensitivity and specificity of the combination of clinical features and ultrasonography were 86.04% and 73.33%. While, the accuracy of the combination of clinical features and ultrasonography was 82.75%. There is a conformity between the combination of clinical features and ultrasound with a combination of clinical picture and electroneurography in diagnosing CTS (kappa = 0.70).
Conclusion. The combination of clinical features and ultrasonography has similar sensitivity with electroneurography. Meanwhile, the specificity of the combination of clinical features and ultrasonography is inferior to electroneurography. Thus, the combination of clinical features and ultrasonography can be used as an alternative to electroneurography in diagnosing CTS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irawadi Darmaputra
"ABSTRAK
STK merupakan salah satu penyakit yang dilaporkan oleh badan statistik perburuhan di negara maju sebagai penyakit yang sering dijumpai di kalangan pekerja industri. Pada pekerja pemotong ikan di Muara Baru mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya STK karena gerakan memotong ikan yang memerlukan tenaga dan dilakukan secara berulang dan terus menerus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gerakan berulang dan faktor-faktor lain (usia, posisi dan masa kerja) dengan timbulnya STK pada tenaga kerja informal pemotongan ikan di Tempat Pelelangan ikan Muara Baru.
Penelitian dilakukan bulan Juli- Agustus 2016 di Tempat pelelangan ikan Muara Baru di Jakarta dengan jumlah responden 76 orang. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner, pemeriksaan fisik neurologis dengan test phalen dan tinel, pengamatan gerakan berulang dan posisi menggunakan brief survey.
Berdasarkan hasil analisis penelitian dari 76 pekerja sebanyak 53 (69.7%) mengalami STK dan terdapat hubungan yang bermakna antara usia, gerakan repetitif dan posisi saat memotong. Pekerja dengan usia lebih dari 30 tahun berisiko 6.44 kali lebih besar untuk mengalami STK. Untuk gerakan repetitif, pekerja yang termasuk berisiko akan mengalami 8.89 kali lebih besar daripada pekerja yang tidak berisiko melakukan gerakan repetitive. Sedangkan untuk posisi, pekerja yang bekerja dengan posisi berisiko saat memotong akan meningkatkan resiko STK 22.97 kali . Untuk masa kerja berdasarkan hasil analisis tidak ada hubungan bermakna antara masa kerja dengan kejadian STK.

ABSTRACT
The Carpal Tunnel Syndrome is stated by labor institution reports in developed countries as a common health issue found among industrial worker. In Muara Baru, the fish cutters are part of the industrial worker highly at risk to the Carpal Tunnel Syndrome as a result of daily exposure to repetitive movements of cutting fish.
This research is conducted to gain facts about The Carpal Tunnel Syndrome associations to repetitive movements and other relating factors (age, work position, and working period) and how it affects the fish cutter at Muara Baru Fish Auction.
The research was conducted on Juli to August 2016 at the Muara Baru Fish Auction Jakarta with 76 subjects involved. The data was collected through questionnaire, a neurological physical tests that comprise of the Phalen and Tinel tests, and also observation to repetitive movements and position based on a brief survey.
Based on analysis, it was discovered that of all 76 subjects, 53 subjects (69.7%) have the Carpal Tunnel Syndrome and relate to factors such as age, repetitive movements and position, while age above 30s are 6.44 times higher at risk. On the repetitive movement variable, high risk subjects have 8.89 times higher chance than those with lower risk due to the repetitive movements. Within the position variable, subjects with higher risk position are 22.97 times more likely to have the Carpal Tunnel Syndrome compared to the lower risk position. As for the period of times, there is no significant indication that relates the working period to the carpal Tunnel Syndrome."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>