Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98901 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aslim Taslim
"Radioterapi adalah salah modalitas utama dalam terapi kanker dengan cara membunuh sel kanker menggunakan sinar pengion. Sinar pengion membunuh sel kanker dengan mempengaruhi berbagai jalur kematian sel. Namun disisi lain sinar pengion dapat memicu sel kanker untuk menhindar dari kematian menyebabkan sel kanker tersebut menjadi radioresisten.  Oleh karena itu salah satu cara untuk meningkatkan efektivitas radiasi adalah dengan meggunakan zat radiosensitizer. Piperine merupakan salah satu senyawa alkaloid yang diperoleh dari ekstrak tanaman lada hitam (black pepper) yang telah dilaporkan berperan sebagai anti cancer pada beberapa penelitian invitro dan invivo. Akan tetapi pengkajian literatur potensi piperine sebagai radiosensitizer masih sedikit dilakukan. Tujuan dari kajian literatur ini adalah untuk menilai apakah piperine memiliki potensi sebagai radiosensitizer pada kanker yang radioresisten.  Pencarian literatur dilakukan di Pubmed, Cochrane, EBSCO dan Scopus dengan strategi panduan PRISMA. Dari 347 artikel yang ditemukan, diperoleh 24 artikel yang masuk dalam kriteria inklusi. Penelitian umumnya dilakukan secara invitro pada berbagai lini sel kanker dan sebagian kecil secara invivo. Piperine kemungkinan mempunyai potensi sebagai radiosensitizer karena dapat menginduksi apoptosis, menghambat proliferasi sel, meningkatkan ROS, menghentikan fase siklus sel, menekan “pro-survival signaling pathway” dan mencegah terjadinya metastasis.

Radiotherapy is one of the main modalities in cancer treatment by killing cancer cells using ionizing radiation. Ionizing radiation kills cancer cells by affecting various cell death pathways. On the other hand, ionizing radiation can trigger cancer cells to survive and causing the cancer cells to become radioresistant. Therefore, one way to increase the effectiveness of radiation is to use radiosensitizers. Piperine, an alkaloid compound extracted from black pepper fruits, has been reported to act as an anti-cancer in several in vitro and in vivo studies. Nevertheless, literature review on the potential piperine as a radiosensitizer are still lacking. The objective of this literature review is to assess whether piperine has a potential to be a radiosensitizer in radioresistant cancer. A Literature searches was conducted on PubMed, Cochrane, EBSCO and Scopus with the PRISMA guidelines. From an initial search 347 articles, 24 articles were retrieved for this literature review. Research is generally carried out in vitro on various lines of cancer cells and a small portion in vivo. Piperine might have potential role as a radiosensitizer because it can induce apoptosis, inhibit cell proliferation, increase ROS, arrest the cell cycle phase, suppress pro-survival signaling pathway and prevent metastasis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Trisna Kumala Dewi
"Latar Belakang: Radioterapi adalah salah satu terapi kanker yang telah banyak digunakan untuk mengendalikan tumor secara lokal dan regional. Namun, tumor yang resisten terhadap radiasi dapat mengurangi efektivitas terapi. Radiosensitizer adalah agen penting untuk meningkatkan sensitivitas radiasi. Ulva lactuca (U. lactuca) adalah sejenis ganggang dan sudah terbukti memiliki efek antitumor. Diketahuinya jalur kerja U. lactuca mungkin memberikan pemahaman dasar terkait perannya sebagai radiosensitizer.
Metode: Telaah sistematis dilakukan melalui pencarian literatur pada beberapa database. Pedoman PRISMA digunakan untuk melaporkan hasil pencarian. Studi in vivo atau in vitro yang menganalisis efek U. lactuca pada kanker dimasukkan dalam penelitian ini. Telaah kritis dinilai menggunakan Systemic Review Centre for Laboratory animal Experimentation Risk of Bias (SYRCLE RoB) tool pada studi in vivo dan Science in Risk Assessment and Policy (SciRAP) pada studi in vitro.
Hasil: Tujuh artikel dimasukkan dalam telaah sistematis ini. Semua studi in vivo memiliki bias risiko rendah. Dua penelitian melaporkan bahwa U. lactuca memiliki efek antitumor (CEA, AFP, kadar bcl-2 menurun dan kadar p53 meningkat). Enam studi menunjukkan bahwa U. lactuca juga memiliki efek antioksidan (MDA, TNF alpha, kadar NO menurun, sementara TAC, MPO, SOD, CAT dan GR, GST, kadar GSH meningkat, dengan aktivitas pembersihan radikal). Lima penelitian menunjukkan bahwa U. lactuca memiliki aktivitas antikanker terhadap Caco-2 dan HT-29 CRC, MCF-7, Fem-x, HepG2, dan lini sel Hela.
Kesimpulan: Aktivitas radikal bebas, p53, dan caspase-8, 9 adalah jalur utama efek antitumor U. lactuca. Jalur ini mungkin mengungkap potensinya sebagai radiosensitizer, yang memerlukan penelitian lebih lanjut.

Introduction: Radiotherapy is one of the main treatments for cancer. It had been widely used to control tumor locally and regionally. However, a radioresistant tumor might compromise efficacy of the therapy. Radiosensitizer is an important agent to improve radiation sensitivity. Ulva lactuca (U. lactuca) is a type of algae with known antitumor effects. Analysis of its molecular pathway might provide basic understanding of its role as radiosensitizer.
Method: A systematic review was conducted through literature searching on several databases. PRISMA guideline was used to present the results. In vivo or in vitro study which analyzed U. lactuca effects on cancer were included in this study. In vivo studies were critically appraised using Systemic Review Centre for Laboratory animal Experimentation Risk of Bias (SYRCLE RoB) tool and in vitro studies were critically appraised using Science in Risk Assessment and Policy (SciRAP).
Result: Seven articles were included in this systematic review. All in vivo studies had low risk bias. Two studies reported that U. lactuca had antitumor effect (CEA, AFP, decreased bcl-2 levels and increased p53 level). Six studies showed that U. lactuca also had antioxidant effect (MDA, TNF alpha, decreased NO levels, while TAC, MPO, SOD, CAT and GR, GST, increased GSH levels, with radical scavenging activity). Five studies showed that U. lactuca had anticancer activities against Caco-2 and HT-29 CRC, MCF-7, Fem-x, HepG2, and Hela cell lines.
Conclusion: Free radicals scavenging activity, p53, and caspase-8, 9 were the primary pathways of U. lactuca antitumor effects. These pathways might unravel its potential as radiosensitizer, which needs further analysis in future studies.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tisa Prima Putri
"Latar Belakang: Radiosensitizer akan membantu radioterapi untuk memberikan inaktivasi tumor yang lebih besar. Saat ini mencari komponen radiosensitizer alami, yang diharapkan dapat memberikan efek samping yang lebih ringan daripada radiosensitizer kimia. Eucheuma cottonii yang memiliki kandungan antioksidan, memiliki efek anti tumor.
Tujuan: Ulasan ini bertujuan untuk mengetahui apakah Eucheuma cottonii dapat digunakan sebagai radiosensitizer.
Metode: Kami melakukan studi literatur dan menemukan 13 studi, dalam database PubMed, SCOPUS, EBSCO dan Cochrane. Studi yang dimasukkan adalah studi eksperimental yang meneliti efek Eucheuma cottonii pada sel kanker.
Hasil: Uji sitotoksisitas menggunakan uji MTT dengan nilai IC50 20 μg/ml hingga 4 mg/ml, berbeda pada berbagai jenis cell line kanker. Pemeriksaan histopatologis menunjukkan karakteristik sel apoptosis. Eucheuma cottonii mempengaruhi ekspresi p53, CHK1, BIRC5, Bag1, MDM2, NFkB dan respon imun (CD4, CD8). Pemberian Eucheuma cottonii juga mengurangi pertumbuhan tumor.
Kesimpulan: Telaah sistematis ini menunjukkan bahwa Eucheuma cottonii mampu menekan proliferasi, mengakibatkan kematian sel kanker. Belum diketahui apakah efek Eucheuma cottonii dan radiasi akan sinergis sehingga menyebabkan kematian sel. Tetapi jika dilihat dari pengaruh Eucheuma cottonii dengan meregulasi kontrol siklus sel yaitu terhentinya siklus sel di G2/M dan reaktivasi p53, maka ada kemungkinan Eucheuma cottonii memiliki peranan sebagai radiosensitizer. Fakta berlawanan, ekstrak Eucheuma cottonii juga mempengaruhi jalur untuk sel bertahan hidup seperti terlihatnya peningkatan NF-κB. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi efek sinergis dari kombinasi terapi radiasi dan Eucheuma cottonii.

Background: Radiosensitizer will help radiotherapy to provide greater tumor inactivation. Currently searching for natural radiosensitizer components, which are expected to provide lighter side effects than chemical radiosensitizers. Eucheuma cottonii which has antioxidant content, has anti-tumor effect.
Purpose: This review aims to find out whether Eucheuma cottonii can be used as a radiosensitizer.
Method: We performed literatur studies and found 13 studies, in PubMed, SCOPUS, EBSCO and Cochrane databases for research the effects of Eucheuma cottonii on cancer cells.
Result: Cytotoxicity test using MTT assay resulted in IC50 20 µg/ml to 4 mg/ml, differing on different types of cell lines. Histopathological examination shows the characteristics of apoptotic cells. Eucheuma cottonii involve p53, CHK1, BIRC5, Bag1, MDM2, NFkB and immun respon (CD4,CD8). Eucheuma cottonii extract also decrease
tumor growth.
Conclusion: This literatur review suggest that Eucheuma cottonii is able to suppress proliferation, resulting in cancer cells death. It is not yet known whether the effects of Eucheuma cottonii and radiation will be synergistic resulting cell death. But seen from the influence of Eucheuma cottonii on interfering the cell cycle control might result arrest cell cycle G2/M and reactivation of p53, it might be able as a radiosensitizer. However, it appears that there is a survival pathway such as increasing NF-κB. Further research is needed to explore the synergistic effect of a combination of radiation therapy and Eucheuma cottonii.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Tri Cahyono
"Kanker prostat berkontribusi terhadap 366.000 kematian laki-laki setiap tahun. Radiasi merupakan salah satu modalitas tatalaksana dalam pengobatan kanker prostat. Adenokarsinoma prostat merupakan jenis kanker prostat yang paling banyak dan diketahui memiliki radioresistensi yang tinggi. Asam galat merupakan salah satu jenis asam fenolik yang dapat ditemukan secara alamiah pada berbagai macam tanaman. Asam galat dilaporkan memiliki berbagai macam karakteristik biologis yang berperan dalam membunuh cell line dan xenograf kanker. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meninjau potensi asam galat sebagai radiosensitizer pada cell line dan xenograf kanker prostat. Penelitian ini merupakan penelitian tinjauan sistematis yang ditulis berdasarkan pada panduan Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses(PRISMA). Pencarian artikel dilakukan di PubMed, EBSCO, dan Scopus. Tinjauan sistematis ini berfokus pada studi preklinik karena belum adanya uji klinis pada topik terkait. Populasi yang dipelajari pada studi ini adalah berbagai cell line dan xenograf kanker prostat manusia. Intervensi yang ditinjau adalah pemberian asam galat pada berbagai dosis dan durasi. Pembanding yang digunakan adalah kelompok kontrol yang menerima intervensi kontrol atau plasebo dan penggunaan cell line prostat normal yang representatif. Luaran yang dinilai adalah penurunan kemampuan bertahan hidup cell line dan xenograf yang diukur melalui berbagai parameter yang meliputi kematian sel, pertumbuhan sel, apoptosis, migrasi sel, pembentukan ROS, hambatan siklus sel,dan kerusakan DNA. Pencarian literatur dilakukan menggunakan kata kunci yang berdasarkan pada pertanyaan PICO dan ditulis menggunakan operator Boolean.Sebanyak 11 artikel penelitian yang menggunakan berbagai macam cell line dan xenograf kanker prostat manusia meliputi DU145, PC-3, LNCaP, dan xenograf 22Rv1 disertakan pada studi ini. Asam galat memiliki potensi sebagai radiosensitizer dengan melibatkan berbagai mekanisme yang berujung pada penurunan viabilitas sel, proliferasi sel, migrasi sel, invasi sel, peningkatan apoptosis, hambatan siklus sel, kerusakan DNA, dan pembentukan ROS. Mekanisme kerja utama asam galat sebagai radiosensitizer yang potensial yaitu dengan meningkatkan aktivasi caspase-3 dan caspase-9 yang menyebabkan apoptosis serta menurunkan kadar CDK, cyclin, dan cdc25 fosfatase yang menyebabkan siklus sel terhambat pada fase G2-M. Asam galat memiliki potensi untuk digunakan sebagai radiosensitizer dalam penatalaksanaan kanker prostat. Dibutuhkan Universitas Indonesia viii studi klinis lebih lanjut menggunakan derivat asam galat dengan lipofilisitas yang lebih baik.

Prostate cancer contributes to 366.000 mortality of men every year. Radiation is one of the available modalities widely used in the treatment of prostate cancer. Prostate adenocarcinoma accounts for majority of prostate cancer cases, and it was found to be highly radioresistant. Radioresistance of prostate cancer is contributed by many different factors, including resistance to reactive oxygen species (ROS),increased DNA repair activation, and the expression of differentially expressed genes including INHBA, CD22, and MAP2K5. Gallic acid is a phenolic acid naturally occurring in many plants and it is reported to exhibit biological activities in eliminating cancer cell lines and xenografts. The purpose of this study is to review gallic acid as a potential radiosensitizer in prostate cancer cell line and xenograft. This study is a systematic review written in adherence to the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses (PRISMA) guidelines. Article search was conducted in PubMed, EBSCO, and Scopus. The systematic review focused on preclinical studies in regards to the absence of clinical trial done on the topic. The populations for the review include different types of human prostate cancer cell line and xenograft.Intervention reviewed in the study is gallic acid administration in different dosages and duration. Comparators in the study are control group receiving control treatment or placebo and representative normal prostate cell line. The outcome is the inhibition of the cancer cell and xenograft survivability measured in various parameters including cell death, cell growth, apoptosis, cell migration, ROS formation, cell cycle arrest, and DNA breakage. The literature search was done using keywords based on the PICO question and utilizing Boolean operators as needed. A total of 11 studies using different cell lines including DU145, PC-3, LNCaP, and 22Rv1 xenograft of human prostate cancer were reviewed in this paper. Gallic acid has potential as a radiosensitizer by involving various mechanisms that resulted in decreased cell viability, cell proliferation, cell migration, cell invasion, angiogenesis, and increased apoptosis, cell cycle arrest, DNA damage, and ROS formation. Gallic acid exerts its radiosensitizer characteristic mainly by increasing caspase-3 and caspase-9 activation resulting in apoptosis, while also reducing intracellular CDKs, cyclins, and cdc25 phosphatases ultimately causing G2-M cell cycle arrest. Gallic acid has a potential to be a new radiosensitizer compound in prostate cancer treatment. Additional clinical studies using gallic acid derivatives with higher lipophilicity are needed.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Radityamurti
"Latar Belakang: Vitamin D telah terbukti memiliki sifat anti kanker sebagai antioksidan, anti-proliferasi, dan diferensiasi sel. Khasiat vitamin D sebagai agen antikanker memicu peneliti untuk mencari tahu apakah vitamin D bermanfaat sebagai radiosensitizer. Berbagai penelitian telah dilakukan pada cell line dalam berbagai jenis kanker, tetapi manfaat vitamin D sebagai radiosensitizer masih kontroversial.
Tujuan: Manfaat vitamin D sebagai radiosensitizer masih kontroversial karena beberapa hasil studi yang tidak jelas. Ulasan ini bertujuan untuk menyelidiki pemanfaatan Vitamin D3 (Kalsitriol) sebagai radiosensitizer di berbagai lini sel melalui tinjauan literatur.
Bahan/Metode: Pencarian sistematis dari pangkalan data literatur medis yang tersedia dilakukan pada studi in vitro dengan Vitamin D sebagai radiosensitizer di semua jenis cell line. Sebanyak 11 studi in vitro dievaluasi.
Hasil: Sembilan studi dalam ulasan ini menunjukkan efek yang signifikan dari Vitamin D sebagai agen radiosensitizer dengan meningkatkan autofagi sitotoksik, meningkatkan apoptosis, menghambat kesintasan sel dan gen pemicu proliferasi sel dengan menghambat ReIB, dan menginduksi senesens. Dua penelitian lainnya menunjukkan tidak ada efek yang signifikan dalam mekanisme radiosensitisasi vitamin D karena kurangnya bukti dalam lingkungan in vitro.
Kesimpulan: Vitamin D memiliki sifat antikanker dan dapat digunakan sebagai radiosensitizer dengan berbagai mekanisme di berbagai cell line. Penelitian lebih lanjut terutama dalam pengaturan in vivo perlu dievaluasi.

Background: Vitamin D has been shown to have anti-cancer properties as antioxidants, anti-proliferative, and cell differentiation. The property of vitamin D as an anticancer agent triggers researchers to find out whether vitamin D is useful as a radiosensitizer. Multiple studies have been carried out on cell lines in various types of cancer, but the benefits of vitamin D as a radiosensitizer are still become controversial.
Purpose: The benefits of vitamin D as a radiosensitizer are still controversial due to some incoherent study results. This review aim to investigate the utilization of Vitamin D3 (Calcitriol) as radiosensitizer in various cell line through review of literature.
Materials/Methods: A systematic search of available medical literature databases was performed on in vitro studies with Vitamin D as radiosensitizer in all types of cell line. A total of 11 in vitro studies were evaluated.
Results: Nine studies in this review showed significant effect of Vitamin D as radiosensitizer agent by promoting cytotoxic autofagi, increasing apoptosis, inhibition of cell survival and proliferation promoting gene in ReIB inhibition, and inducing senescenes. The two remaining studies showed no significant effect in radiosensitizing mechanism of Vitamin D due to lack of evidence in vitro settings.
Conclusion: Vitamin D have anticancer property and can be used as radiosensitizer by imploring various mechanism pathways in various cell line. Further research especially in vivo setting need to be evaluated.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2010
616.994 KED
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Kiara Anindita
"Berdasarkan data yang didapat dari International Agency for Research on Cancer (2023), beban global kanker terus meningkat dengan perkiraan 19.3 juta kasus baru pada 2020. Jumlah kasus baru kanker diprediksi meningkat hampir 50% pada 2040 dan akan berdampak pada negara berkembang (Iqhrammullah et al., 2023). Kanker ginjal disebabkan pertumbuhanselabnormalpadajaringanginjal,membentuktumorlalu menjadikankeryang dapat menyebar ke jaringan dan organ lainnya . Karsinoma sel renal atau RCC merupakan jenis kanker ginjal yang paling umum terjadi pada orang dewasa (Gujarathi et al., 2024). Statin merupakan obat yang dikenal karena berpotensi menghambat produksi kolesterol. Di sisi lain, statin juga dapat digunakan untuk pengobatan neoplastik malignan bersamaan kemoterapi dan radioterapi. Mekanisme obat Statin mengarah pada apoptosis melalui pengaturan siklus sel karena memiliki efek pleiotropik (Tripathi et al., 2024). Pada penelitian ini,liniselACHNdikultur dalammediaDublecco’sModifiedEagleMedium(DMEM)yang mengandung fetal bovine serum (FBS) 10% dan antibiotik penicilin-streptomycin 1% (ATCC). Atorvastatin dan Pravastatin diuji kemampuannya sebagai antikanker melalui uji viabilitas dengan MTS Assay dan uji Reactive Oxygen Species dengan reagen DCFH-DA.

Based on data from the International Agency for Research on Cancer (2023), the global cancer burden continues to rise, with an estimated 19.3 million new cases reported in 2020. It is projected that the number of new cancer cases will increase by nearly 50% by 2040, significantly impacting developing countries (Iqhrammullah et al., 2023). Kidney cancer is caused by the abnormal growth of cells within kidney tissues, forming tumors that can eventually spread to other tissues and organs. Renal cell carcinoma (RCC) is the most common type of kidney cancer in adults (Gujarathi et al., 2024). Statins are drugs known for their potential to inhibit cholesterol production. Additionally, statins have demonstrated efficacy in treating malignant neoplasms when combined with chemotherapy and radiotherapy. The mechanism of statins involves inducing apoptosis by regulating the cell cycle, attributed to their pleiotropic effects (Tripathi et al., 2024). In this study, ACHN cell lines was cultured in Dublecco’s Modified Eagle Medium (DMEM) media containing 10% fetal bovine serum (FBS) and 1% penicillin-streptomycin antibiotics (ATCC). The anticancer potential of Atorvastatin and Pravastatin were evaluated through viability assays using the MTS assay and Reactive Oxygen Species (ROS) testing with the DCFH-DA reagent.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Kiara Anindita
"Berdasarkan data yang didapat dari International Agency for Research on Cancer (2023), beban global kanker terus meningkat dengan perkiraan 19.3 juta kasus baru pada 2020. Jumlah kasus baru kanker diprediksi meningkat hampir 50% pada 2040 dan akan berdampak pada negara berkembang (Iqhrammullah et al., 2023). Kanker ginjal disebabkan pertumbuhanselabnormalpadajaringanginjal,membentuktumorlalu menjadikankeryang dapat menyebar ke jaringan dan organ lainnya . Karsinoma sel renal atau RCC merupakan jenis kanker ginjal yang paling umum terjadi pada orang dewasa (Gujarathi et al., 2024). Statin merupakan obat yang dikenal karena berpotensi menghambat produksi kolesterol. Di sisi lain, statin juga dapat digunakan untuk pengobatan neoplastik malignan bersamaan kemoterapi dan radioterapi. Mekanisme obat Statin mengarah pada apoptosis melalui pengaturan siklus sel karena memiliki efek pleiotropik (Tripathi et al., 2024). Pada penelitian ini,liniselACHNdikultur dalammediaDublecco’sModifiedEagleMedium(DMEM)yang mengandung fetal bovine serum (FBS) 10% dan antibiotik penicilin-streptomycin 1% (ATCC). Atorvastatin dan Pravastatin diuji kemampuannya sebagai antikanker melalui uji viabilitas dengan MTS Assay dan uji Reactive Oxygen Species dengan reagen DCFH-DA.

Based on data from the International Agency for Research on Cancer (2023), the global cancer burden continues to rise, with an estimated 19.3 million new cases reported in 2020. It is projected that the number of new cancer cases will increase by nearly 50% by 2040, significantly impacting developing countries (Iqhrammullah et al., 2023). Kidney cancer is caused by the abnormal growth of cells within kidney tissues, forming tumors that can eventually spread to other tissues and organs. Renal cell carcinoma (RCC) is the most common type of kidney cancer in adults (Gujarathi et al., 2024). Statins are drugs known for their potential to inhibit cholesterol production. Additionally, statins have demonstrated efficacy in treating malignant neoplasms when combined with chemotherapy and radiotherapy. The mechanism of statins involves inducing apoptosis by regulating the cell cycle, attributed to their pleiotropic effects (Tripathi et al., 2024). In this study, ACHN cell lines was cultured in Dublecco’s Modified Eagle Medium (DMEM) media containing 10% fetal bovine serum (FBS) and 1% penicillin-streptomycin antibiotics (ATCC). The anticancer potential of Atorvastatin and Pravastatin were evaluated through viability assays using the MTS assay and Reactive Oxygen Species (ROS) testing with the DCFH-DA reagent.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heryati Harijanto
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichwanul Fitri
"Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae). World Health Organization (WHO) menetapkan Tahun 2000 eliminasi penyakit kusta kurang dari 1110.000 penduduk Jumlah penderita kusta di Indonesia berjumlah 130.000 orang dengan prevalensi 1-5110.000 penduduk. Eliminasi penderita kusta di Indonesia telah berada di atas standar yang ditetapkan WHO, yaitu pada Tahun 2001 yang berjumlah 17.137 orang dengan prevalensi 0,84110.000 penduduk.
Prevalensi penderita kusta di Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Tahun 2001, masih berada di atas prevalensi nasional 0,84110.000 penduduk, yaitu 1,41110.000 penduduk dengan jumlah penderita kusta 1.185 orang. Pada Tahun 2001 dan 2002, penderita kusta yang berobat di puskesmas dan rumah sakit berjumlah 195 orang. Penderita yang putus berobat atau Drop Out (DO) berjumlah 89 orang. Sementara yang telah menyelesaikan pengobatan atau Release from Treatment (RFT) berjumlah 106 orang.
Penelitian bertujuan memperolehnya informasi tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penderita kusta yang DO berobat di Propinsi DKI Jakarta Tahun 2001-2002. Disain yang digunakan dengan pendekatan kualitatif yang berupaya menggali informasi secara mendalam tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kasus penderita kusta yang drop out (DO) berobat. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan 45 informan yang terdiri dari 14 informan DO, 15 RFT dan informan kunci terdiri dari 5 informan dokter dan 10 paramedis.
Dari hasil penelitian diperoleh, umur, pendidikan dan pekerjaan serta pengetahuan tentang lama pengobatan dan waktu harus kembali ke pelayanan kesehatan setelah pengobatan pertama (faktor predisposisi) cenderung berhubungan dengan DO pengobatan kusta. Akses biaya dan efek samping obat (faktoe pemungkin) memiliki kecenderungan berhubungan DO pengobatan kusta. Keterampilan petugas (faktor penguat) memiliki kecenderungan berhubungan DO pengobatan kusta. Faktor penguat lainnya yaitu, supervise terhadap petugas kesehatan yang telah dilakukan kurang baik, insentif yang diterima informan dokter kebanyakan bukan bersumber dan program kusta. Sementara insentif yang diterima informan paramedis sudah cukup.
Untuk menekan jumlah penderita DO kusta di Propinsi DKI Jakarta maim perlu disarankan agar dilakukan pelatihan dan penyegaran kepada petugas kesehatan/juru kusta secara kontinyu dan berkelanjutan. Untuk puskesmas dalam wilayah Propinsi DKI Jakarta, perlu melakukan pendataan ulang penderita kusta khususnya penderita yang DO berobat dan meningkatkan penyuluhan tentang penyakit kusta, serta memotivasi penderita yang DO berobat untuk minum obat secara teratur sesuai dengan ketentuan. Untuk kepentingan ilmu pengetahuan, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penderita kusta dengan variabel dan metode penelitian yang berbeda di Propinsi DKI Jakarta.

Leprosy is a yearly communicable disease which is caused by Mycobacterium Leprae. WHO stated that, in 2000, elimination of leprosy is less than 1110.000 populations. The number of population in Indonesia is 130.000 with 1-5/10.000 prevalence. The elimination of leprosy in Indonesia has been on the standard that was determined by WHO, that in 2001 the number of leprosy sufferers are 17,137 with 0, 84110.000 populations.
The prevalence of leprosy in Jakarta in 2001 is still above the standard of national prevalence, where the number of sufferers 1.185 of 1.41110.000 populations. In 2001 and 2002, leprosy sufferers that having treatment from Public Health Center and hospital were 195 persons. DO patients were 89 persons, while the releases from treatment patients (RFT) were 106 persons_
This study aimed to obtain information about factors that caused of leprosy DO patients from the treatment in Jakarta in 2001-2002. The design of the study by using qualitative approach attempted to deepen information about things related to case causes of DO leprosy patients.
Data were acquired through in-depth interview with 45 informants that consisted of 14 DO informants, 15 RFT informants and key informants that were 5 doctors and 5 paramedics.
The result of the study showed that age, education, occupation, the knowledge of treatment period and time to return to the treatment service after the first treatment (predisforcing factors), cost access and drugs side effect (enabling factors), personnel skills (reinforcing factor) had any direct relation to the DO of leprosy treatment. The other reinforcing factors are supervision -- to the health personnel was unsatisfactory, and incentives -- that received by the doctor informants were not from -leprosy program, while the incentives received by paramedics were satisfactory.
To decrease the number of DO patients from the treatment in Jakarta, it is necessary to conduct continual and periodic training and reinforcement to the health/leprosy personnel. To the public health center in Jakarta, it is necessary to hold registrations of leprosy sufferers especially DO from the treatment patient and to increase illumination on Leprosy, also to motivate the patient of having treatment in order to take medicine regularly as it was prescribed_ For the interest -of science development, it is necessary to conduct further study about leprosy sufferer with different variable and research methodology in Jakarta.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12748
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>