Pinang Jawa (Pinanga javana Blume) merupakan spesies palem endemik Pulau Jawa. Keberadaan Pinang Jawa diketahui terdistribusi di hutan dataran tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan autekologi Pinang Jawa secara komprehensif. Lokasi penelitian dilakukan di lereng selatan dan lereng timur Gunung Slamet. Metode pengambilan data menggunakan metode purposive sampling dengan membuat plot berukuran 10x10 m berjumlah 183 plot. Analisis data menggunaan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan perkembangan pertumbuhan Pinang Jawa. Analisis untuk mengetahui pola penyebaran menggunakan perhitungan indeks Morisita. Asosiasi pertumbuhan Pinang Jawa diketahui dengan perhitungan tabel kontingensi 2x2, uji Chi-square, dan indeks Jaccard. Analisis statistik diterapkan untuk pengujian faktor abiotik yang mempengaruhi kehadiran dan kerapatan Pinang Jawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stuktur populasi Pinang Jawa didominasi oleh individu dewasa dengan kelas tinggi antara 6,1 – 8,1 m dan kelas diameter 7 – 8,9 cm. Pola penyebaran Pinang Jawa di Gunung Slamet yaitu menyebar berkelompok. Berdasarkan pengamatan selama penelitian menunjukkan bahwa penyebaran Pinang Jawa secara alami dilakukan oleh musang hutan dengan banyak ditemukannya kotoran musang hutan yang terdiri atas biji Pinang Jawa. Pertumbuhan Pinang Jawa diketahui tidak mempunyai asosiasi dengan tumbuhan lain. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa keberadaan dan kerapatan Pinang Jawa dipengaruhi oleh kelerengan, ketebalan seresah, dan kelembaban udara. Ancaman terhadap habitat Pinang Jawa diklasifikasikan berdasarkan faktor manusia dan alam.
Pinang Jawa (Pinanga javana Blume) is an endemic palm species in Java. The existence of Pinang Jawa is known to be distributed in highland forests. This study aims to explain the autecology of Pinang Jawa in a comprehensive manner. The location of the study was carried out on the southern slope and the eastern slope of Mount Slamet. The data collection method uses a purposive sampling method by making 10x10 m plots totaling 183 plots. Data analysis uses qualitative and quantitative analysis. Descriptive analysis is used to explain the developmental growth of Pinang Jawa. Analysis to find out the distribution pattern using the Morisita index calculation. The Pinang Jawa growth association is known by the calculation of the 2x2 contingency table, the Chi-square test, and the Jaccard index. Statistical analysis was applied for testing abiotic factors that influence the presence and density of Pinang Jawa. The results showed that the structure of Pinang Jawa population was dominated by high-grade adult individuals between 6.1 - 8.1 m and diameter classes 7 - 8.9 cm. The pattern of the spread of Pinang Jawa on Mt. Slamet is spread in groups. Based on observations during the study showed that the spread of Pinang Jawa was naturally carried out by forest civet with many found civet feces of forest consisting of Pinang Jawa seeds. The growth of Pinang Jawa is known to have no association with other plants. The results of the statistical analysis show that the presence and density of Pinang Jawa is influenced by slope, litter thickness, and air humidity. Threats to Pinang Jawa habitat are classified based on human and natural factors.
"
Masyarakat lokal memiliki pengetahuan mengenai ekologi dan pengelolaan sumber daya alam, termasuk masyarakat Jawa di Lereng Gunung Slamet. Lanskap yang dikenali oleh masyarakat lokal relatif beragam. Dokumentasi pengetahuan lokal dan pengelolaan sumber daya dapat dikaji melalui etnoekologi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis keanekaragaman dan karakteristik satuan lanskap yang dimanfaatkan oleh masyarakat, (2) mengungkapkan nilai kepentingan satuan lanskap dan jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat, (3) mengungkapkan cara pengelolaan satuan lanskap berdasarkan kearifan masyarakat, dan (4) menganalisis struktur komunitas di setiap satuan lanskap. Penelitian dilakukan di Desa (1) Ragatunjung, (2) Cipetung, dan (3) Pandansari, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan secara observasi, wawancara semi terstruktur, Focus Group Discussion (FGD), Pebble Distribution Method (PDM), dan analisis vegetasi. Wawancara semi terstruktur dilakukan kepada 8 informan kunci dan 83 responsden yang ditentukan secara purposive sampling dan snowball sampling. Data pemanfaatan satuan lanskap diperoleh melalui Focus Group Discussion (FGD) dan Pebble Distribution Method (PDM) yang dianalisis menggunakan Local User’s Value Index (LUVI). Data analisis vegetasi d diolah dengan menentukan Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Kekayaan (DMg), Indeks Kemerataan (e’), dan Indeks Kesamaan (IS). Masyarakat Lereng Gunung Slamet mengenal sembilan jenis satuan lanskap yaitu, perawisan (pekarangan), wanah (hutan produksi), majegan (kebun), sabin (sawah), kubang buyut (kawasan rencana hutan lindung), perkebunan teh, Cagar Alam Telaga Ranjeng, tanah bengkok, dan tuk (sumber air). Wanah merupakan satuan lanskap terpenting bagi masyarakat karena merupakan ruang utama dalam pemenuhan kebutuhan hidup dengan nilai di Desa Ragatunjung (31,27), Desa Cipetung (53,55), dan Desa Pandansari (28,17). Oryza sativa L. memiliki nilai kepentingan tertinggi di dua satuan lanskap Desa Ragatunjung yaitu, sabin (22) dan wanah (12), sedangkan pada majegan adalah Syzygium aromaticum L. (6,68). Brassica oleracea L. memiliki nilai kepentingan tertinggi di dua satuan lanskap Desa Cipetung yaitu, majegan (4,20) dan pemukiman (3,5), sedangkan pada wanah adalah Zea mays L. (11,38). Solanum tuberosum L. memiliki nilai tertinggi di setiap satuan lanskap di Desa Pandansari yaitu, wanah (10,33), majegan (6,80), dan Rencana Hutan Lindung (RHL) (4,13). Pengelolaan satuan lanskap dilakukan dengan menerapkan sistem agroforestri untuk lahan kering dan terasering untuk lahan basah. Analisis struktur komunitas dapat dilihat pada Indeks Keanekaragaman berkisar antara 1,57—28,9 yang termasuk dalam kategori sedang yang menunjukkan bahwa lanskap tersebut dalam kondisi stabil. Indeks Kekayaan di lokasi penelitian berkisar antara 11,82—28,8, sedangkan Indeks kemerataan berkisar antara 0,11—0,92. Indeks kesamaan wanah dan majegan merupakan yang tertinggi yakni 62,67 yang termasuk kategori tinggi.
The local communities have various ecological knowledge and natural resources including, the Javanese ethnic on the slopes of Mount Slamet. The landscape recognized by local communities is relatively diverse between one region and another. Documentation of local knowledge and resource management can be studied through ethnoecology. This study aims to (1) analyze the diversity and characteristics of landscape unit utilized by these communities, (2) reveal the importance of the landscape unit and plant species used by the community, (3) reveal the way the unit is managed by the community based on community wisdom, and (4) analyze the structure community in each landscape unit. The research was conducted in (1) Ragatunjung, (2) Cipetung and (3) Pandansari Village, Paguyangan District, Brebes Regency, Central Java. Data collection was carried out by observation, semi-structured interviews, Focus Group Discussion (FGD), Pebble Distribution Method (PDM), and vegetation analysis. Semi-structured interviews were conducted with 8 key informants and 83 responsdents selected by purposive sampling and snowball sampling. Landscape utilization data were obtained through Focus Group Discussion (FGD) and Pebble Distribution Method (PDM) which were analyzed using Local User's Value Index (LUVI). Vegetation analysis was Performed on each landscape unit and processed by determining the Importance Value (INP), Diversity Index (H '), Richness Index (DMg), Evenness Index (e'), and Similarity Index (IS). The slopes of Mount Slamet community were categorized into nine types of landscape units namely, perawisan (yard), wanah (production forest), majegan (gardens), sabin (rice fields), kubang buyut (protected forest plan area), tea plantations, Telaga Ranjeng Nature Reserve, tanah bengkok and tuk (water sources). Wanah was the most important landscape unit in the community, due to its usefulness in meeting the needs of the residents Ragatunjung (31.27), Cipetung (53.55), and Pandansari (28.17). Oryza sativa L. has the highest importance in the Sabin (22) and wanah (12) Ragatunjung Village, while Syzygium aromaticum L. had the highest in majegan (6.68). Brassica oleracea L. has the highest importance value in the two landscape units of Cipetung Village, namely, majegan (4.20) and settlements (3.5), while in the wanah is Zea mays L. (11,38). Solanum tuberosum L. had the highest value in each landscape unit in Pandansari Village, both in wanah (10.33), majegan (6.80), and Protection Forest Plan (RHL) (4.13). Management of the landscape unit is carried out by applying an agroforestry system for dry land and terracing for wetlands. Analysis of community structure can be seen on the Diversity Index ranges between 1.57—28.9, and showed a significant stability, placed in the medium category. The Species Richness at the research site ranged from 11.82—28.8, while the Evenness Index ranged from 0.11—0.92. Lastly, for wanah and majegan was the highest of the Similarity Index (62.67) and placed in the high category.
"