Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25380 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Galih Rineksa
"Perkembangan bahan pengganti plastik konvensional yang mudah urai (biodegradable) dan berbahan dasar bahan alami (bioplastik) sangatlah pesat dewasa ini. Salah satu kegunaan bioplastik yang belakangan ini sedang dikembangkan adalah sebagai bahan bioimplan dalam bidang biomedis. Bioimplan pada umumnya berbahan dasar poli(asam laktat) (poly(lactic acid), PLA). Akan tetapi, mengingat harga PLA yang cukup tinggi, saat ini sedang dikembangkan bahan bioimplan berbahan dasar zat pati termoplastik (thermoplastic starch, TPS) - yang juga merupakan bahan bioplastik yang paling umum digunakan, mencakup 42.1% dari total produksi bioplastik mudah urai dan 18.2% dari keseluruhan produksi bioplastik dunia (European Bioplastics, 2018). Pada penelitian ini, zat pati yang digunakan berasal dari kentang dan diplastisasi menggunakan gliserin (gliserol 99.5%) dengan jumlah yang bervariasi (40% dan 60% dari massa kering zat pati) untuk menghasilkan pati termoplastik (TPS). Akan tetapi, karena pati termoplastik pada umumnya memiliki sifat mekanis yang relatif lemah, maka zat pengisi sekaligus penguat (reinforcement filler) ditambahkan ke dalam campuran TPS. Dalam penelitian ini, digunakan selulosa mikrokristal (microcrystalline cellulose, MCC) dengan jumlah yang bervariasi (0%, 2%, 4%, dan 8% dari massa kering zat pati) sebagai zat pengisi sekaligus penguat, sehingga menghasilkan komposit pati-MCC. Variabel terikat (output) dari penelitian ini yang akan dianalisis adalah sifat mekanis, yaitu kekuatan (tensile strength) dan perpanjangan saat patah (strain at break). Penelitian ini dimaksudkan untuk mempelajari pengaruh jumlah zat plastisasi (gliserin) dan zat penguat dan pengisi (MCC) pada sifat mekanis komposit pati-MCC dan mencari jumlah optimum gliserol dan MCC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah gliserin dan MCC yang optimum adalah 40% gliserin dan 8% MCC, menghasilkan komposit pati-MCC dengan nilai tensile strength sebesar 2.97 +/- 1.611 MPa dan nilai perpanjangan saat patah sebesar 7.20% +/- 1.47%. Nilai tensile strength dan perpanjangan saat patah tersebut memenuhi syarat sifat mekanis untuk implan pengganti tulang trabekular, yang pada umumnya memiliki nilai tensile strength sebesar 2 MPa dan perpanjangan saat patah sebesar 2.5% (Røhl et al., 1991).

Biodegradable and bio-based substitutes for conventional plastics (bioplastics) are on the rise in these past decades. One of the uses of bioplastic is for biomedical implants (bioimplants). Generally, bioimplants are made from poly(lactic acid) (PLA). However, PLA is relatively expensive. Among the potential materials with relatively low cost to substitute PLA is starch-based bioplastic, which is the topic of this paper. Starch, specifically thermoplastic starch (TPS) is one of the most utilized materials used as bioplastics. The production of starch-based bioplastic accounts for 42.1% of biodegradable bioplastic production and 18.2% of overall bioplastic production worldwide (European Bioplastics, 2018). In this paper, the starch is derived from potato and plasticized using glycerin (glycerol 99.5%) at varying amounts (40% and 60% of starch dry mass) to produce thermoplastic starch. However, thermoplastic starch has relatively poor mechanical properties. To overcome this problem, a reinforcement filler is needed. Previous researches have used microcrystalline cellulose (MCC) as the reinforcement filler and reported significant increase in mechanical properties. However, none of the previous studies on thermoplastic starch-MCC composite are intended for bioimplant purposes. Therefore, this paper is the first research specifically aimed to study starch-MCC composite for their mechanical properties and intended for bioimplant. Other than the glycerin content, the MCC content also varies (0%, 2%, 4%, and 8%). The output (dependent variables) analyzed are the mechanical properties, namely the tensile strength and the value of strain at break. This paper is intended to study the effect of glycerol and MCC contents to the mechanical properties of the starch-MCC composite and find the optimum glycerol and MCC contents. The optimum glycerol and MCC contents from the results are 40% glycerol and 8% MCC with 2.97 +/- 1.611 MPa of tensile strength and 7.20% +/- 1.47% of strain at break. This optimum sample therefore has a potential as a bioimplant material for trabecular bone replacement, which has an average tensile strength of 2 MPa and average strain at break of 2.5% (Røhl et al., 1991).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eugene Dionysios
"Pendahuluan: Magnesium (Mg) memiliki karakter biomekanik menyerupai tulang dengan mechanical strength melebihi keramik namun mempunyai tingkat korosi yang tinggi. Salah satu cara untuk mengurangi tingkat korosi Mg adalah dengan mencampurnya dengan material lain atau melapisinya. Karbonat apatit (CA) dipilih untuk menjadi campuran komposit Mg karena osteokonduktivitasnya yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi biodegradabilitas implan komposit MgxCA yang dibuat dengan teknik ekstrusi pada tikus Sprague Dawley.
Metode: Penelitian ini merupakan uji post-test only in vivo experimental pada tikus Sprague Dawley (SD) pada bulan Juli hingga Desember 2021. Sebanyak 33 tikus SD dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan yaitu kelompok dengan plat Mg0CA, Mg5CA, Mg10CA, Mg15CA, titanium, serta prosedur sham. Pemeriksaan meliputi diameter paha, pembentukan gas pasca operasi (krepitasi), kondisi luka, kadar laboratorium, dan analisis histopatologis pada hari ke 15 dan 30.
Hasil: Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada diameter paha, krepitasi, dan kondisi luka antar kelompok perlakuan selama 5 hari pasca-operasi (p>0.05). Didapatkan perbedaan yang signifikan pada pembentukan gas pada hari ke 15 dimana implantitanium menunjukan pembentukan gas yang lebih rendah (p=0.002) namun kembali menjadi tidak signifikan pada hari ke 30 (p>0.05). Pemeriksaan laboratorium dan histopatologis tidak menunjukan perbedaan yang bermakna baik secara lokal ataupun sistemik (p>0.05).
Kesimpulan: Kombinasi magnesium dengan karbonat apatit dari teknis fabrikasi ekstrusi merupakan implan yang biodegradable dengan biokompatibilitas yang tidak toksik baik secara lokal ataupun sistemik.

Introduction : Magnesium (Mg) has a biomechanical character resembling bone with mechanical strength exceeding ceramics but has a high corrosion rate. One way to reduce the corrosion level of Mg is to mix it with other materials or coatingit. Carbonate apatite (CA) was chosen to be a Mg composite mixture because of its good osteoconductivity. This study aimed to evaluate the biodegradability of MgxCA composite implants made by extrusion technique in Sprague Dawley.
Method: This study is a post-test only in vivo experimental on Sprague Dawley (SD) mice from July to December 2021. A total of 33 SD rats were divided into 6 treatment groups, namely groups with plates Mg0CA, Mg5CA, Mg10CA, Mg15CA, titanium, and sham procedures. The examination includes thigh diameter, postoperative gas formation (crepitation), wound condition, l levelof the aboratorium, and histopathological analysis on days 15 and 30.
Result:No significant differences were found in thigh diameter, crepitation, and wound condition between treatment groups during 5 days post-operative (p>0.05). There was a significant difference in gas formation on day 15 where titanium implants showed lower gas formation (p = 0.002) but again became insignificant on day 30 (p > 0.05). Laboratory and histopathological tests showed no significant differences either locally or systemically (p>0.05).
Conclusion: The combination of magnesium with apatite carbonate from extruded fabrication techniques is a biodegradable implant with biocompatibility with non-toxic properties either locally or systemically.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vica Yunar
"Plastik konvensional yang saat ini beredar di Indonesia merupakan plastik yang sulit terurai di alam sehingga dapat menyebabkan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan solusi dengan mengganti plastik konvensional menjadi plastik biodegradable, yang salah satunya adalah plastik biodegradabel berbahan dasar campuran pati dengan polietilen. Pada skripsi ini membahas pendegradasian yang terjadi pada plastik biodegradabel berbahan dasar pati yang di uji dengan menggunakan tiga metode, yaitu metode ASTM G21-09, uji mikroorganisme dan uji lapangan.
Hasil pengujian menggunakan 5 jenis kapang uji berdasarkan metode ASTM G21-09 menunjukkan bahwa pertumbuhan kapang dapat melingkupi 85% permukaan benda uji setelah 2 minggu. Kemudian pengujian mikroorganisme alami menghasilkan berat akhir benda uji setelah 8 minggu pengujian sebesar 71% dengan mikroorganisme air danau, 68% dengan mikroorganisme air sungai dan 56% menggunakan mikroorganisme tanah. Pada pengujian ini tidak menghasilkan perubahan bentuk benda uji. Sedangkan pengujian lapangan menghasilkan berat akhir benda uji setelah 8 minggu pengujian sebesar 0% pada perendaman air sungai dan air danau dan 58% pada penguburan di dalam tanah. Pada pengujian ini terjadi perubahan bentuk benda uji.

Conventional plastics, which are widely used in Indonesia, do not easily decompose in nature and as a result may cause environmental concerns. Therefore a solution is needed to change from conventional plastics to a more biodegradable form of the similar material, one of which is plastic made from a mixture of starch with polyethylene. This thesis discusses the degradation that occurs in starch-based biodegradable plastics as tested using three different methods: the ASTM G21-09 method, microorganism testing, and field testing.
Test results using five types of test mold that are based on the ASTM G21-09 and indicate that the mold growth may cover 85% of the surface of the specimen after two weeks. Afterwards, natural microorganism testing produced a final weight for the specimen after eight weeks of testing. The results were 71% with lake microorganisms, 68% with river microorganisms and 56% using microorganisms from soil. These tests did not produce a change in the shape or form of the specimen. While field testing produced the final weight of the specimen after 8 weeks at 0% after submersion in river and lake water, specimen buried in soil was at 58%. The specimen changed form during this experiment.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1349
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sipahutar, Muhammad Fairuz Daffa
"PLA adalah salah satu biodgradable polymer yang umum digunakan untuk perangkat medis terutama implan dengan ukuran kecil. Sifat biodegradable yang dimiliki PLA mem-buat implan PLA akan terdegradasi dengan sendirinya ketika ditanamkan kedalam jaringan tubuh manusia seperti tulang sehingga tidak diperlukan untuk melakukan operasi pencabutan implan setelah ditanamkan. Saat ini, banyak merk-merk polimet yang mengeluarkan produk PLA mereka sendiri dengan propertiesdan karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik tersebut akan memperngaruhi hasil akhir dari produk yang akan dibuat melalui proses produksi. Salah satu proses produksi yang dapat di aplikasikan pada PLA adalah melalui proses injection molding. Injection molding adalah proses pencetakan polimer yang dapat di aplikasikan pada industri skala besar. Proses injection molding dapat juga di aplikasikan ke produk dengan ukuran kecil, menengah maupun besar tergantung mesin yang digunakan. Sejatinya, pada setiap proses produksi yang menggunakan mold dan polimer cair akan ter-dapat efek samping yaitu shrinkage dan warpage yang merupakan dimensional flaw. Shrink-age dan warpage dapat ditentukan menggunakan beberapa metode salah satunya adalah menggunakan software Autodesk Moldflow untuk memperkirakan shrinkage dan warpage tersebut.

PLA is a biodgradable polymer that is commonly used for medical devices, especially small implants. The biodegradable nature of PLA makes PLA implants degrade automatically when implanted into human body tissues such as bone, so there is no need to perform implant removal surgery after implantation. Currently, many polymer brands are releasing their own PLA products with different properties and characteristics. These characteristics will affect the final result of the product that will be made through the production process. One of the production processes that can be applied to PLA is through the injection molding process. Injection molding is a polymer molding process that can be applied to large-scale industries. The injection molding process can also be applied to products with small, medium or large sizes depending on the machine used. In fact, every production process that uses molds and liquid polymers will have side effects, namely shrinkage and warpage which are dimensional flaws. Shrinkage and warpage can be determined using several methods, one of which is using Autodesk Moldflow software to estimate the shrinkage and warpage."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihaloho, Eva Beatrix
"Studi ini membahas pendegradasian plastik biodegradableberbahan dasar campuran pati dan polietilen selama pengujian dengan metode uji reaksi enzimatik, konsorsia mikroba dan pengomposan. Oleh karena polimer plastik konvensional sulit untuk diuraikan oleh mikroorganisme lingkungan maka diperlukan evaluasi biodegradabilitas ketika merancang polimer plastik baru untuk pemakaian plastik biodegradable. Biodegradabilitas plastik berbahan dasar pati tersebut diukur melalui bentuk fisik dan penurunan berat plastik tersebut yang direpresentasikan oleh hasil pengamatan secara kasat mata dan persentase degradasi. Pengujian dengan metode uji reaksi enzimatik menggunakan enzim αamilase dan konsorsia mikroba dilakukan dalam skala laboratorium. Proses pengomposan diikutsertakan dalam pengujian untuk mengetahui proses degradasi/dekomposisi plastik biodegradableberbahan dasar pati di lingkungan pengomposan. Hasil pengujian menunjukkan enzim αamilase mendegradasikan pati di dalam plastik berbahan dasar pati sebesar 18,74% untuk inkubasi selama 18 jam pada suhu 60°C. Hasil uji media cairan menggunakan konsorsia mikroba menunjukkan persentase degradasi plastik berbahan dasar pati tertinggi sebesar 34,43% pada minggu uji ke8 menggunakan konsorsia mikroba BioSAFERO. Sedangkan pada pengujian pengomposan persentasi degradasi tertinggi sebesar 26,14% pada minggu uji ke6.

This study discusses about the degradation of biodegradable plastics made from a mixture of starch and polyethylene during the test with the test methods of enzymatic reactions, microbial consortia and composting. Because of the conventional plastic polymers are difficult to be degraded by environment microorganisms it is necessary to evaluate biodegradability of plastic when designing new polymers for the use of biodegradable plastics. Biodegradability of plastic made from starch was measured through physical shape and weight decreasing of plastic which is represented by the observation by naked eyes and the percentage of degradation. Testing method with enzymatic reaction using αamylase enzyme and microbial consortia conducted in laboratory scale. The composting process is included in the testing to find out the process of degradation/decomposition of starchbased biodegradable plastics in composting environments. The test results showed the αamylase enzyme in degrading starch in starchbased plastics by 18.74% to inbucation for 18 hours at 60°C. The results of liquid media using microbial consortia shows the degradation percentage of starchbased plastic high of 34.43% for eight weeks test using BioSAFERO microbial consortium. While the testing of composting highest degradation percentage of 26.14% on the test to six weeks."
2011
S593
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Azsarinka
"Salah satu jenis polimer alam, selulosa yang terkandung dalam kulit jagung, dapat digunakan sebagai bahan dasar bioplastik. Tepung pati jagung maizena dengan penguat kulit jagung berukuran butir tertentu disintesis bersama kitosan dan gliserol. Bioplastik yang dihasilkan berbentuk lembaran tipis berwarna cokelat keruh. Perubahan ukuran butir dari 150 mesh menjadi 200 mesh mengubah sifat bioplastik, khususnya sifat mekanik.
Diperoleh bioplastik terbaik dengan ukuran butir 200 mesh dan komposisi kitosan 0,04 dengan kuat tarik sebesar 286,31 N/cm2, elongasi sebesar 10,19 , modulus Young sebesar 28,11 N/cm2, dan ketahanan sobek sebesar 705,61 mN. Terjadi pergeseran bilangan gelombang dan perubahan gugus fungsi pada bioplastik. Terhadap lingkungan, bioplastik mengalami degradasi sebesar 35 selama 21 hari di dalam tanah dan mulai berjamur setelah 10 hari berada dalam udara terbuka, serta mampu bertahan pada suhu 100°C selama satu jam.

One kind of biopolymer that can be used as primary materials for bioplastics is cellulose in corn husk. Corn starch powder maize with corn husk filler in different grain size is then synthesized with chitosan and glycerol. The resulting bioplastics is thin film in form with muddy brown color. Alterating the powder grain size from 150 mesh to 200 mesh modifies the physical characteristics, especially mechanical properties.
The most optimal bioplastics were obtained with 200 mesh grain size and 0.04 wt chitosan composition with tensile strength of 286.31 N cm2, elongation of 10.19, Young modulus of 28.11 N cm2 and tear resistance of 705.61 mN. There are shifts in peak absorbance wavenumber and changes in some functional groups. To the environment, bioplastics were degraded 35 for 21 days in soil and started moldy after 10 days in open air, as well as endured for one hour in temperature 100°C.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68532
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Subhan
"Dalam dekade terakhir ini, teknologi biopolymer komposit yang diperkuat dengan serat alami semakin menjadi perhatian dengan kelebihan-kelebihannya yaitu biaya murah, performa yang baik dan ringan untuk menggantikan komposit yang berasal dari synthetic polymers atau glass fibre. Pada makalah ini akan dibahas sifat-sifat mekanik komposit yang berasal dari PLA dan serat flax dari serat alami. Komposisi material yang digunakan adalah terdiri dari PLA murni, PLA/10% volume fiber, PLA/20% volume fiber dan PLA/30% volume fiber. Perlakuan material dimulai dari mencampur PLA dan serat flax menurut komposisinya, proses ekstrusi, proses granulasi, dan proses injection molding. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian tarik, bengkok, torsi, tekan dan impact.
Dari hasil percobaan menunjukkan nilai modulus dari masing-masing pengujian meningkat dengan bertambahnya volume fiber. Ini menunjukkan bahwa kekakuan dari komposit meningkat dengan bertambahnya volume fiber. Nilai modulus elastisitas yang tertinggi sebesar 7144.33 MPa pada komposit yang mengandung 30% serat flax dan 70% PLA. Hasil ini menunjukkan bahwa biodegradable komposit yang berasal dari serat alami dan biopolymer mempunyai potensi dikembangkan untuk menggantikan komposit yang berasal dari synthetic polymers atau glass fibre.

During the last few years, natural fibre reinforced biopolymer composites technology is focused on creating low cost, high performance, and lightweight materials to replace synthetic polymers or glass fibre composites. In this paper will discuss about the mechanical properties of PLA and flax fibre for natural fibre reinforced composites. Composition observed in this study consisted of pure PLA, 10% fibre volume, 20% fibre volume and 30% fibre volume. Preparation of specimens started from mixing PLA and flax fibre in accordance the composition, extrusion, granulation and injection molding. Testing is carried out a tensile test, flexural test, torsion test, compressive test and impact test.
From research results showed the value of the modulus of each test is increasing with the increasing fibre volume fraction. It shows the stiffness composites increased with the increasing fibre volume fraction. The highest value of modulus of elasticity is 7144.33 Mpa for composites containing 30% flax fibre and 70% PLA. The results showed that biodegradable composites derived from natural fibres and biopolymer have a great potential to be developed as a replacement composite materials derived from synthetic polymers or glass fibre.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
T29568
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nada Anisa Purnamaputri
"ABSTRAK
Polusi plastik menjadi masalah lingkungan yang semakin serius dan banyak dorongan dari berbagai pihak untuk memberhentikan pemakaian plastik sekali pakai dan plastik non-biodegradable. Polyhydroxyalkanoate (PHA) adalah termoplastik biodegradable dan bioderived yang menunjukkan potensi besar sebagai pengganti untuk plastik yang selama ini digunakan dalam berbagai aplikasi. Pasar PHA saat ini memiliki pasokan yang terbatas, padahal ini adalah waktu yang tepat untuk memanfaatkan pasar plastik biodegradable dan bioderived yang berkembang ini. Fasilitas manufaktur untuk memproduksi 5000 ton per tahun PHA bioplastik dari jus tebu harus didesain. Berbagai proses pembuatan dievaluasi untuk menentukan proses yang paling cocok untuk aplikasi ini. Kultur murni Ralstonia eutropha adalah bakteri yang direkomendasikan untuk menghasilkan polimer PHA karena menghasilkan produk akhir yang banyak, stabil secara genetik, cocok untuk bahan baku sari tebu dan mampu menghasilkan PHB dan PHV, yang merupakan persyaratan ketat dalam laporan singkat proyek. Keseluruhan pabrik dibagi kedalam lima bagian terpisah: pra-pengolahan bahan baku, fermentasi, ekstraksi PHA, pemurnian dan peletisasi PHA, serta pemulihan aseton-air. Dalam tugas akhir ini, desain peralatan proses pemurnian dan peletisasi diselidiki lebih lanjut. Bagian pemurnian dan peletisasi bertujuan untuk mengendapkan PHA, mengeringkan dan membentuk produk padatan akhir sehingga menjadi produk PHA yang berbentuk pelet dengan diameter 3 mm. Dampak lingkungan telah diminimalisir semaksimal mungkin terutama dalam mencegah pelepasan aseton. Emisi debu, kebisingan, bau, dan gas buang adalah beberapa dari dampak lingkungan potensial yang diidentifikasi dan perlu dikelola secara efektif untuk mencegah kerusakan lingkungan.

ABSTRACT
Plastic pollution is becoming an increasingly serious environmental issue and there is a growing push to phase out single use and non-biodegradable plastics. Polyhydroxyalkanoate (PHA) is a biodegradable and bioderived thermoplastic that shows great potential as a cost-effective replacement to the existing plastics in a variety of applications. The market is currently supply constrained and it is an opportune time to capitalize on this expanding market. A manufacturing facility to produce 5000 tonnes per annum of PHA bioplastic from sugarcane juice is to be designed. A range of manufacturing processes were evaluated to determine the most suitable process for this application. A pure culture of Ralstonia eutropha was the recommended bacteria to produce the PHA polymers as it is high yielding, genetically stable, suited to cane juice feedstock and capable of producing both PHB and PHV, which is a strict requirement in the project brief. The overall plant was split and designed in five separate sections: feedstock pre-treatment, fermentation, PHA extraction, PHA purification and palletization, as well as acetone-water recovery. In this paper, the purification and palletisation process equipment designs are further investigated. The purification and pelletising section is responsible for precipitating the PHA, drying and forming the final solid product. Environmental impacts have been minimised as much as possible with a particular focus on preventing acetone from being discharged. Dust, noise, odor, and flue gas emissions are among some of the potential environmental impacts identified that will need to be managed effectively in order to prevent environmental harm."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brahmantia Brava Prajitno
"Inhibisi merupakan salah satu metode penghambatan laju korosi, salah satu jenis dari inhibitor adalah inhibitor organik yang memiliki sifat biodegradable sehingga bersifat lebih ramah lingkungandan relatif lebih murah dibandingkan inhibitor anorganik.Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari perilaku inhibisi dari campuran ekstrak melinjo dan kunyit pada pipa baja API-5L di lingkungan NaCl 3,5% dengan menggunakan metode kehilangan berat dan polarisasi.
Dalam penelitian ini variasi kadar ekstrak melinjo dan kunyit dicampur dengan berbagai kadar. Sebagai single inhibitor melinjo menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dari sebagian besar kadar campuran. Pada percobaan polarisasi efisiensi terbaik ada pada campuran 6 ml kedua ekstrak dengan acampuran 8 ml kedua ekstrak sebagai efisiensi kedua terbaik.

Inhibition is one of corrosion protection method, one kind of corrosion inhibitor is organic inhibitor which has biodegradable characteristic thus the inhibitor is environmental friendlier than conventional inorganic inhibitor. This research was done to study the inhibition activity of combination between melinjo and turmeric extract for API-5L steel pipe in NaCl 3,5% environment. Weight loss and polarization method were used to measure the inhibitor efficiency.
In this study concentration of melinjo extract and turmeric extract were varied.It was found that as a single inhibitor melinjo extract has more efficiency than the combination inhibitor. In polarization method it was found that the combination of 6 ml of the two extract has the highest efficiency followed by the combination of 8ml.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59628
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juniko Nur Pratama
"Saat ini, plastik menjadi perhatian terkait dengan degradasi dan isu-isu lingkungan. Hal ini menyebabkan penelitian untuk mengembangkan bahan ramah lingkungan. Untuk meminimalkan dampak dari masalah tersebut, baru-baru ini penggunaan serat alam sebagai pengisi diperkenalkan karena biodegradabilitas dan ketersediaan. Serat alami yang menjanjikan adalah serat ijuk dari Arenga pinnata tanaman sebagai pengisi dan polypropylene polimer (PP) sebagai matriks. Sayangnya, serat alam dan polimer memiliki sifat yang berbeda, polimer memiliki sifat polar sedangkan serat alam bersifat non-polar sehingga mengurangi kompatibilitas dan dihasilkan kristalinitas yang sangat rendah. Untuk meningkatkan kompatibilitas dan kristalinitas, serat ijuk diberikan perlakuan dengan beberapa tahapan termasuk alkalinization dengan 5% dan 10% natrium hidroksida (NaOH), oksidasi dengan 3% dan 6% sodium hypochlorite (NaClO) dan hidrolisis dengan asam sulfat 20% (H2SO4) di urutan.
Tujuan dari perlakuan bertahap adalah untuk menghapus komponen seperti lignin, lilin, hemiselulosa, memfragmentasi lignin yang tersisa secara oksidatif dan menghilangkan bagian amorf masing-masing. Fourier-Transform Infrared (FT-IR) mengidentifikasi tingkat kompatibilitas sementara itu Differential Scanning Calorimetry (DSC) menunjukan kristalinitas dan Scanning Electron Microscope (SEM) menampilkan permukaan morfologi polypropylene.
Percobaan mengungkapkan bahwa efek dari serat ijuk dengan perlakuan bertahap dari 5% NaOH dan 10% NaOH menghasilkan kristalinitas polypropylene sekitar 31,2% dan 27,64% masing-masing dibandingkan dengan kristalinitas sebelum menambahkan "ijuk" serat untuk 16,8%. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh perlakuan meningkatkan kompatibilitas dan kristalinitas polypropylene. Selain itu, penggunaan 5% NaOH menawarkan kristalinitas lebih baik dari polypropylene non-diobati. Percobaan menyimpulkan bahwa dengan menambahkan alkalinized serat ijuk perlakuan bertahap dapat meningkatkan kompatibilitas dan kristalinitas dari polypropylene.

Nowadays, plastics becomes concern associated with its degradation and environmental issues. It has led studies to develop an environmental-friendly material. To minimize the impact of those problems, recently the usage of natural fibers as a filler are introduced because of biodegradability and availability. The promising natural fiber is ijuk fiber from Arenga pinnata plant as a filler and polypropylene (PP) polymer as a matrix. Unfortunately, the natural fibers and polymers have the different properties on which polymers are polar while natural fibers are non-polar so that reducing the compatibility and resulting the poor crystallinity. To enhance the compatibility and crystallinity, ijuk fibers were prepared by multistage treatments including alkalinization with 5% and 10% sodium hydroxide (NaOH), oxidation with 3% and 6% sodium hypochlorite (NaClO) and hydrolysis with 20% sulphuric acid (H2SO4) in sequences.
The purposes of multistage treatments are to remove the components such as lignin, wax, hemicellulose, to cause an oxidative fragmentation of remaining lignin and to annihilate the amorphous parts respectively. Fourier-Transform Infrared (FTIR) confirms the compatibility meanwhile Differential Scanning Calorimetry (DSC) reveals the crystallinity and Scanning Electron Microscope (SEM) displays surface morphology of polypropylene.
The experiments were revealing that the effects of ijuk fibers by the multistage treatments of 5% NaOH and 10% NaOH resulting the crystallinity of polypropylene around 31,2% and 27,64% respectively compared to the crystallinity before adding the ijuk fibers for 16,8%. It indicates that the entire treatments increasing the compatibility and crystallinity of polypropylene. In addition, the use of 5% NaOH offers the better crystallinity than non-treated polypropylene. The experiments conclude that by adding alkalinized ijuk fibers of multistage treatments can increase the compatibility and crystallinity of polypropylene.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T47073
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>