Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178266 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayu Amalia Utami Putri
"Tesis ini disusun untuk mengetahui pengaruh antara berbagai metode berkemih yang umum dilakukan di Indonesia dengan kualitas hidup penderita Cedera Medula Spinalis (CMS) yang memiliki gangguan berkemih neurogenik. Penelitian menggunakan desain uji potong lintang (cross-sectional). Subjek penelitian merupakan penderita gangguan berkemih neurogenik pada penderita CMS yang menggunakan metode berkemih secara spontan (dengan post voiding residu < 20%), kateterisasi bersih secara berkala (Clean Intermittent Catheterization/CIC) secara mandiri, CIC dibantu oleh pelaku rawat, dan kateter menetap. Semua subjek (n=85) dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik, kemudian mengisi kuesioner Qualiveen 30 versi Bahasa Indonesia yang sebelumnya telah diuji keshahihan dan keandalannya dalam versi Bahasa Indonesia. Hasil keluaran penelitian ini berupa penilaian Kualitas Hidup Berkemih pada Penderita Cedera Medula Spinalis dengan menggunakan instrumen spesifik yaitu Kuesioner Qualiveen-30 dalam bahasa Indonesia. Ditemukan bahwa skor total kuesioner Qualiveen-30 adalah 1,75  0,78 dengan skor terbesar terdapat pada domain Limitation (1,92  1,00) yang menunjukkan bahwa Limitation merupakan domain yang memiliki nilai kualitas hidup paling rendah diantara ke empat domain. Analisa bivariat menunjukkan bahwa domain Constraint memiliki hasil yang berbeda bermakna secara statistik (p = 0,007) diantara 4 metode berkemih yang dilakukan, dimana metode berkemih CIC oleh pelaku rawat memiliki kualitas hidup berkemih yang paling buruk dengan skor domain 2,500  0,727. Faktor – faktor lain yang berpengaruh kualitas hidup berkemih terhadap domain Constraint pada penderita CMS antara lain jenis kelamin (p=0,047), level cedera (p = 0,024), dan metode berkemih (p = 0,007). Pada analisis post hoc didapatkan subjek dengan metode berkemih CIC oleh pelaku rawat memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan subjek dengan metode berkemih spontan (p = 0,042) dan subjek dengan metode berkemih CIC mandiri (p = 0,009).

This thesis was aimed to determine the effect of various methods of urination that are commonly carried out in Indonesia and the quality of life of patients with Spinal Cord Injury (SCI) who have neurogenic bladder disorders. The design was cross-sectional. Subjects were SCI patients with neurogenic bladder disorders who used spontaneous voiding methods (with post voiding residue <20%), Clean Intermittent Catheterization / CIC independently, CIC assisted by caregivers, and indwelling catheters. All subjects (n = 85) were interviewed, physically examined by physician, and filled out the Indonesian version of the Qualiveen 30 questionnaire. The results of this study is to assess the Quality of Life for neurogenic bladder and its related factors.
It was found that the total score of the Qualiveen-30 questionnaire was 1.75 ± 0.78 with the highest score found in the Limitation domain (1.92 ± 1.00) which showed that it is the lowest quality of life value among the four domains (Limitation, Constraint, Fear, Feelings).
Bivariate analysis showed that the Constraint domain had statistically significant different results (p = 0.007) among the 4 ovoiding methods performed. Clean Intermittent Catheter by caregiver had the worst quality of voiding with a domain score of 2,500 ± 0.727. Other factors influencing the Quality of Life on the Constraint domain include gender (p = 0.047), injury level (p = 0.024), and voiding method (p = 0.007).
In the post hoc analysis it was found that subjects with CIC voiding methods by caregiver had lower quality of life compared to subjects with spontaneous voiding methods (p = 0.042) and subjects with independent CIC voiding methods (p = 0.009).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kaleb Tjindarbumi
"Latar Belakang. Gangguan berkemih neurogenik akibat cedera medulla spinalis CMS dapat berupa lesi sakral dan suprasakral. Setelah fase syok spinal, pada fase lanjutan terjadi perubahan karakteristik detrusor dari akontraktil menjadi hiperrefleks disertai adanya detrusor sphincter dysynergia DSD . Lesi suprasakral lebih berisiko untuk menimbulkan tekanan detrusor Pdet yang tinggi baik pada fase pengisian ataupun fase miksi. Teknik berkemih refleks, kateter menetap, kateter berkala atau campuran dinilai dapat berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya Pdet dan perubahan ini hanya dapat dinilai melalui pemeriksaan urodinamik.Tujuan. Menilai apakah tinggi rendahnya Pdet dipengaruhi oleh teknik berkemih yang digunakan pasien CMS lesi suprasakral. Metode. Studi potong lintang dengan menilai Pdet pasien CMS lesi suprasakral yang telah melakukan pemeriksaan urodinamik pada periode 01 Januari 2015 sampai dengan 31 Agustus 2017. Nilai rerata Pdet dinilai pada fase pengisian dan fase miksi. Identifikasi teknik berkemih dilakukan dengan merujuk pada status rekam medis dan dikelompokkan menjadi refleks, kateter menetap, campuran dan kateter berkala.Hasil. Terdapat 66 subyek yang dianalisa dan terdiri dari 32 subyek dengan refleks, 17 subyek dengan kateter menetap, 7 subyek dengan campuran dan sisa 10 subyek dengan kateter berkala. Nilai Pdet pada kelompok kateter berkala lebih rendah dibandingkan kelompok lain tetapi hasil ini tidak signifikan secara statistik p = 0.243 dan p = 0.684 Kesimpulan. Walaupun tidak berbeda secara signifikan, nilai Pdet pada kelompok kateter berkala lebih rendah dibandingkan kelompok lainnya sehingga apabila memungkinkan teknik kateter berkala tetap direkomendasikan menjadi pilihan teknik berkemih. Pemeriksaan urodinamik secara berkala penting untuk dilakukan dalam menilai dan monitor Pdet.

Background. Neurogenic bladder dysfunction due to spinal cord injury SCI can be classified into sacral and suprasacral lesion. After spinal shock, the recovery phase will have a bladder characteristic of acontractile turning into hyperreflex and presence of detrusor sphincter dyssynergia DSD . Suprasacral lesion has greater risk of producing high detrusor pressure Pdet in the filling and voiding phases. Voiding technique voiding reflex, indwelling cathteter, intermittent catheter and mixed is thought to have effect on the Pdet value and the changes can only be measured by urodynamic examination. Aim. To evaluate whether the high or low value of Pdet is affected by the voiding technique that used by suprasacral lesion SCI patient. Method. Cross sectional study to determine the Pdet of suprasacral SCI patient that has done urodynamic examination within period of 1st January 2015 to 31st August 2017. The average value of Pdet is noted during the filling and voiding phase. Identification of voiding technique is based on medical record and was classified as voiding reflex, indwelling catheter, mixed and intermittent catheter.Result. 66 samples are analyzed and consisted of 32 subjects with reflex, 17 subjects with indwelling catheter, 7 subjects with mixed technique and 10 subjects with intermittent catheter. The Pdet filling and voiding value in intermittent catheter group is lower that other groups although it is not statistically significant p 0.243 and p 0.684 . Conclusion. Although not significantly different, the Pdet value in the intermittent catheter group is lower than other groups so that whenever possible intermittent cathter is still recommended to be technique of choice. Routine urodynamic examination is important to determine and monitoring the Pdet value "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T57687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aby Yazid Al Busthomy Rofi`i
"Spinal Cord Injury (SCI) dengan neurogenic bladder menyebabkan penurunan quality of life (QOL). Model konseptual QOL mengemukakan bahwa faktor karakteristik individu, karakteristik lingkungan, fungsi biologis, gejala, status fungsional dan persepsi kesehatan umum dapat mempengaruhi QOL. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi QOL. Penelitian ini menggunakan desain deskirptif korelasional pada 55 pasien SCI dengan neurogenic bladder di Indonesia. QOL dinilai dengan menggunakan WHOQOL-BREF. Rerata total skor QOL adalah 47,55.
Hasil penelitian menunjukkan faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan QOL adalah pengetahuan (p=0,006), dukungan sosial (0,000), kondisi lingkungan (p=0,000), status fungsional (p=0,001) dan persepsi kesehatan (0,000). Faktor yang paling berpengaruh adalah persepsi kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian optimalisasi proses adaptasi dan rehabilitasi akan membantu persepsi pasien SCI dengan neurogenic bladder untuk dapat hidup normal atau mendekati normal dengan kondisinya.

Spinal cord injury (SCI) with neurogenic bladder lead to decrease of quality of life (QOL). Conceptual model of QOL propose there are several factors influencing QOL. There are characteristics of individual, characteristics of environment, biological function, symptom, functional status, and general health perception. The objective of this study was to analyze factors influencing to QOL. This was descriptive correlational study to 55 SCI with neurogenic bladder patients in Indonesia. QOL was measured by WHOQOL-BREF. Total mean score of QOL was 47,55.
Study showed that factor that significantly correlating with QOL were knowledge (p=0,006), social support (p=0,000), environtment condition (p=0,001), functional status (p=0,001) and heatlh perception (p=0,000). The most influencing factor was health perception. Based on the study result it is necessary to optimize adaptation and rehabilitation process which could help SCI with neurogenic patient perception to life normaly.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T49033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nella Yesdelita
"ABSTRAK
Latar Berlakang: Cedera medula spinalis (CMS) merupakan suatu kondisi medis yang kompleks dan dapat menyebabkan disabilitas. Pada CMS terjadi gangguan baik sementara maupun menetap pada fungsi motorik, sensorik, atau otonom. Gangguan tersebut mengakibatkan menurunnya kemampuan fungsional seorang penderita CMS. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kesahihan dan keandalan SCIM III versi bahasa Indonesia untuk menilai kemampuan fungsional penderita CMS.
Metode: SCIM III versi bahasa Inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia melalui metode penerjemahan forward-backward serta dilakukan cognitivedebriefing sehingga didapatkan SCIM III versi bahasa Indonesia. SCIM III versi bahasa Indonesia ini digunakan kepada 30 orang penderita CMS di dua rumah sakit dan satu wisma penderita CMS di Jakarta. Tiga orang rater menilai setiap subjek menggunakan rekaman video. Penilaian ulang dilakukan oleh peneliti satu minggu kemudian. Kesahihan konstruksi dan kriteria dinilai menggunakan koefisien korelasi. Untuk uji keandalan, digunakan intraclass correlation coefficient untuk menilai keandalan inter-rater, paired t-test untuk keandalan test-retest, dan Cronbach?s α untuk internal consistency.
Hasil: Didapatkan nilai korelasi lebih dari 0,4 (p<0,05) untuk kesahihan konstruksi dan kriteria. Intraclass correlation coefficient lebih dari 0,8 (p<0,05) untuk keandalan inter-rater, nilai korelasi lebih dari 0,6 (p<0,05) untuk keandalan test-retest dan Cronbach?s α 0,895 untuk keandalan internal consistency.
Kesimpulan: SCIM III versi bahasa Indonesia terbukti sahih dan andal untuk menilai kemampuan fungsional penderita CMS.

ABSTRACT
Objective: Spinal cord injury (SCI) is a medically complex condition and can cause disability. Patients with spinal cord injury usually have either temporary or permanent insult to motor, sensory, or autonomic function. The impairments reduce the functional capacity of the patients. The aim of the study was to assess the validity and reliability of Indonesian version of SCIM III to measure the functional capacity of patients with SCI.
Methods: English version of SCIM III was translated to Indonesian involving a forward-backward translation and cognitive debriefing to develop Indonesian version of SCIM III. The tool was administered to 30 patients with SCI in two centers and a residential home of SCI in Jakarta. Three raters evaluate each subject by using video record. Writer assessed each subject one week later. Construct and criterion validity was assessed by using correlation coefficient. For reliability, intraclass correlation coefficient was used for inter-rater reliability, paired t-test for test-retest reliability, and Cronbach?s α for internal consistency.
Results: There was correlation coefficient above 0,4 (p<0,05) for construct and criterion validity. Intraclass correlation coefficient above 0,8 (p<0,05) for inter-rater reliability, correlation coefficient above 0,6 (p<0,05) for test-retest reliability and Cronbach?s α 0,895 for internal consistency.
Conclusion: Indonesia version of SCIM III was proven to be valid and reliable to assess the functional capacity of patients with SCI."
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harun Al Rasid
"ABSTRAK
Cedera Medula Spinalis (CMS) merupakan kerusakan pada medula spinalis dan
akar syarafnya yang mengakibatkan defisit neurologis akibat trauma atau non
trauma. Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan seseorang terutama masalah kompleks yang muncul setelah cedera medulla spinalis namun masalah seksual masih dianggap tabu (taboo) untuk didiskusikan dan dipublikasikan terutama di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran makna dari pengalaman perubahan fungsi seksual pada klien dengan cedera medulla spinalis. Desain penelitian adalah pendekatan fenomenologi pada enam partisipan. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan catatan lapangan. Analisa data menggunakan metode Collaizi. Penelitian ini menghasilkan enam buah tema yaitu 1) kesedihan akibat kelemahan/perubahan fisik, 2) adanya perubahan fungsi seksual, 3) respon psikologis terhadap perubahan fungsi seksual, 4) cara mengekspresikan fungsi seksual, 5) harapan untuk memenuhi kebutuhan seksual dan 6) harapan terhadap pelayanan keperawatan di rumah sakit dalam
mengatasi masalah kebutuhan seksual

ABSTRACT
Spinal cord injury (SCI) is a damage of the spinal cord and nerve roots that lead to neurological deficits due to trauma or non-traumatic. Sexuality is an integral part of a person's life, especially the complex problems that arise after a spinal cord injury but sexual matters are considered taboo (taboo) to be discussed and publicized, especially in Indonesia. The purpose of this study was to get an idea of the significance of experience changes in sexual function in clients with spinal cord injury. This is a qualitative study with phenomenological approach involving six participants. Collecting data with in-depth interviews and field notes. Data were analyzed with Collaizi's method. The result found six themes,1) sadness due to weakness / physical changes, 2) change in sexual function, 3) the psychological response to changes in sexual function, 4) how to express sexual function, 5) hopes for the sexual needs and 6) expectations of nursing care in hospitals addressing sexual needs"
2016
T45939
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabine Versayanti
"Latar Belakang. Pasien cedera medula spinalis CMS hampir selalu mengalami penurunan fungsi kardiovaskular, sedangkan aktivitas sehari-hari memerlukan kebugaran kardiorespirasi yang tinggi. Latihan endurans kardiorespirasi memiliki manfaat yang baik pada pasien CMS dan latihan ini harus dimulai dari awal sehingga dapat menunjang latihan fungsional yang akan diberikan untuk memperoleh kemandirian dengan lebih cepat.
Tujuan. Menilai manfaat penambahan terapi latihan endurans kardiorespirasi arm ergocycle pada kemampuan fungsional pasien CMS yang dinilai melalui jarak 6 Minutes Push Test 6MPT , Functional Independence Measure FIM, dan Fatique Severity Scale FSS.
Metode. Desain penelitian adalah uji klinis acak terkontrol. Subyek adalah pasien CMS rawat inap RSUP Fatmawati yang dirawat untuk latihan kemandirian. Subyek dibagi menjadi dua kelompok secara randomisasi menjadi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang diberikan tambahan terapi latihan endurans kardiorespirasi arm ergocycle, 3 kali/minggu, durasi awal 10 menit yang dinaikkan secara bertahap, selama 3 minggu, intensitas latihan 40 power output maksimal.
Hasil. Terdapat 26 subjek yang mengikuti penelitian, namun 24 yang menyelesaikan penelitian yaitu 13 pada kelompok perlakuan dan 11 pada kelompok kontrol. Terdapat peningkatan jarak 6MPT pada kelompok perlakuan 136,36 39,02m menjadi 231,20 97,15m p=0,000 dan kelompok kontrol 134,55 52,32m menjadi 186,67 63,57m p=0,006. Delta jarak 6MPT pada kelompok perlakuan 94,83 66,92m dan kelompok kontrol 60,66 57,63m p=0,198. Kelompok perlakuan mengalami peningkatan FIM 66,77 13,88 menjadi 95,77 14,23 p=0,000, kelompok kontrol 68,46 18,12 menjadi 93,27 16,24 p=0,003. Delta FIM pada kelompok perlakuan 29 17,13 dan kontrol 25,45 21,75 p=0,659. Delta FSS pada kelompok perlakuan -4,3 5,14 dan pada kelompok kontrol -6,36 5,95 p=0,373. Tidak didapatkan korelasi yang bermakna peningkatan jarak 6MPT terhadap FIM dan FSS. Pada kelompok perlakuan didapatkan korelasi peningkatan jarak 6MPT dengan FIM r=0,359 p=0,228 dan pada kontrol r=0,120 p=0,725. Korelasi peningkatan jarak 6MPT dengan FSS pada kelompok perlakuan adalah r=-0,015 p=0,961 , sedangkan kontrol r=0,004 p=0,991.
Kesimpulan. Terdapat peningkatan jarak 6MPT, FIM dan FSS pada penambahan latihan endurans kardiorespirasi dengan arm ergocycle namun kenaikannya dibandingkan dengan kontrol tidak berbeda bermakna.

Background. Spinal cord injury SCI patient always experience decrease in cardiovascular function, while daily activities require high cardiorespiratory fitness. Cardiorespiratory endurance exercises have good benefits in CMS patients and this exercise should be started from the beginning to support the functional exercises that will be given to gain independency faster.
Aim. Assessing the benefits of additional endurance exercise therapy of arm ergocycle in SCI patients with the outcomes are 6 Minutes Push Test 6MPT distance, Functional Independence Measure FIM , Fatique Severity Scale FSS. Method. The study design was a randomized, controlled trial. The subjects were SCI patient in inpatient RSUP Fatmawati who was treated for independency. The subjects were divided into two groups randomly into the control group and the treatment group that given additional cardiorespiratory exercise with ergocycle, 3 times week, the initial duration of 10 minutes gradually increased, 3 weeks, 40 maximum power output.
Results. There were 26 subjects who followed the study but 24 who completed the study, 13 in the treatment group and 11 in the control group. There was an increase of 6MPT distance in the treatment group 136,36 39,02m to 231,20 97,15m p 0,000 and the control group 134,55 52,32m to 186,67 63,57m p 0,006. Delta distance of 6MPT in treatment group 94,83 66,92m and control group 60,66 57,63 m p 0,198. The treatment group experienced an increase of FIM 66,77 13,88 to 95,77 14,23 p 0,000 , control group 68,46 18,12 to 93,27 16,24 p 0,003. Delta FIM in treatment group 29 17,13 and control 25,45 21,75 p 0,659. Delta FSS in the treatment group 4,3 5,14 and in the control group 6,36 5,95 p 0,373. There was no significant correlation between 6MPT increase in FIM and FSS. In the treatment group, the correlation of 6MPT distance increased with FIM r 0,359 p 0,228 and control r 0,120 p 0,725. The correlation of 6MPT distance increase with FSS in treatment group was r 0,015 p 0,961 , while control r 0,004 p 0,991.
Conclusion. There was an increase in the distance of 6MPT, FIM and FSS in the exercise group but the increment was not significant compared with controls in inpatient SCI. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55536
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Marina
"ABSTRAK Depresi merupakan masalah psikologis yang paling sering ditemukan pada pasien cedera medulla spinalis (CMS). Kualitas hidup merupakan tujuan utama rehabilitasi. Depresi merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi kualitas hidup. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara tingkat depresi dengan kualitas hidup pada pasien CMS. Desain penelitian ini adalah studi potong lintang dengan pengambilan sampel secara consecutive dengan subjek sejumlah 67 orang. Sampel penelitian adalah seluruh pasien cedera medulla spinalis AIS A-D. Seluruh subjek diminta untuk melakukan pengisian kuesioner Beck Depression Inventory dan WHOQOL-BREF versi Bahasa Indonesia. Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat depresi dengan kualitas hidup pada pasien CMS (p<0,001). Semakin tinggi tingkat depresi maka kualitas hidup pasien akan semakin rendah (p<0,001). Terdapat korelasi antara nilai SCIM dengan kualitas hidup (p<0.001), terutama pada subskala manajemen pernapasan dan sfingter (p<0.001) serta mobilitas ruangan dan toilet (p<0.001). Terdapat hubungan antara tingkat depresi dan kualitas hidup pada pasien CMS. Selain itu, kapasitas fungsional juga mempengaruhi kualitas hidup pada pasien CMS. 

ABSTRACT
Depression is the most common psychological problems in spinal cord injury (SCI) patients. Quality of life is the main goal of rehabilitation. Depression has known to have correlations with quality of life. The purpose of this study is to evaluate association between the level of depression and quality of life in SCI patients. Cross sectional study was applied in this study with 67 subjects in total collected by consecutive sampling technique. Patients who experienced SCI with AIS A-D were included in this study. All of subjects were asked to fill out Beck Depression Inventory questionnaire and WHOQOL-BREF Indonesian version. In this study, we found that there was an association between level of depression and quality of life in SCI patients (p<0.001). Patient with higher level of depression had lower quality of life (p<0,001). Also, there is correlation between SCIM and quality of life (p<0.001), especially in respiration and sphincter management and mobility in room and toilet (p<0,001). There was an association between level of depression and quality of life in SCI patients. Functional capacity had influence on quality of life in SCI patients. 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steven Setiono
"Tujuan: Menilai manfaat edukasi mengenai gangguan berkemih neurogenik pada pasien cedera medulla spinalis (CMS) di RSUP Fatmawati terhadap pengetahuan dan kemampuan mengatasi masalah.
Metode: Desain studi eksperimental. Subyek 22 orang pasien paraplegi karena CMS dengan gangguan berkemih neurogenik yang dirawat pertama kali di RSUP Fatmawati. Subyek diberikan program edukasi yang terdiri dari 7 topik selama rentang 3 minggu. Dilakukan penilaian pengetahuan dan kemampuan masalah dengan menggunakan kuesioner pada awal penelitian, pasca pemberian edukasi, dan 3 bulan pasca edukasi. Selain itu dilakukan penilaian kepentingan topik edukasi menurut subyek dengan skala Likert.
Hasil: 22 subyek menyelesaikan penilaian awal dan pasca edukasi, namun hanya 18 orang yang dapat dihubungi saat follow up 3 bulan. Terdapat peningkatan pengetahuan yang bermakna antara awal dan pasca edukasi (p=0,033), pasca edukasi dan follow up (p=0,047). Terdapat peningkatan yang bermakna pada kemampuan menyelesaikan masalah antara awal dan pasca edukasi (p=0,000), tidak terdapat perubahan bermakna antara pasca edukasi dan follow up (p=0,157). Seluruh topik edukasi yang diberikan dianggap penting oleh subyek.
Kesimpulan: Terdapat peningkatan pengetahuan dan kemampuan menyelesaikan masalah setelah pemberian edukasi, dan terdapat retensi sampai dengan 3 bulan pasca edukasi. Pemberian program edukasi mengenai gangguan berkemih neurogenik pada pasien CMS penting untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan menyelesaikan masalah, serta mencegah komplikasi urologis.

Objective : To evaluate the effect of educational program in neurogenic bladder for spinal cord injury patient at Fatmawati General Hospital in improving knowledge and problem solving skill.
Methods : This is a experimental study. Twenty two paraplegic SCI patients with neurogenic bladder in Fatmawati hospital was included in this study. The subjects was given educational program which consist of 7 topics in 3 weeks period. Questionnaire for evaluating knowledge and problem solving skill was given at the beginning of the study, after completion of education program, and 3 months after education. A likert scale-based questionnaire also given at the end of education to assess patient?s perception of importance regarding the education topics.
Results : All subjects finished the initial and post education assessment, but only 18 subjects finished follow up evaluation. There was significant difference in knowledge between initial and post education assessment (p=0.033) and between post education and follow up (p=0.047). There was significant improvement in problem solving skill between initial and post education assessment (p=0.000) and no significant difference between post education and follow up (p=0.157). All topics given perceived as important by all the subjects.
Conclusion : There is a significant improvement in knowledge and problem solving skill after educational program, and there is retention up to 3 months after education. Educational program in neurogenic bladder for patients with SCI during hospital stay is important in improving patient?s knowledge and problem solving skill also for prevention of urological complication.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Ernandini
"Latar belakaog: Refleks voiding masih banyak dipakai di Indonesia. walaupun menyebabkan banyak komplikasi. Tujuan : Untuk mengetahui penurunan fungsi ginjal pada pasien paraplegi cedera medulla spinalis dengan metode berkemih refleks voiding. Metodologi: Oesain potong lintang deskriptif analitik. Ouapuluh pasien bertempat di 2 Wisma di Jakarta. diperiksa fungsi ginjalnya dengan serum Cystatin C, volume urin sisa diperiksa dengan metode kateterisasi, usa abdomen untuk melihat keadaan patologis di saluran kemih. Hasil : Delapan subyek (40%) mengalami penurunan fungsi ginjal dengan median Cystatin C = 0,88 (0,79 - 1,03). Rerata urin sisa 197 ± 153 mL. Semua subyek mengalami penebalan dan kontur yang tidak rata pada dinding kandung kemih, trabekula enam subyek, divertikel enam subyek, tidak ada subyek mempunyai batu saluran kemih, hidronefrosis bilateral satu subyek. Fungsi ginjal berkorelasi kuat dengan lama cedera (r=O.57 p =0.01) dan lama penggunaan refleks voiding (r=0,54 p=0,01). Volume urin sisa berkorelasi kuat dengan lama cedera (r=O.5 p=O.03) dan lama penggunaan refleks voiding (r=0.5 p=O.03). Simpulan : Berkemih dengan menggunakan metode refleks voiding dalam waktu lama cenderung menurunkan fungsi ginjal dan meningkatkan volume urin sisa."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T59093
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Asyiyah
"Dampak dari Cedera medula spinalis (CMS) adalah perubahan fungsi saluran kemih bagian bawah. Untuk mengatasi masalah tersebut klien CMS mendapatkan penatalaksanaan kandung kemih dengan metoda intermittent self catheterization (ISC). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran 'pengalaman klien CMS yang menjalani ISC dalam konteks asuhan keperawatan di RSUP Fatmawati'. Metoda penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Data didapat dengan rekaman wawancara mendalam menggunakan MP4 terhadap 6 partisipan, dengan karakteristik 5 partisipan laki-laki dan 1partisipan perempuan. Rentang usia 33 sampai dengan 51 tahun. Menderita CMS thorakal 12-Lumbal 1, ASIA Impaiment Scale (AIS) A 5 orang dan AIS B 1 orang. Lama waktu penggunaan ISC antara setengah tahun hingga 5 tahun. Hasil wawancara dianalisis menggunakan metoda Colaizzi.
Dari studi ini dihasilkan 8 tema, yaitu perubahan sistem tubuh, komplikasi penyakit, gangguan konsep diri, proses belajar ISC, berbeda dengan orang sehat, mampu beradaptasi dengan perubahan, sistem pendukung dan harapan klien CMS. Berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa klien yang mengalami CMS dengan gangguan berkemih mengalami proses belajar ISC yang sama, mampu melakukan tindakan sesuai ketentuan dan dapat memodifikasi pola kehidupan, serta dapat beradaptasi dengan kondisi yang dihadapi. Penelitian dapat dilanjutkan dengan metode Grounded Theory.

The consequences of a Spinal cord injury (SCI) are alterations in lower urinary tract function. Therefore, client with SCI need to use bladder management methode of intermittent self catheterization (ISC). The purpose of the study was to explore the experiences of the clients with SCI using ISC on nursing care contex at Fatmawati Hospital Jakarta. A qualitative approach was used based on phenomenology. Indepth MP4 interview were conducter to six partisipans, they were 5 males and 1 female, partisipans ages ranged between 33 -51 years. The segmental level of SCI is Thoracic 12 to Lumbar 1, the ASIA impaiment Scale (AIS) is 5 clients and AIS B one client. Duration of using ISC ranged from 6 month to 5 years, and the frequency is four times per day. The result was analysed with Colaizzi method.
The study showed that there were 8 themes. Those were altered of the neurology system, complication, decrease of self esteem, learning process ISC, differ from healthy peoples, self adaption, support system and the last client wishes. The research conclucion is SCI clients with urinary voiding dificulties, they had been same experience about ISC, skills of ISC and they made modification of them self. Recomedation for future research is Grounded Theory as Method.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>