Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147110 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Atikoh
"Sejak sepuluh tahun terakhir hutan mangrove di Karawang telah menjadi percontohan bagi pengelolaan mangrove di Jawa Barat. Namun beberapa wilayah mengalami kerusakan dan penurunan luas. Skripsi ini membahas perubahan luasan mangrove serta kaitannya dengan sosial ekonomi di pesisir Kabupaten Karawang tahun 2009 dan 2019 menggunakan citra landsat. Variabel sosial ekonomi yang digunakan antara lain mata pencaharian utama (mp), lokasi lahan usaha (llu), pemanfaatan lahan (pl), persepsi terhadap hutan mangrove (phm). Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Metode penelitian yang digunakan antara lain supervised classification untuk klasifikasi tutupan mangrove, overlay untuk analisis perubahan lahan, dan uji chi square untuk analisis hubungan sosial ekonomi dengan perubahan tutupan mangrove. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan tutupan mangrove tahun 2014-2019 bertambah sebanyak 448,75 ha. Sedangkan perubahan tutupan mangrove tahun 2009-2019 bertambah sebesar 565,11 ha. Secara umum, wilayah tutupan mangrove bertambah, namun ada beberapa wilayah yang luasan tutupan mangrovenya berkurang atau menghilang. Ada hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan perubahan tutupan mangrove yang berkurang dengan hubungan kuat. Namun, tidak ada hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan perubahan tutupan mangrove yang bertambah. Hal ini dikarenakan area tutupan mangrove yang bertambah terjadi karena adanya pelestarian hutan mangrove oleh pemerintah, POKMAS, dan perusahaan setempat dan tidak ada hubungannya dengan sosial ekonomi masyarakat.

Since the last ten years, mangrove forests in Karawang have become a model for mangrove management in West Java. But some areas experienced extensive damage and decline. This thesis discusses the changes in the extent of mangroves and their relation to the socio-economy on the coast of Karawang Regency in 2009 and 2019 using Landsat imagery. Socioeconomic variables used include main livelihood, location of business land, land use, perception of mangrove forests. This is quantitative research with a descriptive design. The research methods used include supervised classification for the classification of mangrove cover, overlays for land change analysis, and cross tables for analysis of changes in mangrove cover with social economy. The results showed that changes in 2014-2019 increased by 448,75 ha. While changes in mangrove cover in 2009-2019 increased by 565,11 ha. In general, mangrove cover areas have increased, but there are some areas where mangrove cover areas have decreased or disappeared. Socioeconomic characteristics affect the change in mangrove cover that is reduced. As for changes in mangrove cover that increases, there is no effect of socioeconomic characteristics on changes in mangrove cover that increases. This is due to the increased area of mangrove cover that occurs due to the preservation of mangrove forests by the government, POKMAS, and local companies."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Fikri Ihsan
"Wilayah Pesisir di Kabupaten Karawang memiliki garis pantai yang panjang dari barat hingga ke timur. Panjang garis pantai karawang yang membentang dari barat hingga timur berhadapan langsung dengan laut jawa. Hal ini menjadikan garis pantai di Kabupaten Karawang rentan terhadap perubahan garis pantai baik karena proses abrasi atau karena proses akresi. Abrasi dan akresi merupakan fenomena alam yang pasti terjadi pada pantai, tetapi kejadian dapat dipercepat dengan faktor aktifitas manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh perubahan garis pantai yang terjadi akibat proses abrasi dan proses akresi terhadap perubahan luas penutup lahan di wilayah pesisir Kabupaten Karawang. Penelitian ini menggunakan dua jenis citra, yaitu citra Landsat 7 ETM+ dan citra Landsat 8 OLI/TIRS dengan periode tahun 1998-2008 dan 2008-2018. Metode yang digunakan pada penelitian yaitu Spatial Temporal dengan membandingkan luas perubahan garis pantai abrasi, akresi dan luas penutup lahan yang terjadi dalam dua periode tahun berbeda yaitu tahun 1998-2008 dan 2008-2018.

The coastline area in the Karawang district has a long shoreline that stretches from west to east. The length of the Karawang shoreline directly faces the java sea. This makes the shoreline in Karawang district susceptible to the shoreline changes either in the abrasion process or accretion process. Abrasion and accretion are natural phenomena that will occur from the shore, but this can be accelerated by human activities. The purpose of this research was to analyze the effect of shoreline changes that occur due to abrasion and accretion processes on changes in land cover in the coastline area of Karawang district. This research used two types of images, Landsat 7 ETM+ and Landsat 8 OLI/TIRS. The method of this research was using Spatial-Temporal by comparing the area of shoreline changes in abrasion, accretion, and land cover area which occurred in two different periods of time which was in 1998-2008 and 2008-2018."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuartri Puspita Arum
"ABSTRAK
Kabupaten Karawang merupakan salah satu kabupaten di Indonesa yang memiliki wilayah pesisir terpanjang, dengan panjang sebesar 76,42 Km dan luas wilayah pesisir sekitar 1.168,85 km2. Proses dominan yang terjadi di pesisir Kabupaten Karawang adalah abrasi dan garis pantai  mundur antara 50-300 meter ke arah.  Tujuan penelitian ini untuk mengetahui besar perubahan garis pantai yang terjadi di Kabupaten Karawang menggunakan citra Landsat  multi-waktu dengan pendekatan pasang-surut. Hasilnya Perubahan garis pantai lebih dinamis ketika periode 1999-2009 dengan luas abrasi sebesar 8611954m2 dan akresi sebesar 5471645m2. Hal ini dikarenakan pada periode tersebut berada pada dua jenis pasang surut yang berbeda, dimana pada tahun 1999 terjadi mixed-semidiurnal (Condong Ganda),  sedangkan untuk tahun 2009 pasut jenis mixed-diurnal (Condong Tunggal). Kemudian untuk periode 2009-2019 berada pada jenis pasut yang sama yaitu pasut jenis mixed-diurnal (Condong Tunggal) yang menyebabkan garis pantai terdeteksi mengalami sedikit perubahan.  Masing-masing segmen mengalami perubahan garis yang berbeda-beda pada tiap periode penelitian karena adanya variasi kemiringan, tutupan lahan dan morfologi muara sungai.

ABSTRACT
Karawang Regency is one of the districts in Indonesia which has the longest coastal area, with a length of 76.42 km and an area of around 1,168.85 km2 of coast. The dominant process that occurs on the coast of Karawang Regency is abrasion and the coastline retreating between 50-300 meters in a direction. The purpose of this study was to determine the extent of shoreline changes that occurred in Karawang Regency using multi-time Landsat imagery with a tidal approach. The result Changes in the shoreline were more dynamic during the period 1999-2009 with an abrasion area of 8611954m2 and an accretion of 5471645m2. This is because during that period there were two different types of tides, where in 1999 there was a mixed-semidiurnal (Double Leaning), while in 2009 the tide was mixed-diurnal (Leaning Tunggal). Then for the period 2009-2019 there was the same type of tide, namely the mixed-diurnal type tide (Leaning Tunggal) which caused the detected coastline to experience slight changes. Each segment experienced different line changes in each study period due to variations in slope, land cover and river estuary morphology."
2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Naufal Nandaniko
"Kedinamisan wilayah pesisir dapat diamati dengan mengamati parameter berupa perubahan garis pantai baik akibat abrasi maupun akresi. Kabupaten Karawang yang terletak di Provinsi Jawa Barat merupakan kabupaten yang langsung berbatasan dengan Laut Jawa sehingga menyebabkan di sepanjang pesisir utara Kabupaten Karawang menjadi rentan akan fenomena perubahan garis pantai. Abrasi yang terjadi telah mengakibatkan hilangnya wilayah daratan seperti permukiman serta tambak penduduk yang merugikan warga setempat. Sama seperti abrasi, akresi juga dapat merugikan masyarakat sekitar karena akibatnya yang menimbulkan pendangkalan muara sungai sehingga menghambat lalu lintas kapal dan perahu. Tiga faktor oseanografis penting yang mempengaruhi perubahan garis pantai adalah arus, gelombang, dan pasang surut. Selain itu, faktor topografi pantai dan penggunaan lahan juga turut dipertimbangkan. Dilakukan analisis mengenai ada atau tidak terdapatnya pengaruh topografi pantai terhadap abrasi dan akresi yang terjadi, serta bagaimana pengaruh penggunaan lahan terhadap perubahan garis pantai. Dengan memodelkan prediksi perubahan garis pantai yang akan terjadi di masa depan, langkah preventif dapat dilakukan guna mencegah dampak negatif yang merugikan warga setempat dari fenomena ini. Model prediksi perubahan garis pantai didapatkan dari informasi laju perubahan di setiap garis transek yang tersebar di sepanjang garis pantai Kabupaten Karawang. Laju perubahan didapatkan dari data perubahan garis pantai yang diolah dengan mengekstraksi citra satelit Landsat 8 OLI/TIRS tahun 2018, Landsat 7 ETM+ tahun 2008, dan Landsat 5 TM tahun 1998. Analisis perubahan garis pantai dikaji dalam pendekatan per segmen. Dalam melihat hubungan antara topografi pantai dengan abrasi dan akresi, digunakan analisis regresi linier sederhana. Hasil menunjukkan bahwa topografi pantai yang landai cenderung terjadi akresi. Sebaliknya, abrasi lebih mudah terjadi di wilayah dengan topografi pantai yang lebih curam. Untuk penggunaan lahan, adanya alih fungsi lahan menjadi permukiman dan tambak akan mempercepat proses abrasi. Sedangkan ekosistem mangrove mendukung terjadinya fenomena akresi. Model prediksi abrasi diprediksi terjadi paling besar di bagian tengah Kabupaten Karawang. Sedangkan untuk akresi, bagian paling Timur Kabupaten Karawang diprediksi menjadi wilayah dengan luasan akresi terbesar.

Dynamics of coastal areas can be observed by observing the parameters in the form of shoreline changes both due to abrasion and accretion. Karawang Regency, which is located in West Java Province, is a regency that borders the Java Sea directly, so that along the northern coast of Karawang Regency it becomes vulnerable to the phenomenon of coastline changes. Abrasion that occurred has resulted in the loss of land area such as settlements and resident pond which harm local residents. Just like abrasion, accretion can also be detrimental to the surrounding community because of the consequence that it causes siltation of river estuaries which hampers ship and boat traffic. Three important oceanographic factors that influence changes in shoreline are currents, waves, and tides. In addition, coastal topography and land use factors are also considered. An analysis of the presence or absence of coastal topographical effects on abrasion and accretion is carried out, as well as how the influence of land use on shoreline changes. By modeling predictions of shoreline changes that will occur in the future, preventive steps can be taken to prevent negative impacts that can harm local residents of this phenomenon. The prediction model for shoreline change is obtained from information on the rate of change in each line of transects that are scattered along the coastline of Karawang Regency. The rate of change was obtained from the shoreline change data processed by extracting Landsat 8 OLI/TIRS satellite images year 2018, Landsat 7 ETM + year 2008, and Landsat 5 TM year 1998. The shoreline change analysis was assessed in a per segment approach. In perceiving the relationship between coastal topography and abrasion and accretion, simple linear regression analysis was used. The results show that the sloping topography of the beach tends to accretion. Conversely, abrasion is occur easier in regions with steeper coastal topography. For land use, the conversion of land into settlements and ponds will accelerate the abrasion process. While the mangrove ecosystem supports the occurrence of accretion phenomena. The abrasion model is predicted to occur most in the central part of Karawang Regency. While for accretion, the easternmost part of Karawang Regency is predicted to be the region with the largest accretion area."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Naufal Nandaniko
"ABSTRAK
Kedinamisan wilayah pesisir dapat diamati dengan mengamati parameter berupa perubahan garis pantai baik akibat abrasi maupun akresi. Kabupaten Karawang yang terletak di Provinsi Jawa Barat merupakan kabupaten yang langsung berbatasan dengan Laut Jawa sehingga menyebabkan di sepanjang pesisir utara Kabupaten Karawang menjadi rentan akan fenomena perubahan garis pantai. Abrasi yang terjadi telah mengakibatkan hilangnya wilayah daratan seperti permukiman serta tambak penduduk yang merugikan warga setempat. Sama seperti abrasi, akresi juga dapat merugikan masyarakat sekitar karena akibatnya yang menimbulkan pendangkalan muara sungai sehingga menghambat lalu lintas kapal dan perahu. Tiga faktor oseanografis penting yang mempengaruhi perubahan garis pantai adalah arus, gelombang, dan pasang surut. Selain itu, faktor topografi pantai dan penggunaan lahan juga turut dipertimbangkan. Dilakukan analisis mengenai ada atau tidak terdapatnya pengaruh topografi pantai terhadap abrasi dan akresi yang terjadi, serta bagaimana pengaruh penggunaan lahan terhadap perubahan garis pantai. Dengan memodelkan prediksi perubahan garis pantai yang akan terjadi di masa depan, langkah preventif dapat dilakukan guna mencegah dampak negatif yang merugikan warga setempat dari fenomena ini. Model prediksi perubahan garis pantai didapatkan dari informasi laju perubahan di setiap garis transek yang tersebar di sepanjang garis pantai Kabupaten Karawang. Laju perubahan didapatkan dari data perubahan garis pantai yang diolah dengan mengekstraksi citra satelit Landsat 8 OLI/TIRS tahun 2018, Landsat 7 ETM+ tahun 2008, dan Landsat 5 TM tahun 1998. Analisis perubahan garis pantai dikaji dalam pendekatan per segmen. Dalam melihat hubungan antara topografi pantai dengan abrasi dan akresi, digunakan analisis regresi linier sederhana. Hasil menunjukkan bahwa topografi pantai yang landai cenderung terjadi akresi. Sebaliknya, abrasi lebih mudah terjadi di wilayah dengan topografi pantai yang lebih curam. Untuk penggunaan lahan, adanya alih fungsi lahan menjadi permukiman dan tambak akan mempercepat proses abrasi. Sedangkan ekosistem mangrove mendukung terjadinya fenomena akresi. Model prediksi abrasi diprediksi terjadi paling besar di bagian tengah Kabupaten Karawang. Sedangkan untuk akresi, bagian paling Timur Kabupaten Karawang diprediksi menjadi wilayah dengan luasan akresi terbesar."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randy Pangestu Kuswana
"Konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak adalah salah satu penyebab utama terjadinya penurunan luas hutan mangrove. Pesisir Kabupaten Karawang mengalami penurunan luas mangrove dari seluas 2.66,3 ha (1972) menjadi seluas 233,7 ha (2013). Pemanfaatan ekosistem hutan mangrove di Desa Sedari ini tidak diimbangi dengan pemahaman akan pentingnya kelestarian ekosistem hutan mangrove di kemudian hari. Tujuan dari riset ini adalah mengidentifikasi jasa lingkungan dari hutan mangrove, menghitung nilai ekonomi hutan mangrove, dan menganalisis potensi skema pembayaran jasa lingkungan dalam pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan di Desa Sedari. Riset ini menggunakan pendekatan kuantitatif. pengumpulan data primer dan data sekunder dilakukan dengan metode kuesioner kepada 45 responden petani tambak dan observasi lapangan. data dianalisis dengan Model Burkhard dan statistik deskriptif. Potensi skema PES divalidasi oleh tenaga ahli PES. Hasil yang diperoleh, jasa-jasa lingkungan dari hutan mangrove yang utama dirasakan masyarakat adalah pelindung dari abrasi pantai dan daerah tangkapan ikan, kepiting serta udang. Nilai proksi ekonomi total ekosistem hutan mangrove di Desa Sedari sebesar Rp. 8.394.459.800/tahun dengan nilai bersih sekarang (NPV) dihitung untuk jangka waktu 10 tahun, menggunakan tingkat suku bunga 8% sebesar Rp. 61,0720655,400. Potensi skema PES yang dapat diterapkan di Desa Sedari adalah antara kelompok OTAP sebagai aktor penyedia jasa lingkungan/seller, masyarakat Sedari yang berasosiasi dengan hutan mangrove (petani tambak, nelayan, dan petani sawah) sebagai buyer dan pemerintah daerah/PERHUTANI/LSM yang menjadi fasilitator. Nilai willingness to pay/WTP yang harus dibayarkan oleh buyer untuk pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Desa Sedari sebesar Rp. 1.324.054/ha/tahun. Sebaliknya, nilai willingness to accept/WTA yang akan diterima secara tidak langsung oleh pihak petani tambak sebesar Rp. 24.374.324 ha/tahun untuk keberlanjutan ekosistem hutan mangrove di masa mendatang.

Land conversion of mangrove forests into fishponds is one of the main causes of the decline of mangrove forest area at Indonesia. Mangrove in the coastal area of Karawang District has declined from an area of 2699,3 ha (1972) became an area of 233,7 ha (2013). Utilization of mangrove forest ecosystems in Sedari village is not matched by an understanding of the importance of conservation of mangrove forest ecosystems in the future. The aims of this research are to identify the ecosystem services of mangrove forests, calculate the economic value of mangrove forests, and to analyze the potential for payment for ecosystem services in the sustainable management of mangrove ecosystems that can be applied in Sedari village. This research uses a quantitative approach. The collection of primary data and secondary data was conducted by questionnaire to 45 respondents (Fishpond?s farmer). Data were analyzed with descriptive statistics and Burkhard Model. The potential for PES schemes is validated by PES experts. The results obtained, the main ecosystem services of the mangrove forest choosed by communities is protecting the coastal area from erosion and mangrove as fishing ground, spaing ground and nursery ground for fish, crabs and shrimp. A proxy for the total economic value of mangrove forest ecosystems in the Sedari village is Rp. 8.394.459.800/year. Net present value (NPV) is Rp. 61,072,655,400. The NPV was calculated for a period of 10 years and discount rate of 8%. The potential for PES schemes that can be applied in the Sedari village is among a group of OTAP as ecosystem seller, all Sedari communities that associated with mangrove forests (fishpond farmers, fishermen and rice farmers) as ecosystem buyer and the local government/PERHUTANI/NGO as intermediaries/facilitators. The value of willingness to pay/WTP to be paid by the buyer for sustainable management of mangrove ecosystems in the village is Rp 1,324,054/ha/year. Meanwhile, the value of willingness to accept/WTA to be accepted indirectly by the fish farmers is Rp. 24,374,324 ha / year for the sustainability of mangrove forest ecosystems in the future."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Perlita Angelika
"Kabupaten Karawang memiliki luas hutan mangrove terluas kedua di Provinsi Jawa Barat dengan luas 10.005,93 Ha, hal tersebut mendorong terbentuknya ekowisata mangrove di Kabupaten Karawang. Ekowisata Mangrove Tangkolak, Kecamatan Cilamaya Wetan dan Ekowisata Mangrove Pasir Putih, Kecamatan Cilamaya Kulon merupakan ekowisata yang dikembangkan pada tahun 2018. Namun sudah ribuan pengunjung berkunjung ke objek wisata tersebut walaupun tergolong objek wisata yang baru dan fasilitas yang disediakan tergolong sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola spasial fasilitas pendukung ekowisata berdasarkan interval jarak. Hasil dari penelitian ini merupakan interval jarak mempengaruhi pembentukan pola fasilitas di sekitar ekowisata. Pola spasial fasilitas pendukung ini juga mempengaruhi besaran pendapatan dan arah perkembangan, di mana fasilitas yang terletak pada interval jarak dekat akan memiliki penghasilan yang lebih besar dibandingkan interval jarak sedang dan jauh serta arah perkembangan fasilitas mendekati objek wisata.
Karawang Regency has the second area of mangrove forest in West Java Province with an area of 10,005.93 Ha, which encourages the formation of mangrove ecotourism in Karawang Regency. Tangkolak Mangrove Ecotourism, Cilamaya Wetan District and Pasir Putih Mangrove Ecotourism, Cilamaya Kulon District is ecotourism that developed in 2018. However, the place has had thousands of visitors, even though it’s classified as a new ecotourism and the facilities that provided are still quite simple. This research purpose is to find out the spatial pattern of supporting facilities based on the interval distance. The result is the distance interval affects the formation of facilities patterns around ecotourism. The spatial pattern of these supporting facilities also affects the amount of income and the development purpose, where the facilities that located in close range will have a greater income than intermediate and long-distance intervals as well as the purpose of approaching tourist attractions."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Rio Christiawan
"Lahan adalah sumber daya yang sangat penting dan utama pada sektor pertanian bagi petani dan bagi pembangunan pertanian. Kecamatan Jatisari berstatus sebagai kawasan pertanian tanaman pangan menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karawang Tahun 2011-2031. Tingginya pertumbuhan penduduk membuat kebutuhan akan lahan permukiman semakin tinggi ditambah terdapat jalur arteri yang melintasi wilayah Kecamatan Jatisari yang menyebabkan semakin tinggi potensi perubahan penggunaan dan/atau tutupan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan tutupan lahan sawah pada tahun 1999, 2011, dan 2023 serta memprediksi perubahan tutupan lahan sawah pada tahun 2031 yang kemudian akan dianalisis dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang yang berakhir pada tahun 2031 dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Wilayah Kecamatan Jatisari. Model spasial dihasilkan dengan metode Celullar Automata-Markov Chain yang dibangun berdasarkan perubahan tutupan lahan tahun 1999, 2011, dan 2023 serta faktor pendorong (driving factors) berupa jarak dari jalan, jarak dari sungai, jarak dari permukiman, jarak dari POI (Point of Interest). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara spasial terjadi perubahan tutupan lahan pertanian sawah yang sebagian besar menjadi tutupan lahan permukiman dan terjadi di bagian tengah yang disebabkan oleh adanya jalan arteri, jalan kolektor, maupun jalan lokal. Hasil  prediksi tutupan lahan  pertanian sawah tahun 2031 juga menunjukkan bahwa tutupan lahan sawah mengalami perubahan yang sebagian besar menjadi tutupan lahan permukiman dan terdapat di bagian tengah wilayah Kecamatan Jatisari dimana permukiman berkembang oleh karena jalan arteri, jalan kolektor, maupun jalan lokal. Peta RTRW memiliki tutupan lahan permukiman yang lebih luas dibanding peta prediksi tutupan lahan tahun 2031. Luasan LP2B lebih kecil dibanding lahan sawah keseluruhan ada peta prediksi tutupan lahan tahun 2031. Secara keseluruhan, peta prediksi tutupan lahan sawah pada tahun 2031 dapat menjadi saran bagi Pemerintah Kabupaten Karawang dimana lahan sawah yang ada dan lahan sawah berkelanjutan harus tetap dipertahankan.

Land is a very important and main resource in the agricultural sector for farmers and for agricultural development. Jatisari Sub-district has the status of a food crop agricultural area according to the Karawang Regency Spatial Plan (RTRW) 2011-2031. The high population growth makes the need for residential land higher plus there is an arterial route that crosses the Jatisari District area which causes a higher potential for changes in land use and/or cover. This research aims to analyze the changes of paddy field land cover in 1999, 2011, and 2023 and predict the changes of paddy field land cover in 2031 which will then be analyzed with the Karawang Regency Spatial Plan which ends in 2031 and the Sustainable Food Agricultural Land of Jatisari District. The spatial model was generated using the Celullar Automata-Markov Chain method which was built based on land cover changes in 1999, 2011, and 2023 and driving factors such as distance from roads, distance from rivers, distance from settlements, distance from POI (Point of Interest). The results showed that spatially there was a change in the land cover of paddy fields, most of which became residential land cover and occurred in the central part caused by the presence of arterial roads, collector roads, and local roads. The results of the prediction of rice field agricultural land cover in 2031 also show that rice field land cover has changed mostly to residential land cover and is found in the central part of the Jatisari Sub-district area where settlements are developing due to arterial roads, collector roads, and local roads. The RTRW map has a wider settlement land cover than the 2031 land cover prediction map. The LP2B area is smaller than the total paddy fields in the 2031 land cover prediction map. Overall, the prediction map of paddy field land use in 2031 can be a suggestion for the Karawang Regency Government where existing paddy fields and sustainable paddy fields must be maintained."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Cahya Sakina
"

Desa Sukakerta, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang merupakan desa yang terletak di daerah pesisir, dihuni oleh masyarakat yang mayoritasnya bekerja sebagai petani dan nelayan.  Hanya sedikit yang memiliki pekerjaan tetap.  Pada tahun 2017, Desa tersebut dikembangkan ekowisata mangrove dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan mangrove, baik generasi muda maupun generasi tua.  Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pemanfaatan waktu dari generasi muda dan generasi tua yang tinggal di sekitar ekowisata.  Waktu yang digunakan dibagi menjadi dua, yaitu pada hari kerja dan hari libur.  Variabel yang digunakan adalah titik, arah, dan jarak.  Metode analisis menggunakan pendekatan Lund Time Geography Approach dan analisis spasial.  Hasil dari penelitian ini menunjukkan berdasarkan situasi aktivitas, masyarakat pesisir dipengaruhi oleh capacity constraint.  Di ekowisata mangrove, generasi muda hanya memanfaatkannya pada hari libur, sebaliknya generasi tua memanfaatkannya pada hari kerja dan hari libur.  Menurut situasi geografi, masyarakat pesisir generasi muda memiliki pergerakan yang tidak terbatas dan lebih jauh, sedangkan generasi tua memiliki pergerakan yang terbatas dan hanya di sekitar tempat tinggalnya.  Hal tersebut dipengaruhi oleh usia.

 


Sukakerta Village, Cilamaya Wetan District, Karawang Regency is a village located in a coastal area, inhabited by people, the majority of whom work as farmers and fishermen. Only a few have permanent jobs. In 2017, the village was developed for mangrove ecotourism by involving the community around the mangrove area, both the younger and older generations.  The purpose of this study was to analyze the time utilization of the younger and older generations living around ecotourism. The time used is divided into two, namely on weekdays and holidays. The variables used are point, direction, and distance. The analysis method uses the Lund Time Geography Approach and spatial analysis. The results of this study indicate that based on the activity situation, coastal communities are influenced by capacity constraints. In mangrove ecotourism, the younger generation only uses it on holidays, while the older generations use it on weekdays and holidays. According to the geographic situation, the young generation of coastal communities has unlimited and further movement, while the older generation has limited movement and only around their homes. This is influenced by age.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ella Whidayanti
"Pesisir Barat Kabupaten Pandeglang yang menghadap Selat Sunda merupakan daerah yang rawan terhadap terjadinya bencana alam. Tinggi gelombang dan pasang surut air laut, termasuk tsunami merupakan bencana yang sering melanda pesisir tersebut. Eksosistem mangrove yang merupakan bagian dari ekosistem pesisir memiliki peranan penting dalam mengurangi bencana alam akibat gelombang air laut. Di samping dapat mengurangi terjadinya abrasi, sistem perakaran mangrove dapat menahan laju sedimentasi. Sehingga akan memperluas garis pantai atau akresi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekosistem mangrove terhadap perubahan garis pantai yang berupa abrasi dan akresi dalam kurun waktu 10 tahun dari tahun 2010 hingga 2020. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memanfaatkan Remote Sensing dan teknologi GIS. Pengumpulan data menggunakan citra satelit Landsat 7 ETM+ Tahun 2010, Landsat 8 OLI/TRS Tahun 2015 dan 2020. Pengolahan data spasial menggunakan google earth engine, software ArcGIS 10.6 dan ENVI 5.3. Data perubahan ekosistem mangrove diperoleh dengan menggunakan metode NDVI. Teknis GIS digunakan untuk analisis data laju perubahan garis pantai secara spasial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari tahun 2010 hingga 2020, ekosistem mangrove selalu mengalami perubahan setiap periodenya. Ekosistem mangrove di sepanjang pesisir Kabupaten Pandeglang mengalami penambahan dari tahun 2010 hingga 2015, namun kembali berkurang pada tahun 2020 akibat bencana tsunami Banten tahun 2018. Perubahan ini tentunya juga mempengaruhi terjadinya perubahan garis pantai. Berdasarkan hasil analisis statistik, penurunan luas mangrove mempunyai pengaruh sebesar 48,63% terhadap luas abrasi dan penambahan luas mangrove mempunyai pengaruh sebesar 51,7% terhadap luas akresi. Secara spasial penelitian ini menunjukkan penurunan dan penambahan luas mangrove berbanding lurus dengan perubahan luas abrasi dan akresi.

The coastal area of Pandeglang Regency , which faces the Sunda Strait, is prone to natural disaters. As the high wave tides, and in same periode including tsunami, are the named type of disasters that frequently hit the area. Mangrove ecosystem that are the part of coastal ecosystems have an importance role in reducing natural disasters caused by seawater waves. In addition to preventing abrasion, the mangrove root system can hold sediment. So that it will expand the coastline or accretion. This study aims to determine the effect of existence of mangrove ecosystems on coastline change in the form of abrasion and accretion within ten years during 2010 to 2020. The research method uses remote sensing and GIS Technology. The remote sensing data collection uses is separate into Landsat 7 ETM+ for 2010 and Landsat 8 OLI/TRS for 2015 and 2020. Spatial data processing using google earth engine, ArcGIS 10.6 and ENVI 5.3 software. Mangrove ecosystem change data is obtained using NDVI method. GIS technology is used for spatial analysis of coastline change rate data. As a result of this study show that during 2010 to 2020, mangrove ecosystems always change every period. Mangrove ecosystems along the coastal area of Pandeglang Regency increased during 2010 to 2020, but decreased in 2020 caused by Banten Tsunami disaster in 2018. This change certainly also affects the change of coastline. Based on the results of statistical analysis, the decrease in mangrove area has an influence of 48.68% on the area of abrasion, and the addition of mangrove area has an influence of 51.7% on the area of accretion. Spatially revealed that the decrease and the addition of mangrove area is proportional to the area changes abrasion and accretion."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>