Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177800 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tjokorda Agung Candra Aditya
"Perdamaian merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh debitor dan kreditor dalam proses PKPU, dimana perdamaian tersebut akan tercermin dari rencana perdamaian yang berisikan skema penyelesaian utang yang ditawarkan oleh debitor kepada para kreditornya. Namun tidak jarang dalam rencana perdamaian tersebut terdapat klausula-klausula yang dapat merugikan kepentingan kreditor, dimana salah satu contoh klausula yang merugikan adalah debitor dapat mengesampingkan atau melakukan perubahan ketentuan rencana perdamaian dengan persetujuan dari kreditor mayoritas. Adanya kentuan klausula tersebut berpotensi tidak menjamin kepastian hukum berkaitan dengan kepastian penyelesaian utang debitor kepaa para kreditornya, terlebih lagi apabila rencana perdamaian tersebut telah disahkan (homologasi) maka tidaklah dapat dilakukan lagi perubahan atau amandemen terhadap ketentuan Perjanjian Perdamaian, mengingat atas perdamaian yang telah berkekautan hukum tetap tidak dapat dilakukan perubahan lagi atau amandemen dan adanya klausula-klausula yang merugikan kreditor tersebut memiliki akibat hukum terhadap kreditor yang tidak setuju dengan rencana perdamaian maupun kreditor yang tidak terverifikasi atau tidak terdaftar.

Composition is an objective to be achieved by debtor and creditors in the Suspension of Obligation for Payment process, where the peace will be reflected in a composition plan that contains a debt settlement scheme offered by debtor to their creditors. But not infrequently in the composition plan there are clauses that can be detrimental to the interests of creditors, where one example of a detrimental clause is that the debtor can override or make changes to the provisions of the composition plan with the approval of the majority creditors. The existence of the clause provision has the potential to not guarantee legal certainty related to the certainty of debtor debt settlement to its creditors, even more so if the composition plan has been ratified (homologation) then no changes or amendments can be made to the provisions of the Settlement Agreement, bearing in mind the Composition which has legal force still no changes or amendments can be made and the existence of clauses which are detrimental to the creditor has a legal effect on creditors who do not agree with the peace plan or creditors who are not verified or registered."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mewengkang, Belinda Martha Silvia
"PKPU merupakan pemberian kesempatan kepada debitor untuk merestrukturisasi hutang – hutangnya kepada kreditor dengan cara, debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran untuk melaksanakan pembayaran utang baik secara keseluruhan ataupun sebagian utangnya kepada para kreditor. Rencana perdamaian yang telah disepakati oleh mayoritas kreditor wajib disahkan oleh pengadilan. Namun didalam Pasal 285 Ayat (2) Huruf b UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwasannya pengadilan dapat menolak suatu rencana perdamaian apabila pelaksanaan perdamaiannya tidak cukup terjamin. Oleh karena itu, tesis ini bertujuan untuk menganalisis kriteria rencana perdamaian yang pelaksanaannya dapat dinyatakan cukup terjamin dalam proses PKPU dan menganalisis implementasi kriteria rencana perdamaian yang pelaksanaannya cukup terjamin di Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa UU Kepailitan dan PKPU tidak mengatur mengenai kriteria dalam membuat suatu rencana perdamaian yang pelaksanaannya dapat dinyatakan cukup terjamin. Hal ini berbeda dengan Amerika dan Singapura yang mengatur mengenai kriteria dalam membuat suatu rencana perdamaian. Walaupun tidak adanya pengaturan mengenai kriteria rencana perdamaian di Indonesia, namun terdapat kasus dimana debitor sudah menerapkan kriteria rencana perdamaian dalam PKPU sebagaimana yang terdapat di Amerika dan Singapura

PKPU is an opportunity for debtors to restructure their debts to creditors by means of the debtor's proposed accord plan which includes an offer to pay off debts in whole or in part of their debts to creditors. An accord plan that has been agreed by creditors must be approved by the court. However, in Article 285 (2) Letter b of UU No 37/2004, the court can reject an accord plan that is not adequately assured. Therefore, this thesis aims to analyze of proposal accord plan criteria that adequate assured in PKPU process and to analyze the implementation of the criteria in Indonesia. The results of this study indicate that in Act No. 37/2004 there is no criteria in making an accord plan whose implementation can be declared adequately assured. This is different from America and Singapore which are contained the criteria of an accord plan in their regulation. Although there is no regulation regarding the criteria for an accord plan in Indonesia, there have been cases where the debtor has applied the PKPU accord plan criteria as in America and Singapore."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Fatma Hasiah
"ABSTRAK
Hak Tanggungan adalah salah satu hak jaminan hutang
yang bersifat kebendaan yang dibebankan pada hak atas tanah
dan lahir dari perjanjian tertentu (kontraktual) yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor
tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Keberadaan Hak
Tanggungan selalu diperjanjikan sebagai perjanjian ikutan
(accessoir) yang harus didahului oleh perjanjian pokoknya
berupa perjanjian kredit. Tanpa perjanjian kredit tidak
akan ada Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dan
Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Salah satu sebab
hapusnya Hak Tanggungan adalah apabila terjadi perubahan
status hak atas tanah yang berakibat hapusnya hak atas
tanah yang dibebani Hak Tanggungan oleh karena diajukannya
perpanjangan dan/atau permohonan peningkatan hak dari Hak
Guna Bangunan atau Hak Pakai menjadi Hak Milik. Pada kedua
peristiwa hukum ini, perlindungan hukum terhadap hak
kreditor dipertanyakan, apakah telah diatur dalam ketentuan
perundangan yang berlaku di Indonesia saat ini dan upayaupaya
hukum lain apa yang dilakukan Bank selaku pemegang
Hak Tanggungan serta alternatif penyelesaian yuridis yang
bisa dilakukan pada peristiwa hukum tersebut. Hasil dari
kajian teoritis dan peraturan yang ada yang kesemuanya
merupakan bahan hukum sekunder dengan analisa metode
kualitatif, dapat disimpulkan bahwa kreditor pemegang Hak
Tanggungan terlebih dahulu meminta pemegang hak atas tanah
menandatangani SKMHT yang berlaku selama proses Hak Milik
belum diperoleh yang berarti tidak ada hak prioritas atas
jaminan."
2007
T38053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilina Puji Astuti
"Salah satu tindakan hukum yang sering dilakukan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum yaitu melaksanakan perjanjian kredit. Oleh karena berbentuk perjanjian, maka pemberian kredit tersebut wajib memenuhi syarat sahnya perjanjian. Salah satu syarat penting sahnya perjanjian adalah kecakapan dan kewenangan dalam membuat perjanjian. Namun, di dalam prakteknya khususnya dalam perjanjian kredit bank karena pertimbangan demi kelancaran bisnis dan tidak menimbulkan kerugian finansial yang besar bagi bank, kebijakan tertentu sering diambil dengan melanggar ketentuan syarat sahnya perjanjian yaitu perjanjian kredit ditandatangani oleh Direktur Perseroan yang telah berakhir masa jabatannya.
Pokok permasalahan penelitian ini adalah : bagaimanakah akibat hukum perjanjian kredit yang dilakukan oleh Direktur Perseroan yang telah berakhir masa jabatannya bagi kreditur dan debitur? Dan bagaimana upaya hukum yang dilakukan kredit untuk menyelesaikan masalah tersebut? Selanjutnya dengan menggunakan metode yuridis normatif dengan alat pengumpulan data berupa studi pustaka dan mengguankan data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penandatanganan kredit yang dilakukan oleh Direktur Perseroan yang telah berakhir masa jabatannya akan membawa dampak kerugian baik finansial maupun non finansial yang jauh lebih besar bagi debitur dan kreditur. Oleh karenanya, untuk mengatasi hal tersebut direkomendasikan segera dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham untuk mengambil alih tindakan hukum tersebut sebagai tanggung jawab Perseroan dan mengikat secara hukum baik di dalam maupun di luar Perseroan.

One of the legal actions that often done by a limited liability company is a credit agreement as a legal entity. When the agreement is established, the loan granting must meet the requirements of the agreement validity. The most important condition of the agreement validity is the proficiency and the competence to enter into an agreement. However, in practice, in bank credit agreements due to the smoothness of the business and does not incur substantial financial losses for banks, that certain policies are often taken by violating the terms of the agreement validity namely the credit agreement signed by the legal action taken by the Director of Company whose term has ended.
The main subject of this research is how is the effect of credit agreement law conducted by the Director of Company whose term has ended for the creditor and debtor And how is the legal effort made by the creditor to settle the matter Furthermore, by using the normative juridical method with data collection tools in form of literature studies and using secondary data.
The result of the research shows that the credit signing done by the Director of Company whose term has ended will bring much bigger financial and non financial impact to debtor and creditor. Therefore, to resolve the matter, it is recommended for the General Meeting of Shareholders to be held immediately to take such legal action as the responsibility of the Company and legally binding both inside and outside the Company.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50936
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Indah Damayanti
"Penelitian ini membahas mengenai akibat penyerahan sertipikat jaminan yang dititipkan kepada Notaris berdasarkan bukti surat pelunasan utang palsu serta eksekusi terhadap obyek jaminan untuk membayar kerugian yang timbul akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan debitur. Dalam hal ini debitur mengambil Sertipikat Obyek Jaminan hak atas tanah yang dititipkan kepada Notaris dengan Surat Pelunasan Utang Palsu, kemudian dengan surat tersebut digunakan untuk menghapus roya, yang mana utang debitur kepada kreditur belum lunas. Dengan dilakukannya penyerahan tersebut kepada debitur menimbulkan kerugian yang diderita kreditur. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pertanggung jawaban Notaris atas penyerahan Sertipikat Obyek Jaminan kepada Debitur yang didasari pada Surat Pelunasan Utang Palsu; dan proses penjualan obyek jaminan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 81/Pdt.G/2019/PN.Kpn. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh melalui studi dokumen dan wawancara. Adapun tipologi penelitian secara Eksplanatoris dengan pendekatan analisis kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Notaris melakukan perbuatan melawan hukum dan dapat dikenakan sanksi perdata, pidana, dan/atau administratif apabila pihak yang dirugikan mengajukan laporan ke Majelis Pengawas. Mengenai kewajiban debitur membayar kerugian kepada kreditur baik kerugian materiil maupun imateriil, dapat dilakukan dengan eksekusi lelang berdasarkan putusan pengadilan.

This study discusses the consequences of submitting a certificate of guarantee entrusted to a Notary based on evidence of a fake debt settlement letter and the execution of the object of the guarantee to pay for losses arising from unlawful acts committed by the debtor. In this case, the debtor takes the Certificate of Object of Guarantee of land rights deposited with a Notary with a Fake Debt Settlement Letter. Then the letter is used to write off Roya, in which the debtor's debt to the creditor has not been paid off. Making the transfer to the debtor causes losses suffered by the creditor. The issue raised in this study is the Notary's responsibility for submitting Certificates of Collateral Objects to Debtors based on False Debt Settlement Letters and the process of selling the object of collateral based on the Decision of the Kepanjen District Court Number 81/Pdt.G/2019/PN.Kpn. A normative juridical research method was used to answer these problems using secondary data consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials obtained through document studies and interviews. The typology of research is explanatory with a qualitative analysis approach. The results of this study indicate that a Notary commits an unlawful act and may be subject to civil, criminal, or administrative sanctions if the injured party submits a report to the Supervisory Council. The debtor's obligation to pay losses to creditors, both material and immaterial losses, can be done by executing an auction-based on a court decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariz Risvano Alamsyah
"Proses PKPU menjadi kesempatan bagi kreditor untuk mengajukan tagihan/piutangnya kepada debitor, Dalam penelitian ini PT Brent Ventura menempuh proses PKPU sebagai langkah proses hukum dalam hal penyelesaian utang debitor kepada seluruh kreditornya sehingga proses PKPU menjadi proses hukum yang final dan maksimal daam memberik keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi keseluruhan kreditornya. Namun, dalam proses PKPU, ditemukan beberapa permasalahan khususnya mengenai kreditor yang terlambat dan bahkan ada kreditor yang sengaja dan sadar tidak mengajukan tagihannya dalam proses PKPU. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bersifat yuridis normatif untuk mengkaji kaidah/asas hukum yang berhubungan dengan masalah kepastian hukum putusan PKPU yang bersifat final dan mengikat final dan binding dan kesepakatan perdamaian dalam PKPU. Metode pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan perundang-undangan statute approach dan pendekatan kasus case approach.
Proses PKPU adalah jalan terbaik bagi debitor dan para kreditor untuk menyelesaikan permasalahan utang-piutangnya secara damai. Sehingga disarankan kepada Para kreditor untuk dapat mengajukan tagihan dalam proses PKPU sewaktu-waktu adanya PKPU terhadap debitornya sehingga PKPU menjadi wadah penyelesaian utang-piutang antara debitor dan para kreditor tanpa harus adanya pailit. Hal ini sesuai dengan tujuan Hukum Kepailitan sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Umum UU Kepailitan PKPU. Selanjutnya harus menjadi perhatian pemerintah untuk memberikan solusi terhadap permasalahan hukum saat ini dan yang akan datang terkait dengan kewajiban penyebaran informasi oleh Pengurus PKPU untuk memberitahukan Kreditor dan mengumumkan perkembangan perkara Kepailitan PKPU yaitu diantaranya dapat dilakukan dengan cara perbaikan UUK-PKPU No. 37 tahun 2004 tentang Kepalitan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang khususnya ketentuan mengenai kewajiban Pengurus PKPU untuk memberitahukan dan mengumumkan kepada Kreditor melalui surat kabar harian dalam setiap Proses kepailitan PKPU yang sedang dijalankan.

PKPU process becomes an opportunity for creditors to submit bill receivables to debtor. In this research, PT Brent Ventura pursued PKPU process as legal process step in settling debtor debt to all creditors so PKPU process becomes final and maximal legal process in provide justice, certainty law and benefits for the entire creditors. However in the PKPU process, some problems were found, especially concerning late creditors and even some creditor who deliberately and consciously did not file their bills in the PKPU process. This research is descriptive research that is normative juridical to examine the rule legal principle related to the legal certainty of PKPU decision which is final and binding and peace agreement in PKPU. Applied approach method is statute approach and case approach.
The PKPU process is the best way for debtors and creditors to settle their debt issues peacefully. So it is advisable to the creditors to be able to submit a bill in the PKPU process at any time PKPU to the debtor so that PKPU becomes a place to settle debts between the debtor and the creditors without the need for bankruptcy. This is in accordance with the objectives of Bankruptcy Law as stated in the General Explanation of Bankruptcy PKPU Law. Furthermore, it should be the government 39 s attention to provide solutions to current and future legal issues related to the information dissemination obligation by the Management of PKPU to notify the Creditor and announce the development of Bankruptcy PKPU case that can be done by means of UUK PKPU repair. Law No. 37 Year 2004 concerning Shallowing Postponement of Debt Payment Obligations, especially the provisions regarding the obligations of the Management of PKPU to notify and announce to the Creditor through daily newspapers in every ongoing bankruptcy PKPU process.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50961
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2007
S23519
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Ryan Lucky Bahara
"Pembiayaan Multiguna dalam pembelian kendaraan mobil yang menitikberatkan permasalahan pada pembiayaan mobil, diikat berdasarkan perjanjian multiguna antara perusahaan pembiayaan sebagai kreditur dengan debiturnya. Keikutsertaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam permasalahan kreditur dan debitur pada suatu perjanjian pembiayaan menambah metode penyelesaian permasalahan pembiayaan diluar pengadilan yang secara awam memunculkan perbedaan pandangan dimana pada dasarnya BPSK adalah lembaga yang mengurusi urusan konsumen dengan produsen atau penyedia barang/jasa yang diberikan pada konsumen namun juga melaksanakan penyelesaian sengketa hubungan kreditur dengan debitur. Metode penelitian yang penulis gunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian kualitatif yang berangkat dan berdasarkan pada data-data yaitu peraturan perundang-undangan yang telah ada dan berjalan di Indonesia yang dikaitkan pula dengan yurisprudensi/putusan-putusan pengadilan sebagai data lapangan yang telah ada dan digunakan yang mencoba memecahkan rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian. Undang-Undang hanya menyebutkan BPSK berperan sebagai alternatif penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan namun dalam prakteknya dengan didasarkan pada tugas pokok dan aturan-aturan ternyata masih ada celah kecil BPSK tidak menjadi efektif walaupun bersifat final dan binding tapi masih ada bisa dilakukan upaya lain yang dapat mengubah hasil putusannya.

Nunpurpose Financing in the purchase of vehicles that focuses on problems in car-loan financing, is bound by a nunpurpose agreement between the financing company as the creditor and the debtor. The participation of the Consumer Dispute Resolution Agency (BPSK) in creditors and debtor problems in a financing agreement adds to the method of solving out-of-court financing problems which in general raises different views where basically BPSK is an institution that deals with consumer affairs with producers or providers of goods / services provided at consumers but also carry out dispute resolution between creditors and debtors. The research method that the author uses in this paper is a qualitative research method that departs and is based on data, which are existing and current laws and regulations in Indonesia which are also associated with jurisprudence / court decisions as field data that already exists and is used which tries to solve the problem formulation discussed in the research. The law only states that BPSK acts as an alternative to resolving consumer disputes outside the court, but in practice based on the main task and regulations, it turns out that there is still a small gap that BPSK is not effective even though it is final and binding but there are still other efforts that can change the result of the verdict."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisda Feby Susanto
"Perkembangan ekonomi yang sangat pesat membuat kepastian hukum untuk lembaga-lembaga keuangan sangatlah diperlukan untuk menjamin kembalinya hak yang dimilikinya. Hal tersebut mengaikbatkan diperlukannya jaminan untuk memperkuat kepastian hukum yang dimiliki oleh pemegang jaminan untuk didahulukan apabila si pemberi jaminan cidera janji atau wanprestsasi. Namun pada kenyataannya banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang mengakibatkan pemegang jaminan tersebut kehilangan jaminannya tersebut. Salah satu diantaranya hapusnya Hak Tanggungan yang dimiliki oleh pemegang hak tanggungan diakibatkan itikad buruk dari pemberi hak tanggungan. Oleh karena itu diperlukan kepastian hukum lebih lanjut agar terjaminnya perlindungan dan kedudukan kreditur dalam pemberian jaminan.
Dalam Tesis ini mengangkat mengenai putusan Makhamah agung Republik Indonesia Nomor 396/K/Pdt/2009 mengenai pembebasan Tanah yang dijadikan jaminan utang dari pembebanan hak tanggungan yang membuat kerugian bagi pihak pemegang hak tanggungan. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelittian kepustakaan, data yang diperlukan adalah data sekunder. Penulisan tesis ini membahas mengenai perlindungan kreditur sebagai pemegang hak tanggungan atas pembebasan tanah yang dijadikan jaminan utang dari pembebanan hak tanggungan dalam perjanjian kredit dan upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang hak tanggungan untuk bisa mendapatkan haknya sebagai pemegang hak tanggungan.

The rapid economic growth requires the legal certainty for financial institutions to guarantee the return of the owned rights. Therefore, warranty is necessary to strengthen the legal certainty of the guarantee holder if the guarantor violates the contract. However, in the reality, many holders lose their guarantee due to the breaches. One of them is the voidance of Mortgage Right of its holder by reason of the ill will of the mortgage giver. Thus, further legal certainty is requisite to guarantee the creditor protection and position in the guarantor.
This thesis discusses the verdict of Indonesian Supreme Court No. 396/K/Pdt/2009 on land acquisition as loan guarantee which causes loss for the mortgage right holder party. This thesis uses library research, for the data to be used is secondary data. This thesis discusses creditor protection as mortgage right holder of land acquisition as loan guarantee from mortgage burden in the credit agreement and legal actions of the mortgage right holder to obtain the right as the mortgage right holder.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43088
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indrianita Melissa Purnamasari
"Penelitian hukum ini membahas mengenai urgensi penghapusan bank sebagai kreditor separatis pada proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau Pailit debitor-nya, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, serta membahas mengenai bagaimana implikasi dari adanya penghapusan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian normative yuridis dengan bentuk preskriptif, karena penelitian ini akan membahas mengenai permasalahan bank sebagai kreditor separatis dalam proses PKPU dan Kepailitan, sehingga akan memberikan saran dan solusi dari permasalahan yang dibahas. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa urgensi dari dilakukannya penghapusan bank sebagai kreditor separatis dalam proses PKPU dan pailit karena begitu banyak permasalahan dan kendala yang dihadapi bank sebagai kreditor separatis serta hak bank sebagai kreditor separatis yang telah dilindungi oleh KHUPerdata dan juga undang-undang tentang hak jaminan kebendaan lain bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, sehingga perlu adanya perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Selain itu Implikasi dari adanya penghapusan bank sebagai kreditor separatis memberikan dampak bagi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU sendiri, kreditor lain debitor, pengurus/curator, dan juga bundle pailit.

This legal research discusses the urgency of the elimination of banks as separatist creditors in the process of Postponing Debt Payment Obligations or Bankruptcy of their debtors, which is regulated in Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and PKPU. And also discusses the implications of elimination of the bank. This research is a normative juridical research with a prescriptive form, because this research will discuss the problems of banks as separatist creditors in the PKPU and Bankruptcy process, so will provide suggestions and solutions to the problems. The results of this research is indicate that the urgency of the elimination of banks as separatist creditors in the PKPU and bankruptcy process is because there are so many problems and obstacles faced by banks as separatist creditors and the rights of banks as separatist creditors which have been protected by the Civil Code and also the law on property security rights are contrary to Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and PKPU. So it is necessary to amend Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and PKPU. In addition, the implication of the abolition of banks as separatist creditors has an impact on Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and PKPU itself, other creditors, debtors, administrators/curators, and also the bankruptcy bundle. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>