Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56679 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Raziv Barokah
"Pergeseran kompetensi absolut dari peradilan umum (PN) ke peradilan tata usaha negara (PTUN) dalam mengadili gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad/OOD) secara tiba-tiba berdasarkan Perma 2/2019 memunculkan 2 (dua) persoalan utama yakni perbedaan parameter penilai tindakan pemerintah dari segi hukum perdata dengan hukum administrasi negara dan pengurangan jangka waktu mengajukan gugatan dari 30 (tiga puluh) tahun menjadi 90 (sembilan puluh) hari. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Penelitian ini menyimpulkan terdapat perbedaan parameter penilai Gugatan OOD di PN dan PTUN, dimana PN menggunakan 4 parameter alternatif berupa pertentangan dengan 1) peraturan perundang-undangan; 2) hak subjektif; 3) kesusilaan; atau 4) kepatutan, sedangkan PTUN menggunakan 5 parameter alternatif berupa 1) peraturan; 2) AUPB; 3) kewenangan; 4) prosedur; atau 5) substansi. Idealnya, PTUN menyerap parameter PN mengenai bersifat melawan hukum agar tolak ukur pengujian di PTUN mencakup hukum tidak tertulis. Jangka waktu pengajuan Gugatan OOD ke PTUN terbatas 90 (sembilan puluh) hari sejak tindakan tersebut dilakukan dan diketahui, konsep ini tidak memberikan perlindungan hukum yang tepat bagi warga masyarakat. Idealnya, Gugatan OOD dapat diajukan kapanpun sejak muncul kerugian nyata atau kerugian potensial yang sangat dekat bagi warga masyarakat.

The absolute competency-shifting in adjudicating a lawsuits against the law by authorities from the general court to the state administration court suddenly based on Supreme Court Regulation No. 2/2019 raises 2 (two) issues regarding differences in the parameters of evaluating government actions in terms of civil law with state administration law and a significant reduction in the time period for filing a lawsuit from 30 (thirty) years to 90 (ninety) days. This research takes the form of a normative juridical approach to the rule of law. This study concludes there are differences in the parameters of the OOD Claims between general and administrative court. PN uses 4 alternative parameters in the form of conflict against 1) law regulation; 2) other people subjective rights; 3) morality; or 4) propiety. Administrative court uses 5 alternative parameters in the form of 1) statutory regulations; 2) General Principle of Good Governance; 3) authority; 4) procedure; or 5) substance. Ideally, the Administrative Court absorbs parameter from the general court. The time period for filing an OOD Lawsuit to administrative court is limited to 90 (ninety) days from the time the action was taken and it is known, this concept does not provide proper legal protection for community members. Since the Administrative Lawsuit and the OOD Lawsuit have different loss characteristics, ideally, the expiration date of the OOD Lawsuit can be filed at any time since a real loss or potential loss is very close to the community members. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alifian Geraldi Fauzi
"Pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, kompetensi mengadili pengadilan tata usaha negara (PTUN) mengalami perluasan kompetensi absolut yang sangat signifikan. Kewenangan untuk mengadili objek sengketa tidak saja berupa keputusan tata usaha negara (KTUN) tetapi termasuk juga tindakan faktual badan dan/atau pejabat pemerintahan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana implikasi perluasan kompetensi mengadili peradilan tata usaha negara pasca berlakunya UU AP dan bagaimana titik singgung kompetensi mengadili sengketa onrechtmatige overheidsdaad antara peradilan umum dengan peradilan tata usaha negara. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan mengkaji asas-asas hukum, peraturan perundang-undangan serta putusan pengadilan yang bersifat inkracht van gewijsde yang berkaitan dengan permasalahan hukum yang dibahas. Hasil penelitian menunjukan bahwa implikasi perluasan kompetensi mengadili peradilan tata usaha negara terhadap perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad) pasca berlakunya UU AP adalah meliputi tindakan administrasi pemerintahan termasuk tindakan faktual yang dilakukan oleh badan dan/atau pejabat administrasi pemerintahan dan benang merah titik singgung kompetensi mengadili antara peradilan umum dengan peradilan tata usaha negara terhadap sengketa onrechtmatige overheidsdaad adalah walaupun suatu tindakan administrasi pemerintahan sama-sama dilakukan oleh subjek hukumnya badan dan/atau pejabat pemerintahan tetap harus dilihat terlebih dahulu sumber atau dasar dilakukannya tindakan administrasi pemerintahan tersebut.

After the enactment of Law Number 30 of 2014 concerning Government Administration, the competence to adjudicate at the State Administrative Court (PTUN) experienced a very significant expansion of absolute competence. The authority to adjudicate the object of the dispute is not only in the form of state administrative decisions (KTUN) but also includes factual actions of government bodies and/or officials. The problem in this research is what are the implications of expanding the competence to adjudicate state administrative courts after the enactment of the AP Law and what are the points of contact for competence to adjudicate on-rechtmatige overheidsdaad disputes between the general court and the state administrative court. This type of research is normative juridical legal research by examining legal principles, statutory regulations and inkracht van gewijsde court decisions related to the legal issues discussed. The results of the research show that the implications of expanding the competency to adjudicate state administrative courts regarding unlawful acts by government bodies and/or officials (onrechtmatige overheidsdaad) after the enactment of the AP Law are to include government administration actions including factual actions carried out by government administration bodies and/or officials and The common thread that touches on the competency to adjudicate between the general judiciary and the state administrative judiciary regarding disputes on rechtmatige overheidsdaad is that even though a government administrative action is equally carried out by the legal subject, government bodies and/or officials must first look at the source or basis for carrying out the government administrative action."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Raihan
"Pencabutan izin usaha pertambangan merupakan tindakan hukum yang dilakukan sebagai sanksi atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tambang. Menteri Investasi/BKPM memiliki wewenang dalam mengurus perizinan dan investasi di sektor pertambangan. Menteri Investasi/Kepala BKPM selaku Badan/pejabat tata usaha negara secara resmi mencabut ribuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) berdasarkan Keputusan Presiden nomor 1 tahun 2022. Maka permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini adalah (1) Bagaimana pemetaan kewenangan terhadap penerbitan dan pencabutan izin usaha pertambangan di Indonesia? (2) Bagaimana upaya administratif terhadap perbuatan melawan hukum oleh badan/pejabat tata usaha negara (Onrechtmatige Overheidsdaad) dalam sengketa pencabutan izin usaha pertambangan?Hasil analisis menunjukan bahwa  upaya administratif yang dapat dilakukan terhadap perbuatan melawan hukum oleh badan/pejabat tata usaha negara (Onrechtmatige Overheidsdaad) dalam sengketa pencabutan izin usaha pertambangan adalah, pihak yang dirugikan dapat memohon tuntutan hukum kepada pihak yang bertanggung jawab, seperti pihak resmi atau pihak tingkat satuan kerja dan pemetaan kewenangan terhadap penerbitan dan pencabutan izin usaha pertambangan di Indonesia ada pada BKPM. Hal ini terjadi atas delegasi kewenangan pencabutan izin usaha pertambangan dari Kementerian ESDM ke BKPM melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No. 19 Tahun 2020. Demi menghindari perbuatan melawan hukum oleh badan/pejabat tata usaha Negara, penulis merekomendasikan untuk segala pihak bekerja sama dalam upaya meminimalisir risiko yang mungkin terjadi. Ini dapat dilakukan dengan cara memastikan proses pencabutan izin usaha pertambangan dilakukan dengan benar, transparan, dan sesuai dengan hukum.

Revocation of a mining business permit is a legal action taken as a sanction for violations committed by a mining company. The Minister of Investment/BKPM has the authority to manage licensing and investment in the mining sector. The Minister of Investment/Head of BKPM as the State Administration Agency/official officially revoked thousands of Mining Business Permits (IUP) based on Presidential Decree number 1 of 2022. So the problems that will be discussed in this thesis are (1) How is the mapping of authority regarding the issuance and revocation of permits mining business in Indonesia? (2) What are the administrative measures against unlawful acts by state administrative bodies/officials (Onrechtmatige Overheidsdaad) in disputes over the revocation of mining business permits? The results of the analysis show that administrative measures can be taken against unlawful acts by state administrative bodies/officials (Onrechtmatige Overheidsdaad) in disputes over the revocation of mining business permits, the aggrieved party can request a legal claim against the responsible party, such as an official party or work unit level party and the mapping of authority regarding the issuance and revocation of mining business permits in Indonesia lies with the BKPM. This happened due to the delegation of authority to revoke mining business permits from the Ministry of Energy and Mineral Resources to BKPM through the Minister of Energy and Mineral Resources Regulation (Permen ESDM) No. 19 of 2020. In order to avoid unlawful acts by State administrative bodies/officials, the author recommends that all parties work together in an effort to minimize possible risks. This can be done by ensuring that the mining business permit revocation process is carried out correctly, transparently and in accordance with the law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chidir Ali
Bandung: Binacipta, 1978
340.159 8 CHI y
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, Djuharman
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mutia Jawaz Muslim
"ABSTRAK
Penelitian ini berangkat dari permasalahan ketidakjelasan dari konsep Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata sebagaimana yang diatur dalam pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagai pengecualian kompetensi absolut dimana dalam praktiknya menimbulkan kebingungan bagi penegak hukum dan masyarakat sehingga sering memunculkan persinggungan yuridiksi mengadili antara Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum. Penelitian ini memiliki rumusan masalah tentang bagaimanakah konsep dari Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan Perbuatan Hukum Perdata dan problematika apakah yang ditimbulkan di Peradilan Tata Usaha Negara. Berdasarkan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, komparatif, dan kasus dalam penelitian ini, ditemukan bahwa konsep dari Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata adalah tindakan pemerintah yang dilakukan berdasarkan hukum publik untuk mengantarkan pemerintah dalam melakukan hubungan perdata sehingga dianggap melebur ke dalam tindakan perdata. Dengan demikian dapat dilihat bahwa ternyata masih ada sengketa administrasi diselesaikan di Pengadilan Negeri. Untuk itu ke depan, tidak ada lagi sengketa administrasi yang diperiksa dan di adili di Pengadilan Negeri dan seiring dengan perkembangan masyarakat dan peraturan perundang-undangan perlu dilakukan restrukturisasi kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara melalui revisi Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara demi mewujudkan sistem peradilan yang terintegrasi, sederhana, cepat, dan biaya ringan.

ABSTRACT
This research departs from the obscurity problem of the concept of State Administrative Decision which is a civil law action regulated in article 2 letter a of Law Number 5 of 1986 concerning State Administrative Courts as competent competencies, while in practice, in accordance with the demands of law enforcement and the community often raises jurisdiction over trial between the State Administrative Court and the General Courts. This research has a problem statement about the decision of the concept of State Administration which is the Act of Civil Law and what problems are caused in the State Administrative Court. Based on the normative juridical research method using invitational, comparative, and case studies in this study, it was found in the concept of State Administrative Decision which is a civil law action that is a government action carried out based on community law to deliver the government in making relations merging into action civil. Thus it can be seen that it turns out that there are still administrations that are settled in the District Court. For that going forward, there will be no more administrative disputes needed and tried in the District Court and in accordance with the development of the community and the necessary regulations will be carried out restructuring the absolute coordination of the State Administrative Court through the revision of the State Administrative Court Law to create a justice system integrated, simple, fast and light.
"
2019
T52014
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Izzati
"Warga masyarakat dalam pengajuan gugatan perkara perbuatan melawan hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) sudah seharusnya memperhatikan karakteristik dan kompetensi absolut dari perkara Onrechtmatige Overheidsdaad yang ingin digugat. Hal ini disebabkan ketepatan karakteristik dan tempat pengajuan gugatan perkara Onrechtmatige Overheidsdaad menjadi salah satu syarat materil dan formil dalam mengajukan gugatan perkara Onrechtmatige Overheidsdaad sehingga gugatan warga masyarakat diterima dan dapat dilanjutkan untuk diperiksa dalam proses persidangan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normative dan metode pendekatan kasus dengan peraturan perundang-undangan dan 7 putusan pengadilan perkara Onrechtmatige Overheidsdaad yang menjadi bahan hukum primer. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa terhadap gugatan perkaraOnrechtmatige Overheidsdaad dengan berlakunya Perma Nomor 2 Tahun 2019 tidak serta merta hanya menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara, tetapi dapat menjadi bagian dari kewenangan Pengadilan Negeri. Untuk mengetahui manakah perkara Onrechtmatige Overheidsdaad yang menjadi kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Negeri maka Penggugat harus memperhatikan karakteristik dari perkara Onrechtmatige Overheidsdaad yang ingin digugat.

Citizens filing lawsuits for unlawful acts by Government Agencies and/or Officials (Onrechtmatige Overheidsdaad) should already pay attention to the characteristics and absolute competence of the Onrechtmatige Overheidsdaad case that they wish to sue. This is due to the accuracy of the characteristics and place of submission of the Onrechtmatige Overheidsdaad lawsuit which is one of the material and formal requirements in filing an Onrechtmatige Overheidsdaad lawsuit so that the community's claim is accepted and can be continued for examination in the trial process. The research method used is normative juridical and case approach methods with statutory regulations and 7 decisions of the Onrechtmatige Overheidsdaad case court which are the primary legal material. The results obtained from this study are that the Onrechtmatige Overheidsdaad lawsuit with the enactment of Perma Number 2 of 2019 does not necessarily only become the authority of the State Administrative Court, but can become part of the authority of the District Court. To find out which Onrechtmatige Overheidsdaad cases are the absolute competence of the State Administrative Court and the District Court, the Plaintiff must pay attention to the characteristics of the Onrechtmatige Overheidsdaad case that he wishes to sue."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Walfrid Hot Patar
"Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai kewenangan untuk melakukan penyitaan berdasarkan undang-undang. Benda-benda yang dapat disita harus memiliki keterkaitan dengan tindak pidana. Pelampauan kewenangan dalam melakukan penyitaan yakni dengan menyita benda-benda yang tidak berhubungan dengan tindak pidana yang disangkakan merupakan perbuatan melawan hukum. Orang yang merasa dirugikan berhak untuk menuntut ganti rugi karena tindakan ini dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kapasitasnya sebagai penguasa (onrechtmatige overheidsdaad).

Investigators Corruption Eradication Commission (KPK) has the authority to seize based on regulation. Objects that can be seized should have relevance to the crime. Abuse of power on seizure which seize things that have no relation to an offense may be alleged to cause tort. The person whose rights are aggrieved may submit a claim on damages due to unlawful seizure which done by KPK, on its role/standing as the goverment."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S46497
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Omar Syarief
"Skripsi ini membahas mengenai gugatan perbuatan hukum oleh pemerintah yang diajukan melalui mekanisme gugatan perdata ke Pengadilan Negeri. Skripsi ini menggunakan sengketa Buddha Bar sebagai dasar studi. Dalam sengketa tersebut Penggugat meminta pencabutan Izin Tetap Usaha Pariwisata yang pada dasarnya merupakan suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang pencabutannya hanya bias diajukan melalui gugatan Tata Usaha Negara di Pengadilan Tata Usaha Negara.

This thesis discusses about lawsuit on a tort by the government filed in a Civil Court. This thesis is using the dispute of the Buddha Bar as a basic study. In the dispute, plaintiff requested a revocation of Buddha Bar's Tourism Business Permanent Permit, which is basically an Administrative Decision that the revocation can only be filed through the Administrative lawsuit in the Administrative Court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S254
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>