Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170594 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fatia Marwa Nastitie
"Penyakit Parkinson atau yang biasa disebut PD merupakan gangguan pada sistem koordinasi gerakan manusia yang ditandai dengan gejala motorik dan non-motorik. Pada stadium lanjut PD, diagnosis klinis cukup jelas dalam pendeteksian. Namun, pada tahap awal, ketika gejala masih belum terlihat dengan jelas, diagnosis menjadi sulit dan terkadang pasien tetap tidak terdiagnosis atau bahkan salah diagnosis. Penelitian ini berfokus pada identifikasi faktor-faktor yang dapat menjadi gejala awal PD berdasarkan gangguan aktivitas keseharian dan gangguan perilaku tidur Rapid Eye Movement. Penelitian ini juga membahas klasifikasi penderita PD stadium awal menggunakan model klasifikasi statistika Classification tree beserta penanganan masalah missing value yang terjadi pada data PD. Faktor penting berdasarkan model Classification Tree adalah tremor, dress difficulty, speech difficulty, skor gangguan perilaku tidur REM, dan usia. Diperoleh model classification tree dengan melakukan proses penanganan missing value menggunakan metode K-Nearest Neighbour. Model tersebut memberikan nilai akurasi sebesar 86.5%, sensitivitas sebesar 80%, spesifisitas sebesar 91.57% dan AUC sebesar 0.858.

Parkinson’s Disease or commonly known as PD is a disorder in human movement coordinator system that are characterized by motoric and non-motoric symptoms. At the late stage of PD, clinical diagnosis is relatively easy to detect because the symptoms are clear-cut. However, when the symptoms are often incomplete or subtle, in the initial stage, diagnosis becomes difficult and sometimes subject still remain undiagnosed or even misdiagnosed. This research focuses on identifying factors in early stage PD based on patient daily activities and rapid eye movement sleeping behaviour disorder (RBD). Data analysis was conducted using classification tree method, to classify early stage PD patients or healthy control patients. Missing values were handled with k-Nearest Neighbour (kNN) method. The results were satisfactory, with the classification accuracy of 86.5%, sensitivity 80%, specificity 91.57% and AUC 0.858. It is also found that tremor, dressing difficulty, speech difficulty, RBD questionnaire score, and age are important in differentiating early stage PD from the healthy control."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Violine Martalia
"atar belakang: Prevalensi penyakit Parkinson di Indonesia terus meningkat, khususnya pada lansia. Namun, penyakit Parkinson seringkali hanya dikaitkan dengan gangguan motoriknya saja, gangguan non-motoriknya sering diabaikan. Padahal, gangguan non-motorik dapat memengaruhi kualitas hidup. Salah satu gangguan non-motorik yang sering terjadi adalah gangguan tidur. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran gangguan tidur pada pasien penyakit Parkinson di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode: Metode penelitian ini adalah cross-sectional yang dilakukan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada Mei sampai September 2022. Instrumen yang digunakan merupakan kuesioner dengan teknik consecutive sampling yaitu 31 pasien penyakit Parkinson. Uji univariat digunakan untuk melihat distribusi prevalensi penyakit Parkinson, uji Chi Square untuk menilai hubungan antarvariabel, dan uji Fisher’s exact untuk menilai hubungan status depresi dengan gangguan tidur. Hasil: Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa 61.3% subjek memiliki gangguan tidur berdasarkan PSQI dan 35.5% memiliki EDS berdasarkan ESS. Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor depresi dengan gangguan tidur berdasarkan PSQI dan ESS. Status depresi memengaruhi bermakna kejadian EDS dengan mayoritas pasien depresi ringan. Kesimpulan: Disimpulkan bahwa gangguan tidur pada pasien penyakit Parkinson di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dipengaruhi oleh faktor sosiodemografi dan klinis.

Introduction: The prevalence of Parkinson's disease in Indonesia is increasing, especially in elderly. However, Parkinson's disease is often only associated with motor disorders, non-motor disorders are often neglected even though it can also affect quality of life. One of the non-motor disorders that often occurs is sleep disorders. Therefore, this study aims to provide an overview of sleep disorders in Parkinson's disease patients and factors that influence it. Method: A cross-sectional study was conducted at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo from May to September 2022. The instrument used was questionnaires with a consecutive sampling technique, namely 31 Parkinson's disease patients. Univariate test was used to see the distribution of Parkinson's disease, Chi Square test to assess the relationship between variables, and Fisher's exact test to assess the relationship between depression status and sleep disorders. Result: Statistical analysis showed that 61.3% subjects experienced sleep disorders (PSQI) and 35.5% experienced EDS (ESS). The relationship between depression and sleep disorders based on PSQI and ESS is significant. Depressive status is associated with EDS with the majority being mild depression. Conclusion: Sleep disorders in Parkinson's disease patients at dr. Cipto Mangunkusumo is influenced by sociodemographic and clinical factors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nedia Fia Indriana
"Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif kedua yang paling umum dan menyerang sekitar 2-3% populasi di atas 65 tahun di seluruh dunia. Salah satu gejala yang sering muncul pada penderita Parkinson adalah depresi. Depresi terjadi pada sekitar 40 - 50% penderita Parkinson dan sangat umum terjadi pada tahap awal perkembangan Penyakit Parkinson. Terdapat berbagai perbedaan dalam mengidentifikasi faktor-faktor risiko depresi dalam berbagai studi yang telah dilakukan dan belum diketahui mekanisme depresi secara rinci pada Penyakit Parkinson. Oleh karena itu, akan dilakukan identifikasi faktor-faktor risiko depresi dengan metode klasifikasi, yaitu metode Decision Tree dan regresi logistik. Namun, depresi sangat umum terjadi pada Penyakit Parkinson stadium awal sehingga dapat menimbulkan masalah data yang tidak seimbang, yaitu proporsi kelas tidak depresi yang terlalu kecil dibandingkan dengan proporsi kelas depresi. Hal ini mengakibatkan model klasifikasi yang dihasilkan memiliki tingkat kepekaan yang minimum terhadap kelas minoritas. Salah satu strategi rebalancing untuk mengatasi masalah kelas data tidak seimbang adalah SMOTE (Synthetic Minority Over-sampling TEchnique). Pada tugas akhir ini, akan dilakukan analisis data mengenai depresi pada penderita Parkinson stadium awal dengan metode decision tree, dimana data tidak seimbang akan diatasi dengan metode SMOTE. Kuantifikasi risiko untuk setiap faktor teridentifikasi akan dilakukan dengan regresi logistik. Performa model diukur dari nilai precision, recall, AUC, dan F1-score . Data sejumlah 257 penderita Parkinson stadium awal pada database Parkinson’s Progression Markers Initiative (PPMI) digunakan pada tugas akhir ini. Berdasarkan analisis, diperoleh secara keseluruhan faktor-faktor risiko penting yang berasosiasi dengan depresi pada penderita Parkinson stadium awal adalah kadar alpha synuclein (α-syn), jenis kelamin, skor SEADL (Schwab & England – Activities on Daily Living), skor STAI-State, binding ratio putamen pada bagian kiri otak, skor RBDSQ (REM Sleep Behavior Disorder-Questionnaire), dan umur saat terdiagnosis Parkinson. Model classification tree dengan rebalancing menggunakan SMOTE memberikan nilai akurasi, precision, recall, AUC dan F1-score masing – masing sebesar 95.18%, 0.9215, 0.9412, 0.949, dan 0.9312. Peningkatan kadar alpha synuclein (α-syn), perempuan, penurunan skor SEADL, penurunan skor STAI-State, penurunan binding ratio putamen pada bagian kiri otak, peningkatan skor RBDSQ, dan usia lebih tua saat terdiagnosis Parkinson secara rata-rata memiliki risiko lebih tinggi untuk terdiagnosis depresi pada Penderita Parkinson

Parkinson's disease is the second-most common neurodegenerative disease and affects about 2-3% of the population over 65 years worldwide. One of the symptoms that often occurs in patients with Parkinson's is depression. Depression occurs in about 40-50% of Parkinson's sufferers and is very common in early stages of the development of Parkinson's Disease. Various difference in identifying risk factors for depression in various studies that have been conducted and the mechanism of depression is not yet known in detail in Parkinson's Disease. This study identifies risk factors for depression using decision tree and logistic regression methods. However, depression is common in early-stage Parkinson's disease causing unbalanced data problems, that is the proportion of non-depressed classes is too small compared to the proportion of depressed classes. This resulted in classification model having a minimum level of sensitivity to the minority class. One of rebalancing strategy to overcome the problem of unbalanced data classes is SMOTE (Synthetic Minority Over-sampling TEchnique). In this final project, data analysis on depression in patients with early stage Parkinson's was conducted using decision tree method, with SMOTE to handle imbalanced data. Risk quantification for each of the identified factors was carried out using logistic regression. Model performance is measured by the values of precision, recall, AUC, and F1-score. Data on 257 patients with early stage Parkinson's in the Parkinson's Progression Markers Initiative (PPMI) database were used in this final project. Based on the analysis, the overall important risk factors associated with depression in patients with early-stage Parkinson's are alpha synuclein (α-syn) levels, gender, SEADL (Schwab & England - Activities on Daily Living) scores, STAI-State scores , putamen binding ratio on the left side of the brain, RBDSQ (REM Sleep Behavior Disorder-Questionnaire) score, and age at diagnosis of Parkinson's. Classification tree model with rebalancing using SMOTE produced the accuracy, precision, recall, AUC and F1-score of 95.18%, 0.9215, 0.9412, 0.949, and 0.9312, respectively. Increased levels of alpha synuclein (α-syn), women, decreased SEADL scores, decreased STAI-State scores, decreased putamen binding ratio on the left side of the brain, increased RBDSQ score, and older age when diagnosed with Parkinson's on average have a higher risk for being diagnosed with depression in Parkinson's sufferers"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arden Gabrian
"Gangguan otonom pada penyakit Parkinson lebih banyak dialami dan berdampak pada kualitas hidup dan mortalitas pasien dibandingkan gejala motoriknya. Namun, hal tersebut jarang mendapat perhatian klinis dan data mengenai karakteristiknya masih minim di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk menggambarkan karakteristik gangguan otonom pada pasien penyakit Parkinson serta faktor yang memengaruhinya menggunakan instrumen SCOPA-AUT INA (Scale for Outcome in Parkinson`s Disease - Autonomic bahasa Indonesia) di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Penelitian ini dilakukan di RSCM pada Mei 2021 hingga September 2022 dengan desain potong lintang dan melibatkan 31 pasien penyakit Parkinson sebagai subjek. Data diambil melalui wawancara menggunakan SCOPA-AUT INA dan melihat rekam medis. Uji statistik yang digunakan adalah uji univariat, chi-square, dan U Mann-Whitney. Ditemukan bahwa 100,0% subjek mengalami gangguan otonom yang terdistribusi dalam domain gastrointestinal (96,8%), urin (93,5%), termoregulasi (67,7%), seksual (51,6%), kardiovaskular (48,4%), dan pupil (12,9%). Ditemukan hubungan bermakna antara faktor usia ≥60 tahun dengan peningkatan gangguan urin, jenis kelamin laki-laki dengan peningkatan gangguan seksual, terapi levodopa dengan peningkatan gangguan gastrointestinal, dan terapi triheksifenidil dengan peningkatan gangguan pupil. Tidak ditemukan hubungan bermakna antara gangguan otonom dengan durasi dan keparahan penyakit Parkinson. Studi ini menyimpulkan bahwa gangguan otonom ditemukan pada seluruh subjek dengan penyakit Parkinson di RSCM dan dipengaruhi oleh faktor demografis dan klinis, khususnya usia, jenis kelamin, dan jenis terapi anti-Parkinson.

Autonomic dysfunctions in Parkinson’s disease are often undiagnosed or untreated and the current data regarding its profile is still limited in Indonesia despite it being more common and having more impact on their quality of life and mortality rate compared to motor symptoms of Parkinson’s disease. Therefore, research is needed on the profile and affecting factors of autonomic dysfunction in Parkinson’s disease patients using the SCOPA-AUT INA (Scale for Outcome in Parkinson`s Disease - Autonomic – Indonesian version) in RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). This cross-sectional study is done in RSCM from May 2021 to September 2022 with 31 Parkinson’s disease patients enrolled as subjects. The results are taken from interviews using the SCOPA-AUT INA questionnaire and from the subjects’ medical records. Univariable, chi-square test, and U Mann-Whitney statistical tests are used in data analysis. This study found that 100,0% of the subjects reported having autonomic dysfunctions categorized into gastrointestinal (96,8%), urinary (93,5%), termoregulatory (67,7%), sexual (51,6%), cardiovascular (48,4%), and pupillomotor (12,9%). There is a statistically significant correlation between subject age of 60 or above and increase in urinary dysfunction, male sex with increase in sexual dysfunction, levodopa therapy with increase in gastrointestinal dysfunction, and trihexyphenidyl therapy with increase in pupillomotor dysfunction. No correlation is found between autonomic dysfunctions and Parkinson’s disease duration or clinical staging. Autonomic dysfunctions are found in all of the Parkinson’s disease patients enrolled as subjects in this study and are affected by demographic and clinical characteristics, especially age, sex, and anti-Parkinson therapy."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salendu, Praevilia Margareth
"Latar belakang : Tidur berguna untuk kesehatan mental, emosi, fisik, dan sistem
imunitas tubuh. Gangguan tidur pada anak semakin menjadi masalah karena akan
berdampak pada mood, perilaku dan intelektual anak. Dilaporkan, insidensi
gangguan tidur pada anak lebih tinggi pada kasus epilepsi.
Tujuan : Mengetahui prevalensi gangguan tidur pada anak dengan epilepsi, serta
menilai hubungan antara faktor-faktor risiko yang memengaruhinya kejadian
gangguan tidur pada anak dengan epilepsi.
Metode : Studi potong lintang yang dilakukan di Poliklinik Anak Kiara RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta dengan populasi anak epilepsi usia 4-18 tahun. Penilain
variabel gangguan tidur menggunakan kuesioner sleep disturbance scale for
children (SDSC) terdiri dari 26 pertanyaan yang telah tervalidasi sebelumnya.
Kuesioner akan diisi oleh orang tua mengenai pola tidur anak dalam 6 bulan
terakhir. Pasien yang sebelumnya memiliki gangguan tidur primer seperti
obstructive sleep apnea (OSA), sindrom epilepsi, disabilitas intelektual, attention
deficit hyperactivity disorder (ADHD) akan dieksklusi.
Hasil : Didapatkan 99 subyek dengan karakteristik 22,2% menderita epilepsi
intraktabel, 28,2% serebral palsi dan 64,6% tipe kejang umum. Dari hasil
kuisioner SDSC didapatkan 71,7% anak dengan epilepsi mengalami gangguan
tidur, jenis terbanyak 62% gangguan memulai dan mempertahankan tidur. Faktor
risiko yang terbukti memengaruhi secara independen kejadian gangguan tidur
pada pasien epilepsi adalah tipe kejang umum, serebral palsi, epilepsi intraktabel,
elektroensefalografi (EEG) abnormal, dan obat antiepilepsi (OAE) jenis nonbenzodiazepin.
Kesimpulan : Tipe kejang umum, serebral palsi, epilepsi intraktabel,
abnormalitas EEG, dan OAE jenis non-benzodiazepin bermakna secara statistik
independen memengaruhi kejadian gangguan tidur pada epilepsi.

Background : Sleep is affecting mental health, emotional, physical, and immune
system. Sleep disorder in children was increased and became a burden because it
will affect the mood, behaviour and intellectual. Reportedly, the incidence of
sleep disorder is higher in children with epilepsy.
Objective : Knowing the prevalence of sleep disorder in children with epilepsy,
and to assess the risk factors which affecting it.
Methods : A cross-sectional study was conducted at children polyclinic Cipto
Mangunkusumo Hospital in Jakarta with populations of epilepsy children aged 4-
18 years old. The assessment of sleep disorder using the sleep disturbance scale
for children (SDSC), which consist of 26 questions that had been previously
validated. The questionnaire will be filled out by parents regarding the childs
sleep pattern in the past 6 months. Patients who had primary sleep disorders such
as obstructive sleep apnea (OSA), epilepsy syndrome, intellectual disabilities,
attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) will be excluded.
Results : There were 99 subjects, with characteristics are 22.2% had intractable
epilepsy, 28.2% had cerebral palsy and 64.6% generalized seizures. The
prevalence of sleep disorder in child with epilepsy in this study was 71.7%, the
most frequent type was disorder of starting and maintaining sleep. Risk factors
that have been shown to independently affecting the incidence of sleep disorder in
epilepsy patients are generalized seizures, cerebral palsy, intractable epilepsy,
electroencephalography (EEG) abnormality, and non-benzodiazepine type
antiepileptic drugs (AED).
Conclusion : Generalized seizure, cerebral palsy, intractable epilepsy, EEG
abnormality, and non-benzodiazepine type of AED are statistically significant
affecting the incidence of sleep disturbance in epilepsy independently."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Apriyanti Setianingsih
"

Penyakit Parkinson merupakan salah satu penyakit sistem saraf yang terjadi karena kerusakan atau kematian sel saraf yang mengandung dopamin di bagian otak yang berfungsi mengkoordinasikan kerja sistem motorik. Terdapat gejala motorik dan gejala non-motorik yang muncul pada penyakit Parkinson. Salah satu gejala non-motorik yang muncul, yaitu Impulse-Control Disorder (ICD). Pada penyakit Parkinson terdapat 4 symptoms utama ICD yang sering terjadi, yaitu pathological gambling, binge-eating, compulsive buying, dan compulsive sexual behavior. Kejadian ICD kerap kali ditemukan ketika pengobatan penyakit Parkinson dimulai, sehingga pada penelitian ini difokuskan pada kejadian ICD sebagai akibat pengobatan penyakit Parkinson. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor risiko dari jenis maupun banyaknya ICD symptoms yang muncul pada penderita penyakit Parkinson. Metode decision tree digunakan untuk mengidentifikasi faktor risiko yang berasosiasi dengan kejadian ICD pada penderita Penyakit Parkinson. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa total skor STAI-Trait merupakan faktor risiko yang selalu muncul untuk setiap jenis maupun banyaknya ICD symptoms yang muncul. Selain itu, faktor risiko yang hanya muncul di beberapa symptom tertentu adalah lamanya pendidikan yang ditempuh, total skor STAI­-State, usia, lamanya mengidap penyakit Parkinson, total skor SCOPA-AUT, total skor MOCA, dan total skor MDS-UPDRS 3. Sementara faktor risiko yang hanya muncul untuk suatu symptom tertentu adalah histori keluarga mengidap penyakit Parkinson, rasio pengikat DAT, dan pengobatan Dopamine Agonist.


Parkinson's disease is one of motoric neurodegenerative disorders that occurs due to damage or death of cells that contain dopamine in a part of the brain that functions to coordinate the work of the motor system. There are several motor symptoms and non-motor symptoms that occur in Parkinson's disease. One of the non-motor symptoms that occur is Impulse-Control Disorder (ICD). In Parkinson's disease, there are 4 main symptoms of ICD that often occur such as pathological gambling, binge-eating, compulsive buying, and compulsive sexual behavior. ICD are often discovered when the treatment of Parkinson's disease begins, so this research focused on the incidence of ICD as a result of the treatment of Parkinson's disease. The purpose of this study is to identify risk factors for the type and number of ICD symptoms that occur in patients with Parkinson's disease. Decision tree method is used to identify risk factors associated with the incidence of ICD for patients with Parkinson's disease. The results obtained show that the total STAI-Trait score is a risk factor that always appears for each type and number of ICD symptoms that occur in patients with Parkinson's disease. Moreover, risk factors that only appear in certain symptoms are the length of education taken, STAI-State total score, age, duration of Parkinson's disease, SCOPA-AUT total score, total MOCA score, and MDS-UPDRS 3 total score. While risk factors that only appear for a particular symptom are family history of Parkinson's disease, DAT binding ratio, and dopamine agonist treatment.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zenica Oktafia Ningrum
"ABSTRAK
Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif terbanyak kedua setelah dimensia Alzheimer. Penyakit ini merupakan penyakit yang disebabkan oleh menurunnya dopamin di dalam otak, yang menyebabkan otak bekerja secara tidak normal. Hingga saat ini belum diketahui penyebab pasti dari penyakit Parkinson. Beberapa pengukuran dinyatakan dengan total skor. Akan tetapi total skor hanya dapat mengetahui seberapa tinggi tingkat keparahan yang dialami penderita Parkinson tanpa mengetahui faktor dominan yang menyebabkannya. Maka diperlukan suatu metode alternatif yang dapat menjelaskan faktor yang menyebabkan penderita Parkinson kondisinya memburuk, salah satunya adalah dengan metode Bayesian network. Dengan metode ini dapat dilihat hubungan keterkaitan antar satu faktor dengan faktor lainnya yang menggambarkan kondisi dari penderita penyakit Parkinson. Pada tugas akhir ini digunakan dataset dari Parkinson rsquo;s Progression Markers Initiative PPMI . Data diambil dari periode baseline BL, kunjungan pertama bulan ke-0, kunjungan di bulan ke-12 VO4 , kunjungan di bulan ke-24 V06 , kunjungan di bulan ke-36 V08 , kunjungan di bulan ke-48 V10 , dan kunjungan di bulan ke-60 V12 . Dari ke-6 periode yang diamati didapatkan pengukuran sebanyak 293 penderita Parkinson. Data tersebut akan diukur menggunakan suatu alat pengukuran Movement Disorder Society-Unified Parkinson Disease Rating Scale MDS-UPDRS. MDS-UPDRS merupakan suatu alat ukur umum yang digunakan dalam menilai kondisi penderita Parkinson. MDS-UPDRS terdiri dari 4 bagian. Penelitian ini akan menggunakan MDS-UPDRS part 2 mengenai penilaian aspek motorik dari penderita Parkinson. Terdapat 13 variabel aspek motorik yang akan digunakan dalam analisis penentuan variabel aspek motorik apa yang paling memengaruhi tingkat keparahan penderita Parkinson. Hasil analisis data penderita Parkinson dalam penelitian ini menyatakan bahwa faktor tremor selalu memberikan efek yang signifikan terhadap kemampuan menulis handwritten penderita Parkinson, dengan nilai probabilitas terbesar di setiap periode pengamatan.

ABSTRACT
Parkinson 39 s disease is the second most neurodegenerative disease after Alzheimer 39 s dementia. This type of disease is caused by dopamine that decreset inside brain, which causes the brain to work abnormally. Until today the spesific cause of Parkinson 39 s disease is unknown. A few measurements are being declared by the total score. However, the total score only tell how high the severity experienced by Parkinson 39 s patients without knowing the dominant factors that cause it. So needed an alternative method that can explain the factors that cause it. Then it is necessary for an alternative method which can explain the factor causing the patient rsquo s condition gets worse, one of them with the Bayesian network method. With this method, relations between one factor and another can be seen by describing the condition of the patient. In this final project it rsquo s using the dataset from Parkinson 39 s Progression Markers Initiative PPMI . The data was taken on baseline period BL, first visit month 0, visit at month 12 VO4 , visit at month 24 V06 , visit at month 36 V08 , visit on month to month 48 V10 , and visits in the 60th month V12 . From the 6 periods observed was measured 293 Parkinson 39 s patients. The data will be measured using a Movement Disorder Society Unified Parkinson Disease Rating Scale MDS UPDRS measurement tool. MDS UPDRS is a common measure used in assessing the condition of people with Parkinson 39 s. MDS UPDRS consists of 4 parts. This study will use MDS UPDRS part 2 on the assessment of motor aspects of Parkinson 39 s patients. There are 13 motor aspect variables that will be used in determining analysis of motor aspect variable which most influence the severity of Parkinson 39 s. The results of data analysis of Parkinson 39 s patients in this study stated that the tremor factor always gives a significant effect on the writing ability handwritten of Parkinson 39 s patients, with the greatest probability value in each observation period. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dudi Herdiadi Rokim
"ABSTRAK
Magister Kedokteran KerjaJudul : Gangguan Cemas Berdasarkan Hamilton Rating Scale For Anxiety dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada PolisiLatar Belakang. Gangguan cemas pada polisi dapat menurunkan performa dalam pekerjaan serta menurunkan kepuasan dalam lingkungan kerja sehingga dapat mengakibatkan layanan kepada masyarakat menjadi kurang bagus. Hal ini karena polisi termasuk profesi yang beresiko tinggi dan berpotensi memiliki tingkat stres yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan beban kerja fungsi/satuan kerja dan faktor-faktor yang berhubungan terhadap gangguan cemas pada anggota polisi.Metode. Penelitian ini meggunakan desain potong lintang dengan besar sampel 106 orang yang diambil secara kuota sampling. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2017 dengan 4 kuesioner; Hamilton Rating Scale for Anxiety HARS , Survei Diagnosis Stres SDS , Self-Reporting Questionnaires 20 SRQ-20 , dan Penapisan Stres Paska Trauma.Hasil. Didapatkan prevalensi gangguan cemas sebesar 61.3 dengan gangguan cemas ringan sebesar 30.7 , gangguan cemas sedang sebesar 13.8 , gangguan cemas berat sebesar 23.1 dan gangguan cemas berat sekali sebesar 32.3 . Dari analisis multivariat didapatkan konflik peran sedang-berat RO 4,815, IK 95 1,926-12,041 , dan stres RO 8,469, IK 95 1,021-70,260 .Kesimpulan dan Saran. Gangguan cemas dapat mempengaruhi performa di dalam pekerjaan, sehingga pelayanan terhadap masyarakat menjadi kurang bagus. Prevalensi gangguan cemas di Polres X tinggi, konflik peran sedang-berat, dan stres memiliki hubungan dengan kejadian gangguan cemas. Karena itu perlu dilakukan intervensi, baik secara administrasi maupun secara medis.Kata kunci: Anggota Polisi; gangguan cemas; konflik peran; stres.

ABSTRACT
Anxiety Disorder Based On The Hamilton Rating Scale for Anxiety and Associated Factors Amongs Police OfficersBackground. Anxiety disorder on the Police can decrease the work performance and satisfaction in the work environment so that it can affect to the decrease of service quality to the communities. It is because the police profession belongs to one of the high risk and potentially high stress jobs. This research aimed to find out the relation between the workload and factors which are related to the anxiety disorder on the police officers.Method. This research used a cross sectional design with 106 police officer as respondents selected by quota sampling. This research was conducted in January 2017 using 4 questionnaires Hamilton Rating Scale for Anxiety HARS , Survey of Stress Diagnosis SDS , Self Reporting Questionnaires 20 SRQ 20 , and Post Traumatic Stress Screening.Result. The result showed that the prevalence of anxiety disorders by 61.3 with low anxiety disorder by 30.7 , moderate anxiety disorder by 13.8 , moderate anxiety disorder by 23.1 , and severe anxiety disorder by 32.3 . From the multivariate analysis, it was obtained that the moderate ndash severe role conflict OR 4.815, CI 95 1.926 12.041 , and stress OR 8,469, CI 95 1.021 70.260 .Conclusion. Anxiety disorders can affect someone rsquo s performance in his work so that the service given to the community becomes less good. The prevalence of anxiety disorder in Departmental Police X is high, the moderate ndash severe role conflict and stress have relation with anxiety disorder. The intervention needs to be done, either administratively or medical.Keywords Police officers anxiety disorder role conflict stress"
Jakarta: 2017
T55562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Siti Zahra
"Latar belakang: Hemofilia merupakan penyakit kronis yang dapat memengaruhi aspek psikososial penderitanya. Gangguan psikososial yang mungkin dialami adalah gangguan tidur serta gangguan emosi dan perilaku. Penelitian ini bertujuan untuk menilai gangguan tidur, gangguan emosi dan perilaku, dan hubungan keduanya pada pasien anak dengan Hemofilia.
Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada pasien anak dengan hemofilia di poli hematologi anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari November 2022-Januari 2023. Penilaian gangguan tidur dilakukan melalui kuesioner the Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) berbahasa Indonesia. sedangkan gangguan emosi dan perilaku dinilai berdasarkan kuesioner Pediatric Symptom Checklist-17 (PSC-17) berbahasa Indonesia, Analisis hubungan antara keduanya dinilai melalui uji Fisher.
Hasil: Terdapat 43 pasien anak laki-laki dengan hemofilia dalam periode penelitian. Gangguan tidur terdapat pada 19/43 (44,2%). Gangguan emosi dan perilaku terdapat 5/43 (11,6%). Hubungan gangguan tidur dengan gangguan emosi perilaku menunjukkan nilai p sebesar 0,387 (Hasil uji Fisher).
Kesimpulan: Hubungan gangguan tidur dengan gangguan emosi dan perilaku pada pasien anak dengan hemofilia tidak dapat disimpulkan.

Introduction: Hemophilia is a chronic disease that can affect the psychosocial aspects of sufferers. Psychosocial disorders that may be experienced are sleep disturbances and so emotional and behavioral disorders. This study aims to assess sleep disturbances, emotional and behavioral disorders, and the relationship between the two in pediatric patients with Hemophilia.
Method: This cross-sectional study involved pediatric patients with hemophilia at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Assessment of sleep disturbances was carried out through the Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) questionnaire, while emotional and behavioral disorders were assessed using the Pediatric Symptom Checklist-17 questionnaire (PSC-17). Those questionnaires had already validated in Indonesian. The analysis of the relationship between the two was assessed through Fisher's test.
Result: There were 43 male pediatric patients with hemophilia in this study. It showed that 19/43 (44.2%) of pediatric patients with hemophilia experienced sleep disturbances. In addition, there were 5/43 (11.6%) of patients who had emotional and behavioral disorders. Fisher's test results showed p value=0.387.
Conclusion: Thus, the relationship between sleep disturbances and emotional and behavioral disturbances in pediatric patients with hemophilia can not be concluded.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sophie Yolanda
"Latar Belakang. Pada pasien penyakit Parkinson (PP), disfungsi otonom merupakan gejala PP yang menonjol, yang sangat memengaruhi kualitas hidup pasien PP. Identifikasi dan penilaian disfungsi otonom sangatlah penting dalam praktek klinis untuk menghindari komplikasi dan pemberian tatalaksana yang tepat, namun hingga saat ini gangguan otonom pada pasien PP masih underdiagnosed, antara lain karena ketidakcukupan metodologi objektif untuk mengukurnya. Penilaian gangguan otonom pada pasien PP dapat dinilai secara subjektif dengan kuesioner Scales for Outcomes in Parkinson’s Disease - Autonomic (SCOPA-AUT) dan secara objektif dengan sympathetic skin response (SSR) yang merepresentasikan fungsi termoregulasi, R-R interval (RRI) dan hipotensi ortostatik (HO) yang merepresentasikan fungsi kardiovaskular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gangguan otonom termoregulasi dan kardiovaskular berdasarkan hasil pemeriksaan SSR, RRI, dan HO pada pasien PP di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo serta faktor-faktor yang memengaruhinya.
Metode. Studi ini merupakan studi potong lintang deskriptif pada pasien PP yang dilakukan pemeriksaan menggunakan kuesioner SCOPA-AUT bahasa Indonesia, SSR, RRI, dan HO untuk mendiagnosis ada tidaknya gangguan otonom. Hasil pemeriksaan dianalisis dengan karakteristik demografis dan klinis pasien untuk menentukan faktor yang memengaruhi gangguan otonom pada pasien PP.
Hasil. Sebanyak 25 subjek mengikuti penelitian dengan 11 pasien laki-laki dan 14 pasien perempuan. Rerata usia subjek penelitian adalah 56,52 (+14,72) tahun dengan median durasi PP 5 (1-20) tahun. Median skor MDS-UPDRS adalah 35 (4-122) dengan sebagian besar subjek berada di kelompok skala Hoehn & Yahr 1-2 (72%). Prevalensi gangguan otonom termoregulasi berdasarkan pemeriksaan SSR sebesar 48%. Prevalensi gangguan otonom kardiovaskular berdasarkan pemeriksaan RRI sebesar 82,5%, dan berdasarkan pemeriksaan HO sebesar 4,3%. Didapatkan korelasi negatif dengan kekuatan korelasi sedang antara usia dengan amplitudo SSR seluruh ekstremitas (manus kanan: rs -0,502, p 0,011; manus kiri: rs -0,544, p 0,005; pedis kanan: rs -0,539, p 0,005; pedis kiri: rs -0,533, p 0,006). Didapatkan hubungan yang bermakna antara stadium PP dengan RRI deep breathing (p 0,027). Didapatkan korelasi negatif dengan kekuatan korelasi sedang antara durasi PP dengan hasil pemeriksaan RRI ekspirasi minus inspirasi (E-I) deep breathing (rs -0,432, p 0,035). Didapatkan perbedaan selisih pengukuran tekanan darah (TD) sistolik yang lebih tinggi pada subjek yang memiliki komorbid stroke (4,55 (+8,43) vs 16,5 (+13,27), p 0,028) dan perbedaan selisih pengukuran TD diastolik yang lebih rendah pada subjek yang memiliki komorbid diabetes (7,5 (-19-0) vs -5 (-1-11), p 0,014). Didaptkan hubungan antara SCOPA-AUT INA domain termoregulasi dengan SSR pedis kanan (p 0,042) dan pedis kiri (p 0,03).
Kesimpulan. Semakin tinggi usia pasien PP, semakin rendah nilai amplitudo SSR. Pasien PP dengan stadium Hoehn & Yahr 3-5 memiliki kemungkinan gangguan RRI saat napas dalam yang lebih tinggi. Semakin panjang durasi PP, semakin rendah hasil pemeriksaan RRI E-I saat napas dalam. Pasien PP dengan komorbid stroke memiliki selisih TD sistolik yang lebih tinggi dan pasien PP dengan komorbid diabetes memiliki selisih TD diastolik yang lebih rendah. Terdapat asosiasi antara nilai SCOPA-AUT INA domain termoregulasi dengan SSR pedis pasien PP.
.....Background. In Parkinson's disease (PD) patients, autonomic dysfunction is a prominent symptom which greatly affects patients’ quality of life. Identification and assessment of autonomic dysfunction are very important in clinical practice to avoid complications and provide appropriate management, but to date autonomic disorders in PD patients are still underdiagnosed, partly due to the inadequacy of objective methodologies to measure them. Assessment of autonomic disorders in PD can be assessed subjectively with the Scales for Outcomes in Parkinson's Disease - Autonomic (SCOPA-AUT) questionnaire and objectively with the sympathetic skin response (SSR) which represents thermoregulatory function, R-R interval (RRI) and orthostatic hypotension (OH) which represents cardiovascular function. This study aims to determine the prevalence of autonomic thermoregulation and cardiovascular disorders based on the results of SSR, RRI, and HO examinations in PD patients at dr. Cipto Mangunkusumo National Center General Hospital and the factors influencing it.
Method. This study is a descriptive cross-sectional study of PD patients who were examined using the Indonesian SCOPA-AUT questionnaire, SSR, RRI, and OH examinations to diagnose autonomic disorders. The examination results were analyzed with the patients’ demographic and clinical characteristics to determine factors influencing autonomic disorders in PD patients.
Results. A total of 25 subjects took part in the study with 11 male and 14 female. The mean age of the subjects was 56.52 (+14.72) years with a median PD duration of 5 (1-20) years. The median MDS-UPDRS score was 35 (4-122) with most subjects being in the Hoehn & Yahr scale 1-2 (72%). The prevalence of autonomic thermoregulation disorder based on SSR examination was 48%. The prevalence of cardiovascular autonomic disorder based on RRI examination was 82.5%, and based on OH examination was 4.3%. There were negative correlations with moderate strength between age and SSR amplitude throughout the extremities (right manus: rs -0.502, p 0.011; left manus: rs -0.544, p 0.005; right pedis: rs -0.539, p 0.005; left pedis: rs - 0.533, p 0.006). A significant relationship was found between PD stage with RRI deep breathing (P 0.027). There was a negative correlation with moderate strength between PD duration and RRI expiration minus inspiration (E-I) deep breathing (rs -0.432, p 0.035). The difference in the systolic blood pressure (BP) in subjects with stroke comorbid was significantly higher (4.55 (+8.43) vs 16.5 (+13.27), p 0.028) and the difference in diastolic BP in subjects with diabetes comorbid was significantly lower (7.5 (-19-0) vs -5 (-1-11), p 0.014). There was an association between the SCOPA-AUT INA thermoregulation domain and both the right and left pedis SSR (p 0.042, p 0.03 respectively).
Conclusion. The higher the age of the PD patient, the lower the SSR amplitude. PD patients with Hoehn & Yahr stage 3-5 have a higher likelihood of impaired RRI deep breathing. The longer the PD duration, the lower the RRI E-I deep breathing. PD patients with stroke comorbid had a higher difference in systolic BP and PD patients with diabetes comorbid had a lower difference in diastolic BP. There is an association between the SCOPA-AUT INA thermoregulation domain with pedis SSR of PD patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>