Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112481 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Sayyid Nashrullah Rasmadi
"Kota Bandung yang pada awalnya merupakan sebuah wilayah tertutup mengalami kemajuan yang pesat pada era kolonial, banyak sekali tempat yang dibangun untuk menunjang kehidupan masyarakatnya seperti, sekolah, pasar, perumahan, pabrik, dan lain-lain, dengan demikian Karsten berencana untuk membangun jalur kereta api trem dan halte-haltenya sebagai penunjang kegiatan masyarakat Kota Bandung dalam beraktivitas setiap harinya. Sehingga permasalahan mengenai bagaimana lanskap perkeretaapian di Kota Bandung pada era kolonial dimaknai oleh masyarakat pada masa itu menjadi permasalahan penelitian ini menarik untuk dibahas. Dengan penelitian deskriptif-analitis, peneliti membagi data ke dalam dua jenis yaitu primer yang berupa hasil observasi lapangan dan sekunder yang merupakan data kepustakaan, menggunakan kerangka pemikiran arkeologi lanskap dan paradigma pasca prosesual mampu memecahkan masalah penelitian. Hasil penelitian mengemukakan bahwa adanya aspek kestrategisan dan keefektifan bagi para penumpang-penumpangnya yang merupakan masyarakat Kota Bandung maupun sekitar Kota Bandung. Halte-halte ini berpengaruh pada waktu tempuh masyarakat yang akan bepergian ke lokasi-lokasi tersebut menjadi lebih singkat dan memerlukan usaha yang lebih sedikit dibandingkan dengan jika tidak adanya halte yang berlokasi dekat dengan sarana-sarana publik tersebut. Kebaharuan pada penelitian ini adalah dalam interpretasinya yang berada dalam ranah pikiran para penduduknya, sehingga tidak hanya persoalan fungsionalnya saja.

Bandung which was originally an isolated area experienced a very rapid progress in the colonial era, many places were built to support the lives of its people such as schools, markets, housing, factories, etc., thus Karsten planned to build tram lines and its stops to support Bandung’s citizens in their daily activities. So that the problem of how the railroad system landscape in Bandung in colonial era interpreted by the community at that time for their daily lives becomes a very interesting research problem. With descriptive-analytical research, researchers divide the data into two types, namely primary in the form of field observations and secondary which constitute library data, using landscape archeological frameworks and post-processual paradigms capable of solving the problem of this research. The results of this study suggest that there are strategic and effectiveness aspects for the passengers who are residents of Bandung and around Bandung. The tram stops affect the travel time of the citizens who will travel to these locations to be shorter and require less effort compared to if there are no shelters located near the facilities these public facilities. The novelty of this research is in its interpretation which is in the realm of the minds of its inhabitants, so that it is not only a functional problem.

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian mengenai Perhimpoenan Beambte Spoor dan Tram (PBST) di Bandung pada tahun 1927 ? 1934 ini ditujukan untuk melengkapi penulisan tentang sejarah pergerakan nasional dan sejarah tentang perburuhan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahap, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Dalam penelitian penulis hanya menggunakan sumber-sumber tertulis, karena penggunaan sumber lisan tidak memungkinkan untuk dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pergerakan serikat pekerja setelah tahun 1927 tidak berjalan seperti tahun-tahun sebelumnya. Pergerakan serikat pekerja pada awalnya berjalan secara radikal dan revolusioner dengan diwarnai oleh pemogokan-pemogokan yang dilakukan oleh para buruh. Aksi inilah yang digunakan untuk menolak kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan dirasa tidak adil oleh para pekerja. Aksi ini turut didukung oleh gerakan-gerakan politik yang kontra terhadap pemerintah kolonial di Hindia Belanda. Kondisi ini kemudian berubah setelah tahun 1927 dengan adanya pembatasan ruang gerak untuk pergerakan kaum pribumi di Hindia Belanda. Pergerakan serikat pekerja pun kemudian berubah menuju ke arah yang lebih lunak dengan jalan kooperatif dengan pemerintah, terutama untuk mereka yang bekerja di perusahaan negara. Kondisi yang seperti inilah yang kemudian menyulitkan para pekerja untuk memperjuangkan perbaikan hidupnya, ditambah lagi dengan situasi ekonomi malaise yang melanda di Hindia Belanda. Perhimpoenan Beambte Spoor dan Tram (PBST), serikat pekerja untuk kaum beambten --pekerja kelas II-- di dalam Staatsspoorwegen (SS), merupakan salah satunya yang melewati periode tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S12640
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Febrianti
"Transportasi menjadi aspek penting selama proses pendistribusian barang, informasi, dan tenaga kerja ke berbagai wilayah. Industri perkebunan turut mempengaruhi perkembangan sistem transportasi, termasuk distribusi komoditas industri perkebunan kolonial. Stasiun Banjoewangi memiliki perbedaan peran yang signifikan sebagai stasiun terminus dibandingkan stasiun lain. Penelitian ini berusaha untuk mengetahui konektivitas jaringan regional dan peran Stasiun Banjoewangi dalam mobilisasi industri perkebunan pada masa kolonial Belanda menggunakan konsep pendekatan jaringan. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian arkeologi yang terdiri atas pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran data. Hasil penafsiran data memperlihatkan bahwa sebaran kawasan industri memengaruhi terbentuknya pola pemukiman dan jaringan mobilisasi antar wilayah. Jaringan tersebut membentuk pola memusat yang menempatkan Stasiun Banjoewangi sebagai titik sentral untuk wilayah sekitarnya.

Transportation is an important aspect during the process of distributing goods, information and labor to various regions. The plantation industry also influenced the development of the transportation system, including the distribution of colonial plantation industry commodities. Banjoewangi Station has a significant role difference as a terminus station compared to other stations. This research seeks to determine the connectivity of regional networks and the role of Banjoewangi Station in the mobilization of the plantation industry during the Dutch colonial period using the concept of a network approach. This research was conducted using archaeological research methods consisting of data collection, data processing, and data interpretation. The results of data interpretation show that the distribution of industrial areas influenced the formation of settlement patterns and mobilization networks between regions. The network forms a centralized pattern that places Banjoewangi Station as the central point for the surrounding area."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Hermawan
"As with the development of the railway, the construction of the train station has an important role in the development of the rail transportation mode. The afford ability and alignment with other modes of transportation are important to consider in its placement in the layout of the city. The placement of Bandung’s railway station in the city of Bandung in spatial colonial times is the issue of this paper. The descriptive analytical research methods used to answer this issue. Data were collected through survey and literature studies. The result showed that the placement of Bandung’s railway station in the city is very strategic for its location is within easy reach from all parts of the city.
"
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2013
PURBAWIDYA 2:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fifi Lutfia Wardhani
"Stasiun kereta api Kedjaksan Cirebon merupakan salah satu Cagar Budaya yang berasal dari masa kolonial dan dapat diteliti menurut sudut pandang arkeologi industri. Salah satu pengaruh bangsa Belanda pada masa penjajahan di Indonesia adalah pengadaan transportasi kereta api dalam rangka mempelancar eksplosari dan eksploitasi terhadap tanah jajahan. Dengan perkembangan transportasi kereta api, berkembang pula fasilitas pendukungnya, yakni stasiun. Salah satu stasiun kereta api yang didirikan di Jawa Barat adalah Stasiun Kereta Api Kedjaksan Cirebon. Pada kompleks stasiun Kedjaksan Cirebon terdapat beberapa komponen penunjang kegiatan perkeretaapian alat dan bangunan operasional, serta bangunan tempat tinggal pegawai. Berdirinya sebuah stasiun kereta api membawa perubahan terhadap tatanan masyarakat sehingga menghasilkan kelas sosial pekerja. Kelas-kelas sosial tersebut dapat diamati melalui bangunan rumah tinggal dan atribut yang dikenakan.

Kedjaksan Cirebon railway station is one of the heritage from the colonial period and can be studied in terms of the industrial archeology. One of the influences of the Dutch during the colonial era in Indonesia is the provision of railway transportation in order to facilitate the exploration and exploitation of the colonies. With the development of rail transportation, is also developing its supporting facilities, the train station. One of the railway station was established in West Java Kedjaksan Cirebon Railway Station. At the station complex Kedjaksan Cirebon there are several components to support activities which the tools and building railway operations, as well as residential buildings employees. The establishment of a railway station brought changes to the society that produces social class workers. Socialclasses can be observed through the houses and subject attributes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47359
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Arkananta
"Kota Bogor berada di tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya cukup dekat dengan lingkup Jabodetabek sehingga mobilitas masyarakat semakin tinggi. Namun, terdapat beberapa layanan angkutan umum yang tidak efisien di Kota Bogor sehingga diperlukan alternatif untuk meningkatkan layanan angkutan umum di Kota Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis preferensi masyarakat terhadap layanan Trem di Kota Bogor. Metode analisis pada penelitian ini menggunakan model logit biner yang dibangun berdasarkan hasil data survei primer dengan metode Stated Preference. Model fungsi utilitas dibangun dengan pendekatan regresi logistik yang dikelompokkan berdasarkan karakteristik perjalanan dan moda transportasi. Pembentukan fungsi utilitas pada setiap kelompok dibangun dengan variabel yang berkorelasi dan signifikan berdasarkan uji korelasi Spearman serta terpilih melalui metode stepwise. Setiap fungsi utilitas diuji kelayakannya dengan uji Omnibus Test of Model Coefficients, Hosmer and Lameshow Test, Overall Percentage, -2 Log Likelihood, dan Nagelkerke R Square. Selanjutnya dilakukan uji validasi antara data real dengan data model menggunakan Root Mean Square Error (RMSE). Setelah itu, dilakukan pemilihan model terbaik berdasarkan hasil uji kelayakan dan validasi serta dilakukan pengujian komparasi menggunakan Mann-Whitney. Berdasarkan hasil analisis, ditetapkan enam model terpilih dengan variabel yang paling berpengaruh terhadap preferensi masyarakat, yaitu tarif, waktu tunggu, penghematan waktu, dan selisih biaya. Potensi penggunaan layanan Trem berdasarkan preferensi tarif Rp5.500 pada kendaraan umum eksternal sebesar 93.96%, pada kendaraan mobil internal sebesar 76.69%, dan pada kendaraan motor eksternal sebesar 93.36%. Sedangkan tingkat potensi penggunaan layanan Trem berdasarkan preferensi waktu tunggu 5 menit pada kendaraan umum internal sebesar 91.88% dan pada waktu tunggu 10 menit sebesar 86.39%.

Bogor City is located in the middle of Bogor Regency and is quite close to the Jabodetabek area, resulting in higher community mobility. However, there are several inefficient public transport services in Bogor City so that alternatives are needed to improve public transport services in Bogor City. This study aims to analyze people's preferences for Tram services in Bogor City. The analysis method in this study uses a binary logit model built based on the results of primary survey data with the Stated Preference method. The utility function model was built with a logistic regression approach grouped by travel characteristics and transportation modes. The formation of utility functions in each group was built with variables that were correlated and significant based on the Spearman correlation test and selected through the stepwise method. Each utility function was tested for feasibility using the Omnibus Test of Model Coefficients, Hosmer and Lameshow Test, Overall Percentage, -2 Log Likelihood, and Nagelkerke R Square. Furthermore, a validation test is carried out between real data and model data using Root Mean Square Error (RMSE). After that, the best model selection was carried out based on the results of the feasibility and validation tests and comparative testing using Mann-Whitney. Based on the results of the analysis, six models were selected with the most influential variables on public preferences, namely tariff, waiting time, time savings, and cost difference. The potential use of Tram services based on tariff preferences of Rp5,500 on external public vehicles amounted to 93.96%, on internal car vehicles amounted to 76.69%, and on external motor vehicles amounted to 93.36%. While the level of potential use of Tram services based on 5-minute waiting time preferences on internal public vehicles amounted to 91.88% and at a waiting time of 10 minutes amounted to 86.39%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmia Nurwulandari
"Bandung di masa kolonial dikenal sebagai Parisnya Pulau Jawa atau yang populer dengan sebutan Parijs van Java. Sebutan itu memberikan kesan kota yang estetik dan dicintai oleh banyak orang bahkan hingga saat ini. Orang Belanda menyebut Bandung sebagai Een Western Enclave atau permukiman eksklusif bagi orang Barat yang membuat kota ini makin spesial. Penelitian ini berfokus pada perkembangan kota di Bandung pada awal abad ke 20, dari kota kecil di tengah perkebunan menjadi kota modern yang diakui dunia internasional. Bandung dicalonkan menjadi ibukota Hindia Belanda untuk menggantikan Batavia. Berbagai perubahan kota yang terjadi ikut berpengaruh pada tampilan estetika arsitektur dan kota. Namun, di balik gemerlap perkembangan yang pesat itu, terdapat sejumlah ide terkait estetika yang tidak saling berhubungan.
Penelitian ini mencoba menjawab apa aja citra estetik yang ingin ditampilkan di Bandung saat dipersiapkan menjadi ibukota baru beserta alasanalasannya yang dikaji melalui teori estetika Immanuel Kant dan teori metropolis karya Georg Simmel. Dengan menggunakan metode yang diperkenalkan oleh Iain Borden dan rekan-rekannya dalam buku The Unknown City, terungkap sejumlah pandangan terkait estetika yang membentuk citra kota Bandung, seperti potensi alam, ide keteraturan, eksotisme, ambisi terhadap hal-hal baru, imajinasi kenyamanan Eropa di kota tropis, sekaligus ketakutan akan wabah penyakit yang mengancam imajinasi kolonial.

Colonial Bandung was known as the Paris of Java (Parijs van Java). It gives an impression of aesthetic and is adored by the people until present day. The Dutch named Bandung as Een Western Enclave or an exclusive neighborhood for the European. This research focused on the development of the city in the early twentieth century, from a small town near the plantation to a modern city that is globally known, even to be prepared as a capital city of Dutch East Indies. The development also changed the visual of architecture and the city. However, behind the rapid development of the city, there are some ideas in aesthetics that was unrelated.
This research tried to answer what is the image of aesthetics that was appeared in Bandung as the future capital city of Dutch East Indies. I learn it through the Aesthetic theory of Immanuel Kant and Metropolis of Georg Simmel. With the method that is introduced by Iain Borden and friends in the book The Unknown City, I found some views that is related to the aesthetic and the city, such as nature beauty, the urban planning and design principle, ambition to the tecnology and innovation, exoticism, imagination of the ideal tropics, as well as fears that threatened colonial imagination.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amdi Ariefianto
"Perkebunan teh Malabar, merupakan tinggalan industri masa lalu yang masih aktif (living industrial heritage) dan diteliti menggunakan sudut pandang arkeologi industri. Pemilihan tema tersebut dalam penelitian ini dengan pertimbangan, penelitian mengenai perkebunan teh di Indonesia dari sudut pandang arkeologi belum pernah dilakukan, walaupun perkebunan teh di Indonesia cukup banyak, terutama di tanah Jawa. Orang Indonesia, pada awalnya belum mengenal budi daya tanaman teh dan teknologi modern dalam sebuah perkebunan. Tanaman yang banyak ditanam adalah kopi, tebu, nila dan rempah-rempah dengan menggunakan alat tradisional. Masuknya bangsa Belanda ke Indonesia, menyebabkan adanya komiditi baru yaitu karet dan teh, bersamaan dengan alat-alat modern sebagai alat produksi di perkebunan dan pabrik yang ada di Indonesia. Alat-alat tersebut menggunakan mesin uap bertekanan dan listrik untuk beroperasi. Alat-alat tersebut ditemukan bersamaan dengan berkembangnya teknologi akibat Revolusi Indsutri di Inggris pada abad ke-18. Perkebunan teh malabar terdiri dari beberapa komponen pendukung seperti, lingkungan, sumber daya alam, bahan baku lain, mesin dan alat produksi serta non produksi, bangunan dan sumber daya manusia. Dari komponen-kompenen tersebut, memperlihatkan perencaan yang matang dalam pembuatan perkebunan ini, baik secara ekologis, letak bangunan dan rencana bagaimana pekerja perkebunan dapat hidup. Beberapa tinggalan perkebunan teh Malabar, seperti tempat tinggal, pabrik, mesin dan tinggalan lainnya, memperlihatkan adanya perkembangan teknologi yang mencolok dibandingkan teknologi yang digunakan pada perkebunan sebelum datangnya bangsa Belanda ke Indonesia. Selain itu, terlihat juga adanya pemilihan letak pendirian tempat tinggal dan perbedaan kelas sosial yang terjadi di masyarakat industri.

Malabar tea plantation, an industrial remnants of the past are still active (living industrial heritage) and examined using the point of view of industrial archeology. The selection of the themes in this study with the consideration, research on tea plantations in Indonesia from the archaeological point of view has not been done, although the tea plantations in Indonesia is quite a lot, particularly in Java. People of Indonesia, at first unfamiliar with tea cultivation and modern technology in a plantation. Are widely grown crops are coffee, sugar, indigo and spices using traditional tools. The entry of the Dutch in Indonesia, leading to a new commodity that is rubber and tea, along with modern tools as a means of production in plantations and factories in Indonesia. Such tools using pressurized steam engine and electricity to operate. The tools were found along with the development of technology a result of industrial revolution in England in the 18th century. Malabar tea plantations consist of several components such support, the environment, natural resources, other raw materials, machinery and equipment production and non-production, building and human resources. Those components, shows a mature planning in making this plantation, ecologically, building layout and plan how plantation workers can live. Some remnants of Malabar tea plantation, such as housing, factories, machinery and other remains, shows a striking technological developments than the technology used on the plantations before the arrival of the Dutch in Indonesia. In addition, the look is also a selection of the location of residence and establishment of social class differences that occur in the industry."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S44063
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Khoirunnisa
"Skripsi ini membahas mengenai bentuk-bentuk rumah tinggal pada masa kolonial Belanda di Jalan Cipaganti, Bandung. Rumah-rumah di Jalan Cipaganti ini terletak di wilayah Bandung Utara dan pada masa lalu diperuntukkan bagi kalangan elit Eropa. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bentuk pengaruh arsitektur rumah tradisional Jawa Barat dan arsitektur rumah-rumah peninggalan kolonial Belanda di Menteng, Taman Kencana, dan Cihapit yang tercermin dalam unsur-unsur rumah di Cipaganti. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa rumah tinggal kolonial di Jalan Cipaganti mendapat pengaruh arsitektur rumah tradisional Jawa Barat dan rumah peninggalan kolonial Belanda pada bagian atas, badan, dan bawah bangunan. Rumah-rumah di Cipaganti juga memiliki ciri khusus yang tidak ditemukan pada rumah tinggal kolonial di daerah pembanding Menteng, Taman Kencana, dan Cihapit.

This undergraduate thesis discusses about colonial houses from early 20th Century at Jalan Cipaganti, Bandung. The houses on Jalan Cipaganti are located in North Bandung area and in the past were reserved for the European elite. This study aims to see the influence of traditional architecture of West Java and architecture of Dutch colonial heritage houses in Menteng, Taman Kencana, and Cihapit which is reflected in the elements of house in Cipaganti. This research is analytical descriptive. The results of this study explain that the colonial residence on Jalan Cipaganti get the influence of the architecture of traditional houses of West Java and the Dutch colonial relics on the top, body, and bottom of the building. The houses in Cipaganti also have special characteristics that are not found in the colonial residence in the comparative areas Menteng, Taman Kencana, and Cihapit.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Siswanto
"Machinists have a big responsibility in controlling trains and maintaining the safety of trips. When a machinist has an irregular work schedule, monotonous and long schedules, he may experience fatigue while on duty. Fatigue can cause a decrease in performance and lead the machinist to make mistakes that can later be the cause of railway accidents. Fatigue assessments, then, become an important program that can be used by management to improve railway safety. In this study, a fatigue evaluation was conducted among 30 machinists working at the Indonesian Railway Company (PT. Kereta Api Indonesia or PT. KAI). The evaluation consists of assessing the quality of sleep with The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), the measurement of subjective sleepiness with Karolinska Sleepiness Scale (KSS), the measurement of secondary work performance with Psychomotor Vigilance Test (PVT), and heart rate measurements employing a heart rate monitor (Beurer PM-18). Results of this study showed that most of the machinists experienced sleep quality problems. Also, the sleepiness level of the machinists continued to increase at work and the reaction time was worse at the end of his shift, although levels of physical fatigue were not substantial. Suggestions were proposed to the management, including new work schedules using shift rotations in order to reduce fatigue."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2017
UI-IJTECH 8:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>