Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122255 dokumen yang sesuai dengan query
cover
T. Prasetyo Hadi Atmoko
Yogyakarta: Explore, 2018
647.94 PRA m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Wisaksono
"ABSTRAK
Dengan semakin agresifnya kegiatan Pemerintah dalam mengembang-
kan sektor Pariwisata iumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia selalu
meningkat sejak akhir dasawarsa 1980-an. Demikian pula dengan semakin
berkembangnya kegiatan bisnis di indonesia telah menambah ramainya arus
masuk tamu asing ke Indonesia. Meningkatrtya arus wisatawan dan tamu asing
ini telah mendorong kenaikan jumlah permintaan kamar hotel di berbagai
tempat di Indonesia. Kemudian banyak investor baru yang rnulai menanamkan
modalnya di bidang perhotelan. Daerah Bali, Jakarta dan Jawa Barat merupakan
daerah paling menarik bagi pendirian hotel-hotel baru. Bali lebih menonjol di segi
budaya dan potensi alamnya sedangkan Jakarta dan Jawa Barat dari segi bis-
nisnya. Disamping itu, meningkatnya jumlah vvisatawan tersebut telah mendo-
rong pengusaha hotel yang telah ada untuk meningkatkan kapasitas kamar
hotel mereka.
Namun Iaju peningkatan jumlah kapasitas kamar ini telah melampau laju
pertumbuhan arus wisatawan atau tamu asing yang datang dari Iuar negeri.
Akibatnya meskipun jumlah tamu asing yang datang ke Indonesia mengalami
banyak peningkatan ternyata bila dilihat dari tingkat penghunian kamar rata-rata
hotel di beberapa daerah mengalami kecenderungan menurun. Di Bali misalnya,
tingkat penghunian kamar tahun 1992 diperkirakan hanya mencapai 60 persen
saja. Di Yogyakarta, tingkat penghunian hotel tahun tersebut telah anjlok di
bawah 60 persen. Padahal menurut Departemen Pariwisata, Pos dan Teleko-
munikasi tingkat penghunian bisa disebut normal apabila mencapai sekurang-
kurangnya 60 persen. Dengan tingkat penghunian sebesar 60 persen tersebut
diperkirakan pengusaha hotel baru mampu menutup seluruh biaya-biaya opera-
sinya. Adanya kecenderungan semakin menurunnya tingkat penghunian kamar
hotel di beberapa daerah tersebuy mengakibatkan munculnya persaingan dalam
bentuk perang tarip. Perang tarip di tingkat hotel raksasa pada akhirnya akan
merembet ke hotel-hotel kelas di bawahnya hingga ke hotel melati.
Sementara itu perang tarip antara hotel-hotel berbintang di Jakarta
sudah mulai terasa di awal tahun 1993. Menurut data Biro Pusat Statistik
tingkat penghunian rata-rata tahun 1991 untuk hotel berbintang lima, masih
mencapai 17O persen. Aklbatnya sejak tahun 1992 banyak hotel berbintang lima
di Jakarta yang mulai memperbanyak kapasitas kamarnya. Sementara itu jumlah
proyek pendirian hotel berbintang lima yang telah disetujui Badan koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) telah mencapal sebanyak 9 hotel dengan kapasitas
sekitar 3.900 kamar. Seluruh proyek tersebut diperkirakan akan selesai dan
mulai beroperasi tahun 1996 nanti. Meskipun persaingan telah semakin ketat di
tahun 1993 ini, namun ijin bagi pendirian hotel baru di Jakarta masih belum
tertutup. Dengan melihat keadaan yang tengah terjadi di bisnis perhotelan
tersebut, tulisan ini berusaha menganalisa intensitas persaingan yang sebenar-
nya tengah dan akan terjadi di bisnis perhotelan bintang lima khususnya di
Jakarta.
Menurut Porter, intensitas persaingan dalam industri bukanlah suatu kebetulan atau nasib buruk. Persaingan dalam suatu industri berakar pada struktur ekonomi yang mendasarinya dan berjalan diluat perilaku pesing-pesaing yang ada. intensitas persaingan ini bergantung pada lima kekuatan persaingan pokok. kelima kekautan tersebut antara lain pendatang baru, potensial, produk pengganti, kekuatan pemasuk dan kekuatan pembeli serta persaingan di antara lain pendatang baru, potensial, produk pengganti, kekuatan pemasok dan ekuatan pembeli serta persaingan di antara perusahaan yang ada dalam industri tersebut. Gabungan dari kelima kekuatan ini akan menentukan potensi laba akhirs dalam industri.
Dari analisa intensitas persaingan berdasarkan kelima kekuatan yang diterangkan porter tersebut, penelitian ini memberikan banyak kesimpulan mengenai bisnis perhotelam berbintang lima di jakarta. persaingan yang terjadi diantara pesaing-pesaing yang telah ada sudah menunjukan ketatnya bisnis ini. Sejak awal tahun 1993 pemotongan tarip kamar hotel mulai terjadi hotel0hotel kelas raksasa ini. Hal ini sebagai akibat semakin menurunnya tingkat perhunian kamar. Sesuai dengan hasil perhitungan ulang dalam penelitian ini bahwa sejak tahun 1991 tingkat penghunian hotel bintang lima dijakarta sebetulnya telah merosot hingga dibawah 60persen. Berbeda dengan data BPS yang menunjukkan tingkat penghunian tersebut masih diatas 70 persen. Dalam penelitian ini juga telah menemukan banyak kesalahan dalam penghitungan tingkat penghunian hotel yang dilakukan oleh BPS. Kesalahan data dari BPS tersebut kelihatannya telah menyesatkan bahwa investor baru maupun pengusaha hotel.
Dengand ata tersebut banyak pengusaha hotel mulai menambah jumlah kapasitas kamar yang mereka tawarkan. Hotel Hilton misalnya, mulai mendirikan bangunan baru dengan kapasitas 500 kamar yang diperkirakan akan selesai akhir tahun 1993 ini. sebanyak sembilan hotel bintang lima baru yang masih dalam tahap kosntruksi juga akan menambah ketatnya persaingan dalam bisnis perhotelan di masa mendatang.Dengan demikian amsuknya banyak pendatang baru potensial ini jelas akan menanmbah intensitas persaingan bagi pesaing-pesaing lama.
Kekuatan pemasok dalam bisnis ini kurang begitu kuat. Hal ini karena pemasok bisnis perhotelan berasal dari industri yang terfragmentasi dan tidak tergantung dari satu atau beberapa jenis produk saja. sedangkan kekuatan tawar menawar pembeli boleh dibilang cukup kuat. Pemakai jawa hotel akan cenderung sensitif terhadap perubahan tarip. Adanya informasi yang luas telah memungkinkan pemakai jawa hotel untuk melakukan alternatif pemilihan hotel.
akhir tulisan ini memebrikan kesimpulan bahwa tingkat persaingan di bidang perhotelan berbintang lima telah menunjukan intensitas yang cukup ketat dan akan lebih ketat lagi dimasa mendatang. Keadaan ini akan bertambah parah apabila laju pertumbuhan arus wisatawan asing ke indonesia tidak mampu menutup laju kenaikan kapasitas hotel yang ada. hal ini mengingatkan lebihd ari 65 persen pengunjung hotel berbintang lima beasal dari luar negeri. tingkat persaingan yang tidak sehat diantara hotel bintang lima ini tentu saja akan membawa dampat pada hotel substitutornya, yaitu hotel berbintang lima. dan pada akhirnya akan merembet ke semua jenis hotel yang ada di jakarta.
untuk menghadapi persaingan yang tidak sehat ini pengusaha hotel melakukan tindakan-tindakan yang lebih agresif. pengusaha hotel perlu mengadakan kegitaan-kegiatan yang lain atraktif di hotel mereka guna mengundang banyak pengunjung serta meningkatkan citra hotel. kegiatan tersebut bisa diorganisir sendiri ataupun dengan kerjasama dengan organisasi lain. Selain itu pengusaha hotel harus tetap menjaga dan meningkatkan pelayanan serta melatih tenaga kerja agar lebih profesinal sehingga mampu memberikan kelebihan tersendiri dibanding hotel-hotel lain. Antisipasi terhadap perubahan dalam bisnis dan teknologi perhotelan juga perlu dilakukan secara terus menerus. Alternatif lain bagi pengusaha hotel ialah memodifikasi sebagian bangunan hotel mereka menjadi leased apartment. Mengingat kecenderungan permintaan apartemen di Jakarta masih terus meningkat sedangkan pengusaha hotel bintang lima telah siap dengan sarana, pelayanan dan kelebihan lokasi dibanding apartemen-apartemen yang masih baru. Tulisan ini jugas menyarankan perlunya peninjauan kembali ijin pendirian hotel baru di jakarta oleh BKPM. Selain itu perlu adanya kerjasama antara pengusaha perhotelan dengan pemerintah dalam upaya mempromosikan daerah-daerah tujuan wisita di Jakarta dan sekitarnya guna menarik banyak tamu dari luar negeri deikemudian hari. Akhirnya dengan berbagai tindakan tersebut diharapkan dapar mempertahankan kelangsungan hidup hotel, kembalinya investasi, dan lapangan kerja bagi sejumlah karyawannya. "
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riovaldi Royaldi
"Tingginya kenaikan jumlah penerbangan domestik Indonesia merupakan suatu tantangan untuk perusahaan penyedia Inflight Catering dalam memenuhi target operasionalnya. Target operasional dapat tercapai dengan meningkatkan produktivitas dan mengurangi Non-Value Added Time dalam perusahaan. Pada penelitian ini, konsep Lean Manufacturing menggunakan Value Stream Mapping VSM diimplementasikan pada PT Aerofood selaku penyedia inflight catering di Indonesia sehingga dapat meningkatkan produktivitas operasional dengan mengurangi pemborosan dan mencapai target dari perusahaan. Penggunaan Value Stream Mapping bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh sehingga dapat mengidentifikasi pemborosan yang ada pada lini operasi persiapan dan pengadaan Inflight Catering. Kemudian untuk mencari bobot dari pemborosan penulis menggunakan Analytical Hierarchy Process. Setelah ditemukan bobot 3 waste terbesar, dilakukan pencarian akar permasalahan menggunakan fishbone diagram. Selanjutnya seperangkat solusi akan dicari untuk mengatasi pemborosan tersebut dan berujung pada peningkatan produktivitas dan pencapaian target dari perusahaan. Penerapan solusi yang berupa redesign layout, inspeksi tiap workstation, realokasi pekerja, SOP dan Adjustment , In-process Kanban dan 5s penyortiran pada lini operasi persiapan dan pengadaan trolley flight meals berhasil membuat beberapa perubahan yaitu berkurangnya Non-Value Added Time dari sebelumnya 36,36 menit/trolley menit menjadi 22,31 menit/trolley, dan penurunan waktu total lead time dari sebelumnya 64,94 menit/trolley menjadi 55,34 menit/trolley. Kemudian, tercapainya target untuk tahun 2018 dari perusahaan yaitu memproduksi 4310 Meals per shift 8 jam kerja.

The increasing number of domestic flights in Indonesia is a challenge for inflight catering companies to fulfill the operational target. Operational targets can be achieved by increasing productivity and decreasing Non Value Added Time within the company. In this research, Lean Manufacturing concept using Value Stream Mapping VSM is implemented at PT Aerofood as catering provider in Indonesia so it can increase operational productivity by reducing waste and achieving targets from company. The use of Value Stream Mapping is to get an overview so it can identify the extravagance on the preparation and procurement lines of inflight catering. Then to find the weight of waste, author uses Analytical Hierarchy Process. After found the largest 3 waste weight, the root of problem were searching with fishbone diagram. Furthermore, a set of solutions will be sought to cope these wastes and lead to increased productivity and targets of the company. Implementation of solutions such as redesign layout, inspection of each workstation, reallocation of workers, SOP and adjustment, in process kanban and 5s sorting on the preparation operation lines and procurement of trolley flight meals managed to make some changes such reduced Non Value Added Time from 36.36 minutes trolley minutes to 22.31 minutes trolley, and decreased total lead time from 64.94 minutes trolley to 55.34 minutes trolley. Then, the achievement of the target on 2018 from the company is producing 4310 meals shift 8 working hours."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gusdian Latief
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S47882
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amin Widjaja Tunggal
Jakarta: Rineka Cipta, 1995
R 650.03 AMI k
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
I Ketut Wiryadinata
"Standar kualitas pelayanan suatu hotel dibuat berdasarkan persepsi manajemen hotel terhadap harapan pelanggannya. Dengan asumsi bahwa manajemen telah memiliki persepsi yang tepat mengenai harapan pelanggannya, maka masalah berikutnya adalah bagaimana menterjemahkan persepsi tersebut menjadi suatu standar kualitas pelayanan, suatu standar pelayanan yang operasional - yang dapat diimplementasikan dan dapat diukur.
Untuk memperoleh gambaran bagaimana penetapan standar kualitas pelayanan di Hotel XYZ, dilakukan penelitian terhadap individu (manajer dan karyawan) pada unit-unit kerja/departemen yang ada di Hotel XYZ mengenai persepsi manajer dan karyawan terhadap adanya standar kualitas pelayanan, persepsi manajer dan karyawan terhadap adanya kesenjangan (Gap-2 berdasarkan Gaps Model of Service Quality) serta persepsi manajer dan karyawan terhadap penyebab kesenjangan tersebut.
Pengukuran persepsi tentang adanya standar kualitas pelayanan dilakukan dengan memberikan questionnaire yang meliputi ke 5 dimensi kualitas pelayanan yaitu (1) Penampilan fisik / tangible, (2) Kemampuan mewujudkan janji / reliability, (3) Kecepatan tanggapan dalam memberikan pelayanan / responsiveness, (4) Kemampuan memberikan jaminan pelayanan yang baik / assurance, dan (5) Kemampuan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan / empathy. Sedangkan persepsi terhadap faktor-faktor yang menyebabkan adanya kesenjangan meliputi (1) faktor komitmen manajemen terhadap kualitas pelayanan, (2) faktor penetapan tujuan/sasaran, (3) faktor standarisasi tugas-tugas, dan (4) faktor keyakinan/kemampuan memenuhi harapan pelanggan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajer memiliki persepsi lebih tinggi (skala 6.18) dari pada karyawan (skala 5.86) dari skala 7.00 dalam hal adanya standar kualitas pelayanan di Hotel XYZ. Adanya kesenjangan pada manajer (0.82) dan pada karyawan (1.14) disebabkan oleh karena adanya kesenjangan terutama pada faktor kurangnya standarisasi tugas-tugas (1.65) disusul oleh faktor kurangnya penetapan tujuan/sasaran (goal setting), (1.04).
Kesenjangan-kesenjangan tersebut dapat diperkecil dengan (1) mensosialisasikan standar kualitas yang sudah ada baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, (2) memberikan kesempatan kepada karyawan yang kontak langsung dengan pelanggan untuk memberikan masukan-masukan mengenai standar kualitas pelayanan, yang selanjutnya didiskusikan dan dibahas untuk menentukan standar kualitas yang lebih sesuai dengan harapan pelanggan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T10084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The objective of the research is to examine the significance influence of organizational culture and information technology to firm performance through innovation. Population of the research is hotel firms exist in North Sulawesi. The sample is 87 hotel firms which taken by stratified random sampling. Partial Least Square(PLS) is the analysis tool applied in this research. The results of the research show that organizational culture has significant influence to innovation, however, has no significant influence to firm performance. Information technology has significant influence to innovation, but has no significant influence to firm performance. Based on the research result then it is suggested to the management and hotel owners to revise the existing cultural values which are considered not relevant to business development, and used the innovation to improve the competitiveness of firm. In addition to that, employees as the operator of information technology should be improved their skill to be able to innovate with the technology itself. "
JUKIN 5:2 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Devy Saviatry Nazahar
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1985
S17160
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henry Febrian Karamoy
"Membaiknya ekonomi nasional yang ditandai dengan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar serta terkendalinya tingkat inflasi temyata belum banyak
memberikan pengaruh terhadap bisnis hotel di tanah air. Pada 6 bulan pertama tahun
1999 ini tingkat hunian kamar hotel berbintang di sejumlah kota besar di Jakarta dan Yogyakarta, belum bergerak ke angka yang menarik. Okupansi rata-rata rnasih 30%. Sedangkan di Bali tingkat huniannya masih relatif stabil di atas 60%. Sementara harga jual rata-rata kamar hotel (average room rate=ARR) selama bulan pertama ini juga tidak beranjak naik. Ada kecenderungan ARR dibawah USD 25, jauh di bawah ARR sebelum terjadi krisis moneter yang sempat mencapai USD 60. Para pelaku bisnis perhotelan melihat bahwa lesunya tingkat hunian dan rendahnya harga jual kamar rata-rata yang terjadi selama semester pertama 1999 lebih banyak dipengaruhi faktor kepercayaan dan
keamanan dalam negeri. PT Patra Jasa sebagai salah satu pelaku bisnis hotel di Indonesia juga mengalami kondisi yang sarna. Tingkat okupansi rata-rata dari seluruh unit hotel yang ada pada tahun laporan April 1998-Maret 1999 berada pada angka 44%. Dengan unit hotel Bali
mempunyai tingkat okupansi tertinggi yaitu 65% dan unit Parapat memiliki tingkat
okupansi paling rendah yaitu 7%. Selain itu harga jual kamar rata-rata pada hotel-hotel di dalam PT Patra Jasa adalah Rp 137.150 yang bila dikonversikan ke dalam nilai dollar saat ini sarna dengan USD 19.50. Kontribusi cabang Bali untuk ARR adalah yang paling tinggi yaitu Rp 249.826 sedangkan cabang Parapat yang paling rendah pada angka Rp50.256.
Pertumbuhan laba bersih PT Patra Jasa yang dihitung dari periode 1994/1995 sampai dengan periode 1998/1999 berada pada angka 118% dengan peningkatan tajam di periode 1998/1999 diakibatkan oleh adanya windfalL profit akibat penurunan nilai rupiah terhadap dollar. Kemudian dari analisa rasio dapat disimpulkan bahwa
perusahaan belum melakukan pemanfaatan aset dengan optimal artinya masih banyak
aset yang menganggur dan bila dimanfaatkan dengan baik dapat memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap peningkatan laba perusahaan. Dengan analisa SWOT yang dilakukan melalui hasil angket dan wawancara dengan fungsi-fungsi pada PT Patra Jasa ditetapkanlah posisi perusahaan pada kuadran I grafik SWOT. Walaupun berada pad a kuadran I, PT Patra Jasa memiliki posisi yang kurang baik yaitu dari sisi kekuatan perusahaan berada pada angka 0,25 dan nilai total dan bila dilihat sisi peluang bisnis berada pada angka 1 dan nilai total 5.
Dengan kondisi yang demikian ini, PT Patra Jasa harus menentukan strategi yang
tepat untuk mengatasi kendala-kendala baik internal maupun ekstemal. Salah satu
kendala internal yang penti0g adalah kemampuan keuangan yang ter~atas dan di lain pihak fasilitas yang amat mendesak untuk dikembangkan. Sebagai kendala eksternal yang harus dihadapi adalah krisis ekonomi nasional, persaingan dengan hotel-hotel baru yang lebih baik dan kondisi keamanan yang masih rawan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T3785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>