Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156650 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ananda Kukuh Adishabri
"Latar belakang: Glaukoma merupakan penyakit yang ditandai oleh gangguan lapang pandang visual dan perubahan tertentu pada cawan optik saraf. Berdasarkan Riskesdas 2007, prevalensi glaukoma di Indonesia mencapai 4,6 per 1000 penduduk. Glaukoma sudut terbuka merupakan tipe glaukoma tersering dimana terdapat sudut yang terbuka pada ruang anterior mata, perubahan ujung nervus optikus, dan hilangnya penglihatan perifer progresif. Glaukoma dapat berujung pada kebutaan apabila tidak ditatalaksana dengan baik. Terapi utama pada glaukoma adalah pengobatan farmakologis jangka panjang yang memerlukan kepatuhan pasien seumur hidup dan hanya bertujuan untuk mencegah disabilitas lebih lanjut.
Tujuan: Memberikan gambaran mengenai kepatuhan penggunaan obat pada pasien glaukoma sudut terbuka di RSCM Kirana, serta hubungannya dengan status pendidikan formal pasien dan tingkat pengetahuan glaukoma pasien.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada 96 subjek dengan teknik consecutive sampling. Subjek merupakan pasien glaukoma sudut terbuka di RSCM Kirana yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi yang telah ditetapkan. Kepatuhan penggunaan obat dan tingkat pengetahuan glaukoma diukur menggunakan kuesioner adaptasi Morisky Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8) dan Glaucoma Treatment Compliance Assessment Tool (GTCAT).
Hasil: Mayoritas subjek memiliki status pendidikan formal tinggi (56.3%), pengetahuan berkaitan glaukoma sedang (51.0%), dan kepatuhan rendah (50.0%). Uji komparatif yang dilakukan pada status pendidikan formal dan tingkat pengetahuan glaukoma terhadap kepatuhan penggunaan obat memberikan nilai p sebesar 1.000 dan 0.501.
Simpulan: Status pendidikan formal dan tingkat pengetahuan glaukoma tidak memiliki hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan kepatuhan penggunaan obat glaukoma sudut terbuka di RSCM Kirana.

Introduction: Glaucoma is a disease characterized by visual field problems and certain changes in optic nerve plate. Based on Riskesdas 2007, the prevalence of glaucoma in Indonesia has reached 4.6 cases per 1000 populations. Open-angle glaucoma is the most common type of glaucoma which characterized by open angle in anterior chamber of eye, changes in optic nerve, and progressive loss of peripheral vision. Glaucoma can lead to blindness if there is no proper therapy given. The main treatment option is long-term pharmacological treatment that requires lifetime adherence and only intended to prevent further disabilities.
Objectives: Provide an overview of medication adherence level in open-angle glaucoma patients at RSCM Kirana, as well as its relationship with formal education status and patient’s knowledge regarding glaucoma.
Methods: This study is a cross-sectional study conducted on 96 subjects with consecutive sampling technique. Subjects were open-angle glaucoma patients at RSCM Kirana who met the inclusion criteria. Measurement of medication adherence level and patient’s knowledge level were carried out using questions adapted from Morisky Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8) and Glaucoma Treatment Compliance Assessment Tool (GTCAT).
Results: Majority of subjects in this study had high formal education status (56.3%), moderate glaucoma-related knowledge (51.0%), and low adherence (50.0%). The p-value given from comparative test conducted on formal education status and glaucoma-related knowledge level towards medication adherence are 1.000 and 0.501, respectively.
Conclusions: Patient’s formal education status and glaucoma-related knowledge did not significantly affect (p>0.05) medication adherence in open-angle glaucoma patients.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamilia Rifani Ufairah
"Latar belakang: Glaukoma merupakan penyakit kronik pada mata yang menjadi penyebab kebutaan kedua setelah katarak di Indonesia. Saat ini, terdapat sejumlah 427.091 penduduk Indonesia yang menjalani rawat jalan terkait glaukoma. Pada tingkat global, glaukoma sudut terbuka merupakan penyebab kebutaan pertama. Pengobatan farmakologis jangka panjang merupakan terapi utama untuk mencegah progresivitas glaukoma yang memerlukan kepatuhan penggunaan obat oleh pasien. Tujuan: Memberikan gambaran mengenai tingkat kepatuhan penggunaan obat pasien glaukoma sudut terbuka di RSCM Kirana sebagai pusat rujukan nasional, disertai pengaruh dukungan pengasuh atau keluarga terhadap derajat kepatuhan tersebut. Metode: Studi dilaksanakan secara potong lintang dengan teknik pengambilan sampel consecutive. Sampel terpilih sejumlah 96 orang merupakan pasien tergolong kriteria inklusi dari RSCM Kirana. Sampel diwawancarai secara daring dengan pertanyaan bersumber dari kuesioner adaptasi Morisky Medication Adherence Scale dan Duke UNC-Functional Social Support Questionnaire. Hasil: Distribusi derajat dukungan pengasuh atau keluarga dari 96 responden adalah 29.2% beroleh dukungan rendah, 51.04% dukungan sedang, dan 19.8% dukungan tinggi. Sementara distribusi derajat kepatuhan penggunaan obat adalah 50% beroleh kepatuhan rendah, 32.3% kepatuhan sedang, dan 17.7% kepatuhan tinggi. Nilai p (p=0.822) menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan antara derajat dukungan pengasuh atau keluarga terhadap derajat kepatuhan penggunaan obat pasien glaukoma sudut terbuka di RSCM Kirana. Simpulan: Derajat dukungan pengasuh atau keluarga tidak memiliki pengaruh signifikan dengan derajat kepatuhan penggunaan obat pasien glaukoma sudut terbuka (p>0.05) dan diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengatasi keterbatasan studi

Background: Glaucoma is a chronic eye disease which causes blindness second to cataracts in Indonesia. Currently, there are 427,091 Indonesians who undergo outpatient care related to glaucoma. Open-angle glaucoma is the leading cause of blindness globally. Long-term pharmacological treatment is suggested as the main therapy to prevent disease progression therefore requires adherence. Objective: To provide an overview of the level of medication adherence in open-angle glaucoma outpatients at RSCM Kirana along with the effect of family or caregiver support upon it. Methods: The study design was cross-sectional with a consecutive sampling technique. The selected sample of 96 people were RSCM Kirana open-angle glaucoma outpatients who fulfilled the inclusion criteria requirements. The sample was interviewed online with questions adapted from the Morisky Medication Adherence Scale and Duke UNC-Functional Social Support Questionnaire. Results: The distribution regarding the degree of caregiver or family support out of 96 respondents were 29.2% experienced low support, 51.04% had moderate support, and 19.8% had high support. On the other hand, the distribution of medication adherence degree were 50% had low adherence, 32.3% had moderate adherence, and 17.7% had high adherence. The p-value (p = 0.822) indicates the degree of family or caregiver support has no significant effect on the degree of adherence to medication outcome in open-angle glaucoma patients at RSCM Kirana. Conclusions: The degree of family or caregiver support does not significantly affect the degree of adherence to medication use in open-angle glaucoma patients (p> 0.05). Further research is needed to overcome the recent study limitations
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Saphira Wulandari
"Latar belakang: Glaukoma membutuhkan pengobatan seumur hidup untuk mencegah perburukan dari saraf optik mata sehingga tingkat kepatuhan pasien menjadi faktor yang sangat penting untuk keberhasilan pengobatan.
Tujuan: RSCM Kirana sebagai pusat rujukan penyakit mata di Indonesia belum memiliki data mengenai tingkat kepatuhan pada pasien glaukoma, sehingga penelitian ini ditujukan untuk menyediakan informasi mengenai tingkat kepatuhan pasien serta pengaruh antara lama pemakaian dan frekuensi pemakaian terhadap tingkat kepatuhan pasien.
Metode: Penelitian ini menggunakan teknik potong lintang dan digunakan kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) sebagai instrumen yang disebarkan kepada pasien glaukoma pada RSCM Kirana dengan pengisian kuesioner dilakukan dengan mewawancarai pasien khususnya pasien glaukoma primer sudut terbuka. Pengambilan subjek dilakukan dengan teknik consecutive sampling dengan jumlah subjek sebanyak 96 pasien.
Hasil: Didapatkan sebesar 50% pasien tergolong memiliki tingkat kepatuhan rendah, 32.29% pasien memiliki tingkat kepatuhan sedang, dan 17.70% lainnya tergolong memiliki tingkat kepatuhan tinggi. Lama pengobatan terbanyak berada pada rentang 1 – 5 tahun yaitu sebesar 42.71% sedangkan untuk frekuensi pemakaian terbanyak berada pada kelompok dengan frekuensi pemakaian 1–3 kali yaitu sebanyak 56.25% pasien. Pengaruh antara lama pemakaian terhadap tingkat kepatuhan pasien cenderung tidak menunjukkan adanya hasil yang signifikan secara statistik yaitu nilai p = 0.355. Pada pengaruh antara frekuensi pemakaian terhadap tingkat kepatuhan juga cenderung tidak menunjukkan adanya makna yang signifikan secara statistik yaitu nilai p= 0.537.
Simpulan: Korelasi antara lama pemakaian dan frekuensi pemakaian terhadap tingkat kepatuhan cenderung tidak memiliki pengaruh (p= >0.05), sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor – faktor lain yang dapat menyebabkan ketidakpatuhan pada pasien.

Background: Glaucoma needs a lifelong time of medication to prevent optic nerve damage, hence patient adherence is crucial to ensure treatment success.
Purpose: RSCM Kirana as a National Central General Hospital for eye disease has not been able to provide the data regarding medical adherence among glaucoma patients, therefore this study was aim to assess level of adherence among primary angle glaucoma patients and to analyze the relationship between length of use and frequency of use against medical adherence among glaucoma patients in RSCM Kirana.
Methods: This study was a cross sectional study. A consecutive sampling was used to select 96 participants. The participants were interviewed and adherence was rated using a Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) questionnaire.
Results: 50% of patients have low level of adherence to medical prescription, 32.29% have moderate level of adherence, and 17.70% other have high level of adherence to medical prescription. Most patients have been using glaucoma medication for 1 – 5 years which is 42.71% while 56.25% of patients were using 1 – 3 times of eye drops daily. There were no association between length of use and frequency of use with medical adherence (p= >0.05).
Conclusions: Medical adherence were not correlated with the length of use and frequency of use of medication. Therefore, we suggested to do a further research to identify other factors that may affect medical adherence among glaucoma patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chrisella Annabelle
"Latar belakang: Glaukoma merupakan gangguan penglihatan peringkat ketiga terbanyak di dunia, yang juga menjadi penyebab kebutaan permanen yang paling sering ditemukan. Terapi medikamentosa merupakan penanganan utama bagi pasien glaukoma primer sudut terbuka untuk mencegah perluasan defek lapang pandang yang dapat meningkatkan disabilitas pasien. Keberhasilan pengobatan bergantung kepada kepatuhan pasien terhadap rencana terapi yang telah dibuat untuknya. Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang analitik yang menggunakan teknik consecutive sampling dalam pemilihan subjek penelitiannya. Secara total, 33 subjek penelitian diwawancara melalui panggilan telepon berdasarkan kuesioner Morisky Medical Adherence Scale-8 (MMAS-8) yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia untuk menentukan tingkat kepatuhannya. Jenis perubahan lapang pandang ditentukan berdasarkan perhitungan laju perubahan MD dari dua hasil pemeriksaan perimetri Humphrey mata paling baik pasien. Hubungan antara kedua variabel dianalisis menggunakan uji chi square. Hasil: Mayoritas subjek penelitian memiliki tingkat kepatuhan yang rendah (54,5%), diikuti dengan kepatuhan sedang (24,2%), lalu kepatuhan tinggi (21,2%). Median laju perubahan lapang pandang pasien adalah -0,30 (IQR=-1,48—0,87) dB/tahun. Sebanyak 19 (57,6%) pasien mengalami pemburukan lapang pandang. Lima (71,4%) pasien dengan tingkat kepatuhan tinggi mengalami perubahan lapang pandang yang bersifat stabil, sementara sembilan (50%) pasien dengan tingkat kepatuhan rendah mengalami pemburukan lapang pandang (p=0,335). Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara usia pasien dengan perubahan lapang pandangnya (p=0,719). Simpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemburukan lapang pandang pasien lebih sedikit ditemukan pada kelompok pasien dengan tingkat kepatuhan sedang dan tinggi, namun secara statistik tidak bermakna (p>0,05). Penelitian skala besar lanjutan perlu dilakukan untuk mengatasi keterbatasan penelitian ini.

Background: Glaucoma is the third most prevalent visual disorder in the world, and also the most common cause of permanent blindness. Pharmacological therapy is used to prevent further visual field defect in open-angle glaucoma patients. Successful treatment is dependent on each patient’ adherence to their planned therapy regimen. Methods: This research is an analytical cross-sectional research which used consecutive sampling technique for subjects recruitment. In total, 33 research subjects were interviewed by phone using the translated Morisky Medical Adherence Scale-8 questionnaire to determine their adherence level. The classification of visual field progression was established based on the calculation of the rate of MD change between two Humphrey perimetry evaluations of the better glaucomatous eye on each patient. The association between the two variables were analysed using the chi square test. Results: The majority of the research subjects enrolled in this study showed low adherence (54,5%), followed with moderate (24,2%), then high adherence (21,2%). Median rate of MD change was -0,30 (IQR=-1,48-0,87) dB/year. As many as 19 (57,6%) patients experienced worsening visual fields. Five (71,4%) patients with high adherence had stable visual field changes, while nine (50%) patients with low adherence had worsening visual fields (p=0,335). No association was found between patients’ ages and their visual field changes (p=0,719). Conclusion: Data analysis suggests that less patients have worsening visual field when the adherence levels are moderate and high. However, it is not statistically significant (p>0,05). Further full-scale research to follow through this pilot study is recommended to be done to overcome the study’s limitations."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Amany
"Latar belakang: Glaukoma primer sudut terbuka (GPSTa) merupakan penyakit kronik dengan terapi yang bervariasi, salah satunya adalah pemberian obat tetes mata. Namun, diketahui bahwa tingkat ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan GPSTa cukup tinggi (20–58%). Pasien yang tidak patuh pengobatan (tingkat kepatuhan pengobatan < 80%) memiliki nilai vision-related quality of life yang lebih rendah daripada peserta yang dinyatakan patuh dalam pengobatan. Frekuensi penggunaan obat merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kepatuhan pengobatan pasien. Studi ini bertujuan untuk membahas lebih lanjut mengenai hubungan antara frekuensi pengobatan dan kualitas hidup pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka. Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Subjek dari penelitian ini merupakan pasien GPSTa yang berobat di RSCM Kirana hingga bulan Juli 2022. Dilakukan wawancara kepada 140 subjek yang bersedia menggunakan kuesioner the 25- Item National Eye Institute Visual Function Questionare (NEI-VFQ-25) yang telah divalidasi. Hasil: Subjek dibagi menjadi dua kelompok, pasien dengan frekuensi pengobatan ≤ 2 kali perhari dan > 2 kali perhari. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara frekuensi pengobatan dan kualitas hidup pasien GPSTa (p=0,689). Kesimpulan: Frekuensi pengobatan tidak berpengaruh dalam kualitas hidup pasien glaukoma.

Introduction Primary open-angle glaucoma (POAG) is a chronic disease with various therapies, one of which is the administration of eye drops. However, it is known that the non-adherence rate of treatment is quite high (20–58%). Patients who did not adhere to treatment (medication adherence rate <80%) had a lower vision-related quality of life than participants who were declared adherent to treatment. Frequency of drug use is one of the factors that affect patient medication adherence. This study aims to further discuss the relationship between frequency of treatment and quality of life of patients with primary open-angle glaucoma. Method: This study used a cross sectional study design. The subjects of this study were POAG patients who were treated at RSCM Kirana until July 2022. Interviews were conducted with 140 subjects use the 25-Item National Eye Institute Visual Function Questionnaire (NEI-VFQ-25) that has been validated. Result: Subjects were divided into two groups, patients with treatment frequency ≤ 2 times per day and > 2 times per day. There was no significant relationship between the frequency of treatment and the quality of life of primary open-angle glaucoma patients (p=0.689). Conclusion: The frequency of treatment has no effect on the quality of life of glaucoma patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Stephanus
"Glaukoma primer merupakan glaukoma yang paling sering muncul, dan trabekulektomi merupakan tatalaksana operatif lini pertamanya. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbandingan bagaimana trabekulektomi menurunkan tekanan intraokular pada kedua bentuk glaukoma primer dalam jangka waktu antara 1-6 bulan. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang, yaitu dengan mengambil data sekunder dari rekam medik pasien berupa data pra-intervensi dan pasca intervensi dalam waktu yang sama. Intervensi adalah trabekulektomi. Waktu antara pasca trabekulektomi dengan trabekulektomi dilaksanakan minimal 1 bulan dan maksimal 6 bulan. Peneliti mengambil 90 pasien sebagai sampel, 38 di antaranya adalah pasien POAG dan 52 lainnya pasien PACG. Melalui trabekulektomi, penurunan tekanan intraokular pada PACG lebih besar dibandingkan pada POAG. Namun penurunan tekanan intraokular hasil trabekulektomi pada pasien POAG dibandingkan dengan pasien PACG tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Penelitian selanjutnya membutuhkan tekanan intraokular pra-operasi yang cenderung sama untuk mengetahui hasil yang lebih objektif.

Primary glaucoma is the most common form of glaucoma, and trabeculectomy is the first line for operative management for it. This research is intended to find out the comparison between how trabeculectomy lower intraocular pressure in both kinds of primary glaucoma patients within a short period 1 6 months . This research uses cross sectional design by taking secondary data from glaucoma patients rsquo medical record and seeing the intraocular pressure before and after trabeculectomy at the same time. The time between the post operation data and the operation is a month at minimum and six months at most. Researcher took 90 patients as samples, 38 are POAG patients and the other 52 are PACG patients. The result shows that the intraocular pressure lowering effect trabeculectomy in PACG patients is bigger than in POAG patients. The difference of intraocular pressure lowering effect by trabeculectomy among PACG patients is not significant compared to POAG patients. The upcoming research will need the same pra operation intraocular pressure patients to objectify the results more.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70383
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasbiya Tiara Kamila
"Latar belakang: Glaukoma merupakan kondisi rusaknya saraf optik yang mengakibatkan penderitanya mengalami penurunan lapang pandang dan ketajaman penglihatan. Saat ini, glaukoma masih menjadi penyebab utama kebutaan ireversibel di dunia. Kondisi menurunnya kemampuan penglihatan hingga kebutaan pada pasien glaukoma berdampak dalam fungsinya dalam menjalani aktivitas sehari-hari sehingga kualitas hidup penderita dapat menurun. Glaukoma yang tidak diketahui penyebab pastinya disebut sebagai glaukoma primer, yang kemudian dibagi menjadi dua subtipe yaitu sudut terbuka dan sudut tertutup berdasarkan kondisi anatomis dan patofisiologi. Perbedaan perjalanan penyakit pada kedua subtipe glaukoma primer tersebut diyakini dapat memengaruhi kualitas hidup penderitanya secara berbeda. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan untuk membandingkan kualitas hidup antara pasien glaukoma primer sudut terbuka dengan sudut tertutup.
Metode: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional. Pasien glaukoma primer sudut terbuka dan sudut tertutup yang aktif berobat di RSCM Kirana hingga Juli 2022 diundang untuk berpartisipasi. Penilaian kualitas hidup dilaksanakan dengan The 25-item National Eye Institute Visual Function Questionnaire (NEI-VFQ-25) berbahasa Indonesia yang telah divalidasi.
Hasil: Terdapat 70 subjek dari tiap kelompok. Terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0.012) pada skor rerata kualitas hidup antar kelompok, dengan glaukoma primer sudut tertutup (72.38) lebih tinggi dibanding sudut terbuka (65.53).
Kesimpulan: Pasien glaukoma primer sudut tertutup memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibanding pasien glaukoma primer sudut terbuka.

Introduction: Glaucoma is a condition where the optical nerves are damaged, resulting in reduced visual fields and decreased visual acuity. Glaucoma is the leading cause of irreversible blindness in the world. Visual impairments in glaucoma cause the patients inconveniences in doing their daily activities and thus could decrease their degree of quality-of-life. Primary glaucoma is idiopathic, meaning that there is no definite cause of the disease. Primary glaucoma could be differentiated into 2 subtypes according to the anatomic and pathophysiologic conditions: open angle glaucoma and angle-closure glaucoma. The disease progression of each subtype is different and thus each subtype may affect the quality-of-life of the patients in different manners. This study is aimed to compare the quality-of-life between patients with primary open angle glaucoma (POAG) and primary angle-closure glaucoma (PACG).
Method: Cross-sectional study was conducted. The patients of POAG and PACG that were actively seeking treatment in RSCM Kirana until July 2022 are invited to participate. Quality-of-life of the patients were evaluated using the validated Bahasa Indonesia version of 25-item National Eye Institute Visual Function Questionnaire (NEI-VFQ-25).
Result: Each of the groups consisted of 70 subjects. This study shows significant difference (p = 0.012) of the quality-of-life scores between the groups, with PACG scored higher (72.38) than POAG (65.53).
Conclusion: PACG patients have better quality of life compared to POAG patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felix Kurniawan
"Glaukoma berada di peringkat kedua sebagai penyebab kebutaan di Indonesia. Penurunan lapang pandang yang ditandai dengan penurunan nilai mean deviation MD dan penipisan retinal nerve fiber layer RNFL adalah dua dari beberapa hal yang sering dikaitkan dengan glaukoma. Namun, kedua hal tersebut belum ditemukan secara jelas hubungannya satu sama lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan MD lapang pandang dengan ketebalan rerata RNFL pada pasien glaukoma primer sudut terbuka di RSCM kirana, Jakarta. Desain dari penelitian ini adalah cross-sectional dengan mengambil data dari rekam medis pasien RSCM Kirana dari Januari 2015 hingga Juni 2016 yang memiliki data hasil pemeriksaan optical coherence tomography OCT dan tes Humphrey. Terdapat 95 buah bola mata yang datanya diambil untuk sampel. Dari hasil analisa korelasi antara nilai MD lapang pandang dan ketebalan RNFL yang dilakukan pada data yang diperoleh, didapatkan nilai signifikansi.

Glaucoma is the second leading cause of blindness in Indonesia. Visual field loss which is indicated by reduced mean deviation MD value and retinal nerve fiber layer RNFL depletion are two of several things frequently related to glaucoma. However, the correlation between the two variables is yet to be clearly discovered. The objective of this research is to know the correlation between visual field MD and RNFL average thickness in primary open angle glaucoma patients in RSCM kirana, Jakarta. The design which is used in this research is cross sectional by retrieving data from RSCM Kirana patients rsquo medical record from January 2015 to June 2016 which have optical coherence tomography OCT and Humphrey test results. There were 95 eyes whose data was retrieved as samples. After analyzing the correlation between visual field MD value and RNFL thickness retrieved from the samples, it was found that the significance value is"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S70377
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Valentino
"ABSTRAK
Glaukoma merupakan penyakit multifaktorial dan penyebab kematian terbesar kedua di dunia. Riskesdas 2007, menyatakan sekitar 4.6 penduduk Indonesia menderita glaukoma. Baku emas penegakkan diagnosis glaukoma menggunakan nilai rerata RNFL. Tujuan penelitian ini untuk melihat korelasi nilai rim area dengan rerata RNFL sebagai alat diagnostik glaukoma primer sudut terbuka. Penelitian ini menggunakan metode studi potong-lintang dengan jumlah sampel sebanyak 55 subjek yang diambil dari total data rekam medis bulan februari 2015 hingga juni 2016. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pasien glaukoma primer sudut terbuka berusia >58 tahun 56.4 , laki-laki 61.8 , cup-disk rasio >0.7 63.6 , nilai rerata RNFL 60.76 19.86 ?m, dan nilai rim area 0.73 0.56 mm2. Hasil uji korelasi pearson antara Rim area dengan rerata RNFL didapatkan nilai r 0,734 dan nilai p< 0,05 yang menyatakan kedua variabel memiliki korelasi kuat dan secara statistik bermakna. Pengukuran menggunakan ROC curve didapatkan nilai cut-off rim area sebasar 1.049 dengan nilai sensitivitas 81.8 dan spesifisitas 95.5 . Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai Rim area memiliki korelasi dengan nilai rerata RNFL dan dapat digunakan sebagai alat diagnostik glaukoma primer sudut terbuka.

ABSTRAK
Glaucoma is a multifactorial disease and the second biggest cause of death in the world. Riskesdas 2007 report rsquo s stated around 4.6 population in Indonesia was diagnosed with glaucoma. The gold standard in diagnosing glaucoma is using the average RNFL.The purpose of this research is finding the correlation of rim area with average of RNFL as a diagnostic tools for primary open angle glaucoma. The method used in this research is a cross sectional study, the samples of which use 55 patient medical records from 2015 February until 2016 June. The result consist of the data that most of the patient with primary open angle glaucoma are older than 58 years old 56.4 , male 61.8 , cup disk ratio 0.7 63.6 , the average RNFL 60.76 19.86 m and rim area 0.73 0.56 mm2. Rim area and average RNFL are analyzed with pearson corelation test and the result of which are r value 0,734 and p value less than 0,05 which represent a strong correlation and statistically significant result. Measurement with ROC curve found that the cut off of rim area is 1.049 with 81.8 sensitivity and 95.5 specificity. As the conclution, rim area has corelation with average RNFL and can be used as a diagnostic tool for primary open angle glaucoma. "
2016
S70378
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christofel Dwi Putra Kawinda
"Glaukoma adalah penyebab kebutaan nomor dua di dunia. Jenis glaukoma yang paling sering terjadi adalah glaukoma primer sudut terbuka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penurunan tekanan intraokular antara operasi trabekulektomi dibandingkan implan. Desain studi dalam penelitian adalah cross-sectional. Metode pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Sampel pada penelitian diambil dari data rekam medis pasien glaukoma primer sudut terbuka dengan total 62 sampel, yang mana 31 diantaranya adalah pasien yang telah menjalani operasi trabekulektomi dan 31 lainnya adalah pasien yang telah menjalani operasi implan. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna penurunan tekanan intraokular antara operasi trabekulektomi dan implan p = 0,730 . Hal ini mengindikasikan bahwa baik trabekulektomi maupun implan memilki keefektifan yang sama dalam menurunkan tekanan intraokular dalam jangka waktu 2-4 bulan.

Glaucoma is the second leading cause of blindness worldwide. The most common type of glaucoma is primary open angle glaucoma POAG . The objective of this study is to compare the reduction of intraocular pressure between trabeculectomy and ocular implant prosedure. A cross sectional study was performed with study samples was taken using simple random sampling method from medical records of POAG patient. From a total of 62 patient, 31 individual had a trabeculectomy procedure and the other had implant surgery. The study found that there is no significance difference between the reductions of intraocular pressure of both groups p 0.730 . This indicate that either trabeculectomy and implant have same effectivity in decreasing intraocular pressure within 2-4 months.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>