Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189821 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nanang Suhendra
"Tesis ini membahas tentang Pengenaan Bea Masuk Atas Importasi Barang Tak Berwujud  (Intangible Goods) Di Indonesia dengan melihat posisi Indonesi pada  Joint Statement On E-Commerce Initiatives (JSI), kemudian membahas Penerapan Pengenaan Bea Masuk Atas Impor Intangible Goods Di Negera-Negara Lain. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum. Hasil penelitian menyarankan bahwa Posisi Indonesia pada JSI, diharapkan tetap terlibat dalam keanggotaan, mengingat sampai saat ini perdagangan global e-commerce terutama yang terkait dengan intangible goods masih belum signifikan menjadi sumber devisa negara dan belum dipersepsi seragam secara universal oleh negara-negara di dunia maka diperlukan lebih banyak upaya kerjasama kesepahaman antara Indonesia dengan negara-negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral, terutama sesama anggota WTO dalam JSI, diperlukan sistem yang integratif sebagai model yang paling tepat untuk diterapkan di Indonesia dengan cara mempelajari, meniru, dan mencontoh dari negara-negara maju yang lain yang telah berhasil menerapkannya secara efektif dan optimal dan Dibutuhkan regulasi yang paripurna terutama dalam hal implementasi teknis penerapan dan pengawasan aturan-aturan terkait perdagangan e-commerce global di Indonesia serta badan-badan pelaksana dari regulasi tersebut. Selain itu adanya keinginan yang kuat pemerintah untuk menciptakan keadilan pada sektor perpajakan melalui Undang-Undang Perpajakan dan Omnibus Law diharapkan dapat segera diwujudkan untuk memperbesar basis pajak dari sektor ekonomi digital.

This thesis discusses the Imposition of Import Duty on Intangible Goods Importation in Indonesia by looking at Indonesias position in the Joint Statement On E-Commerce Initiatives (JSI), then discussing the Imposition of Imposition of Import Duty on Intangible Goods Imports in Other Countries. This study uses a legal research method. Research result suggested that Indonesias position at JSI is expected to remain involved in membership, bearing in mind that to date global e-commerce trade, especially related to intangible goods, has not yet been a significant source of foreign exchange and has not been universally perceived by countries in the world. a lot of collaborative understanding efforts between Indonesia and other countries, both bilaterally and multilaterally, especially fellow WTO members in JSI, an integrative system is needed as the most appropriate model to be applied in Indonesia by learning, imitating and emulating from countries other advanced companies that have succeeded in implementing it effectively and optimally and a comprehensive regulation is needed, especially in terms of the technical implementation of the application and supervision of rules related to global e-commerce trade in Indonesia and the implementing agencies of the regulation. In addition, the governments strong desire to create justice in the taxation sector through the Taxation Law and Omnibus Law is expected to be realized soon to enlarge the tax base of the digital economy sector."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Abdurrahman
"Kepopuleran aset kripto beberapa waktu lalu memberikan daya tarik kepada masyarakat untuk mulai melakukan investasi pada barang yang tidak berwujud, khususnya terkait dengan NFT. Namun, hingga saat ini tidak ada satu pun pengaturan di Indonesia yang membahas secara khusus mengenai pengertian dan pengaturan mengenai pajak pertambahan nilai dari aset kripto NFT ini. Oleh karena itu, dengan penelitian yang bersifat yuridis normatif maka penelitian ini akan menganalis mengenai bagaimana penarikan pajak pertambahan nilai atas barang tidak berwujud dan aset kripto NFT di Indonesia dapat dilakukan. Dari penelitian ini, didapatkan beberapa poin penting yang menjadi permasalah dalam pengenaan pajak pertambahan nilai atas barang tidak berwujud, serta terkait dengan penarikan pajak pertambahan nilai atas NFT; yaitu perbedaan treshold dalam penarikan pajak antara pemungut PPN PMSE dengan PKP, serta kekurangan yang mengenai pengaturan atas aset kripto NFT yaitu terdapat dua aturan yang memiliki konflik dalam pengukuhan aset kripto yang bisa diperdagangkan oleh Pedangan Fisik Aset Kripto. Saran yang dapat diberikan adalah untuk dilakukan kajian tambahan baik terhadap pengaturan pajak pertambahan nilai barang tidak berwujud serta pajak pertambahan nilai terhdapa aset kripto NFT.

The popularity of crypto assets some time ago attracted people to start investing in intangible goods, especially related to NFTs. However, until now there is no single regulation in Indonesia that specifically addresses the understanding and regulation of the value added tax of this NFT crypto asset. Therefore, with normative juridical research, this research will analyze how the withdrawal of value added tax on intangible goods and NFT crypto assets in Indonesia can be carried out. From this research, several important points were obtained which became a problem in the imposition of value added tax on intangible goods, as well as related to the collection of value added tax on NFTs; namely the difference in thresholds for withdrawing taxes between VAT collectors for PMSE and PKP, as well as deficiencies regarding regulation of NFT crypto assets, namely that there are two rules that have conflicts in strengthening crypto assets that can be traded by Physical Crypto Asset Traders. The advice that can be given is to carry out additional studies both on the regulation of value-added tax on intangible goods and value-added tax on NFT crypto assets."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Diana Evi Audina
"ABSTRAK
Maraknya perkembangan e-commerce di Indonesia menjadi sebuah pintu strategis bagi para pelaku usaha untuk memperdagangkan produk-produk impor. Namun, hal ini menjadi sebuah pemicu timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan Industri Dalam Negeri dan dapat berpengaruh secara langsung terhadap eksistensi dan performa dari Industri dalam Negeri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai kebijakan penurunan ambang batas pembebasan bea masuk impor barang kiriman melalui e-commerce yang ditetapkan pemerintah sebagai sebuah solusi dari isu tersebut. Penelitian ini berfokus pada analisis kebijakan penurunan ambang batas pembebasan bea masuk impor barang kiriman melalui e-commerce yang membahas mengenai urgensi dikeluarkannya kebijakan dan kerjasama pemerintah dengan e-commerce dalam penerapan kebiajkan ini. Selain itu, penelitian ini juga membahas mengenai hambatan-hambatan yang muncul dari dikeluarkannya kebijakan ini. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan urgensi dikeluarkannya kebijakan tersebut adalah untuk penekanan jumlah impor barang kiriman, perlindungan Industri Dalam Negeri dan menciptakan perlakuan perpajakan yang adil serta penghindaran praktik modus Barang Kiriman. Hambatan yang muncul sebelum dikeluarkannya kebijakan adalah mengenai ketersediaan data, sedangkan hambatan saat dikeluarkannya kebijakan adalah mengenai Keluhan Publik, Dampak Pandemi, dan Peningkatan Jumlah Dokumen Pembayaran.

ABSTRACT
The development of e-commerce in Indonesia has become a strategic door for businesses to trade imported products. However, this has become a trigger for unfair competition with domestic industries and can directly affect the existence and performance of domestic industries. This study aims to analyze the policy of Decreasing De Minimis Value of Import Duties for Imported Shipping Goods via E-Commerce determined by the government as a solution to the issue. This research focuses on analyzing the policy of decreasing de minimis value of import duties on imported shipments via e-commerce which discusses the urgency of issuing policies and the cooperation of the government with e-commerce in the application of this policy. In addition, this study also discusses the obstacles that arise from the issuance of this policy. This research is a qualitative research with descriptive research type. The results of this study indicate the urgency of the issuance of the policy is to reduce the number of imported shipments, protection of the Domestic Industry and create equal tax treatment and the effort to avoid the Shipment mode practice. The obstacles before the issuance of the policy were the availability of data, while the obstacles during the issuance of the policy are about Public Complaints, the Impact of the Pandemic, and the Increase in the Amount of Payment Documents."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Ali Akhbar
"Melihat pada fenomena perkembangan teknologi digital, membuat perubahan pada tren perdagangan saat ini. Sebelumnya barang diperdagangkan secara konvensional dalam bentuk fisik sekarang mulai berubah dalam bentuk digital seperti halnya film, yang ditransmisikan secara elektronik melalui platform digital atau aplikasi. Secara internasional melalui forum WTO, perdagangan secara elektronik atau e-commerce telah dikeluarkannya suatu keputusan untuk tidak menerapkan bea dan cukai pada transmisi elektronik. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan aturan mengenai bea masuk barang digital dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.010/2018. Tesis ini membahas tentang aturan serta pelaksanaan bea masuk terhadap importasi barang digital berupa film yang ditransmisikan secara elektronik di Indonesia mengingat adanya moratorium e-commerce WTO terhadap bea dan cukai transmisi elektronik. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif menggunakan data primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bukanlah suatu batasan bagi Indonesia untuk mengeluarkan aturan mengenai bea masuk produk digital, Indonesia melihat bahwa moratorium yang diberlakukan tersebut tidak berlaku untuk barang digital yang ditransmisikan secara elektronik serta aturan tersebut dikeluarkan untuk menciptakan level playing field di pasar domestik Indonesia guna mendorong daya saing para pelaku usaha konvensional dalam negeri agar tetap bisa bersaing dengan pelaku usaha luar negeri. Untuk pelaksanaan dari bea masuk barang digital berupa film masih belum ada pelaksanaan teknisnya. Akan tetapi, untuk penerapan awal pelaksanaannya pada saat ini dilakukan secara voluntary oleh importir untuk melaporkan ke pihak bea dan cukai.

Looking at the phenomenon of digital technology development, making changes to the current trading trend. Previously goods were traded conventionally in physical form, currently starting to change in digital form such as films, which are transmitted electronically through digital platform or application. Internationally through WTO forum, for electronic commerce a decision has been issued not to impose import custom duties on electronic transmissions. In this case, Indonesian government has issued regulation regarding import duties on digital goods in Minister of Finance Regulation Number 17/PMK.010/2018. This thesis discusses the regulation and implementation of import duties on importation digital goods in the form of film that are transmitted electronically in Indonesia considering the moratorium e-commerce WTO on electronic transmission custom and duties. This research is normative juridical research by using primary and secondary data. The results of this study indicate that is not an limitation for Indonesia to issue regulations regarding import duties for digital products, Indonesia regard that imposed moratorium does not apply to digital goods that are transmitted electronically and these regulations are issued to create a level playing field in the Indonesian domestic market to encourage competitiveness of domestic business actors conventional in order to remain competitive with foreign business actors. For the implementation of import duty in digital goods in the form of films, there is still no technical implementation. However, for the initial implementation is currently carried out on a voluntary by the importer to report to the customs and duties."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sayyidus Wisnu Widagdo
"Perkembangan perdagangan secara elektronik (e-commerce) telah menyebabkan berkembangnya jenis barang dan jasa yang dijual di media tersebut. Dengan tingginya pengguna internet di Indonesia maka hal ini menjadikan adanya urgensi bagi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan perhatiannya atas pengenaan pajak pertambahan nilai terhadap barang dan jasa digital. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang didukung dari data-data yang diperoleh selama penelitian, buku-buku, literatur dan sumber lain yang relevan. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap transaksi produk digital diatur dalam Pasal 3A ayat (3) UU No. 42 Tahun 2009 dan juga Permenkeu Nomor 40/PMK.03/2010 yang mengatur mekanisme reverse charge di Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya, pengaturan tersebut belum dapat berjalan efektif, hal tersebut karena beban pemungutan, pelaporan dan penyetoran pajak terutang dibebankan kepada si pembeli atau konsumen. Selain itu adanya pelaku usaha yang tidak berkedudukan di Indonesia juga menambah rumitnya permasalahan ini. Sedangkan ruang lingkup Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara lain masih terbatas pada lingkup Pajak Penghasilan. Maka dari itu pemerintah perlu untuk segera memperbarui pengaturan mekanisme pengenaan pajak pertambahan Nilai atas barang dan jasa digital dan juga memperluas lingkup yang ada di Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

The development of electronic trading (e-commerce) has led to the growth of goods and services sold in the digital platform/marketplace. With the high Internet users in Indonesia, this makes the urgency for the Indonesian Government to increase its attention to the imposition of value added tax on digital goods and services. The research methods in this study are supported literature research from data obtained during research, books, literature and other relevant sources. The imposition of value added tax (VAT) on the transaction of digital products is regulated in article 3A paragraph (3) UU No. 42 year 2009 and also Permenkeu number 40/PMK. 03/2010 which regulates reverse charge mechanism in Indonesia. However, in its execution, such arrangements have not been able to run effectively, it is due to the burden of voting, reporting and withholding tax payable to the buyer or the consumer. In addition, there are business actors who are not domiciled in Indonesia also increase the complexity of this problem. Therefore, the Government needs to promptly update the setting of the imposition of value added tax on digital goods and services and also expand the scope of the agreement in the avoidance of double taxation.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priska Putri Andini
"Perkembangan perdagangan secara elektronik e-commerce) di Indonesia, dewasa ini, sangat cepat. Pemerintah melihat adanya pergerakan potensi penerimaan pajak yang signifikan dari usaha konvensional ke e-commerce. Untuk mencegah adanya potensi penerimaan yang hilang maka pemerintah melakukan usaha untuk lebih memahami kegiatan e-commerce itu sendiri serta segala potensi perpajakan didalamnya, khususnya terkait dengan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) untuk usaha ini. Sayangnya, Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan yang ada saat belum secara khusus mengatur mengenai besaran Pajak Penghasilan (PPh) untuk usaha e-commerce. Oleh karenanya, sebagai bagian dari usaha untuk lebih memahami kegiatan e-commerce itu, Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Transaksi E-Commerce, yang memberikan acuan bagi para aparatur negara di bidang perpajakan untuk melaksanakan proses pengawasan usaha e-commerce sekaligus melakukan penggalian potensi terhadap kegiatan e-commerce. Meskipun Surat Edaran Nomor SE-06/PJ/2015 telah secara spesifik menjabarkan kegiatan-kegiatan yang dapat menjadi potensi untuk dapat dikenakan pajak penghasilan dalam usaha e-commerce, namun, sifat dari Surat Edaran ini adalah pengaturan internal saja. Penelitian ini sendiri merupakan penelitian yuridis-normatif sebagaimana mengacu kepada norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, sedangkan penelitian yang akan dilakukan memiliki tipe deskriptif-analitis atas data kualitatif, yaitu menggambarkan suatu gejala serta menganalisa gejala tersebut untuk memperoleh jawaban atau penyelesaian masalah dari gejala tersebut dan diuraikan secara sistematis. Dengan melihat fakta yang ada, seyogianya Pemerintah mampu membuat regulasi berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur besaran pajak utamanya Pajak Penghasilan (PPh)-bagi usaha e-commerce di Indonesia.
The development of electronic commerce (e-commerce) in Indonesia, today, is very fast. The government sees a potential movement of significant tax revenues from conventional businesses to e-commerce. To prevent the potential for lost revenue, the government has made an effort to better understand e-commerce activities themselves as well as all potential taxation in them, especially related to the imposition of Income Tax (PPh) for this business. Unfortunately, the Law on Income Tax is currently not specifically regulating the amount of Income Tax (PPh) for e-commerce businesses. Therefore, as part of an effort for get a better understanding about e-commerce activities, the Directorate General of Taxes issues Circular Letter No. SE-06 / PJ / 2015 about Withholding and/or Collection of Income Taxes on E-Commerce Transactions, which provides a reference for State Apparatus in the field of taxation to carry out the supervision process of e-commerce businesses while simultaneously exploring the potential of e-commerce activities. Although Circular Letter No. SE-06 / PJ / 2015 has specifically described activities that can be subject to income tax in e-commerce businesses, however, the nature of this Circular Letter is an internal arrangement only. This research itself is juridical-normative research as referring to legal norms contained in the laws and regulations, while the research to be conducted has a descriptive-analytical type of qualitative data that describing a symptom and analyzing the symptoms to obtain answers or problem solving of these symptoms and described systematically. By looking at the facts, the Government should be able to make regulations in the form of laws and regulations that regulate the amount of tax-mainly Income Tax (PPh)-for e-commerce businesses in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Gulzar Feroze
"Pertumbuhan ekonomi digital yang pesat menimbulkan permasalahan tersendiri bagi para penegak hukum persaingan usaha, yang membutuhkan strategi yang canggih untuk menangani posisi dominan di pasar. Skripsi ini menganalisis kerangka kerja peraturan dan mekanisme penegakan hukum yang mengatur penyalahgunaan posisi dominan di pasar digital di Indonesia dan Inggris dan Upaya KPPU dalam menangani kasus serupa di Indonesia. Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. UU No. 5 tahun 1999 adalah undang-undang utama yang mengatur persaingan usaha di Indonesia, yang diimplementasikan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Namun demikian, kurangnya unit khusus pasar digital di KPPU menghambat kapasitasnya untuk menangani dinamika ekonomi digital yang rumit. Studi ini menekankan perlunya memiliki keahlian regulasi tertentu untuk menangani persaingan usaha di pasar digital secara efektif. Sebaliknya, strategi Inggris dinilai lebih efektif dikarenakan pendekatan proaktif dan terspesialisasi, yang didukung oleh Undang-Undang Persaingan Usaha 1998 dan diperkuat dengan pembentukan Unit Pasar Digital (DMU) di bawah Otoritas Persaingan Usaha dan Pasar (Competition and Markets Authority/CMA). Alat-alat analisis yang canggih dan inisiatif kolaborasi internasional yang dimiliki oleh DMU memperkuat kapasitas Inggris untuk secara efektif mengontrol perusahaan-perusahaan terkemuka di pasar digital. Skripsi ini mengkaji perbandingan regulasi dalam situasi nyata dengan menganalisis studi kasus Shopee di Indonesia dan Amazon di Inggris. Analisis tersebut menunjukkan bahwa meskipun kedua negara mengakui pentingnya pangsa pasar dan pengaruh ekonomi dalam menentukan dominasi, pendekatan Inggris yang mudah beradaptasi dan klasifikasi perilaku penyalahgunaan yang komprehensif menghadirkan kerangka kerja regulasi yang lebih tangguh. Skripsi ini mengusulkan agar Indonesia memperbaiki kerangka peraturannya dengan membentuk bagian khusus pasar digital di dalam KPPU dan mengimplementasikan alat analisis yang inovatif dan praktik kolaborasi internasional. Indonesia dapat meningkatkan kapasitasnya untuk mendorong persaingan usaha yang adil dalam ekonomi digital dan, sebagai hasilnya, meningkatkan kesejahteraan konsumen dan mendorong inovasi dengan mengambil pelajaran dari pengalaman Inggris. Temuan-temuan utama menyoroti pentingnya badan pengatur khusus dan pendekatan analitis yang canggih dalam mengatasi berbagai kesulitan yang ditimbulkan oleh posisi dominan di pasar digital. Analisis komparatif ini menawarkan wawasan yang berguna bagi para pembuat kebijakan dan regulator yang ingin menyeimbangkan antara kekuatan pasar dan persaingan dalam lingkungan digital yang berubah dengan cepat.

The rapid growth of the digital economy poses its own problems for competition law enforcers, who need sophisticated strategies to deal with dominant positions in the market. This thesis analyses the regulatory framework and enforcement mechanisms governing abuse of dominant position in the digital market in Indonesia and the UK and KPPU's efforts in handling similar cases in Indonesia. This thesis is analysed using doctrinal research method. Law No. 5 of 1999 is the main law governing business competition in Indonesia, which is implemented by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU). However, the lack of a specialised digital market unit at KPPU hampers its capacity to handle the complex dynamics of the digital economy. This study emphasises the need to have specific regulatory expertise to effectively address competition in the digital market. In contrast, the UK's strategy is considered more effective due to its proactive and specialised approach, which is underpinned by the Competition Act 1998 and reinforced by the establishment of a Digital Markets Unit (DMU) under the Competition and Markets Authority (CMA). The DMU's sophisticated analytical tools and international collaboration initiatives strengthen the UK's capacity to effectively control leading firms in the digital market. This thesis examines the comparison of the regulatory framework in real-life situations by analysing the case studies of Shopee in Indonesia and Amazon in the UK. The analysis shows that while both countries recognise the importance of market share and economic leverage in determining dominance, the UK's adaptable approach and comprehensive classification of abusive behaviour present a more robust regulatory framework. This thesis proposes that Indonesia improve its regulatory framework by establishing a dedicated digital market section within the KPPU and implementing innovative analytical tools and international collaboration practices. Indonesia can enhance its capacity to promote fair competition in the digital economy and, as a result, improve consumer welfare and encourage innovation by drawing lessons from the UK experience. Key findings highlight the importance of specialised regulatory bodies and sophisticated analytical approaches in addressing the difficulties posed by dominant positions in digital markets. This comparative analysis offers useful insights for policymakers and regulators seeking to strike a balance between market power and competition in a rapidly changing digital environment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Susanti
"Tujuan penelitian yaitu menganalisis pelaporan biaya terkait situs web pada tahapan operasi PT X di Laporan Keuangan apakah sudah sesuai dengan PSAK 19 Aset Takberwujud dan ISAK 14 Biaya Situs Web dan menganalisis pelaporan PT X dalam melaporkan biaya tersebut apakah sudah sesuai dengan aturan perpajakan. PSAK 19 dan ISAK 14 menyatakan bahwa biaya terkait situs web dibagi atas tahapan pengembangan dan tahapan operasi. Sesuai ISAK 14, pada tahap operasi, seluruh pengeluaran diakui sebagai beban kecuali memenuhi kriteria pengakuan PSAK 19 paragraf 18. Kemudian beban-beban yang memenuhi PSAK 19 paragraf 18 akan dikapitalisasi. Paragaf 18 PSAK 19 menyatakan pengeluaran dikapitalisasi jika memenuhi definisi aset takberwujud yang meliputi keteridentifikasian, pengendalian atas sumber daya, adanya manfaat ekonomik masa depan dan kriteria pengakuan. Sedangkan aturan perpajakan belum mengatur secara jelas. Studi kasus pada PT X bahwa terdapat biaya signifikan terkait situs web yang tidak dikapitalisasi padahal biaya tersebut memenuhi kriteria paragraf 18 PSAK 19 yang seharusnya dikapitalisasi. Kemudian dari aspek perpajakan, karena tidak jelas, sesuai dengan paragraf penjelasan pasal 28 ayat (7) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 pembukuan didasarkan pada Standar Akuntansi Keuangan, maka seharusnya biaya yang signifikan yang memiliki manfaat lebih dari 1(satu) tahun juga harus dikapitalisasi.

The purpose of this study is to analyze website cost – operation phase of PT X whether it is in accordance with PSAK 19 Intangible Assets, ISAK 14 Website costs and taxation rules. PSAK 19 and ISAK 14 state that the costs related to the website are divided into development and operating stages. In accordance with ISAK 14, at operating stage, all expenditures are recognized as expenses unless they meet recognition criteria of PSAK 19 paragraph 18. Then the expenses that meet PSAK 19 paragraph 18 will be capitalized. Paragraph 18 of PSAK 19 states that expenditures are capitalized if they meet 1) the definition of intangible assets which are identifiable, control of resources, future economic benefits and 2) recognition criteria. While the Indonesian taxation rules have not clearly regulated yet. There is significant website costs that is not capitalized even though these costs meet the criteria of paragraph 18 of PSAK 19. On taxation side, in accordance with the paragraph explanation of article 28 paragraph (7) of Law No. 6 of 1983 concerning General Provisions and Tax Procedures as lastly amended by Law No. 16 of 2009 bookkeeping is based on Accounting Standards, then significant website costs that have more than 1 (one) year benefit should also be capitalized."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roma Mery Sara Angelina
"barang modal dalam Kawasan Berikat antara importasi dan penyerahan dalam negeri dalam Kawasan Berikat pada PT. XYZ. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Skripsi ini menganalisis implementasi perlakuan PPN atas barang modal yang diimpor dan yang berasal dari lokal pada PT. XYZ dan menganalisis fasilitas atas barang modal yang berasal dari impor dan yang berasal dari dalam negeri.
Hasil penelitian ini adalah kebijakan perlakuan PPN atas barang modal yang diimpor dan berasal dari dalam negeri tidak sesuai dengan konsep netralitas PPN karena atas impor barang modal dikenakan fasilitas PPN tidak dipungut, sedangkan atas penyerahan barang modal dari dalam negeri tidak. Implementasi fasilitas PPN atas PT. XYZ sudah berjalan dengan baik. Fasilitas yang relevan atas impor barang modal adalah pembebasan PPN sedangkan atas penyerahan barang modal dari dalam negeri adalah tidak dipungut PPN.

This paper discusses policy analysis imposition of VAT on raw materials and capital goods in the bonded zone between importation and domestic delivery at PT. XYZ. This study is a qualitative research with descriptive design. This thesis analyzes the implementation of the VAT treatment facilities over domestic capital goods with imported goods and analyzes the ideal VAT treatment facilities over domestic capital goods with imported goods.
Results of this study is the policy of VAT treatment on capital goods in the bonded zone between importation and domestic delivery is incompatible with the concept of VAT neutrality because imported capital goods is free of VAT, meanwhile domestic capital goods isn?t. Implementation of VAT facility in PT. XYZ has been running well. Relevant facilities for the importation of foreign capital goods is a VAT exemption, while on the transfer of domestic capital goods is free of VAT.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2015
S61053
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>