Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10663 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wawan Heru Suyatmiko
"Tidak ada standar universal dalam membangun dan mengoperasikan lembaga anti korupsi (ACA) yang ideal. Sejak 2013, Transparency International (TI) telah mengembangkan alat pengukuran yang mampu menangkap efektivitas kinerja ACA sesuai dengan mandat UNCAC dan Prinsip-prinsip Jakarta. Salah satu aspek utamanya adalah apakah ACA berada di dalam lingkungan yang mendukung atau berada dalam situasi kebijakan yang menghambat implementasi undang-undang anti-korupsi. Studi ini secara khusus berupaya mengkaji kekuatan dan kelemahan ACA di Indonesia, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan alat pengukuran TI melalui 6 dimensi yang tersebar dalam 50 indikator selama periode 2016-2019. Studi ini menemukan bahwa KPK memiliki faktor lingkungan yang kuat dan mendukung, baik secara internal maupun eksternal; tetapi memiliki sejumlah pengecualian dalam aspek independensi. Pengukuran kinerja bagi ACA, baik yang dilakukan secara internal atau eksternal, signifikan untuk memperkuat independensi ACA dan penegakan hukum dalam jangka panjang"
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019
364 INTG 5:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2009
364.132 3 IND k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Reformasi pemerintahan di Indonesia telah menghasilkan sistem politik yang secara formal lebih demokratis, yaitu suatu sistem pemerintahan yang memungkinkan munculnya partai politik yang beas dari kontrol penguasa dan bersifat konpetitif satu sama lain. Dalam prakteknya, sistem pemerintahan Indonesia tersebut belum benar-benar demokratis karena terjadi distorsi, para pejabat dan tokoh masyarakat masih banyak yang berperilaku mendahulukan kepentingan pribadi dan kelompoknya, bukan tidak segan-segan menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan jangka pendek pribadi atau kelompok. Meskipun birokrasi pemerintahan Indonesia secara formal sudah disusun berdasarkan prinsip-prinsip administrasi negara yang modern, tetapi tidak berhasil mengendalikan praktik korups, kolusi dan nepotisme di seluruh jajaran birokrasi. Hasil survei oleh tranparansi international terhadap 133 negara menunjukkan Indonesia menduduki peringkat ke enam yang terkorup di dunia. Disamping itu dalam masyarakat muncul gejala ketidakpercayaan baik terhadap para pemimpin maupun birokrasi pemerintahan, dan ada kecenderungan berbagai usur dalam masyarakat menjadi apatis dan ada pula cenderung untuk memaksakan kehendak mereka, sehingga mudah terjerumus kepada tindakan anarkhis. Keadaan ini jelas tidak menguntungkan bagi upaya pembangunan di semua sektor."
JHHP 4:2 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Victor Antonius
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T36537
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi RI, 2008
351KOMK001
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Harlina
"Korupsi bukanlah kejahatan yang baru, melainkan kejahatan yang lama yang sangat pelik. Di Indonesia korupsi sudah ada sejak dulu. Korupsi bertentangan dengan konsep negara hukum, Menurut Sri Soemantri unsur negara hukum salah satunya adalah jaminan terhadap hak asasi manusia. Oleh karena itu negara harus mengatasi korupsi karena korupsi tidak hanya meruugikan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak ekonomi dan hak sosial masyarakat luas. Untuk mengatasi korupsi, pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan dan membentuk lembaga untuk membantu mengatasi korupsi. Lembaga yang sampai saat ini masih melakukan pemberantasan korupsi adalah Komisi Pemberantasan Korupsi. Komisi ini dibentuk karena pemberantasan korupsi oleh lembaga konvensional (kepolisian dan kejaksaan) belum dapat mengatasi permasalahan korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dan merupakan lembaga negara independen dan mempunyai kewenangan yang sangat luas. Oleh karena itu masyarakat berharap kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk dapat memberantas korupsi.
Kewenangan yang luas meliputi Koordinasi dangan instansi lain, supervisi, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pencegahan dan monitoring. Sebagaimana diketahui secara umum para ahli membagi dua lembaga negara yaitu Lembaga negara utama (main State?s organ) dan Lembaga negara pembantu (auxiliary State?s organ). Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga negara pembantu yang bersifat independen, hal ini akan menimbulkan masalah yaitu tentang kedudukan dalam struktur ketatanegaraan. Ada sebagian besar yang beranggapan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga ekstra konstitusional. Masalah lain yang muncul adalah apakah Komisi Pemberantasan Korupsi harus ada terus atau hanya sebagai Problem solving saja. Untuk mengetahui hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian normatif didukung dengan metode penelitian empiris. Di samping itu juga didukung dengan pendekatan sejarah dan komperatif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga negara independen, namun bukan lembaga negara utama tetapi lembaga negara pembantu. Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi tidak dijelaskan berada diranah kekuasaan manapun baik eksekutif, legislatif dan yudikatif. Akan tetapi Komisi Pemberantasan Korupsi dapat dimasukkan kedalam kekuasaan ke empat. Komisi Pemberantasan Korupsi sebaiknya terus ada, karena korupsi tidak mungkin dapat hilangkan, hanya dapat diminimalkan. Namun Kewenangannya tidak lagi luas, hanya mencakup penindakan, pencegahan dan monitoring, sedangkan untuk penuntutan dikembalikan kepada kejaksaan."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D1084
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2004
S24549
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>