Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64151 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018
321.804 2 SIS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Saldi Isra
Depok: Rajawali Pers, 2019
342.598 SAL s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Azzahra
Makassar: Nas Media Indonesia, 2022
342.06 FAR r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Sejak reformasi 1998,Indonesia kembali menggunakan sistem multipartai, walaupun begitu dalam sistem pemerintahan tetap mempertahankan sistem Presidensial."
902 JPSNT 21(1-2) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lijphart, Arend
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995
321.804 3 LIJ s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Azzahra
"Kewenangan Presiden dalam pembentukan undang-undang di Indonesia utamanya dalam proses pembahasan dan pemberian persetujuan terhadap pembahasan RUU
bahwasanya telah menyimpangi sistem presidensial dan dapat menjadi problematika. Tesis ini hendak menjawab permasalahan yaitu mengenai kewenangan Presiden dalam pembentukan undang-undang serta konsep rekonstruksi yang ideal terhadap kewenangan Presiden dalam pembentukan undang-undang di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif yang dilengkapi dengan perbandingan 20 negara. Hasil penelitian menunjukan bahwa Presiden di Indonesia memiliki kewenangan yang begitu besar dalam pembentukan undang-undang. Presiden terlibat dalam seluruh
proses pembentukan undang-undang mulai dari tahap perencanaan hingga pengesahan RUU, bahkan adanya ketentuan dalam Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3)
UUD NRI 1945 telah menjadikan Presiden dapat mengontrol agenda legislasi. Besarnya kewenangan Presiden tersebut tidak sesuai dengan tujuan penguatan sistem presidensial di Indonesia. Adapun gagasan rekonstruksi yang dapat diberikan adalah dengan membatasi kewenangan Presiden dalam pembentukan undang-undang dengan tidak melibatkan Presiden dalam proses pembahasan,
melainkan memperkuat posisi DPD dalam pembentukan undang-undang. Selanjutnya, dalam hal persetujuan RUU, Presiden seharusnya diberikan hak veto untuk menolak RUU yang diajukan parlemen sebagai bentuk checks and
balances. Dalam bidang pengesahan RUU, gagasan rekonstruksi yang dapat dilakukan adalah dengan memberi kewajiban bagi Presiden untuk mengesahkan setiap RUU yang telah disetujui oleh dua per tiga anggota DPR dan DPD. Adapun dalam hal Presiden tidak mengesahkan RUU, maka hal ini dapat dilakukan oleh Ketua DPR. Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah
dengan melakukan perubahan UUD NRI 1945 dengan mengubah pasal terkait kewenangan Presiden dan DPD dalam pembentukan undang-undang

The authority of the President in the law making process in Indonesia expecially in the process of deliberating and granting approval for the deliberation of the Bill that it has deviated from the presidential system and could become problematic. This thesis intends to answer the problem regarding the authority of the President in forming laws and the concept of ideal reconstruction of the President's authority in the formation of laws in Indonesia. The method used in
this study is a normative juridical method with a comparison of 20 countries. The research results show that the President in Indonesia has enormous authority in the law making process. The President is involved in the entire process of constituting legislation starting from the planning stage to the ratification of the
Bill, even the provisions in Article 20 paragraph (2) and paragraph (3) of the Constitution have enabled the President to control the legislative agenda. The
amount of authority of the President is not in accordance with the goal of strengthening the presidential system in Indonesia. The idea of reconstruction that could be given is to limit the President's authority in the law making process by
not involving the President in the deliberation process, but rather strengthening the DPD's position in the law making process. Furthermore, in terms of the
approval of the bill, the President should be given veto power to reject the bill proposed by the parliament as a form of checks and balances. In the field of bill ratification, the idea of reconstruction that can be carried out is by giving the President the obligation to pass every bill that has been approved by two thirds of the members of the DPR and DPD. As for the President does not pass a bill, this can be done by the Speaker of the DPR. Suggestions that can be given based on the results of this research are to make changes to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia by changing articles related to the authority of the President and DPD in the formation of laws
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laode Harjudin
"Disertasi ini mengkaji perubahan desain institusional melalui amandemen konstitusi dengan fokus pada pertarungan kepentingan dan kekuasaan atas perubahan kekuasaan presiden dalam konteks demokrasi presidensial. Penelitian ini menjelaskan pertanyaan berikut: 1) Bagaimana interaksi kepentingan dalam proses pembahasan dan perdebatan tentang perubahan kekuasaan Presiden dalam amandemen UUD 1945? 2) Bagaimana sistem presidensial Indonesia yang terbentuk berdasarkan hasil perubahan kekuasaan presiden dalam amandemen UUD 1945?, 3) Faktor-faktor apa saja yang membuat sistem presidensial Indonesia dapat berjalan dan berbeda dibandingkan dengan sistem presidensial di negara-negara lain?
Studi ini menguji tiga teori utama: 1) teori kepentingan dari John Elster, 2) teori konsensus demokrasi dari Arent Lijphart dan Maswadi Rauf, dan 3) teori Scott Mainwaring tentang problematik sistem presidensial digabungkan dengan sistem multipartai. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik wawancara dan penelusuran dokumen atau kepustakaan (library research) untuk memperoleh data.
Hasil Penelitian ini menyimpulkan bahwa proses pembahasan amandemen konstitusi terutama berkaitan dengan kekuasaan presiden diwarnai pertarungan kepentingan yang menghasilkan system presidensial yang tidak menegaskan fungsi masing-masing cabang pemerintahan. Temuan penelitian ini menunjukkan proses pembahasan amandemen konstitusi terkait kekuasaan presiden diwarnai oleh tarik-menarik dua kepentingan yaitu kepentingan kelompok (partai) dan kepentingan institusional (eksekutif dan legislatif). Pertarungan kepentingan tersebut mencapai konsensus dengan melahirkan sistem presidensial model Indonesia yang berbeda dengan negara-negara lain dengan ciri utama ketelibatan presiden dalam proses pembahsan rancangan undang-undang bersama DPR. Temuan penting penelitian adalah faktor konstruksi konstitusi yang dapat mengatasi deadlock antara eksekutif dan legislatif dengan mekanisme saling bypassing antara presiden dan DPR dalam proses pengambilan keputusan.
Implikasi teoritis penelitian ini, menunjukkan bahwa teori kepentingan dari John Eslter tentang tiga tipe kepentingan ( kepentingan personal, kepentingan kelompok /partai politik, dan kepentingan institusional) tidak sepenuhnya berlaku. Dalam proses pembahasaan amandemen konstitusi lebih banyak terjadi pertarungan kepentingan kelompok (partai politik) dan kepentingan institusional. Sementara kepentingan personal kurang memainkan perannya. Studi ini mengkofirmasi teori konsensus demokrasi yang dikemukakan oleh Arend Lijphart dan Maswadi Rauf dimana pertarungan kepentingan para aktor bermuara pada konsensus sebagai bagian kesepakatan untuk lebih mengedepankan musyawarah ketimbang voting dalam pengambilan keputusan dan kekuatan fraksi-fraksi di MPR dalam proses pembahasana mandemen konstitusi relatif setara. Studi ini menunjukkan bahwa asumsi yang dibangun oleh Scott Mainwaring bahwa kombinasi presidensialisme dan multipartai dapat memungkinkan terjadinya deadlock yang berpotensi mengakibatkan kelumpuhan yang mengganggu kestabilan demokrasi tidak terbukti. Studi ini membuktikan sistem presidensial multipartai dapat berjalan di Indonesia dengan mengatasi masalah dalam hubungan eksekutif dan legislatif dengan konstruksi konstitusi yang, terutama, menciptakan mekanisme saling bypassing antara presiden dan DPR dalam pembahasan dan persetujuan undang-undang.

This study discusses the shift in institutional design resulting from a constitutional amandment that is centered on a conflict of interest and power over the change in presidential power in a presidential democracy. It aims to elaborate these three questions: first, the interaction of interests during the discussion and debate process concerning the change in the presidential power in the 1945 constitutional amendment; second, the presidential system that formed through the change in presidential power in the 1945 constitutional amendment; and third, the factors that allows Indonesia's presidential system to run and what distinguishes it with presidential systems in other countries.
This study aims to corroborate three main theories: first, John Elster's theory of interest; second, Arent Lijphart's and Maswadi Rauf's theory of democratic consensus; and third, Scott Mainwaring's theory concerning problems that arise when a presidential system merges with a multiparty system. This research uses a qualitative approach, an in-depth interview with the elites of the House of Representatives regarding the issue, and library research to acquire data.
This research concludes that the process of amending the constitution, specifically with regards to the presidential power, is highlighted with a conflict of interest, resulting in a presidential system that does not accentuate each of the governmental branches' function. The principal finding of this research reveals that in the process of amending the constitution, specifically the presidential power, there is a conflict of interest between the parties' interest and the institutional (executive and legislative) interest. One paramount finding of this research is the factors of constitutional construction that can overcome a deadlock between the executive and legislative using a bypassing mechanism between the president and the House of Representatives when making decisions.
The theoretical implication of this research shows that John Elster's theory of interest on the three types of interest (personal, political party, and institutional) does not fully apply. The reason is that the conflict of interest between the political party and the institutional interest is dominant, while there is only a fraction of personal interest. This study confirms Arend Lijphart's and Maswadi Rauf's democratic consensus theory, where the conflict of interest of the actors amounts to the consensus of all the parties, instead of using a voting system when making decisions. This study reveals that Mainwaring's assumption that combining a presidential and multiparty system could result in a deadlock that may disrupt the democratic stability is not applicable. The reason is that Indonesia adopts such system, but has never faced a deadlock.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
D2687
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Hamzah
Jakarta: Pradnya Paramita, 1986
345 AND s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>