Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32743 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tuti Afriani
"Nursing career paths in public health centers have not been well established compared with nurses in hospitals. It is because the nursing career path has a different organizing system, which then becomes an obstacle in implementing the career path for nurses in primary health care. Therefore, this study aimed to identify the relationship between institutional and nurses’ readiness in implementing nursing career paths within public health centers.
A cross-sectional study design with questionnaire as instrument was used in this research. A consecutive sampling technique was used to select 93 nurses from 13 public health centers. Furthermore, to identify the objective of this research, the Spearman's correlation coefficient was used to determine the relationship between paired data.
The results found that institutional readiness was 64 or 71.9% of maximum values, yet nurses readiness was 112 or 74.5% of maximum values. Thus, it can be concluded that there was a meaningful relationship between institutional and nurses readiness with career path implementation (p< 0.001), indicating a strong positive relationship (r= 0.521). The results of this study are expected to become a baseline data for public health centers and public health offices to establish a professional nursing career path in public health centers."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
610 JKI 24:1 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ellya Fadllah
"Klien gangguan jiwa merupakan salah satu dari kelompok rentan terdampak pandemi COVID-19. Kasus terkonfirmasi yang semakin banyak berdampak terhadap peningkatan jumlah klien gangguan jiwa dengan COVID-19, khususnya yang menjalani perawatan di rumah sakit jiwa rujukan. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang makna merawat klien gangguan jiwa dengan COVID- 19. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Partisipan penelitian adalah perawat kesehatan jiwa sebanyak 15 orang, yang didapatkan dengan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data dengan wawancara mendalam menggunakan pertanyaan semi terstruktur. Hasil wawancara dalam bentuk transkrip dianalisis dengan menggunakan teknik Colaizzi. Hasil penelitian menghasilkan lima tema yaitu pengalaman positif selama merawat klien gangguan jiwa dengan COVID-19, tantangan pemberian asuhan keperawatan klien gangguan jiwa dengan COVID-19, pengalaman fisik dan psikologis yang tidak menyenangkan, kesulitan fasilitas pendukung untuk stabilisasi masalah fisik, dan harapan perawat kesehatan jiwa dalam merawat klien gangguan jiwa dengan COVID-19. Penelitian ini merekomendasikan agar perawat kesehatan jiwa mempersiapkan diri secara fisik dan psikologis sebelum bertugas, meningkatkan kompetensinya terutama dalam perawatan masalah fisik klien gangguan jiwa dengan COVID-19.

Clients with mental disorders are one of the vulnerable groups affected by the COVID- 19 pandemic. The increasing number of confirmed cases has an impact on the increase in the number of clients with mental disorders with COVID-19, especially those undergoing treatment at a referral mental hospital. The purpose of this study was to gain an in-depth understanding of the meaning of caring for clients with mental disorders with COVID-19. This study uses a qualitative design with a descriptive phenomenological approach. The research participants were 15 mental health nurses, which were obtained by purposive sampling technique. Methods of collecting data with in-depth interviews using semi-structured questions. The results of the interviews in the form of transcripts were analyzed using the Colaizzi technique. The results of the study produced five themes, namely positive experiences while caring for clients with mental disorders with COVID-19, challenges in providing nursing care for clients with mental disorders with COVID-19, unpleasant physical and psychological experiences, difficulties with supporting facilities for stabilizing physical problems, and expectations of mental health nurses in treating clients with mental disorders with COVID-19. This study recommends that mental health nurses to prepare physically and psychologically before serving, increase their competence, especially in treating physical problems for clients with mental disorders and COVID-19."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail Fahmi
"

Consensus Statement of Standards for Interventional Cardiovascular Nursing Practice menetapkan  domain standar praktik interventional keperawatan kardiovaskular  meliputi mampu berfikir kritis dan menganalisis intervensi kardiovaskular dalam praktik keperawatan, terlibat dalam hubungan terapeutik dan hubungan profesional untuk meningkatkan pelayanan dan pengalaman dalam pemberian asuhan keperawatan.  The dynamic nurse-patient relationship model telah digunakan sebagai teori dasar dalam memberikan asuhan keperawatan pada praktik keperawatan, yang menekankan  prinsip-prinsip dasar pemikiran kritis, pendekatan yang berpusat pada klien intervensi serta berorientasi pada tujuan, dan penggunaan  rekomendasi intervensi keperawatan berbasis bukti. Penerapan The dynamic nurse-patient relationship model pada praktik residensi menetapkan penurunan curah jantung sebagai diagnosis keperawatan utama pada pasien kelolaan utama dan 30 pasien lainnya, dengan cardiac care sebagai pilihan intervensi keperawatan untuk mengoptimalkan fungsi jantung dan menurunkan beban kerja jantung. CAM-ICU sebagai instrumen diagnostik memiliki keandalan yang sempurna untuk menilai delirium pasca pembedahan jantung (sensitifitas 100% dan spesitifitas 100%), lain halnya BHIS sebagai istrumen untuk menilai risiko kejadian SSI pasca pembedahan jantung memiliki keandalan yang sedang ( sensitifitas 70% dan spesitifitas 67%), artinya BHIS perlu dikembangkan kembali dengan memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian SSI.

 


The Consensus Statement of Standards for Interventional Cardiovascular Nursing Practice has established the standard domain of interventional cardiovascular nursing practices which includes the ability to think critically and to analyze cardiovascular interventions in nursing practice, engaging in therapeutic relationships and professional relationships to improve service and experience in providing nursing care. The dynamic nurse-patient relationship model has been used as a primary theory, providing nursing care approach into nursing practice which emphasizes the basic principles of critical thinking, client-centered and intervention-oriented approaches, and the use of evidence-based nursing intervention recommendations. The dynamic nurse-patient relationship model in residency practice establishes a decrease in cardiac output as the main nursing diagnosis in primary management patients and 30 other patients, with cardiac care as the choice of nursing intervention to optimize cardiac function and reduce cardiac workload. CAM-ICU as a diagnostic instrument has perfect reliability to assess delirium after cardiac surgery (100% sensitivity and 100% specificity). BHIS as an instrument to assess the risk of SSI events after cardiac surgery has moderate reliability (70% sensitivity and 67% specificity), meaning that BHIS needs to be developed by taking into account the factors related to SSI events.

 

Keywords: ida jean orlando, delirium, CAM-ICU, surgical site infection, cardiac surgery, low cardiac output, respiratory muscle training.

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Indah Kusuma Dewi
"Kanker serviks merupakan kanker yang berkembang di bagian serviks wanita. Hampir 99% kasus kanker serviks disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV). Kematian tertinggi akibat kanker pada perempuan di Indonesia berasal dari kanker payudara 22.692 (11,0%) kasus kematian dan kanker serviks 18.279 (8,8%) kasus kematian (WHO IARC 2018). Berdasarkan penelitian Dewi, 2017 kanker serviks paling banyak ditemukan pada usia dewasa, dengan status menikah, dan hidup di perkotaan. Jumlah penderita kanker di kota 6,6% lebih banyak dari yang di desa. Kasus kanker serviks sebanyak 543 di kota dan 384 di desa.Usia menarche merupakan salah satu faktor terjadinya lesi prakanker serviks. Usia menarche dini memiliki risiko 14 kali untuk mengalami kanker serviks (Reis, Beji, and Kilic 2011). Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2017 menyatakan bahwa Rentang usia pertama kali menstruasi wanita di Indonesia dari tahun ke tahun menurun dari usia 12 – 15 tahun menjadi 12 – 14 tahun. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, dengan desain cross sectional study. Penelitian ini menggunakan data sekunder riset PTM tahun 2016. Jumlah sampel 9931 orang, yaitu memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis yang digunakan logistic regression.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari data riset Penyakit Tidak Menular (PTM) 2016 yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. Pada penelitian ini tidak ada hubungan signifikan secara statistik antara usia menarche dengan kejadian lesi prakanker serviks dimana perempuan dengan usia menarche < 12 tahun terproteksi 1,025 kali (POR = 0,975; 95% CI 0,689 – 1,380, p-value 0,888) untuk mengalami lesi prakanker serviks dibandingkan perempuan yang mengalami usia menarche ≥ 12 tahun.

Cervical cancer is cancer that develops in the cervix of women. Almost 99% of cervical cancer cases are caused by the Human Papilloma Virus (HPV). The highest mortality from cancer in women in Indonesia came from breast cancer, 22,692 (11.0%) cases of death and cervical cancer, 18,279 (8.8%) cases of death (WHO IARC 2018). Based on Dewi's research, in 2017, cervical cancer was mostly found in adulthood, married, and living in urban areas. The number of cancer sufferers in cities is 6.6% more than in villages. There were 543 cervical cancer cases in cities and 384 in villages. Menarche age is a factor in the occurrence of cervical precancerous lesions. Early menarche age has 14 times the risk of developing cervical cancer (Reis, Beji, and Kilic 2011). The results of the Indonesian Demographic Health Survey in 2017 stated that the age range for the first time menstruation for women in Indonesia from year to year decreased from 12-15 years old to 12-14 years old. This type of research is quantitative, with a cross sectional study design. This study used secondary data from PTM research in 2016. The number of samples was 9931 people, which met the inclusion and exclusion criteria. The analysis used logistic regression. The data used in this study is secondary data from the 2016 Non-Communicable Diseases (PTM) research data organized by the Health Research and Development Agency of the Ministry of Health. In this study, there was no statistically significant relationship between the age of menarche and the incidence of cervical precancerous lesions where women with menarche age <12 years were protected 1.025 times (POR = 0.975; 95% CI 0.689 - 1.380, p-value 0.888) to experience cervical precancerous lesions. compared to women who experienced menarche ≥ 12 years."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Heru Dento
"Latar belakang: Penyakit kardiovaskular adalah salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, khususnya di negara berkembang. Dengan tingginya kejadian penyakit jantung koroner akan berakibat makin meningkatnya tindakan intervensi di bidang kardiovaskuler untuk mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas pada pasien. Pada akhir dekade ini intervensi koroner perkutan IKP digunakan secara luas untuk menangani penyakit arteri koroner dimana timbulnya restenosis masih menjadi hambatan utama. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inflamasi lokal dan sistemis mempunyai peranan penting pada terjadinya patogenesis in-stent restenosis ISR. Sejumlah penanda inflamasi telah diajukan untuk memprediksi angka mortalitas baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap sindroma koroner akut SKA, ISR dan trombosis stent, termasuk disini adalah eosinophil cationic protein ECP. Laporan mengenai korelasi antara kadar ECP dengan ISR belum pernah dilaporkan di Indonesia. Metode: Dilakukan studi potong lintang pada pasien jantung koroner yang mengalami ISR pasca dilakukan tindakan IKP yang berobat di unit Pelayanan Jantung Terpadu PJT Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada bulan April-Mei 2018. Pasien yang diketahui mengalami ISR dimasukkan sebagai subyek penelitian dan dilakukan pemeriksaan kadar ECP dengan metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay Human Eosinophil Cationic Protein ELISA. Analisa data menggunakan Analisa Bivariat dan uji korelasi Spearman. Hasil: Penelitian mendapatkan 32 subyek yang terdiri dari 27 subyek laki-laki 84,4 dan 5 subyek perempuan 15,6. Rerata usia pasien adalah 60,69 tahun dengan simpang baku 10,17. Tidak terdapat korelasi antara kadar ECP dan ISR r=0,099 ; p=0,589. Simpulan: Tidak terdapat korelasi antara kadar ECP dan ISR pada pasien PJK pasca dilakukannya IKP.

Background Cardiovascular disease is one of the major health problems worldwide, especially in developing countries. With the high incidence of coronary heart disease will result in increased interventions in the field of cardiovascular to reduce the level of morbidity and mortality in patients. By the end of this decade percutaneous coronary intervention PCI is widely used to treat coronary artery disease where the onset of restenosis remains a major obstacle. Several studies have shown that local and systemic inflammation plays an important role in the development of in stent restenosis ISR pathogenesis. A number of inflammatory markers have been proposed to predict both short and long term mortality rates for acute coronary syndrome ACS, ISR and stent thrombosis, including here is eosinophil cationic protein ECP. Reports on the correlation between ECP and ISR levels have not been reported in Indonesia. Metods Cross sectional study was performed on coronary heart patients who had ISR after PCI performed treatment at Integrated Heart Service Unit of Cipto Mangunkusumo Hospital in April May 2018. Patients who were known to have ISR were included as research subjects and examined ECP levels by method of Enzyme Linked Immunosorbent Assay Human Eosinophil Cationic Protein ELISA. Data analysis using Bivariate Analysis and Spearman correlation test Result The study obtained 32 subjects consisting of 27 male subjects 84,4 and 5 female subjects 15,6. The average age of the patient is 60,69 years with standar deviation 10,17. There is no correlation between ECP and ISR levels r 0,09 p 0,589. Conclusion There was no correlation between ECP and ISR levels in CHD patients after PCI."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Sri Kristina
"Penyakit kardiovaskular merupakan penyumbang angka kesakitan dan inkapasitasi pada pilot. Risiko pajanan hipoksia intermiten dan radiasi kosmik dari lingkungan penerbangan tercermin dari jam terbang total dan jenis pesawat. Pajanan stresor kerja berupa jumlah sektor serta jenis penerbangan juga dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular. Disertai perubahan kebiasaan berupa berkurangnya durasi tidur dan aktivitas fisik akhirnya dapat menyebabkan tingginya risiko penyakit kardiovaskular. Upaya deteksi dini risiko penyakit kardiovaskular dapat dengan melakukan penghitungan estimasi risiko penyakit kardiovaskular. Studi ini menggunakan desain potong lintang. Data diambil menggunakan kuesioner dari pilot yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala pada 12-27 Mei 2022 di Balai Kesehatan Penerbangan, Jakarta. Analisis bivariat dan multivariat dilakukan dengan SPSS versi 22. Dari 121 subjek, 66 pilot (54,5%) memiliki risiko penyakit kardiovaskular tinggi. Jam terbang total dan aktivitas fisik secara signifikan memiliki asosiasi dengan risiko penyakit kardiovaskular yang tinggi (p<0,001 dan p=0,003). Keduanya merupakan faktor dominan terhadap risiko penyakit kardiovaskular. Pilot dengan total jam terbang ≥10.850 jam memiliki risiko penyakit kardiovaskular yang tinggi 4,64 kali lebih besar dibandingkan dengan jam terbang <10.850 jam (OR= 4.64, 95% CI 2.09-10.26, p<0,001). Sedangkan pilot yang tidak aktif memiliki risiko penyakit kardiovaskular yang tinggi 2,63 kali lebih besar dibandingkan dengan pilot yang aktif (OR= 2.63 95% CI 1.18-5.86, p=0,019).

Cardiovascular disease can cause incapacitation and long-term unfit period for pilots. Hypoxia and cosmic radiation exposure from flight environment reflected in total flight hours. Pilots are also at risk of being exposed to stress that can affect the cardiovascular system, reflected in the number of sectors and the types of flights it undertakes. Together with poor sleep duration and physical activity can finally lead to high cardiovascular disease risk. Early detection can be done by estimating the risk of cardiovascular disease. This was a cross-sectional study. Data were collected from pilots who had renewal medical examination on 12 to 27 May 2022 at the Aviation Medical Center using questionnaire. Bivariate and multivariate analyses were performed using SPSS version 22. Of 121 subjects, 54.5% (n=66) had a high cardiovascular disease risk. Total flight hours and physical activity were significantly associated with high cardiovascular disease risk (p<0.001 and p=0.003, respectively). Both are dominant factors for the cardiovascular disease risk. Pilots with total flight hours ≥10.850 hours had high cardiovascular disease risk 4.64 times greater than they with <10.850 hours (OR= 4.64, 95% CI 2.09-10.26, p<0.001). Inactive pilots had a high cardiovascular disease risk 2.63 times greater (OR= 2.63, 95% CI 1.18-5.86, p=0.019)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lowilius Wiyono
"Pendahuluan. Kanker payudara merupakan jenis kanker terbanyak ke-3 di dunia dan menjadi kanker yang paling sering menyerang wanita. Terapi farmakologis kanker payudara saat ini masih sangat minim dan dibutuhkan temuan baru untuk menjadi alternatif dalam terapi kanker payudara. Tanaman temu kunci (Kaempferia pandurata) adalah tanaman endemis di Asia yang diketahui memiliki berbagai aktivitas biologis, salah satunya sebagai antikanker dengan komponen bioaktif terbesarnya, yaitu pinostrobin. Hal ini mendorong peneliti untuk menguji aktivitas antikanker pinostrobin beserta sediaan nanopartikelnya terhadap sel kanker payudara.
Hasil. Uji TEM dan UV-Vis pada nanopartikel pinostrobin menunjukkan ukuran nanopartikel dibawah 200 nm dengan nilai yield sebesar 99,43% sehingga kualitas nanopartikel pinostrobin cukup ideal untuk digunakan sebagai obat. Uji MTT menunjukkan isolat pinostrobin dan sediaan nanopartikelnya memiliki aktivitas antikanker yang baik. Hasil uji sediaan nanopartikel menunjukkan aktivitas antikanker yang lebih baik dibandingkan dengan isolatnya, sementara kedua sediaan menunjukkan aktivitas antikanker yang lebih baik pada sel MDAMB-231 dibandingkan sel MCF-7. Seluruh hasil uji memperlihatkan aktivitas antikanker yang cukup baik dengan nilai IC50 < 100 μg/mL.
Kesimpulan. Sediaan nanopartikel pinostrobin berhasil dibuat dengan ukuran dan nilai yield yang baik. Aktivitas antikanker nanopartikel pinostrobin lebih baik dibandingkan isolat pinostrobin, sementara aktivitas antikanker pada sel MDAMB-231 lebih baik dibanding MCF-7 pada kedua sediaan. Pinostrobin dan sediaan nanopartikelnya dapat digunakan sebagai obat yang potensial terhadap kanker payudaraPendahuluan. Kanker payudara merupakan jenis kanker terbanyak ke-3 di dunia dan menjadi kanker yang paling sering menyerang wanita. Terapi farmakologis kanker payudara saat ini masih sangat minim dan dibutuhkan temuan baru untuk menjadi alternatif dalam terapi kanker payudara. Tanaman temu kunci (Kaempferia pandurata) adalah tanaman endemis di Asia yang diketahui memiliki berbagai aktivitas biologis, salah satunya sebagai antikanker dengan komponen bioaktif terbesarnya, yaitu pinostrobin. Hal ini mendorong peneliti untuk menguji aktivitas antikanker pinostrobin beserta sediaan nanopartikelnya terhadap sel kanker payudara.

Introduction. Breast cancer has become a major issue across the world, being the 3rd most common cancer in the world and the most common cancer on women. Pharmacological therapies of breast cancer are still minimal, therefore, a need for new alternative drug for breast cancer is needed. Kaempferia pandurata is an endemic plant in Asia which is known for its biological activity, of which is anticancer activity with its most abundant bioactive compound, pinostrobin. This research is conducted to analyze the anticancer activity of pinostrobin and its nanoparticle to breast cancer cell.
Method. The rhizome of Kaempferia pandurata is dried and extracted using maseration with n-Hexane solvent. The extract then isolated using the recristalization method in methanol solvent to produce pinostrobin crystal. Pinostrobin is manufactured into nanoparticle using chitosan and sodium alginate polymer, which then analyzed using TEM and UV-Vis test. The pinostrobin and its nanoparticle counterpart is tested in MTT assay to show its inhibitory activity. The test is expressed with inhibition percentage and IC50 value.
Results. TEM and UV-Vis test to nanoparticle of pinostrobin showed the nanoparticle’s dimension of <200 nm with yield of 99.43%, an ideal quality as a drug delivery carrier. MTT assay showed good anticancer activity from both pinostrobin and its nanoparticle. Better activity is shown by MDAMB-231 cell line, while nanoparticle of pinostrobin showed better IC50 value. The test showed good anticancer activity with IC50 value of <100 μg/mL.
Conclusion. Nanoparticle of pinostrobin has been manufactured with decent yield and dimension. Better anticancer activity is shown in pinostrobin nanoparticle while anticancer activity of MDAMB-231 cell is superior than MCF-7 cell for both samples. Pinostrobin can be considered as potential drug for breast cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Megawati
"ABSTRAK
Nama : MegawatiProgram Studi : EpidemiologiJudul : Kesintasan Pasien Kanker Payudara Berdasarkan Keterlambatan Pengobatandi Rumah Sakit Umum Cipto MangunkusumoPembimbing : Prof. Dr. dr. Bambang Sutrisna, MHSc Epidemiology AbstrakKanker payudara masih mendominasi penyakit kanker pada wanita di duniatermasuk di Indonesia. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sebagai rumah sakitrujukan nasional dengan jumlah kasus terus meningkat setiap tahunnya.Sebagian besar kasus ditemukan pada stadium lanjut dan mengalamiketerlambatan pengobatan lebih dari 60 hari setelah didiagnosis. Keterlambatanpengobatan diduga berpengaruh terhadap kesintasan pasien kanker payudara.Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menilai hubungan keterlambatanpengobatan dengan kesintasan pasien kanker payudara di RSCM. Desain studipenelitian adalah kohort retrospektif dengan mengamati 584 pasien yangmemenuhi kriteria inklusi. Pengamatan dilakukan mulai dari 1 Januari 2011sampai Desember 2017. Data dianalisis secara univariat, bivariat dengan ujilogrank, dan multivariat dengan cox regresi. Hasil penelitian menunjukkan dari584 pasien yang dianalisis ditemukan besarnya risiko terjadinya kematiansebesar 1,27 kali lebih cepat pada pasien yang mengalami keterlambatanpengobatan lebih dari 60 hari dibandingkan dengan pasien yang mendapatkanpengobatan kurang dari 60 hari HR=1,27; 95 CI;0,99 ndash; 1,64 setelah dikontrolstadium klinis, status pernikahan, dan status hormon reseptor estrogen.Perbedaan kesintasan antara pasien yang terlambat lebih dari 60 hari setelahdidiagnosis adalah sebesar 7 pada tahun kelima. Berdasarkan penelitian inidapat disimpulkan bahwa keterlambatan pengobatan lebih dari 60 hari setelahdidiagnosis mempengaruhi kesintasan pasien kanker payudara sehinggapentingnya edukasi kepada pasien dan keluarga untuk tidak menundapengobatan setelah didiagnosis.Kata kunci: keterlambatan pengobatan; kesintasan; kanker payudara

ABSTRACT
Name MegawatiStudy Program EpidemiologiTitle Survival of Breast Cancer based on Delay treatment at CiptoMangunkusumo HospitalCounsellor Prof. Dr. dr. Bambang Sutrisna, MHSc Epidemiology Breast cancer still dominates cancer in women in the world including inIndonesia. Cipto Mangunkusumo Hospital as a national referral hospitalwith the number of cases continues to increase every year. Most of the caseswere found at an advanced stage and experienced treatment delays morethan 60 days after diagnosis. Treatment delays are thought to affect thesurvival of breast cancer patients. Therefore, this study was conducted toassess the relationship of delayed treatment with survival of breast cancerpatients at RSCM. The study design was a retrospective cohort by observing584 patients who met the inclusion criteria. Observations were done from 1January 2011 to December 2017. Data were analyzed univariat, bivariatewith logrank test, and multivariate with cox regression. The results of thestudy showed that the 584 patients analyzed found that the risk of death was1.27 times faster in patients who experienced treatment delay more than 60days compared with patients who received treatment less than 60 days HR 1.27 95 CI 0,99 1.92 after controlled marital status, hormonereceptor estrogen, and clinical stage. The difference in survival betweentheir patients who were late more than 60 days after the diagnosis was 7 in the fifth year. Based on this research, it can be concluded that the delayof treatment influences survival of breast cancer patients so that theimportance of education to the patient and family to immediately performtreatment after diagnosis.Keywords Delay treatment Survival Breast Cancer"
2018
T49998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandy Sofian Sopandi
"

Latar Belakang: Morfologi telinga bervariasi antarindividu bergantung pada berbagai faktor, di antaranya faktor geografis dan etnik. Indonesia yang dihuni beraneka ragam suku bangsa tidak memiliki data mengenai protrusi normal telinga. Studi ini bertujuan untuk menyediakan data dasar anthropometri protrusi normal telinga pada mahasiswa fakultas kedokteran subras Melayu.

Metode: Penulis melakukan sebuah studi potong lintang pada mahasiswa fakultas kedokteran Rumah Sakit Hasan Sadikin. Dengan subjek duduk tegak, penulis mengukur jarak antara mastoid dan heliks pada level superaurale dan tragal. Penulis menggambarkan karakteristik protrusi telinga menggunakan statistic deskriptif.

Hasil: Kami melibatkan 409 mahasiswa fakultas kedokteran yang terdiri dari 105 laki-laki dan 304 perempuan. Dari 326 subjek Melayu, 307 merupakan keturunan Deutero Melayu, sementara 19 Proto Melayu. Protrusi superaurale rerata untuk subras Deutero Melayu adalah 16,7 mm (SD = 2,9) untuk telinga kiri dan 16,6 mm (SD = 2,9) untuk telinga kanan. Protrusi tragal adalah 21,7 mm (SD = 3,5) untuk telinga kiri dan 21,7 mm (SD = 3,5) untuk telinga kanan. Protrusi superaurale rerata untuk subras Proto Melayu adalah 15,8 mm (SD = 2,6) untuk telinga kiri dan 15,5 mm (SD = 3,6) untuk telinga kanan. Protrusi rerata level tragal adalah 20,1 mm (SD = 2,4) untuk telinga kiri dan 20,4 mm (SD = 3,3) untuk telinga kanan. Sebanyak 36 subjek merupakan subras campuran, dengan protrusi superaurale rerata 17 mm (SD = 3,4) untuk telinga kiri dan 16,9 mm (SD = 3,2) untuk telinga kanan. Protrusi tragal rerata kiri dan kanan kelompok ini adalah 22,7 mm (SD = 3,6) dan 22,9 mm (SD = 4).  Sisa 47 subjek berasal dari subras lain, yaitu Cina, India, dan Arab, dengan protrusi superaurale rerata kiri 14,7 mm (SD = 2,8) dan kanan 14,1 mm (SD = 2,9). Protrusi tragal rerata kelompok ini adalah 20,2 mm (SD = 3,6) untuk telinga kiri dan 20,6 mm (SD = 3,9) untuk telinga kanan.

Diskusi dan Kesimpulan: Hasil studi penulis menunjukkan hasil serupa dengan studi Purkait pada dewasa India. Meskipun demikian, protrusi tragal rerata studi ini melebihi kriteria klasik telinga prominen Adamson dan Wright yaitu 20 mm. Studi ini memberikan data anthropometri dasar untuk protrusi telinga populasi Indonesia, khususnya subras Melayu.

 


Background: Ear morphology varies between individuals depending on many factors, the geographical and ethnic factors among others. While Indonesia is inhabited by diverse ethnic groups, data regarding normal ear protrusion is not available. This study aims to provide a baseline data on normal ear protrusion anthropometry among medical students of Malay subraces.

Methods: We conducted a cross-sectional study on Rumah Sakit Hasan Sadikin medical students. With the subject sitting upright, the distance between mastoid and the helix on superaurale and tragal level is measured. We depicted ear protrusion characteristics using descriptive statistics.

Result: We enrolled 409 medical students. There were 105 male and 304 female. From 326 Malay subjects, a total of 307 subjects were from Deutero Malay descent, while 19 were Proto Malay. The mean superaurale protrusion for Deutero Malay subrace was 16.7 mm (SD = 2.9) for the left ear and 16.6 mm (SD = 2.9) for the right ear. The tragal protrusion was 21.7 mm (SD = 3.5) for the left ear and 21.7 mm (SD = 3.5) for the right ear. The mean superaurale protrusion for Proto Malay subrace was 15.8 mm (SD = 2.6) for the left ear and 15.5 mm (SD = 3.6) for the right ear. Mean protrusion on the tragal level was 20.1 mm (SD = 2.4) for the left ear and 20.4 mm (SD = 3.3) for the right ear. Thirty six subjects were mixed subrace, whose mean superaurale protrusion was 17 mm (SD = 3.4) for the left ear and 16.9 mm (SD = 3.2) for the right. Their mean left and right tragal protrusion was 22.7 mm (SD = 3.6) and 22.9 mm (SD = 4).  The remaining 47 subjects belonged to other subraces, i.e. Chinese, Indian, and Arabic, with the left mean superaurale protrusion 14.7 mm (SD = 2.8) and the right 14.1 mm (SD = 2.9). Their mean tragal protrusion was 20.2 mm (SD = 3.6) for the left ear and 20.6 mm (SD = 3.9) for the right.

Discussion and Conclusion: Our results showed comparable values to Purkaits similar study on Indian adults. However, our mean tragal protrusion exceeds Adamson and Wrights classic criteria of protruding ear, which is 20 mm. This study provided a baseline anthropometric data on ear protrusion of Indonesian population, especially Malay subraces.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thalia Ghina Cahyandita
"Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit tidak menular penyebab kematian paling banyak setiap tahunnya. Salah satu gangguan kardiovaskular adalah sindrom koroner akut. Pasien dengan kondisi ini umumnya diberikan terapi antiplatelet. Bagian penting dalam proses aktivasi platelet adalah interaksi ADP dengan reseptor P2Y12. Inhibitor P2Y12 yang tersedia mempunyai efek samping yang tidak diharapkan, sehingga pengembangan obat dengan tujuan mendapatkan antiplatelet baru yang lebih optimal masih perlu dilakukan. Penemuan obat baru secara in silico berbasis fragmen memiliki banyak keuntungan dan cerita sukses. Pada penelitian ini, metode tersebut diterapkan dengan tujuan memperoleh struktur senyawa rancangan yang berpotensi sebagai inhibitor P2Y12; memprediksi profil farmakokinetika, kemudahan sintesis, dan toksisitasnya; dan mengetahui interaksi yang terjadi antara senyawa rancangan dengan P2Y12. Fragmen diperoleh dari basis data ZINC, ditapiskan terhadap parameter Rule of Three dan heavy atoms, dan ditambatkan terhadap P2Y12. Penggabungan fragmen (metode linking) kemudian dilakukan setelah menganalisis interaksi fragmen dengan residu asam amino pada makromolekul. Senyawa rancangan hasil penggabungan fragmen diprediksi drug-likeness, aksesibilitas sintesis, ADME, dan toksisitasnya, serta dianalisis interaksinya dengan makromolekul. Penelitian ini menghasilkan 7 senyawa yang diprediksi memiliki nilai aksesibilitas sintesis berkisar antara 4,77 – 5,61, memiliki kriteria drug-likeness dan ADME yang baik, dan tidak bersifat toksik. Senyawa rancangan menunjukkan adanya interaksi dengan residu penting pada P2Y12 yaitu residu Tyr105, Asn191, dan Lys280. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa metode in silico berbasis fragmen berhasil dilakukan untuk memperoleh kandidat inhibitor P2Y12 baru.



Cardiovascular disease is a non-infectious disease causing the highest deaths every year. One of the cardiovascular disorders is acute coronary syndrome. Patients with this condition are generally given antiplatelet therapy. An important part of the platelet activation process is the interaction of ADP with P2Y12 receptors. The commercially available P2Y12 inhibitors have unexpected side effects, so the development of drug with the aim of getting more optimal antiplatelet agents remains to be done. The discovery of new drugs using an in silico fragment-based drug design has many advantages and success stories. In this study the method was applied with the aims of obtaining the new design of compound's structure which has the potential as a P2Y12 inhibitor; predicting their pharmacokinetic profile, synthetic accessibility, toxicity; and knowing the interactions between the compounds and P2Y12. Fragments were obtained from the ZINC database, screened on the Rule of Three and heavy atoms parameters, and docked against P2Y12. Fragment linking was then performed after analyzing the interaction of fragments with amino acid residues of the macromolecule. The newly design compounds were then analyzed for their drug-likeness, accessibility of synthesis, ADME, and toxicity, and their interactions with the macromolecule. This study produced seven newly designed compounds that are predicted to have synthetic accessibility scores ranging from 4.77 to 5.61, have good drug-likeness and ADME criteria, and not toxic. Each compound showed interactions with important residues in P2Y12 which are the Tyr105, Asn191 and Lys280 residues. It can be concluded that the fragment-based drug design was successfully carried out to obtain new P2Y12 inhibitor candidates.

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>