Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139459 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dina Listiorini
"Pemberitaan mengenai keragaman gender dan seksualitas non-normatif yang disebut “LGBT” oleh media di Indonesia pasca Reformasi menjadikan kelompok tersebut makin terpinggirkan. Pemberitaan media menjadikan “LGBT” sebagai folk’s devil atau setan masyarakat yang dianggap berbahaya bagi kehidupan bangsa dan negara. Pemberitaan di media massa tentang “LGBT” seolah menjadi kebenaran pengetahuan dan menjadikannya kepanikan moral. Media massa membangun sebuah rezim kebenaran informasi yang mendukung, menguatkan serta menyebarluaskan stigmatisasi tentang “LGBT”, menjadikan mereka sebagai hal yang berbahaya di masyarakat dengan berpijak pada moral agama yang menguat pasca rezim Orde Baru. Penelitian ini menggunakan paradigma kritis dan teori-teori diskursus Foucauldian yang mengedepankan kuasa dan pengetahuan sebagai pisau analisis. Metode penelitian dilakukan dengan metode arkeologi media yang bersifat analisis multilevel di tingkat mikro, meso dan makro. Metode ini berangkat dari pemikiran Foucault tentang tiga hal yang berkait satu sama lain yaitu pengetahuan, relasi kuasa dan diskursus seksualitas. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, rezim kebenaran media yang diproduksi dalami kuasa dan pengetahuan mengenai diskursus “LGBT” yang menyebabkan kepanikan moral adalah rezim kebenaran media homofobik. Rezim kebenaran ini dibangun dari tiga peminggiran yang dilakukan melalui kuasa dan pengetahuan media, yaitu peminggiran secara ekonomi, peminggiran secara politik dan peminggiran secara sosial budaya; kedua, kepanikan moral dibentuk melalui diskursus “LGBT” dalam pemberitaan daring maupun gelar wicara melalui proses penulisan jurnalistik dan proses produksi tayangan gelar wicara. Diskursus “LGBT” muncul melalui ketidakberimbangan narasumber dan ketidaklengkapan berita yang cenderung satu sisi yang akhirnya melenyapkan suara individu maupun kelompok minoritas gender dan seksual; melalui sentimen-sentimen terhadap kelompok tersebut dengan marginalisasi, subordinasi, stereotype, kekerasan, menekankan isu seksualitas, memberikan stigma dan menguatkan isu mengenai peraturan. Kuasa dan pengetahuan di media daring dibentuk melalui peran editor dan jurnalis, sedangkan di gelar wicara dibentuk melalui peran moderator yang memoderasi dialog; ketiga, bentuk-bentuk relasi kuasa dan pengetahuan tentang diskursus “LGBT” di pemberitaan media daring dan gelar wicara terletak pada rutinitas media yang melahirkan tindakan dan pengetahuan jurnalis. Tindakan dan pengetahuan jurnalis bersumber dari berbagai faktor seperti rutinitas media dan perspektif jurnalis. Selain itu terdapat kuasa lain yang merepresi jurnalis berasal dari rezim moral yang terbentuk dari tiga rezim yaitu rezim heteronormatif, rezim Islam konservatif dan rezim pembungkaman pengetahuan seksualitas ; keempat adalah rezim kebenaran media tentang diskursus “LGBT” di pemberitaan media daring dan gelar wicara diproduksi melalui kepanikan moral untuk melanggengkan ideologi heteronormatif. Media menjadi semacam lembaga yang menjadi perpanjangan tangan negara, dijadikan sebagai salah satu moral entrepreneur yang mendisiplinkan seksualitas warganya. Kepanikan moral yang homofobik, menyebabkan rasa takut, terancam dan menganggap “LGBT adalah bahaya menjadi salah satu metode kekuasaan heteronormatif untuk melakukan penundukan seksualitas manusia: tubuh yang patuh.
Mass media reporting on gender diversity and non-normative sexual identities community, dubbed by the media in Indonesia as LGBT, after the Reform has been further marginalizing the LGBT community. The mass media has been portraying the LGBT community as the folk devil that is deemed as a threat to the state. The news of LGBT on the mass media is seen as the true knowledge and causes moral panic. The mass media has established a regime of truth, comprising all information that supports, strengthens, and disseminates stigmas towards LGBT; making them a danger to society that holds fast to religious values which continue to grow stronger after the New Order. This study used critical paradigms and Foucauldian discourse theories that highlight power and knowledge as analytical knives. This study used a media-archaeological method which covers multilevel analysis at micro-, meso-, and macrolevel. This method is based on Foucault’s view of three interrelated things, namely knowledge, power relation, and discourse on sexuality. The findings of this study show that first, the regime of truth produced by media in terms of power and knowledge about LGBT that causes moral panic is homophobic; and second, moral panic is generated through the discourse on LGBT in the online news reporting or talk shows production. Discourse on LGBT emerges from imbalanced composition of spokespersons and one-sided news reporting which exclude individuals of gender and sexual minority community. Furthermore, sentiments and stigmas are visibly present in the content of the news. Power and knowledge in the online media are produced through editors and journalists, whereas in talk shows, they are shaped by the role of moderator who moderates the dialogue between the participants. The third finding is that forms of power relation and knowledge regarding discourse on LGBT in online media news and talk shows are established in the media’s routine which produces journalists’ knowledge and actions. Journalists’ knowledge and actions are heavily influenced by political, social, and cultural context as well as journalists’ lived experience. The fourth finding is that the media’s regime of truth on the discourse of LGBT in the online media news and talk shows is produced through moral panic to promote heteronormative ideology. The media has become a form of state’s think tank, that serves as a moral entrepreneur who is in charge of enforcing discipline on people’s sexuality. Homophobic moral panic that has induced fear, the feeling of being threatened, and view that LGBT is a danger are some of the methods used by heteronormative power to subjugate human’s sexuality: an obedient body"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dieka Rahmad Fahdini Ediva
"ABSTRAK
Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya dan dikemas dalam pemberitaan media cetak, televisi, dan media online. Kemunculan pil PCC merupakan fenomena baru yang terindikasi menimbulkan kepanikan moral pada masyarakat. Artikel ini ingin melihat gejala pemberitaan media online dari detik.com mengenai penyalahgunaan pil PCC yang borpotensi menimbulkan Moral Panic di masyarakat. Moral Panic ini ditinjau dari adanya respon masyarakat dalam bentuk kolom komentar di pemberitaan media online detik.com.

ABSTRACT
Abuse of narcotics and illegal drugs in Indonesia continues to increase every year and is packed in the media, television, and online media. The emergence of PCC pills is a new phenomenon that indicates a moral panic in society. This article would like to see the symptoms of online media coverage from detik.com about PCC abuse pills that indicates the cause of Moral Panic in the community. Moral Panic is reviewed from the public response in the form of comments in the news column online detik.com."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gerald Joratama Putra Radja Ludji
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai bagaimana narasi moral panic berupa kekhawatiran
(concern) dan amplifikasi kejahatan pemberitaan peristiwa penembakan polisi dalam
Liputan Khusus ‘Penembakan Polisi’ di media Online kompas.com selama Agustus
2013 hingga Januari 2014. Berita yang dominan menggunakan nilai berita threshold,
risk, proximity dan violence. Berkaitan dengan itu, maka artikel-artikel berita yang
membahas mengenai peristiwa penembakan polisi dikemas dengan memuat nilai-nilai
berita diatas secara dominan. Melalui analisis isi dari pemberitaan yang terdapat di
Liputan Khusus ‘Penembakan Polisi’ di media Online kompas.com, ditemukan narasi
moral panic berupa kekhawatiran (concern) yang dikemas melalui pendapat pihakpihak
yang dianggap memiliki legitimasi atau dianggap sebagai ‘pakar’ dalam
mengomentari peristiwa penembakan polisi tersebut seperti IPW, Kompolnas hingga pihak akademisi.
ABSTRACT
This minithesis discusses about how moral panic in form of concern and
amplification of crime narrated in news coverage about the police shooting incidents
contained in Special Reports on 'Police Shooting' in kompas.com during August 2013
to January 2014. These news dominated with news values of threshold, risk,
proximity and violence. In connection with that, the news articles that discussed the
police shooting incidents packed with loads of news values above. Through a content
analysis of the news contained in the Special Reports on 'Police Shooting' in online
media kompas.com, moral panic narrative was found the in the form of concerns
which packed through the opinion of the individuals that are considered legitimate or considered as an 'expert' to give comments on the event, such as Indonesian Police Watch, Kompolnas and the scholars."
2015
S57746
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Chintia Brahmana
"ABSTRAK
Kekerasan yang dilakukan oleh anak banyak terjadi salah satunya adalah pembunuhan. Peristiwa tersebut tentu menarik perhatian media massa, namun bagaimana media massa memberitakannya merupakan hal yang penting karena yang menjadi subyeknya adalah anak-anak mdash;pihak yang harus selalu dilindungi. Dengan menggunakan teori kepanikan moral yaitu melalui lima indikator yang diciptakan oleh Erich Goode dan Nachman Ben-Yehuda, 37 artikel berita yang ditemukan selama tahun 2013 hingga 2015 terkait anak pelaku pembunuhan pada detik.com, tribunnews.com, dan liputan6.com dapat dikatakan mengalami kepanikan moral. Kepanikan moral tersebut merugikan sang anak yaitu dengan tereksposnya identitas dirinya hingga munculnya label-label yang semakin memperburuk kondisi sang anak mdash;merupakan bentuk viktimisasi yang menjadi bukti bahwa media massa online tersebut tidak melakukan perlindungan terhadap anak.

ABSTRACT
There are numerous cases of youth violence, one of those was child homicide. This kind of subject often attracts mass media attention, however the way that media covered this particular issues are important because children mdash that need protection, are the subject of this matter. By applying the theory of moral panic which has five indicators, according to Erich Goode and Nachman Ben Yehuda, there are 37 news articles from 2013 to 2015 related to child homicide from detik.com, tribunnews.com, and liputan6.com. All of them indicates moral panic that harms the children by exposing their personal identities, later led to labeling in which could bring the children rsquo s condition for the worse mdash a form of victimization that can prove the three online medias failed to protect the child."
2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Albert Wirya S.
"Kondisi hidup orang-orang yang diidentifikasi ?gila? di masyarakat sangat bergantung pada diskursus kegilaan yang berkembang. Di Indonesia, diskursus kegilaan menyebabkan banyak keluarga melakukan pemasungan pada anggota keluarga mereka sendiri. Diskursus kegilaan yang membatasi gerak seseorang selama bertahun-tahun ini dibentuk oleh gabungan kekuasaan dan pengetahuan dalam struktur sosial masyarakat sehingga menghasilkan rezim kebenaran. Pemikiran kriminologi konstitutif dipakai untuk menganalisis rezim kebenaran dalam diskursus kegilaan ini yang merugikan hidup dua subjek terpasung di Indonesia. Penelitian ini menunjukkan bahwa diskursus kegilaan yang mengusung rezim kebenaran rasionalisme dan menghasilkan pendisiplinan tubuh bagi orang ?gila? adalah aksi kejahatan yang harus ditanggulangi melalui diskursus penggantian. Agen-agen manusia dapat membangun bersama diskursus penggantian yang menggunakan teori kekacauan dan pemikiran psikologi eksistensialis.

The life condition of people who are identified as ?mad? in society intensely depend upon the development of discourse of madness. In Indonesia, the discourses of madness cause many families to commit confinement (pasung) upon their own family member. The discourses of madness, which limit the movement of a person during many years, are created by the combination of power and knowledge in social structure thus creating a regime of truth. The constitutive criminology theory is used to analyze the regime of truth in madness discourses that harm the live of two confinement (pasung) subjects in Indonesia. This research shows that discourses of madness, which carry rationalism regime of truth and cause body discipline on "mad" people, are a crime that has to be resolved by replacement discourses. Human agencies can build together a replacement discourse using the chaos theory and the existentialist psychology principle.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S61491
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Tri Widyanto
"ABSTRAK<>br>
Tulisan ini mencoba menganalisis bagaimana moral panic dapat terjadi pada kasus begal di Indonesia. Analisis ini menggunakan lima elemen dari moral panic dari Goodde dan Ben-Yehuda yaitu concern, consensus, hostility, disproportion, dan juga volatility dengan memberikan contoh pada masing-masing elemen tersebut. Penulis melakukan analisis terhadap pemberitaan kasus begal dalam media di Indonesia dan bagaimana media melakukan konstruksi tentang kejahatan begal melalui berita-beritanya. Hasil dari tulisan ini menunjukkan bahwa media mengkonstruksikan begal sebagai kejahatan yang serius dan berbahaya. Melalui judul dan konten berita, media membuat masyarakat khawatir secara berlebihan. Hal inilah yang memicu moral panic dan fear of crime.

ABSTRACT<>br>
This article tries to analyze how moral panic can occur in begal case in Indonesia. This analysis uses five elements of moral panic from Goode and Ben Yehuda which are concern, consensus, hostility, disproportion, and volatility with examples given on each elements. The author analyze news regarding begal cases in Indonesia and how media develops construction on begal through its news. The results of this article shows that media constructs begal as a serious and dangerous crime. Through title and content of its news, media exaggerately creates anxiety and fear. this what triggers moral panic."
2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Axel Putra Hadiningrat
"Media berita dalam situasi globalisasi tertantang dengan munculnya penyebaran berita palsu dan ketidakpercayaan masyrakat terhadap media. Munculnya sumber media alternatif dalam dunia digital telah menjadi sebuah tren bagi masyarakat dalam mengakses berita. Namun kredibilitas dari media alternatif masih dipertanyakan akibat dari kurangnya pengawasan dan kontrol dalam media digital. Dengan demikian, metode transparansi media dilihat dapat menjadi sebuah solusi untuk mengurangi penyebaran berita bohong di media massa. Disisi lain, dunia saat ini sedang memasuki era pasca kebenaran dimana masyarakat tidak memperdulikan fakta asli terhadap sebuah berita melainkan mengikuti emosi dan opini pribadi mereka ketika mengakses berita. Tantangan transparansi media tidak hanya datang dari masyarakatnya saja namun tanggung jawab jurnalis dalam melaporkan berita juga penting karena, masyarakat dan jurnalis adalah subyek dari transparansi. Efektivitas transparansi untuk mengurangi penyebaran berita bohong masih kompleks karena pengetahuan masyarakat terhadap konsep transparansi media masih asing. Walaupun efektivitas transparansi media untuk melawan penyebaran hoax masih dipertanyakan, transparansi media itu penting untuk membangun kredibilitas sebuah media.

News outlets in a globalization setting found themselves challenged by the spread of fake news and public distrust towards media. The emergence of alternative news outlets in digital spaces as a new news source of news media has become the trend for today rsquo s audience in accessing information. However, the credibility of alternative news outlets remains questionable as digital news media is lacking of gatekeeping and control. Therefore, Media transparency method come to be viewed as the solution to decline the spread of Hoax and fake news. On the other hand, today rsquo s world is now facing the era of post truth where people are tending to ignore the actual facts of the information and rather follow their emotion in consuming the news. Furthermore, the challenge of transparency comes not only from the audience but also from the journalist rsquo s responsibility because both audience and journalist are responsible for and subjected to transparency. The effectiveness of transparency to decline fake news is complex given that, public knowledge towards the importance of media transparency is still an extraneous concept. Moreover, even transparency effectiveness to tackle the spread of hoax remains questionable, media transparency is essential to support the credibility of news. "
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Melati Putri Pertiwi
"Penelitian ini berusaha mengkaji pengaruh keanggotaan partisipan dalam sebuah kelompok tertentu, keanggotaan media massa, dan status ingroup (sebagai minoritas)-outgroup (sebagai mayoritas atau minoritas) terhadap hostile media bias. Hostile media bias adalah sebuah fenomena di mana individu yang merupakan anggota kelompok tertentu berpersepsi bahwa berita yang menayangkan konflik kelompoknya dengan kelompok lawan adalah mendukung kelompok lawan dan menyerang kelompoknya sendiri. Penelitian ini terdiri dari dua studi dengan latar belakang konflik intra-religious antara organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) dengan organisasi Islam Majelis Tafsir Al-Quran (MTA). Studi pertama berusaha untuk melihat pengaruh keanggotaan partisipan dan keanggotaan media massa terhadap hostile media bias. Studi kedua berusaha untuk melihat pengaruh status ingroup-outgroup dan keanggotaan media massa terhadap hostile media bias.
Hasil penelitian Studi 1 mengkonfirmasi hipotesis, yaitu ?keanggotaan partisipan? dan "keanggotaan media" berpengaruh secara signifikan terhadap hostile media bias untuk kedua kota (Solo dan Jakarta). Hasil penelitian Studi 2 menunjukkan bahwa status ingroup (minortas)-outgroup (minoritas atau mayoritas) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hostile media bias. Namun Studi 2 berhasil menemukan bahwa keanggotaan media massa dalam kelompok tertentu berpengaruh secara signifikan terhadap hostile media bias.

This research studied deeper about the influence of participant membership in certain communities, mass media membership, and ingroup (as minority) ? outgroup (as majority or minority) status toward hostile media bias. This research consisted of two studies with the conflict background of intra-religious between Nahdlatul Ulama Islamic Organisation (NU) and Majelis Tafsir Al-Quran Islamic Organisation (MTA). The first study strived to observe the influence of participant membership and mass media membership toward hostile media bias. The second study strived to observe the influence of ingroup-outgroup and mass media membership toward hostile media bias.
The result of the first study confirmed hypothesis ?participant membership and mass media membership had significant influence toward hostile media bias for both cities Solo and Jakarta?. The result of the second study confirmed hypothesis ?ingroup (as minority) ?outgroup (as majority or minority) status didn?t have significant influence toward hostile media bias. Nevertheless, the second study managed to find out that mass media membership in certain communities had significant influence toward hostile media bias.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T41801
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reza Rizaldy
"Tulisan ini berkontribusi dalam mengkaji moral entrepreneurs di masyarakat, bahwa ada kelompok tertentu berusaha menegaskan nilai moralnya ke masyarakat. Isu mengenai LGBT tahun 2016 sempat menjadi topik utama di media massa. Isu LGBT berakar pada sebuah organisasi intra kampus Support Group and Resource Center Sexual Studeis Universitas Indonesia atau SGRC UI. Salah satu media yang memberitakan secara intens adalah Media X. Media X yang memiliki ideologi dan kepentingan kelompok tertentu berusaha melakukan penegasan moral ke masyarakat. Perannya dalam mengkonstruksi realitas sosial sangat mungkin untuk mendefinisikan kelompok tertentu sebagai penyimpang moral masyarakat. Media X melalui framing berita berusaha memarjinalkan SGRC UI sebagai kelompok menyimpang karena dianggap mengancam nilai moral masyarakat. Untuk memperkuat argumen akan dilakukan analisis framing dari beberapa karya ilmiah lainnya.

This paper contribute for reviewing moral entrepreneurs in society, there are certain groups trying to assert their moral values to the community. The issue of LGBT in 2016 has become a major topic in the mass media. The LGBT issue is rooted in an intra-campus organization of the Support Group and Resource Center of Sexual Studies University of Indonesia or SGRC UI. One of the media that preaches intensely is Media X. Media X has ideology and their own interest where they want to give moral affirmation to the people. Their role in constructing social reality might be define certain groups as a moral deviation of society. Through news framing, Media X trying to marginalize SGRC UI as a deviant group as it is considered threatening moral values of society. To strengthen the argument, this paper will involve framing analysis of several other scientific works."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wilkins, Lee
Mahwah: Lawrence Erlabum Associates, 2005
174.907 WIL m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>