Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175829 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dinda Diah Karasita
"Stunting pada anak merupakan sebuah cerminan adanya gangguan pada pertumbuhan
dan perkembangan anak di seribu hari pertama kehidupan. Menurut Riset Kesehatan
Dasar tahun 2018, prevalensi balita stunting di Indonesia masih tinggi yaitu 30,8%
terdiri dari 11,5% severe stunting dan 19,3% stunting. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita usia
0-59 bulan di Kabupaten Mamuju pada tahun 2018. Penelitian ini menggunakan desain
studi cross-sectional dan data sekunder Riskesdas 2018. Sampel penelitian ini adalah
seluruh balita usia 0-59 bulan di Kabupaten Mamuju yang terpilih sesuai kriteria inklusi
dan eksklusi. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi stunting pada balita usia 0-59
bulan sebesar 43,4%. Analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara variabel independen dan dependen. Namun, data faktor-faktor stunting
di Kabupaten Mamuju dan Provinsi Sulawesi Barat menunjukkan rendahnya cakupan
imunisasi, pendidikan tinggi, akses sumber air minum yang bersih dan sanitasi yang
layak. Penyakit infeksi terutama ispa dan diare masih menjadi penyakit yang sering
terjadi di Kabupaten Mamuju. Pemerintah diharapkan dapat memperdalam
pengumpulan data Riskesdas dari faktor yang mempengaruhi kejadian stunting
sehingga dapat dilakukan penelitian yang lebih lanjut. Penelitian lebih lanjut diharapkan
menggunakan data primer atau meneliti faktor-faktor stunting yang berbeda

Stunting among children reflects disruption in the growth and development of children
that occurs in the first thousand days of life. According to the 2018 Basic Health
Research (Riskedas), prevalence of stunting in Indonesian children under the age of 5
remains high, namely 30.8% with 11.5% severe stunting and 19.3% stunting. This study
aimed to determine the factors associated with stunting among children aged 0-59
months in Mamuju Distric in 2018. This study used a cross-sectional study and
secondary data from Riskedas 2018. The sample of this study was children aged 0-59
months in Mamuju Distric which was selected according to inclusion and exclusion
criteria. The results showed the prevalence of stunting among children aged 0-59
months was 43.4%. Bivariate analysis showed no significant relationship between the
independent and dependent variables. However, factors stunting data in Mamuju and
West Sulawesi Districts show low percentage of immunization coverage, higher
education, access to clean drinking water sources and proper sanitation. Infectious
diseases, especially ispa and diarrhea, are still common diseases in Mamuju Distric. The
government expected to deepen Riskesdas data collection from the factors that affect
stunting so that further research can be carried out. Further studies are expected to use
primary data or examine different stunting factors."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Kharisa Aurora
"Diperkirakan diseluruh dunia sebanyak 21,3% atau 144 juta anak bawah lima tahun (balita) hidup dalam keadaan stunted. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menemukan sebanyak 28% anak balita di Provinsi Bengkulu mengalami stunting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 12-59 bulan di Provinsi Bengkulu pada tahun 2018. Data dalam penelitian ini merupakan data sekunder dari Riskesdas tahun 2018. Penelitian dengan desain potong lintang ini menemukan prevalensi kejadian stunting pada anak usia 12-59 bulan di Provinsi Bengkulu adalah sebesar 25,3%. Pekerjaan ibu (PR: 2,26; 95% CI: 1,39-3,68), tinggi badan ibu (PR: 1,78; 95% CI: 1,27-2,51), umur anak (PR: 1,83 95% CI: 1,09-3,08), dan tempat tinggal (PR: 2,26; 95% CI:1,46-3,5) ditemukan berhubungan secara signifikan dengan kejadian stunting pada anak usia 12-59 bulan di Provinsi Bengkulu. Tempat tinggal ditemukan menjadi confounder dalam hubungan antara panjang badan lahir dengan kejadian stunting pada anak usia 12-59 bulan di Provinsi Bengkulu. Meningkatkan awareness masyarakat luas terhadap isu stunting, kerjasama lintas sektor dalam upaya pencegahan dan penanganan stunting, serta pelaksanaan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dengan memberikan perhatian lebih pada kelompok-kelompok berisiko dapat mencegah dan menanggulangi stunting pada anak balita.

It is estimated that around the world as many as 21.3% or 144 million children under five years (toddlers) live in stunted condition. The 2018 Basic Health Research (Riskesdas) found that 28% of children under five in Bengkulu Province were stunted. This study aims to determine the factors associated with stunting in children aged 12-59 months in Bengkulu Province in 2018. The data in this study are secondary data from Riskesdas 2018. This cross-sectional study found the prevalence of stunting in children aged 12-59 months in Bengkulu Province is 25.3%. Mother's occupation (PR: 2,26; 95% CI: 1,39-3,68), mother's height (PR: 1,78; 95% CI: 1,27-2,51), child’s age (PR: 1,83; 95% CI: 1,09-3,08) and place of residence (PR: 2,26; 95% CI:1,46-3,5) was found to be significantly associated with stunting in children aged 12-59 months in Bengkulu Province. Place of residence was found to be a confounder in the relationship between birth length and stunting in children aged 12-59 months in Bengkulu Province. Increasing public awareness of stunting, multisectoral cooperation in preventing and handling stunting, as well as Maternal and Child Health (MCH) services implementation by paying more attention to risk groups can prevent and overcome stunting in children under five."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agusni Rohmayanti
"Stunting merupakan perawakan pendek pada balita yang mencerminkan suatu proses kegagalan dalam mencapai potensi pertumbuhan linier yang masih menjadi permasalahan status gizi tingkat berat di Indonesia. Angka stunting di Kabupaten Lombok Timur (43,52%) pada tahun 2018 lebih tinggi dibandingkan dengan angka stunting Provinsi NTB (33,5%) dan Nasional (30,8%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan Kejadian Stunting pada Balita (0 – 59 Bulan) di Kabupaten Lombok Timur. Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain cross-sectional dan memanfaatkan data sekunder dari Riskesdas 2018 dengan jumlah sampel sebesar 283 balita usia 0 – 59 bulan. Data dianalisis menggunakan uji chi square dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat 43.1% balita yang mengalami stunting. Hasil analisis bivariat menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara berat badan lahir balita, tinggi badan dan Pendidikan terakhir Ibu, namun tidak ada korelasi positif antara stunting dengan jenis kelamin, kebiasaan BAB, riwayat diare, riwayat ISPA, imunisasi dasar, konsumsi vitamin A, status pekerjaan ibu, kebiasaan merokok ayah, jumlah anggota rumah tangga, jumlah balita, IMD, kepemilikan buku KIA, ANC, ASI eksklusif, wilayah tempat tinggal, dan waktu tempuh ke Puskesmas. Faktor dominan stunting pada balita (0 – 59 bulan) di Kabupaten Lombok Timur, yaitu berat badan lahir (OR = 3.21). Kesimpulan dari penelitian ini adalah balita yang memiliki berat badan lahir <3000gram memiliki risiko 3.21 kali untuk mengalami stunting.

Stunting is a short stature in toddlers which reflects a process of failure to achieve linear growth potential which is still a severe nutritional status problem in Indonesia. The stunting rate in East Lombok Regency (43.52%) in 2018 was higher than the stunting rate of NTB Province (33.5%) and National (30.8%). This study aims to determine the dominant factor in Stunting Incidence in Toddlers (0 – 59 Months) in East Lombok Regency. This quantitative study used a cross-sectional design and utilized secondary data from Riskesdas 2018 with a total sample of 283 aged 0 – 59 months. Data were analyzed using the chi-square test and multiple logistic regression. The results of this study showed that there were 43.1% of children under five were stunted. The results of the bivariate analysis stated that there was a significant relationship between the birth weight of toddlers, height, and mother's last education, but there was no positive correlation between stunting and gender, bowel habits, history of diarrhea, history of ARI, basic immunization, vitamin A consumption, work status mother, father's smoking habit, number of household members, number of children under five, BMI, ownership of MCH book, ANC, exclusive breastfeeding, area of ​​residence, and travel time to the Puskesmas. The dominant factor for stunting in toddlers (0 – 59 months) in East Lombok Regency, namely birth weight (OR = 3,206). The conclusion of this study is that toddlers who have a birth weight of <3000 grams have a risk of 3,206 times of experiencing stunting."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullah
"Berat badan kurang didefinisikan sebagai berat badan yang rendah akibat konsumsi zat gizi yang tidak mencukupi kebutuhan dalam waktu tertentu. Tujuan penelitian mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian cross sectional, dengan jumlah sampel sebesar 356 sampel. Analisis yang digunakan univariat dan bivariat. Variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini adalah penyakit infeksi, kebersihan lingkungan, pemberian ASI eksklusif, umur ibu, pemantauan pertumbuhan, penggunaan pelayanan kesehatan, jumlah anggota keluarga dan kebiasaan merokok dalam keluarga. Variabel terikat yang diteliti adalah berat badan kurang. Berdasarkan hasil analisis status gizi pada anak diperoleh anak yang memiliki status gizi berat badan kurang yaitu 25,5 persen (93 orang). Hasil uji statistik dengan uji chi-square diperoleh analisis variabel penyakit infeksi (p-value= 1,000), sanitasi lingkungan (p-value = 0,157), pemberian ASI eksklusif (p-value = 0,491), umur ibu (p-value= 1,000), jumlah balita di dalam satu keluarga (p-value= 0,396), jumlah anggota keluarga (p-value= 0,330), pemantauan pertumbuhan (p-value= 0,815), pemanfaatan fasilitas kesehatan (p-value= 0,723) dan kebiasaan merokok dalam keluarga diperoleh (p- value= 0,491) kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan berat badan kurang. Disarankan untuk meningkatkan kesadaran dalam upaya pencegahan masalah gizi anak, untuk memantau pertumbuhan anak secara teratur serta meningkatkan program penyuluhan dan edukasi perilaku hidup bersih dan sehat dan pentingnya makanan yang beragam dan bergizi seimbang.

Underweight can be defined as low body weight due to consumption of nutrients that are not sufficient for a certain time. The purpose of the study was to determine the factors related to the nutritional status of children. This research is a quantitative research using a cross sectional research design, with a total sample of 356 samples. The analysis used univariate and bivariate. The independent variables studied in this study were infectious diseases, environmental hygiene, exclusive breastfeeding, maternal age, growth monitoring, use of health services, number of family members and smoking habits in the family. The dependent variable studied was underweight. Based on the results of the analysis of the nutritional status of children, it was found that children who had nutritional status were underweight, namely 25.5 percent (93 people). The results of statistical tests with chi-square test obtained analysis of infectious disease variables (p-value = 1,000), environmental sanitation (p-value = 0,157), exclusive breastfeeding (p-value = 0.491), maternal age (p-value = 1,000 ), number of children under five in one family (p-value = 0,396), number of family members (p-value = 0,330), growth monitoring (p-value = 0,815), utilization of health facilities (p-value = 0,723) and smoking habits in the family obtained (p-value = 0,491) the conclusion that there is no significant relationship with underweight. It is recommended to increase awareness in efforts to prevent child nutrition problems, to monitor children's growth regularly through weighing and the use of health services and to increase counseling and education programs on clean and healthy living behavior and the importance of a diverse and balanced diet. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melinda Wulandari
"

Berdasarkan Riset Kesehatan 2013 dan 2018, anak usia 12-23 bulan memiliki prevalensi pneumonia tertinggi diantara usia balita lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi prevalensi dan faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak usia 12-23 bulan di Pulau Jawa. Desain penelitian yang digunakan yaitu desain potong lintang dengan menggunakan sampel berjumlah 2.695 anak. Penelitian ini menggunakan analisis bivariat untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi kejadian pneumonia pada anak usia 12-23 bulan sebesar 5,5%. Imunisasi campak berhubungan dengan kejadian pneumonia secara signifikan (POR= 1,743; 95% CI= 1,077-2,822). Penelitian ini mendukung pentingnya pemberian imunisasi campak untuk mencegah pneumonia. Intervensi yang dapat dilakukan oleh pemerintah yaitu meningkatkan cakupan imunisasi campak melalui kampanye imunisasi campak.

 

 


According to Riskesdas 2013 and 2018, the highest prevalence of pneumonia in children under five are the children aged 12-23 months. This study aims to identify the prevalence and factors associated with pneumonia among children aged 12-23 months in Jawa Island. The study design used for this study is cross sectional with total sample of 2.695 children. Bivariate analysis is performed to identify factors associated with pneumonia. The results show the prevalence of pneumonia among children aged 12-23 months is 5,5%. Measles immunization is significantly associated with pneumonia (POR= 1,743; 95% CI= 1,077-2,822). This study supports the importance of measles vaccination to prevent pneumonia. Intervention that can be implemented by the government is increasing measles immunization coverage through measles vaccination campaigns.

 

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Dhani Yustika
"Anak dengan kondisi stunting mengalami pertumbuhan yang tidak optimal, daya tahan tubuh rendah dan rentan terhadap penyakit, dan kemampuan kognitif yang rendah, meningkatkan risiko kegemukan dan penyakit degeneratif sehingga mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan hubungan asupan zat gizi, riwayat ASI eksklusif, riwayat infeksi penyakit, berat lahir, panjang lahir, pendidikan ayah dan pendidikan ibu dengan kejadian stunting. Penelitian cross-sectional ini menggunakan data sekunder Gizi dan Kesehatan Balita di Kecamatan Babakan Madang Tahun 2018 dengan jumlah sampel 134 responden yang didapatkan dengan teknik purposive sampling. Hasil analisis bivariat dengan uji chisquare menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan pendidikan ibu terhadap kejadian stunting (p= 0,040; OR= 2,986; 95%, CI: 1,128-7,903). Diperlukan peran aktif Dinas Kesehatan untuk mensosialisasikan pentingnya asupan gizi seimbang bagi anak serta puskesmas dan posyandu untuk melakukan pengukuran tinggi badan minimal 6 bulan sekali.

Stunting causing non-optimal growth, low endurance, susceptibility to disease and low cognitive abilities and increase the risk of obesity and degenerative diseases which affected human resources quality. This study aims to determine the relationship between nutrient intake, history of exclusive breastfeeding, history of disease infection, birth weight, length of birth, paternal education and maternal education with stunting. This cross-sectional study using secondary data in Babakan Madang District, Bogor in 2018 with a sample of total 134 children obtained by purposive sampling technique. Bivariate analysis with the chi-squared test showed that there was significant relationship between maternal education and the incidence of stunting (p = 0.04; OR = 2.986; 95%, CI: 1,128-7,903). This study gives us empirical evidence for Ministry of Health to increasing campaign and promotion regarding the importance of balanced nutrition for children under five and Puskesmas and Posyandu should be used to measure height for age at least once in six months.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Thalibah
"

Perkiraan ada 120 juta kasus pneumonia setiap tahun di seluruh dunia, yang mengakibatkan sebanyak 1,3 juta kematian. Setiap tahun pneumonia selalu menempati peringkat atas sebagai penyebab kematian bayi dan balita di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita (12-59 bulan) di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian menggunakan data sekunder dari Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) tahun 2018. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan proporsi kejadian pneumonia pada balita adalah 5,7%. Tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara karakteristik balita dan karakteristik ibu dengan kejadian pneumonia. Proporsi pneumonia lebih tinggi pada balita berumur 25-59 bulan (OR=1,852), berjenis kelamin laki-laki (OR=1,2), berstatus imunisasi campak lengkap (OR=1,448), berstatus imunisasi DPT-HB-HiB lengkap (OR=1,069), berstatus pemberian vitamin A lengkap (OR=1,189), dan memiliki ibu berpendidikan tinggi (OR=1,779). Oleh karena itu diperlukan pengembangan program pencegahan pneumonia pada balita berdasarkan faktor-faktor risiko tersebut, serta penyuluhan kepada masyarakat terutama ibu dan orang terdekat lain yang mengasuh balita tentang gejala dan pencegahan pneumonia


There are an estimated 120 million cases of pneumonia every year worldwide, resulting in as many as 1.3 million deaths. Every year pneumonia is always ranked as the leading cause of death of infants and toddlers in Indonesia. This study aims to determine the factors associated with the incidence of pneumonia in infants (12-59 months) in DKI Jakarta Province. The study used secondary data from Riskesdas 2018. The research design used was cross sectional. The results showed the proportion of the incidence of pneumonia in toddlers was 5.7%. There is no statistically significant relationship between toddler characteristics and mother characteristics with the incidence of pneumonia. The proportion of pneumonia is higher in toddlers aged 25-59 months (OR = 1.852), male (OR = 1.2), complete measles immunization status (OR = 1,448), complete DPT-HB-HiB immunization status (OR = 1.069), complete vitamin A status (OR = 1.189), and have highly educated mothers (OR = 1.779). Therefore it is necessary to develop a pneumonia prevention program for toddlers based on these risk factors, as well as counseling to the community especially mothers and other closest people who is taking care of toddlers about the symptoms and prevention of pneumonia

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Fikry Al Akrom
"Malnutrisi merupakan kontributor tunggal dan terbesar tingginya morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. WHO mengestimasikan bahwa 45% kematian balita disebabkan karena masalah kekurangan gizi. Pada tahun 2018, wasting (salah satu bentuk kekurangan gizi) menempati peringkat kedua penyebab kematian pada balita di dunia. Di Indonesia, wasting masih menjadi masalah kesehatan yang serius, dengan prevalensi kasus sebesar 10,2%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi kurang (wasting) pada balita usia 0-59 bulan di Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Indonesia Family Life Survey (IFLS) ke-5 tahun 2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan desain studi cross-sectional. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 587 balita yang menjadi responden IFLS 5. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi kejadian wasting pada balita adalah 9,71%. Hasil uji statistik chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan (p≤0,05) antara riwayat penyakit infeksi dan status pekerjaan ibu dengan kejadian wasting pada balita. Perhitungan derajat asosiasi menggunakan prevalence odds ratio (POR), menunjukkan bahwa peluang kejadian wasting lebih tinggi pada balita berumur 0-23 bulan (POR=1,70), berjenis kelamin laki-laki (POR=1,48), memiliki riwayat penyakit infeksi (POR=2,37), tidak diberikan ASI eksklusif (POR=1,15), diberikan MP-ASI pada waktu < 6 bulan (POR=1,57), memiliki riwayat BBLR (POR=1,66), memiliki ayah berpendidikan rendah (POR=1,09), ibu yang bekerja (POR=1,93), dan ayah yang tidak bekerja (POR=1,04). Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama antara pembuat kebijakan/program dan masyarakat untuk dapat memberikan intervensi dan tatalaksana yang tepat terhadap balita yang mengalami wasting, serta memberikan edukasi faktor risiko wasting kepada keluarga balita (khususnya yang mengasuh balita) dan masyarakat.

Malnutrition is the single largest contributor to high morbidity and mortality worldwide. The WHO estimates that 45% of under-five deaths are due to malnutrition. In 2018, wasting (a form of malnutrition) ranked as the second leading cause of death among children under five in the world. In Indonesia, wasting remains a serious public health problem, with a prevalence rate of 10.2%. This study aims to determine the factors associated with the incidence of wasting among children under the age of 0-59 months in East Java Province. This study used secondary data from the 5th Indonesia Family Life Survey (IFLS) in 2014. This study used a quantitative approach, with a cross-sectional study design. The number of samples used in this study was 587 toddlers who were part of IFLS 5 respondents. The results showed the prevalence of wasting in toddlers was 9.71%. The results of the chi-square statistical test showed that there was an association (p≤0.05) between the history of infectious diseases and mother's employment status with the incidence of wasting in toddlers. The degree of association calculation using the prevalence odds ratio (POR), showed that the odds of wasting was higher in children aged 0-23 months (POR = 1.70), being male (POR = 1.48), had a history of infectious diseases (POR = 2, 37), not exclusively breastfed (POR=1.15), given complementary food at <6 months (POR=1.57), had a history of LBW/low birth weight (POR=1.66), had a father with low education (POR=1.09), a working mother (POR=1.93), and a non-working father (POR=1.04). Therefore, joint efforts between policy and programme makers with the community are needed to be able to provide appropriate interventions and treatment for toddlers who experience wasting, as well as educate the risk factors for wasting to families of toddlers (especially those who took care for toddlers) and the community."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah
"Status gizi berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) dapat digunakan sebagai pengukur masa depan bangsa. Indonesia sebagai negara berkembang perlu memperhatikan hal tersebut, khususnya status gizi penduduk balita di wilayah perkotaan, karena penduduk perkotaan memegang peran penting dalam kemajuan bangsa. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan kejadian stunting pada balita 24-59 bulan di perkotaan Jawa Timur tahun 2010.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dari analisis data sekunder yang bersumber dari hasil penelitian kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010 yang dilakukan dengan pendekatan cross sectional. Variabel dependen yaitu kejadian stunting dan variabel independen meliputi asupan energi, protein, lemak, jenis kelamin, berat lahir, tinggi badan ibu, IMT ibu, pendidikan ibu, jumlah keluarga, status ekonomi, dan sumber air minum.
Dari 622 responden dalam penelitian ini, diperoleh prevalensi stunting sebesar 43,1%. Serta diperoleh adanya hubungan antara kejadian stunting dengan asupan protein, berat lahir, tinggi badan ibu <145 cm, pendidikan ibu dan status ekonomi. Dari hasil analisis multivariat diperoleh bahwa status ekonomi merupakan faktor dominan yang berhubungan kejadian stunting setelah di kontrol oleh asupan energi, asupan protein, berat lahir dan tinggi badan ibu (p value = 0,002; OR=1,7). Oleh karena itu, dibutuhkan adanya program penanganan stunting bagi balita dengan status ekonomi rendah di perkotaan.

Nutritional status based on height to age can be used as an indicator of nation's future. Therefore, as a development country, Indonesia needs to pay attention, especially for nutritional status of under five in urban area, because people in urban area play an important role in developing country. This study aim's to know factors associated with stunting of under five aged 24 - 59 month in urban East Java 2010.
This is a quantitative study from secondary data analysis of "Riset Kesehatan Dasar" (Riskesdas) 2010 with study design was cross sectional study. Dependent variable was stunting and independent variable were energy intake, protein intake, and fat intake, sex, birth weight, mother's height, mother's BMI, mother's education, number of family, economical status, and drinking water source.
The result of this study from 622 actual subject showed stunting prevalence was 43,1%. Protein intake, birth weight, mother's height <145cm, mother's education, and economical status were associated with stunting. Based on multivariate analysis, economical atatus was a dominant factor that associated with stunting after controlled by energy intake, protein intake, birth weight, and mother's height (p value = 0,002; OR=1,7). It's recommended to make a stunting program for handling stunting of under five aged 24 - 59 month with low economical status in urban area.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yedida Ayuningtyas
"Stunting merupakan masalah pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi, infeksi berulang, dan kurangnya rangsangan psikososial. Stunting memiliki konsekuensi negatif baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk peningkatan kejadian penyakit, gangguan perkembangan dan keterampilan belajar yang buruk, peningkatan risiko terkena penyakit tidak menular, penurunan kemampuan kerja, serta dampak antargenerasi. Kejadian stunting dikaitkan dengan berbagai faktor, di antaranya asupan tidak adekuat, penyakit infeksi, kerawanan pangan, pola asuh yang kurang tepat, serta kesehatan lingkungan dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai. Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 melaporkan bahwa Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan provinsi kelima dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia dan termasuk dalam masalah kesehatan masyarakat kategori sangat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting serta faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 6—23 bulan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dilakukan dengan desain cross-sectional menggunakan data sekunder SSGI tahun 2021. Terdapat 600 subyek baduta yang dilibatkan dalam penelitian ini. Data dianalisis menggunakan uji kai kuadrat pada analisis bivariat dan uji regresi logistik ganda pada analisis multivariat. Hasil penelitian menunjukkan terdapat empat variabel yang secara signifikan berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6—23 bulan, yaitu usia anak, jenis kelamin, partisipasi ibu dalam kelas ibu hamil, dan berat badan lahir. Anak dengan riwayat berat badan lahir rendah diketahui sebagai faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 6—23 bulan dengan p-value 0,001 dan OR 3,560 (CI 95%: 1,777-7,132). Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian untuk masyarakat melakukan pencegahan dini kejadian stunting dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, memerhatikan kecukupan gizi sejak dini, menerapkan pola asuh yang sesuai, dan menggunakan akses sanitasi yang layak. Selain itu, instansi kesehatan diharapkan dapat mengoptimalkan dukungan kepada masyarakat melalui Komuikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Gizi yang berkaitan dengan stunting. Program-program pencegahan stunting yang sudah ada perlu dioptimalkan oleh instansi kesehatan guna memberikan manfaat yang maksimal dalam mencegah stunting di masyarakat.

Stunting is a growth and development problem in children caused by malnutrition, reccurent infections, and lack of psychosocial stimulation. Stunting has negative consequences in both the short and long term, including increased incidence of disease, impaired development and poor learning skills, increased risk of non-communicable diseases, decreased ability to work, and intergenerational impacts. The incidence of stunting is associated with various factors, including inadequate intake, infectious diseases, food insecurity, inadequate caregiving practices, and inadequate environmental health and health services. According to the 2021 Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) report, it is known that Southeast Sulawesi Province is the fifth province with the highest prevalence of stunting in Indonesia and is classified under the category of very high public health problem. This study aims to analyze the factors associated with stunting incidence and identify the dominant factors among children aged 6-23 months in Southeast Sulawesi Province. This research was conducted using a cross-sectional design using secondary data from the 2021 SSGI. A total of 600 children aged 6-23 months subjects were involved in this study. Data were analyzed using chi-square test in bivariate analysis and multiple logistic regression in multivariate analysis. The results of the study show that there are four variables significantly associated with the occurrence of stunting in children aged 6-23 months, namely child age, gender, maternal participation in maternity classes, and low birth weight. Children with a history of low birth weight were identified as the dominant factor in the occurrence of stunting in children aged 6-23 months, with a p-value of 0,001 and an odds ratio (OR) of 3,560 (95% CI: 1,777-7,132). Based on the research, suggestions for the community to prevent stunting include utilizing healthcare facilities for early prevention, paying attention to early nutritional adequacy, implementing appropriate parenting practices, and using proper sanitation facilities. In addition, healthcare institutions are expected to optimize support to the community through Nutrition Communication, Information, and Education (KIE Gizi) related to stunting. Existing stunting prevention programs need to be optimized by healthcare institutions to provide maximum benefits in preventing stunting in the community."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>