Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53589 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Aryanti Sukarmanto
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1983
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Naria
"Sungai Cipinang adalah salah satu sungai di Jakarta yang dimanfaatkan sebagai penampung limbah dari berbagai jenis industri dan rumah tangga, sehingga pada sungai Cipinang terdeteksi adanya logam berat timbal. Sungai ini diperuntukkan bagi keperluan pertanian dan usaha perkotaan. Air sungai Cipinang telah dimanfaatkan secara langsung sebagai penyiram tanaman sayuran di bantaran sungai. Tanaman tidak memerlukan timbal, tetapi dapat mengabsorbsinya dan terakumulasi dalam jaringan tanaman sehingga akan terbawa saat panen dan selanjutnya akan dikonsumsi manusia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyiraman air tanah dan air sungai terhadap kandungan timbal dalam tanaman sayuran, dan keamanan sayuran untuk dikonsumsi. Rancangan penelitian adalah Eksperimental Sederhana dalam bentuk faktaria1 2 x 3, yaitu 2 jenis air penyiraman (air tanah dan air sungai) dan 3 jenis tanaman sayuran yaitu selada (Lactuca sativa), bayam (Amaranthus hybridus), kangkung (Ipomoea reptairs Pair). Pengukuran kandungan timbal dilakukan pada awal tanam, 14 hari setelah tanam, dan 26 hari setelah tanam terhadap air penyiraman, tanah penanaman, dan tanaman sayuran selada, bayam, dan kangkung.
Hasil pengukuran kandungan timbal air penyiraman pada awal tanam adalah 0,011 ppm (air tanah) dan 0,118 ppm (air sungai). Kandungan timbal pada 14 hari setelah tanam adalah 0,011 ppm (air tanah) dan 0,059 ppm (air sungai). Kandungan timbal pada 26 hari setelah tanam adalah 0,011 ppm (air tanah) dan 0,013 ppm (air sungai).
Hasil pengukuran kandungan timbal tanah penanaman pada awal tanam adalah sama untuk keseluruhan yaitu 0,116 ppm. Kandungan timbal tanah untuk penyiraman air tanah pada 14 hari setelah tanam rata-rata adalah 0,148 ppm, dan 26 hari setelah tanam rata-rata adalah 0,060 ppm Kandungan timbal tanah untuk penyiraman air sungai pada 14 hari setelah tanam rata-rata adalah 0,160 ppm, dan 26 hari setelah tanam rata-rata adalah 0.083 ppm.
Hasil pengukuran rata-rata kaudungan timbal tanaman sayuran selada, bayam, dan kangkung pada 14 hari setelah tanam untuk penyiraman air tanah adalah 1,52 ppm (selada), 1,15 ppm (bayam), 1,13 ppm (kangkung). Rata-rata untuk penyiraman air sungai adalah 1,42 ppm (selada), 0,99 ppm (bayam), 0,69 ppm (kangkung). Rata-rata kandungan timbal tanaman pada 26 hari setelah tanam untuk penyiraman air tanah adalah 2,45 ppm (selada), 1,71 ppm (bayam), 1,56 ppm (kangkung). Rata-rata untuk penyiraman air sungai adalah 2,72 ppm (selada), 1,98 ppm (bayam),1,80 ppm (kangkung).
Uji Anova kandungan timbal pada tanaman sayuran selada, bayam, dan kangkung seperti berikut. Pada 14 hari setelah tanam, untuk penyiraman air tanah tidak terdapat perbedaan (p>0,05), untuk penyiraman air sungai terdapat perbedaan (p<0,05). Pada 26 hari setelah tanam, untuk penyiraman air tanah maupun untuk penyiraman air sungai, terdapat perbedaan (p<0,05). Tanaman sayuran yang berbeda kandungan timbalnya adalah selada dengan bayam, dan selada dengan kangkung. Sedangkan bayam dengan kangkung tidak saling berbeda.
Perbandingan kandungan timbal pada masing-masing jenis tanaman sayuran untuk penyiraman air tanah dan penyiraman air sungai dilihat dengan menggunakan uji t. Hasil uji t secara keselumhan untuk masing-masing jenis sayuran tidak berbeda nyata (p>0,05).
Tanaman sayuran dapat menyerap timbal dan terakumulasi dalam jaringan tanaman. Disarankan untuk mempertimbangkan jenis tanaman yang diusahakan di bantaran sungai. Diperlukan juga penelitian tentang penyerapan timbal oleh tanaman yang berasal dari air penyiraman, tanah, dan udara sekaligus, untuk mengetahui kondisi lingkungan yang cocok agar tanaman sayuran tidak terkontaminasi timbal secara berlebihan.

The Effect of Watering of Cipinang River Water and Ground Water on Lead Content in Several Vegetable CropsCipinang is one of the rivers in Jakarta and used for industrial and domestic wastes dumping, so some metals are detected in this river. Water of the Cipinang river is directly used for watering vegetable crops on its flood plain. Although lead is not an essential to the crops, this metal can be absorbed and accumulated in their tissues which is finally are consumed by human.
Of this research is to understand effect of watering by Cipinang river water and ground water on lead content in vegetable crops and to elicidate whether or not the crops are safe to consume. The Research design is true experimental on factorial of type 2 x 3. namely 2 types of waters (ground water and Cipinang river water) and 3 types of vegetable crops (lettuce ;Lactuca saliva, spinach ; Amaranthus hybridus. `kangkung'Ipomoea reptans Poir). Lead content analysis is conducted at the beginning of planting, 14 days after planting, and 26 days after planting, in ground water, Cipinang water, soil, lettuce, spinach, and `kangkung', respectively.
The analyses showed that lead content in water at the beginning of planting are 0.011 ppm (ground water = g w) and 0.118 ppm (Cipinang water = C w), while lead content at 14 days after planting are 0.011 ppm (g w) and 0.059 ppm (C w), whereas 26 days after planting are 0.011 ppm (g w) and 0.013 ppm (C w).
In the mean time lead content in soil at the beginning of planting is 0.116 ppm, while lead content in soil after treatment with ground water at 14 days after planting is 0.148 ppm and at 26 days after planting is 0.060 ppm, respectively lead content in soil after treatment with Cipinang river water at 14 days after planting is 0.160 ppm and at 26 days after planting is 0.083 ppm.
The result shows that the average lead content for lettuce, spinach, and `kangkung' at 14 days after planting for ground water watering are 1.52 ppm (letttuce), 1.15 ppm (spinach), and 1.13 ppm (`kangkung').The average lead content for Cipinang water watering are 1.42 ppm (lettuce), 0.99 ppm (spinach), and 0.69 ppm ('kangkung'). Lead content on 26 days after planting for ground water watering are 2.45 ppm (letttuce), 1.71 ppm (spinach), and 1.56 ppm (`kangkung'), for Cipinang water watering are 2.72 ppm (lettuce), L98 ppm (spinach), and 1.80 ppm ('kangkung').
One way Anova test of lead content in lettuce, spinach, and `kangkung' at 14 days after planting for ground water watering is not significant (p>0.05), while for Cipinang water is significant (p<0.05). Further, one way Anova test of lead content at 26 days after planting for both Cipinang water watering and ground water watering is significant (p<0.05). The significance of lead content is between lettuce and spinach and between lettuce and `kangkung', whereas between spinach and `kangkung' is not significant.
Lead content of each vegetable crops between ground water and Cipinang water watering are compared by t test. The tests showed that the lead content in vegetable crops is not significant (p>0.05).
As vegetable crops can absorb and accumulate lead in their tissues, we suggest to plant appropriate vegetable crops on flood plain of the river. Research on the lead absorbtion from watering, soil, and air by vegetable crops is needed further to explore the optimal condition by which the crops will not be contaminated by lead excessively.
References : 39 (1965 - 1998).
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ernedy Setyanto
"Telah dilakukan pemeriksaan daya serap karbon aktif terhadap glukosa secara spektrofotometri. Penyerapan glukosa oleh karbon aktif dilakukan dengan pemenasan pada suhu 60° C, selama 15 menit dengan pengadukan setiap 5 menit. Filtratnya direaksikan dengan O-toluidin dalam asam asetat glasial panas, selanjutnya diukur serapan nya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum 630 nm. Variasi konsentrasi glukosa yang di gunakan adalah 3 %, 5 %, 10 %, 25 % dari 40 %, sedangkan karbon aktif 0,1% dan 0,3%. Hasil pemeriksaan daya serap karbon aktif dipengaruhi oleh konsentrasi glukosa yang digunakan dan jumlah karbon aktif yang digunakan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
S70321
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kawasan pertanian periurban merupakan daerah pertanian yang dijumpai di sekitar pinggiran perkotaan. Berkaitan dengan tekanan lingkungan yang berat di kawasan periurban, akibat berbagai kegiatan non pertanian dan transportasi, perlu adanya perhatian terhadap kondisi agro klimat yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Kualitas lingkungan tempat tumbuh tanaman pada kawasan pertanian pperiurban berpengaruh terhadap komposisi kandungan biokimia jaringan tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar klorofil, karotenoid, dan vitamin C pada sayuran bayam (Amaranthus tricolor, L.), kangkung (Ipomoea reptans) dan sawi (Brassica juncea L.) yang dibudidayakan di tiga kawasan periurban Kota Surabaya. Kadar klorofil dan dan karotenoid diukur dengan spectromether, sedangkan kandungan vitamin C ditetapkan dengan metode titrasi DCPIP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sayuran bayam yang dibudidayakan di kawasan Bangkingan-Lakarsantri memiliki kadar klorofil (3.046 mg/g) dan karotenoid (375.33 umol/L) tertinggi. Kandungan vitamin C tertinggi (4.55 ug/g) terdapat pada sayuran sawi yang dibudidayakan di kawasan Wonorejo. Tidak ada perbedaan nyata pada klorofil, karotenoid dan vitamin C antara sayuran organik dengan sayuran yang dibudidayakan di kawasan periurban Bangkingan-Lakarsantri."
JMSTUT 15:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Iim Rohiman
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S29959
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1996
S32172
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninik Dwi Pudji MR
"ABSTRAK
Dalam beberapa tahun terakhir ini, zeolit sudah banyak dimanfaatkan
dalam berbagai bidang kegiatan yang luas. Hal Ini dikarenakan sifat zeolit
yang dapat dimodlfikasi sesuai dengan keperluan pemakai.
Pada penelitlan ini modifikasi zeolit yang digunakan adalah melakukan
dengan aktivasi basa, impregnasi mangan serta dioksidasi dengan KMn04.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh modifikasi tersebut dalam
menyerap ion logam Hg (II).
Aktivasi zeolit menggunakan NaOH dengan berbagai konsentrasi yaitu
0,25; 0,5; 0,7; dan 1.0 M dengan perbandingan massa zeolit (g) dengan
volum NaOH (ml) yaitu 1 : 4. Impregnasi zeolit menggunakan MnCl2 2 M,
kemudian oksidasi mangan zeolit dengan KMn04 0,5% dalam KOH 1,25 M
perbandingan 1 : 1 (v/v).
Masing-masing zeolit dengan berbagai perlakuan diuji untuk menyerap
ion logam Hg (II) dengan mengalirkan 5 ml larutan 10 ppm Hg (II) melalui
kolom. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan AAS.
Zeolit dengan perlakuan aktivasi basa, impregnasi mangan dan
oksidasi (Zaix) memiliici daya serap terhadap ion logam Hg (II) paling baik
dibandingkan dengan zeolit yang hanya diaktivasi ataupun hanya
diimpregnasi saja.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azra Qothrunnada Hazairin
"Estimasi biomasa dapat digunakan untuk mengestimasi nilai simpanan karbon dioksida. Kota Bogor adalah salah satu kota penyangga Kota Jakarta, yang memiliki laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dari tahun 1990-2000 yaitu sebesar 10.25 dan peningkatan jumlah kendaraan bermotor setiap bulannya yang mencapai 3.373 kendaraan yang berdampak pada peningkatan emisi karbon dioksida. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa daya serap yang dimiliki oleh ruang hijau di Kota Bogor terhadap emisi karbon dioksida yang dikeluarkan oleh aktivitas manusia.
Penginderaan jauh dilakukan untuk mengetahui indeks vegetasi yang dapat memprediksi nilai biomasa terbaik dengan menggunakan nilai biomasa lapangan. MSAVI2 adalah indeks vegetasi terbaik yang dapat digunakan untuk memprediksi nilai biomasa di Kota Bogor. Setiap kecamatan di Kota Bogor tidak dapat menyerap karbon dioksida yang dihasilkannya dengan total jumlah karbon dioksida tidak terserap sejumlah 5.931.131 ton.

Biomass estimation can be used to estimate the stock of carbon dioxide. Bogor City is one of the hinterland of Jakarta which has a significant increase in population growth rate, especially in 1990 2000 when the number hit 10.25 and the average 3.373 each month of vehicle increase which provides a significant release of carbon dioxide. This reasearch aim is to analyze green spaces ability to absorb carbon dioxide emission from human activity.
Remote sensing is used to select the best vegetation indices to estimate biomass value from in situ measurement. MSAVI2 is the best vegetation index to predict biomass in Kota Bogor. The result of this research is every districts in Bogor can not absorb its carbon dioxide emission with the total of 5.931.131 ton of carbon dioxide unabsorb.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
575 OSEANA 39 (1) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ery Sunandar
"Terjadinya pertumbuhan penduduk yang tinggi akan membutuhkan prasarana dan sarana yang tinggi, sedangkan kapasitas lahan untuk mendukung penyediaan prasarana dan sarana di Kota Jakarta terbatas, sehingga ruang hijau sebagai sarana untuk menyerap CO2 menjadi sangat terbatas. Karakteristik ruang hijau diidentifikasi melalui survey lapangan pada 158 lokasi. NDVI didapatkan dengan mengolah Citra Aster yang selanjutnya dilakukan analisis Regresi Linier untuk mengetahui keterkaitan antara biomassa hijau, ketebalan tajuk, kerapatan tajuk persentase tutupan tajuk dan persentase tutupan vegetasi bawah dengan nilai NDVI. Hasil perhitungan estimasi daya serap CO2 ruang hijau di DKI Jakarta didapatkan hasil sebesar 61.597,65 Kg. Kebutuhan teoritis ruang hijau yang didapatkan dari hasil perhitungan metode Wisesa didapatkan hasil kebutuhan ruang hijau DKI Jakarta sebesar 2.927.648 Km2 atau sebesar 44,20%. Kemudian dengan menggunakan analisis spasial dilakukan kesetaraan antara nilai kebutuhan teoritis ruang hijau dan luas ruang hijau dengan pendekatan regional dikaitkan dengan hasil intepretasi temperatur permukaan dan pola penggunaan lahan eksisting 2008, sehingga didapatkan tingkat kebutuhan ruang hijau di DKI Jakarta Tahun 2009 memperlihatkan gambaran kebutuhan ruang hijau rendah pada sebagian selatan dan timur wilayah Jakarta, namun semakin menuju pusat DKI Jakarta semakin tinggi tingkat kebutuhan ruang hijaunya, yaitu Kecamatan Gambir, Senen, Johar Baru, Sawah Besar, Taman Sari, Tambora, Palmerah dan Matraman yang berada pada tingkat kebutuhan kritis atau khusus dikarenakan kebutuhan ruang hijau yang sangat tinggi, input CO2 yang tinggi dengan jumlah penduduk serta aktifitasnya yang padat, namun kurangnya luas wilayah yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang hijau.

Occurrence of high population growth will require the infrastructure and facilities is high, while the capacity of land to support the provision of infrastructure and facilities in the city of Jakarta is limited, so the green space as a means to absorb CO2 becomes very limited. Characteristics of green space are identified through field surveys in 158 location. NDVI obtained by processing Aster images the next conducted Linear regression analysis to determine the link between green biomass, thickness of the canopy, canopy density and percentage canopy cover percentage of vegetation cover under with the NDVI values. The calculated estimate of CO2 absorption of green spaces in Jakarta to get the results of 61,597.65 kg. Theoretical needs green space obtained from the results of the calculation method obtained results Wisesa green space requirement for DKI Jakarta 2,927,648 km2, or by 44.20%. Then by using spatial analysis is equality between the value of the theoretical requirement of green space and green space area with a regional approach to interpret the results associated with the surface temperature and the existing land use pattern in 2008, so get the green space requirements in Jakarta in 2009 shows the image of a green space requirement low in some southern and eastern areas of Jakarta, but more toward the center of Jakarta higher the rate of green space requirement, namely Gambir, Senen, Johar Baru, Sawah Besar, Taman Sari, Tambora, Palmerah and Matraman District which is at the level of critical or special needs due to green space requirements are very high, high CO2 input to the population and its activities are solid, but the lack of an area that can be used as green space."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
T39438
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>