Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71233 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eti Sumartiyah
"Retinopati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular akibat hiperglikemi pada diabetes melitus, komplikasi tersebut memberikan dampak bagi pasien berupa penurunan fungsi penglihatan sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien retiopati diabetik.Metode penelitian ini adalah potong lintang/cross sectional dengan pendekaran observasi analitik.Jumlah responden sebanyak 160 pasien. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor – faktor yang tidak berhubungan dengan kualitas hidup adalah jenis kelamin (p=0,617) dan kepuasan pengobatan (P=0,106). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien retinopati diabetik adalah usia (p=0,002), lama menderita DM (p=0,005), derajat keparahan retinopati diabetik (p=0,0001), stress (p=0,045), dukungan keluarga (p=0,024), status fungsional (p=0,046). Pasien retinopati diabetik yang memiliki usia kurang dari 50 tahun, lama menderita DM lebih dari 10 tahun, derajat DR NPDR) dan dukungan keluarga baik berpeluang mengalami kualitas hidup baik sebesar 40%. Hasil analisis multivariat menunjukan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kualitas hidup pasien retinopati diabetik adalah dukungan keluarga dengan nilai OR= 4,172(CI 95%= 1,860; 16,414). Dengan penelitian ini di harapkan dapat menjadi acuan bagi perawat dalam mengembangkan pola asuhan keperawatan pada pasien gangguan penglihatan terkait kualitas hidup pasien.

Diabetic retinopathy is a microvascular complication due to hyperglycemia in diabetes mellitus, this complication affects the patient in the form of decreased visual function so that it can affect the quality of life. The purpose of this study was to identify factors related to the quality of life of diabetic retiopathy patients. The method of this study is cross sectional / cross sectional with an analytic observation approach. The number of respondents was 160 patients. The results showed that factors not related to quality of life were gender (p = 0.617) and treatment satisfaction (P = 0.106). Factors related to the quality of life of diabetic retinopathy patients were age (p = 0.002), duration of DM (p = 0.005), severity of diabetic retinopathy (p = 0.0001), stress (p = 0.045), family support ( p = 0.024), functional status (p
= 0.046). Diabetic retinopathy patients who have a age of less than 50 years, long suffering from diabetes more than 10 years, level of severity is DR (NPDR) and good family support have the opportunity to experience a good quality of life of 40%. The results of multivariate analysis showed that the most dominant factor related to the quality of life of patients with diabetic retinopathy was family support with an OR value of 4.172 (95% CI = 1.860; 16.414). With this research, it is hoped that it can become a reference for nurses in developing patterns of nursing care for vision impaired patients regarding the quality of life of patients
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Latar Belakang: Diabetes melitus tipe 1 merupakan diabetes yang paling sering ditemui pada anak dan remaja. Diabetes melitus dapat menimbulkan komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Salah satu komplikasi mikrovaskular dari diabetes melitus adalah retinopati diabetik. Sampai saat ini, belum ada data mengenai prevalens dan faktor yang berhubungan dengan retinopati diabetik di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang menggunakan data sekunder. Jumlah subjek dalam penelitian ini sebesar 68 pasien dan data subjek didapatkan melalui arsip rekam medis pasien diabetes melitus tipe 1 di Poliklinik Endokrinologi Anak RSCM. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia awitan DM tipe 1, durasi DM tipe 1, riwayat ketoasidosis diabetik, regimen insulin, kontrol glikemik, indeks massa tubuh, dan pubertas, sementara variabel terikatnya adalah kejadian retinopati diabetik.
Hasil: Prevalens retinopati diabetik pada pasien anak dengan DM tipe 1 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo adalah sebesar 7,4%. Dari seluruh variabel bebas yang diteliti, hanya variabel durasi DM tipe 1 yang memiliki hubungan yang bermakna secara statistik (nilai p=0,01).
Kesimpulan: Prevalens retinopati diabetik pada pasien anak dengan DM tipe 1 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo adalah 7,4%. Faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan kejadian retinopati diabetik adalah durasi DM tipe 1.
Saran: Penelitian ini dapat menjadi pilot study untuk penelitian mengenai retinopati diabetik kedepannya. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan secara kohort atau case control untuk memetakan faktor risiko retinopati diabetik secara jelas. Sistem pencatatan rekam medis harus terus diperbaiki untuk mendukung iklim penelitian di dunia kedokteran Indonesia, Background: Type 1 diabetes mellitus is the most common type of childhood and adolescent diabetes. There are several macrovascular and microvascular complications associated with diabetes mellitus. Diabetic retinopathy is one of the microvascular complications. Until now, there’s no information about prevalence and risk factor of diabetic retinopathy in Indonesia.
Methods: In this secondary data cross sectional study, we collected 68 subjects from Cipto Mangunkusmo Hospital. Subjects’ medical history is collected from Cipto Mangunkusumo Hospital patient’s medical record. Our independent variables are sex, age of DM onset, duration of DM, diabetic ketoacidosis history, insulin regiment, glycemic control, body mass index, and puberty, while the dependent variable is diabetic retinopathy.
Results: Prevalence of diabetic retinopathy among children with type 1 diabetes in Cipto Mangunkusumo Hospital is 7.4%. We found the factor associated with diabetic retinopathy in duration of DM (p=0,01).
Conclusion: Diabetic retinopathy affects about one tenth of type 1 DM patients in Cipto Mangunkusumo Hospital. Duration of DM is associated with diabetic retinopathy in type 1 DM.]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosita Febriyanti Chusniah
"Menurut World Health Ranking 2020, kematian epilepsi di Indonesia mencapai 706 orang dari total kematian dan menempatkan Indonesia pada peringkat 183 di dunia. Kualitas hidup pasien epilepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup anak epilepsi. Menggunakan metode cross sectional dengan accidental sampling dan didapatkan 94 responden, yaitu orang tua anak epilepsi berumur 4-18 tahun. Uji yang digunakan adalah Chi Square dengan Quality of Life in Childhood Epilepsy Questionner (QOLCE-16). Hasil penelitian menunjukan rata-rata nilai QOLCE-16 anak epilepsi adalah 42.25 dimana 52.1% anak memiliki kualitas hidup buruk. Faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup anak epilepsi, yaitu usia orang tua, tingkat pendidikan orang tua, status pendidikan anak, lama pengobatan, frekuensi kejang, jenis OAE, dan durasi epilepsi. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam pengembangan pengkajian keperawatan pada pasien epilepsi terkait kualitas hidup.

According to the 2020 World Health Ranking, Indonesia ranked 183rd with 706 epilepsy-related fatalities out of total deaths. Various factors impact the life quality experienced by those with epilepsy. Finding the variables affecting children with epilepsy's life quality is the goal of this study. 94 parents of children with epilepsy between the ages of 4 and 18 were selected from the population using an unintentional sampling technique. Chi Square with Life quality in Childhood Epilepsy Questionner (QOLCE-16) was the test utilized. The study finds 52.1% of children with epilepsy reported a low life quality, with an average QOLCE-16 score of 42.25. AED type, length of therapy, frequency of seizures, length of parental education, and length of epilepsy are all factors that affect the life quality for children with epilepsy. These findings can be referenced when creating life quality nursing assessments for patients with epilepsy."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadila Asmaniar
"Latar Belakang. Miastenia gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis yang bermanifestasi sebagai kelemahan otot di berbagai lokasi dengan insiden yang meningkat sejak beberapa dekade terakhir. Kualitas hidup merupakan aspek yang perlu dinilai dalam penatalaksanaan MG. Berbagai faktor telah diketahui berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien MG, tetapi saat ini di Indonesia belum ada studi yang meneliti gambaran kualitas hidup pasien MG. Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran secara umum kualitas hidup pasien MG serta faktor-faktor yang memengaruhinya di RSUPN Cipto Mangunkusumo, DKI Jakarta yang merupakan rumah sakit rujukan nasional.
Metode. Studi potong lintang dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo, DKI Jakarta pada bulan Februari hingga April 2023. Pasien yang telah didiagnosis miastenia gravis dan mendapatkan terapi baik terapi simtomatik maupun imunospresan minimal 6 bulan direkrut ke dalam penelitian. Subjek dilakukan wawancara menggunakan kuisioner dan pencatatan data rekam medik sesuai variabel yang diteliti. Analisis bivariat dan multivariat dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
Hasil. Sebanyak 80 subjek memenuhi kriteria inklusi penelitian. Rerata usia subjek adalah 44,73 ± 13,09 tahun. Mayoritas subjek adalah perempuan (68,8%), sudah menikah (65%), memiliki riwayat pendidikan menengah (42,5%), pekerjaan blue collar (76,2%), dan tidak latihan fisik (73,8%). Median IMT subjek adalah 24,86 kg/m2 (16,77–128,57 kg/m2). Median durasi penyakit subjek adalah 60 bulan (9–504 bulan). Rerata usia saat terdiagnosis adalah 38,73 ± 14,24 tahun. Mayoritas subjek memiliki awitan gejala EOMG (73,8%), gejala MG generalisata (72,5%). Sebanyak 38,8% pasien memiliki riwayat timoma. Dari 31 subjek dengan timoma, 83,9% subjek dilakukan timektomi. Kebanyakan subjek tidak diperiksakan status antibodinya (63,8%). Sebanyak 37,5% subjek memiliki status MGFA normal dan median MGCS 1,59 (0–13). Mayoritas subjek memiliki gejala yang stabil (78,7%) dan mendapatkan azathioprine (50%). Sebanyak 33,8% subjek menggunakan steroid dengan median dosis 16 mg (2–64 mg) dan 29,6% subjek memiliki tampilan cushingoid. Kebanyakan subjek tidak mengalami depresi (48,8%) maupun ansietas (71,2%). Median skor support sosial subjek adalah 70 (12–84). Median skor MG-QOL15 INA adalah 21 (2–56). Berdasarkan analisis bivariat, variabel yang berhubungan bermakna dengan kualitas hidup pasien MG adalah status antibodi, konsumsi steroid, depresi, dan ansietas. Berdasarkan analisis multivariat, variabel yang berhubungan bermakna dengan kualitas hidup pasien MG adalah latihan fisik dan depresi.
Kesimpulan. Latihan fisik dan depresi merupakan faktor penting yang memengaruhi kualitas hidup pasien MG secara bermakna

Backgrounds. Myasthenia gravis (MG) is a chronic autoimmune disease that manifests as muscle weakness in various locations, which its incidence has been increasing over the past few decades. Quality of life is an essential aspect in the management of MG. Several factors have been known to influence the quality of life in MG patients. This study aimed to provide a general overview of the quality of life of MG patients and the associated factors at the national referral hospital, Cipto Mangunkusumo National General Hospital, Jakarta.
Methods. A cross-sectional study was conducted at Cipto Mangunkusumo National General Hospital from February to April 2023. Myasthenia gravis patients in therapy, both symptomatic and immunosuppressant, for at least 6 months were recruited for the research. Subjects were interviewed using a questionnaire, and medical record data were recorded based on the variables under investigation. Bivariate and multivariate analyses were performed to examine the relationships between the independent and dependent variables.
Results. A total of 80 subjects met the inclusion criteria for the study. The mean age of the subjects was 44.73 ± 13.09 years. The majority of the subjects were female (68.8%), married (65%), had secondary education (42.5%), had blue-collar jobs (76.2%), and did not engage in physical exercise (73.8%). The median BMI (Body Mass Index) of the subjects was 24.86 kg/m2 (16.77-128.57 kg/m2). The median duration of the disease for the subjects was 60 months (9-504 months). The mean age at diagnosis was 38.73 ± 14.24 years. Most subjects had early-onset myasthenia gravis (EOMG) (73.8%) and generalized MG symptoms (72.5%). About 38.8% of the patients had a history of thymoma. Out of the 31 subjects (83.9%) with thymoma, underwent thymectomy. The majority of the subjects did not have their antibody status checked (63.8%). About 37.5% of the subjects had a normal MGFA (Myasthenia Gravis Foundation of America) status, and the median MGCS (Myasthenia Gravis Composite) score was 1.59 (0-13). Most subjects had stable symptoms (78.7%). Around 33.8% of the subjects used steroids with a median dose of 16 mg (2-64 mg). There were 29.6% of the subjects with steroid exhibited Cushingoid features. There were 50% of the subjects received azathioprine. The majority of the subjects did not experience depression (48.8%) or anxiety (71.2%). The median score for social support was 70 (ranging from 12 to 84), and the median score for MG-QOL15 INA (Myasthenia Gravis Quality of Life 15 Indonesia) was 21 (ranging from 2 to 56). Based on bivariate analysis, variables significantly associated with the quality of life of MG patients were antibody status, steroid usage, depression, and anxiety. Based on multivariate analysis, variables significantly associated with the quality of life of MG patients were physical exercise and depression.
Discussions. Physical exercise and depression independently affected the quality of life of MG patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dories Septiana
"Latar Belakang. Transplantasi ginjal masih menjadi pilihan terbaik sebagai terapi pengganti ginjal terutama pada pasien penyakit ginjal stadium akhir, yang dapat meningkatkan kualitas hidup terkait kesehatan dari berbagai aspek terutama aspek kesehatan fisik dan fungsi psikososial dan dapat menurunkan efek penyakit serta dapat mengurangi risiko kematian bila dibandingkan dengan terapi konservatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status kualitas hidup resipien setelah menjalani transplantasi ginjal beserta faktor-faktor yang berhubungan.
Metode. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Subyek penelitian adalah pasien penyakit ginjal kronik yang telah menjalani transplantasi ginjal di RS dr. Cipto Mangunkusumo dari Januari 2018-Desember 2020. Penilaian kualitas hidup dilakukan dengan menggunakan kuesioner SF-36. Dilakukan analisis univariat, bivariat, dan multivariat pada variabel independen baik terhadap 8 domain dari SF-36, komponen MCS dan PCS, serta skor total keseluruhan dari SF-36.
Hasil. Durasi dialisis, kadar hemoglobin, ECOG dan depresi berkontribusi terhadap komponen PCS kualitas hidup (R2= 21,4%), sedangkan kadar hemoglobin dan depresi berkontribusi terhadap komponen MCS (R2= 33,6). Sedangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup secara keseluruhan adalah kadar hemoglobin, ECOG dan depresi (R2=40,7%).
Kesimpulan. Kualitas hidup resipien pasca transplantasi ginjal secara keseluruhan pada penelitian ini tinggi, dengan kualitas hidup pada komponen fisik lebih tinggi bila dibandingkan dengan komponen mental. Adapun faktor-faktor yang berkontribusi dan bermakna secara statistik terhadap keseluruhan kualitas hidup adalah kadar hemoglobin, status ECOG, dan depresi. Namun di samping itu, durasi dialisis dan ECOG juga berkontribusi terhadap komponen fisik terhadap kualitas hidup.

Objective. This study aims to determine and identify factors associated with QoL after kidney transplantation.
Methods. This study used a cross-sectional design. We enrolled 107 consecutive subjects who had kidney transplantation at the Kidney transplantation center at Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital. from January 2018-December 2020. QoL was performed by the SF-36 questionnaire. Univariate, bivariate, and multivariate analyzes were performed on the independent variables and dependent variable (SF-36). Each analyzes of independent variables divided into 8 domains, the MCS and PCS components, and the overall total score of the SF-36.
Result. Duration of dialysis, hemoglobin levels, ECOG and depression were contributed to the PCS component of quality of life (R2= 21.4%) while hemoglobin levels and depression contributed to the MCS component (R2= 33.6). And factors related to total score of SF-36 were hemoglobin levels, ECOG status, and depression (R2=40.7%).
Conclusion. We found that overall QoL status after kidney transplantation in this study was high, with the PCS component being higher than MCS component. Factors that contributed and were statistically significant to Qol status were hemoglobin levels, ECOG status, and depression. Besides, the duration of dialysis and ECOG status also contributed to the physical component of SF-36.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Ganefianty
"Meningioma merupakan tumor intrakranial primer yang paling umum terjadi, terhitung sepertiga dari semua tumor yang menyerang sistem saraf pusat. Meningioma dapat mempengaruhi beberapa dimensi kehidupan seperti fisiologis, psikologis, dan sosial. Pembedahan adalah penatalaksanaan utama pada pasien meningioma. Kualitas hidup pasien meningioma pasca pembedahan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien meningioma dalam waktu 3 bulan hingga 1 tahun pasca pembedahan. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional. Sebanyak 118 pasien meningioma pasca pembedahan yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien meningioma pasca pembedahan memiliki kualitass hidup kurang baik (79,7%). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien meningioma pasca pembedahan adalah usia (p=0,014), grade tumor (p=0,0001), status fungsional (p=0,0001), fatigue (p=0,001), illness perception (p=0,0001), dan dukungan sosial (p=0,001). Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kualitas hidup pasien meningioma pasca pembedahan adalah status fungsional dengan nilai OR 6,728 (CI 95%= 1,655; 27,348). Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan acuan bagi perawat dalam mengembangkan pengkajian keperawatan pada pasien meningioma pasca pembedahan terkait kualitas hidup.

Meningioma is the most common primary intracranial tumor, accounting for one third of all tumors that attack the central nervous system Meningioma can affect several domains of life such as physiological, psychological, and social life. Surgery is the main management in meningioma patients. The aim of this study was to investigate the factors influencing quality of life in meningioma patients after surgery. This study was a cross sectional analytic design involved. A total of 118 postoperative meningioma patients were selected by purposive sampling technique. The results of this study indicate that the majority of patients have low quality of life (79.7%). Factors related to quality of life were age (p = 0.014), tumor grade (p = 0,0001), functional status (p = 0,0001), fatigue (p = 0,001), illness perception ( p = 0,0001), and social support (p = 0,001). Multivariate analysis showed that the most dominant factor associated with the quality of life was functional status (OR 6.728). This study is to provide input to nurses as reference in developing nursing assesment in  meningioma patients after surgery related quality of life.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
T53218
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robiyatul Adawiyah
"Kualitas hidup merupakan salah satu parameter keberhasilan intervensi keperawatan pada penyakit kronik, terutama stroke. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan empat dimensi kualitas hidup pasien pasca stroke menggunakan metode survei analitik pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 49 pasien pasca stroke. Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling. Responden mengisi kuesioner berupa data demografi, 26 pertanyaan WHOQOL- Bref, 10 pertanyaan Index Barthel Scale (IBS), 19 pertanyaan Back Hopelessness Scale (BHS), dan 5 pertanyaan APGAR. Penelitian ini dianalisis menggunakan uji kai kuadrat.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan antara tingkat pendidikan dengan domain lingkungan (p=0.004), kategori klinik dengan domain psikologis (p=0.038), status kecacatan dengan domain fisik (p=0.039) dan domain lingkungan (p=0.009). Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambah besar sampel atau mespesifikasikan topik penelitian seperti faktor determinan yang mempengaruhi kualitas hidup pasien pasca stroke. Bagi pelayanan keperawatan dapat memberikan dan memodifikasi intervensi keperawatan untuk meningkatkan status kemampuan fungsional pasien.

The Quality of life is one of the success parameters of nursing interventions on chronic diseases, especially on stroke. The research aimed to identify the factors that related with four dimensions of quality of life in post-stroke patients used a survey analitic cross sectional design study. The research involved 40 post-stroke patients with using consecutive sampling. Respondents answered 26 questions of WHOQOL- Bref, 19 statements of BHS,5 statements of APGAR, they were tested by 10 questions of IBS.
The research shown a significant association between education level with environmental domain (p=0.004), clinical categorization with psychological domain (p=0.038), disability status with physical domain (p=0.039), environmental domain (p=0.009). Researcher recommends to perform further research with larger sampel size and specific research topics like the determinant factor that influences quality of life in post-stroke patients.While, the nursing services need to administer and modifiy nursing intervention for increasing the functional capability status of patient.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S56513
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robert Mars
"Latar Belakang: Selain fungsi telinga berfungsi penting sebagai organ pendengaran, telinga bagian luar juga berperan penting secara estetika dalam penampilan diri seseorang.1 Salah satu dari dua kelainan tersering di telinga luar adalah mikrotia.2 Mikrotia merupakan keadaan dimana daun telinga atau bagian telinga luar tidak berkembang atau tidak sempurna. Berbagai penelitian melaporkan dampak psikososial pada pasien mikrotia sebelum dan sesudah rekonstruksi telinga. Operasi rekonstruksi mikrotia berdampak pada kualitas hidup, interaksi sosial, mood serta citra diri pasien anak maupun dewasa. Tujuan: meningkatkan kualitas hidup pasien mikrotia, penelitian ini akan memaparkan profil pasien mikrotia dan juga mencari hubungan faktor operasi rekonstruksi telinga, fungsi pendengaran, dan kepuasan pasien terhadap kualitas hidup pasien mikrotia pasca operasi rekonstruksi. Metode: Dilakukan penelitian analitik potong lintang menggunakan data retrospektif pasien mikrotia pasca rekonstruksi. Kepuasan operasi didapat dengan metode wawancara menggunakan kuesioner Cui dkk. Data kualitas hidup didapat dengan menggunakan kuesioner EQ-5D-Y. Hasil: Pasien yang memenuhi kriteria penelitian adalah 31 subjek. Aspek kualitas hidup yang mengalami rasa sakit atau tidak nyaman merupakan domain yang paling mengalami banyak gangguan (12 subjek) pasien mikrotia pasca rekonstruksi. Analisis chi square mendapatkan variabel frekuensi operasi pada pasien yang tanpa mengalami revisi berhubungan secara bermakna dengan kualitas hidup pada domain kemampuan berjalan (PR=1,429; interval kepercayaan 0,952-2,143; nilai p=0,027) Kesimpulan: Terdapat hubungan antara frekuensi operasi tanpa revisi dengan kualitas hidup pada domain kemampuan berjalan. Tidak didapatkan hubungan antara faktor proses operasi rekonstruksi telinga, fungsi pendengaran dan kepuasan pasien dengan kualitas hidup pada domain lainnya.

Background: The ear functions as an auditory organ, but also plays an aesthetically important role in one s appearance.1 One of the two most common abnormalities in the outer ear is microtia.2 Microtia is a condition whereas outer ear or ear lobe did not develop perfectly. Various studies have reported psychosocial effects on microtia patients before and after ear reconstruction. Microtia reconstruction surgery has an impact on quality of life, social interaction, mood and self-image of children and adults. Objective: to improve the quality of life of microtia patients, this study will describe the profile of microtia patients and also look for the relationship of ear reconstruction surgery process factors, hearing function and patient surgery satisfaction to the quality of life of microtia patients after reconstructive surgery. Method: A cross-sectional analytic study was conducted using retrospective data of post-reconstruction microtia patients. Surgery satisfaction obtained by the interview method using a questionnaire by Cui et al. Quality of life data was obtained using the EQ-5D-Y questionnaire. Results: Patients who met the study criteria were 31 subjects. Aspects of quality of life that experience pain or discomfort are the domains that experience the most disruption (12 subjects) post-reconstruction microtia patients. Chi square analysis show that surgery frequency variables in patients without revision significantly related to quality of life in the domain of walking ability (PR = 1.429; confidence interval 0.952-2.143; p value = 0.027) Conclusion: There is a relationship between operating frequency without revision with quality live on the domain of walking ability. There was no relationship between the factors of ear reconstruction surgery, hearing function and patient satisfaction with quality of life in other domains."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58835
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiya Aini
"Kualitas tidur yang buruk pada pasien diabetes melitus akan berdampak pada kualitas hidupnya. Kualitas tidur yang buruk disebabkan oleh tanda gejala serta komplikasi diabetes melitus yang mengakibatkan gangguan tidur pada penderitanya. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pada pasien diabetes melitus.
Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional, melibatkan 106 pasien diabetes melitus di Puskesmas Cimanggis Depok yang dipilih dengan teknik consecutive sampling. Pengambilan data penelitian dilakukan dengan pengisian kuesioner. Kualitas tidur diukur dengan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).
Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden memiliki kualitas tidur yang buruk dan dari beberapa faktor yang diteliti hanya kondisi cahaya saat tidur (p=0,007), insomnia (p<0,001) dan restless leg syndrome (p=0,019) yang berhubungan dengan kualitas tidur. Penelitian ini merekomendasikan kepada perawat agar memberikan intervensi yang sesuai untuk mengatasi gangguan tidur yang dialami pasien diabetes melitus agar kualitas tidurnya semakin baik.

Poor sleep quality may negatively impact on the quality of diabetic patient‟s life, resulting from the signs, symptoms, and complications of diabetes experienced by the patients. This study aimed to identify factors associated with sleep quality among patients living with diabetes.
This descriptive study used cross sectional design, involving 160 respondents in the Cimanggis Health Center who were selected by using consecutive sampling technique. Data were collected by questionnaires to measure the respondent‟s sleep quality.
The study revealed that the majority of respondents had poor sleep quality according to the Pittsburgh Sleep Quality Index. The study further showed that lighting (p = .007), insomnia (p < .001), and restless leg syndrome (p = .019) were significantly associated to sleep quality. Interventions to enhance sleep quality can be suggested to patients by nurses as part of diabetes nursing care.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S65430
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim
"ABSTrAK
Penyakit ulkus diabetikum menyebabkan penurunan fungsi fisik dan psikologis yang berdampak pada kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien ulkus diabetikum. Adapun variabel independen dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, lama menderita ulkus diabetikum, depresi, nyeri, koping, dukungan sosial dan kondisi luka. Penelitian ini menggunakan analitik korelasi dengan desain cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini ada 100 responden. Pada analisis regresi linier ganda didapat 3 variabel yang berpengaruh terhadap kualitas hidup yaitu penghasilan depresi dan nyeri. Hasil penelitian lebih lanjut didapatkan depresi sebagai faktor yang paling berhubungan dengan kualitas hidup (p=0.000). Berdasarkan hal tersebut perawat perlu mendeteksi secara dini depresi yang dialami oleh pasien dan memberikan pendidikan kesehatan.

ABSTRACT
Diabetic ulcer can decline in physical function and psychological impact on quality of life. This study aims to examine the factors that affect the quality of life of diabetic ulcer patients. The independent variables in this study were age, gender, education, income, long suffering from diabetic ulcers, depression, pain, coping, social support and wound conditions. This research used analytic correlation with cross-sectional design. Samples in this research there were 100 respondents. In the multiple linear regression analysis obtained 3 variables that affect the quality of life of the income depression and pain. The results obtained further depression as factors most related quality of life (p = 0.000). Based on that nurses need early detection of depression experienced by patients and providing health education."
2013
T35361
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>