Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90205 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farah Salma Salahuddin
"Sindrom putus obat opioid terjadi setelah penghentian konsumsi opioid secara-tiba-tiba, dengan gejala seperti hidung berair, nyeri otot, ansietas, kondisi kedinginan atau kepanasan, dilatasi pupil, menguap, gangguan gastrointestinal, dan peningkatan detak jantung. Penyalahgunaan opioid masih menjadi masalah utama di dunia, sehingga penanganan terhadap sindrom putus obat pada penyalahguna opioid yang tepat sangat diperlukan, terutama penanganan farmakologi. Penulisan review atau ulasan ini bertujuan untuk menelusuri, mengetahui, dan mengkaji manajemen pengobatan terkini yang dilakukan pada pasien yang menyalahgunakan opioid. Pemilihan dan penelusuran pada penulisan ini dilakukan pada PubMed, Sciencedirect, dan SpringerLink, dengan menggunakan kata kunci “opioid withdrawal syndrome treatment” dengan kombinasi “heroin”, “fentanyl”, “morphine”, kemudian artikel yang diterbitkan tidak kurang dari tahun 2015 dan diseleksi berdasarkan batasan yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penelusuran literatur, ditemukan sebanyak 21 publikasi, yang umumnya merupakan penyalahguna heroin, dengan penanganan farmakologi yang dilakukan yaitu terapi utama, terapi off label, terapi tambahan, tunggal maupun kombinasi. Penatalaksanaan terapi ini dapat dilakukan secara residensial maupun tidak. Terapi utama yang dilakukan dalam menangani sindrom putus obat opioid pada penyalahguna opioid berdasarkan literatur adalah naltrekson, buprenorfin, metadon, lofeksidin, dronabinol, oksitosin, tramadol, pexacerfont, pioglitazon. Beberapa terapi simtomatik yang bisa diberikan diantaranya antiemetik, antidiare, antiansietas, antiinflamasi nonsteroid, dan sebagainya. Setiap obat yang diteliti memiliki efek yang beragam dan hampir semua obat berpengaruh besar dalam menangani sindrom putus obat opioid. Pemilihan jenis terapi farmakologi dan keinginan setiap individu untuk menerima pengobatan sindrom putus obat opioid menjadi faktor penting dalam keberhasilan terapi, yang terlihat dari penilaian putus obat opioid berdasarkan kriteria objektif, subjektif, maupun klinis

Opioid withdrawal syndrome, symptoms appeared after abrupt discontinuation of opioid, is characterized by rhinorrhea, muscle pain, yawning, anxiety, gooseflash, mydriasis, gastrointestinal upset, and increased pulse rate. Opioid abuse remain the major problem in most country. To manage withdrawal syndrome, proper management especially pharmacological treatment is needed with the intention of improving the quality of life, reducing craving and preventing another misuse. The purpose of this article review was to identify, evaluate and analyze the recent pharmacological management of withdrawal syndrome in opioid abusers published in article. This review was done with literature search from 2015, performed through PubMed, ScienceDirect, and SpringerLink using the following terms “Opioid Withdrawal Syndrome Treatment”, and additional “heroin”, “fentanyl”, “morphine”, subsequently chosen based on the specific limitation. Results were found with 21 publications, with opioid misuse mostly from heroin. Variety of pharmacological treatment available for opioid withdrawal syndrome includes main therapy, off-label, adjunct medication, with or without combinations, which can be applied for inpatient or outpatient. Literature search about opioid withdrawal syndrome management resulted in the use of naltrexone, buprenorphine, methadone, lofexidine, dronabinol, oxytocin, tramadol, pexacerfont, and pioglitazone. Some symptomatic therapies are indicated for emetic, diarrhea, anxiety, inflammation, and other purposes. Almost all medications used here improved the opioid withdrawal syndrome. Group of drugs used for treatment and willingness of getting therapy in every individual become factors for the withdrawal completion rate, which is usually seen with opioid withdrawal assessment, either in subjective, objective, or clinical"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Radityo Utomo
"ABSTRAK
Tesis ini membahas model Integrated Care Pathway (ICP) perawatan pasien
dengan penyalahgunaan NAPZA putus zat opioid sebagai salah satu kasus.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil
penelitian menunjukkan koordinasi, komunikasi, kesinambungan dan kolaborasi
pelayanan pasien putus zat opioid belum berjalan optimal yang melibatkan
berbagai unsur disiplin keilmuan pada pelayanan yang diberikan. Model ICP
yang diusulkan agar dikembangkan kembali dengan melibatkan berbagai multi
disiplin ilmu yang terlibat di dalam pelayanan pasien dengan penyalahgunaan
NAPZA putus zat opioid di RSKO Jakarta melalui sebuah kegiatan FGD yang
melibatkan lebih banyak tenaga kesehatan yang terkait dengan layanan sehingga
dapat menghasilkan ICP yang sesuai dengan kebutuhan.

ABSTRACT
This thesis discusses the model of Integrated Care Pathway (ICP) treatment of
patients with drug abuse of opioid withdrawal as one case. This study is a
qualitative study with a descriptive design. The results show coordination,
communication, and collaboration continuity of patient care opioid withdrawal
has not run optimally involving various elements of scientific disciplines on the
service provided. ICP models are proposed for re-developed with the involvement
of a variety of multi-disciplines involved in the care of patients with drug abuse of
opioid withdrawal in RSKO Jakarta through an FGD activities that involve more
health workers associated with the service so that it can produce the ICP in
accordance with the requirements ."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42804
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christianie Setiadi
"Penyakit kardiovaskular, salah satunya sindrom koroner akut merupakan penyebab utama kematian di dunia akibat penyakit tidak menular, di mana penyakit ini memiliki faktor risiko yang dapat dimodifikasi dengan pengaturan nutrisi. Faktor risiko utama sindrom koroner akut pada pasien serial kasus ini adalah sindrom metabolik yang meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus tipe 2. Semua pasien memiliki masalah dengan obesitas abdominal, di mana adipositokin yang disekresikan oleh jaringan adiposa abdominal merupakan mediator inflamasi, menyebabkan stres oksidatif, resistensi insulin, dan mengganggu metabolisme lipoprotein. Dua pasien pada serial kasus ini mengalami miokard infark dengan ST elevasi dan dua lainnya dengan non ST elevasi. Faktor risiko penyerta adalah hipertensi, diabetes melitus tipe 2, dislipidemia, gangguan fungsi hati, dan hiperurisemia. Kebutuhan energi sesuai dengan Harris Benedict dengan faktor stres antara 1,3–1,4 sesuai dengan beratnya kasus. Pada saat kondisi akut setelah hemodinamik stabil, nutrisi mulai diberikan sesuai dengan 80% kebutuhan basal. Kebutuhan makronutrien sesuai dengan National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel III. Kebutuhan cairan dan elektrolit diberikan sesuai dengan kondisi jantung pasien. Pemberian mikronutrien seperti vitamin B dan nutrien spesifik yaitu koenzim Q10 dan omega-3 dapat dilakukan pada beberapa kasus. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan meliputi keadaan klinis, antropometri yaitu berat badan, tinggi badan, dan lingkar pinggang, serta toleransi asupan, keseimbangan cairan, dan kapasitas fungsional. Selama pemantauan didapatkan perbaikan klinis dan peningkatan asupan nutrisi pasien. Selanjutnya diperlukan pengendalian faktor risiko pasien dengan modifikasi gaya hidup yaitu pengaturan nutrisi dan peningkatan aktivitas fisik untuk pencegahan sekunder penyakit kardiovaskuler dan mengendalikan komplikasi yang sudah terjadi agar tidak semakin memburuk.

Cardiovascular disease, which one of them is acute coronary syndrome is the most caused of death from non comunicable diseases in the world. It have modified risk factors can be affected by nutrition.In this case series, the risk factor was metabolic syndrome that could elevated risk of cardiovascular diseases and type 2 diabetes mellitus. All of the patients had abdominal obesity, where it secreted adipocytokine, the inflamation mediators that can cause oxidative stress, insulin resistance and interfered lipoprotein metabolism. Two patients in this case series have ST elevation miokard infark dan others were non ST elevation miokard infark. Comorbid risk factors were hypertension, type 2 diabetes mellitus, dyslipidemia, disturbance liver function, and hyperuricaemia. Energy needs were calculated by Harris Benedict with risk factor between 1,3–1,4 depends on severe of the diseases. In acute condition after stable hemodinamic, nutrition was given from 80% basalt. Macronutrients need were appropiate with National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel III. Fluids need and electrolyte were given appropiate of heart condition. Micronutrients, like vitamin B and specific nutrients like coenzyme Q10 and omega-3 could be given in several cases. Evaluation and monitoring included clinical condition, antropometric : body weight, height, waist circumference, tolerance intake, fluid balance, and functional capacity. During follow up, the clinical improvement and enhancement nutrient intake were developed. After that we concidered to control patients risk factors with lifestyle modification include nutrition arrangement and elevated physical activity for secondary prevention of cardiovascular diseases and to control complications.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Uray Sandy Kurniawan
"Penggunaan obat yang bekerja pada saluran cerna perlu dilakukan kajian farmakologi, khususnya di depo Instalasi Gawat Darurat (IGD). Pelayanan kefarmasian di IGD perlu perhatian khusus karena biasanya menangani pasien yang dalam kondisi kritis. Kajian farmakologi dapat mengetahui efek utama obat, interaksi obat dan efek samping dari obat. Sehingga dapat memberikan terapi yang tepat dan aman kepada pasien.Prosedur kajian literatur yaitu dengan cara pengumpulan dan analisis data yang dilakukan dengan mencari studi pustaka dan observasi. Dalam hal ini, landasan teori untuk penelitian diperoleh melalui pencarian pustaka yang berasal baik dari buku, jurnal lain maupun dari sumber terpercaya lainnya. Selain itu, analisis data serta informasi yang digunakan dilakukan dengan metode observasi yaitu pengamatan dan penelitian farmakologi dari obat-obat yang bekerja pada saluran cerna.Kajian farmakologi obat saluran cerna, khususnya farmakokinetik dan farmakodinamik untuk obat Simetikon, H2 Receptor Blocker, Proton Pump Inhibitor (PPI) dan SukralfatMemberikan informasi kepada sejawat tenaga kesehatan terkait farmakologi obat saluran cerna yang diberikan.

The use of drugs that act on the gastrointestinal tract needs to be studied pharmacologically, especially in the Emergency Room (ER). Pharmacy services in the emergency room need special attention because they usually treat patients who are in critical condition. Pharmacological studies can determine the main effects of drugs, drug interactions, and side effects of drugs. So that it can provide appropriate and safe therapy to patients. Literature review procedures, namely by collecting and analyzing data are carried out by searching literature and observation. In this case, the theoretical basis for the research is obtained through a literature search that originates from books, other journals, and from other reliable sources. In addition, the analysis of data and information used was carried out using the observation method, namely observation and pharmacological research of drugs that act on the gastrointestinal tract. Pharmacological studies of gastrointestinal drugs, especially pharmacokinetics, and pharmacodynamics for Simethicone, H2 Receptor Blockers, Proton Pump Inhibitors (PPI), and Sucralfate Provide information to fellow health workers regarding the pharmacology of the gastrointestinal drugs given."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erniawati Lestari
"Ketergantungan metamfetamin merupakan permasalahan kesehatan di Indonesia dan global dengan angka yang meningkat setiap tahunnya. Terbatasnya bukti klinik farmakoterapi sehingga sampai saat ini belum terdapat terapi standar bagi penyalahgunaan metamfetamin. Penelitian ini bertujuan melihat efektivitas dan keamanan asetilsistein yang merupakan prekursor glutation, sebagai salah satu pengobatan baru yang memiliki potensi dalam bidang adiksi yang dapat mengurangi gejala putus zat dan keinginan untuk menggunakan metamfetamin melalui kuisioner ‘Putus Zat Metamfetamin’ dan SCL-90, serta pemeriksaan kadar glutation (GSH) dan glutation disulfide (GSSG).
Penelitain Randomised control trial (RCT) ini dilakukan bulan september sampai november 2019 pada 66 pria dengan ketergantungan metamfetamin di Balai besar Rehabilitasi Lido Badan Narkotika Nasional (BNN) Indonesia. Dilakukan randomisasi blok pada peserta penelitian untuk menerima obat dan plasebo (2x600mg asetilsistein oral, n=33 atau plasebo, n=33). Gejala putus zat metamfetamin dinilai melalui skor kuisioner ‘Putus Zat Metamfetamin’ dan perbaikan gejala psikiatri pada saat putus zat metamfetamin dinilai melalui skor kuisioner SCL-90. Kadar antioksidan GSH dan GSSG diukur sebelum dan sesudah pemberian obat dan plasebo.
Asetilsistein tidak berbeda bermakna dalam mengurangi skor gejala putus zat (withdrawal) metamfetamin , perubahan gejala psikiatri dan perubahan kadar antioksidan jika dibandingkan dengan plasebo. Asetilsistein juga tidak memiliki perbedaan bermakna dalam hal keamanan jika dibandingkan dengan plasebo. Diperlukan penelitian lebih lanjut melalui uji klinik dengan randomisasi stratifikasi untuk menkonfirmasi hasil penelitian ini.

Methamphetamine dependece is one of the most prevalent health problems in Indonesia and globally, with increasing number every year. Current pharmacotherapies have limited clinical evidence and there has been no standard therapy for methamphetamine dependece. This study was designed to evaluate the efficacy and safety of acetylcysteine which is a precursor of glutathione, as one of the new treatments that has potential effect in addiction that can reduce withdrawal symptoms through the 'Methamphetamine withdrawal symptoms' and SCL-90 questionaire, and through measuring the levels of glutathione (GSH) and glutathione disulfide (GSSG)
This double-blind randomized clinical trial was conducted from September to November 2019 on 66 men with methamphetamine dependence at Lido Rehabilitation Center National Narcotics Control (NNB) of Indonesia. Block randomization of study participants was carried out to receive the drug and placebo (2x1200 mg of oral acetylcysteine, n = 33 or placebo, n = 33). Symptoms of methamphetamine withdrawal are assessed through the questionnaire score 'Methamphetamine withdrawal symtoms' and SCL-90. GSH and GSSG antioxidant levels were measured before and after administration of drugs or placebo.
Acetylcysteine was not significantly different in reducing the scores of methamphetamine withdrawal symptoms, changes in psychiatric symptoms and changes in antioxidant levels when compared to placebo. Acetylcysteine also did not have a significant difference in safety when compared with placebo. Further research is needed through clinical trials with stratified randomization to confirm the results of this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Maria Christine
"Malnutrisi energi dan protein merupakan suatu masalah umum yang ditemukan pada pasien rawat inap di rumah sakit. Berbagai studi menunjukkan sebanyak 40% pasien bedah sudah mengalami malnutrisi pada saat masuk ke rumah sakit. Studi tersebut menunjukkan terdapat hubungan langsung antara penurunan berat badan pra bedah dengan laju mortalitas pasca bedah. Terapi nutrisi perioperatif yang adekuat telah dilaporkan dapat menurunkan laju morbiditas dan menurunkan masa rawat inap secara bermakna. Serial kasus ini terdiri atas empat kasus terapi nutrisi perioperatif pada pasien malnutrisi dengan kanker periampular yang menjalani pembedahan pankreatikoduodenektomi. Pasien adalah laki-laki, berusia antara 40-60 tahun, dengan kanker periampular (pankreas dan ampula Vateri). Keempat pasien kasus ini mengalami sindrom kaheksia-kanker, yaitu ditemukan penurunan BB sebesar 10-15% dalam ena bulan terakhir, anemia, fatigue, dan hipoalbuminemia. Kebutuhan energi total dihitung dengan menggunakan persamaan Harris-Bennedict dengan menambahkan faktor stres sebesar 1,5. Pemberian kalori dan nutrisi dilakukan secara bertahap dan ditingkatkan sesuai dengan perbaikan keadaan klinis, gastrointestinal, dan toleransi asupan pasien. Pemantauan dan evaluasi pasien dilakukan sesuai dengan perubahan subyektif dan obyektif. Selain itu, konseling dan edukasi mengenai terapi nutrisi diberikan setiap hari pada pasien. Selama perawatan, keempat pasien serial kasus ini menunjukkan perbaikan, baik secara subyektif maupun obyektif. Kebutuhan energi total tercapai selama periode pra bedah dan tujuh hingga sembilan hari pasca bedah. Masa rawat pasien ini adalah 12-20 hari. Perbaikan status nutrisi tidak tercapai pada pasien ini, namun terjadi perbaikan kapasitas fungsional dan proses penyembuhan luka yang adekuat. Terapi nutrisi perioperatif yang diberikan diharapkan mampu meningkatkan atau mempertahankan status nutrisi pasien, prognosis pasca bedah, serta meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien secara keseluruhan.

Energy and protein malnutrition are common issues in hospitalized patient worldwide. Various studies had reported that 40% of surgical patient were already malnutrition when admitted to the hospital. The study reported that there were direct relationships between lost of body weight with mortality rate post surgery. Adequate perioperative nutritional therapy had been reported could decrease the morbidity rate and length of stay significantly. This case series consist of four perioperative nutritional management cases in malnourished patients with periampullary cancer that undergone pancreaticoduodenectomy surgery. Patients were male, age between 40-60 years, with periampullary cancer (pancreas & ampulla of Vatery). This four patients were having cancer-cahexia syndrome, which was characterized by lost of body weight 10-15% in the last six months, anemia, fatigue, and hypoalbuminemia. Total energy requirement were calculated with Harris-Bennedict equation with stress factor equal to 1,5. Energy and nutrition were given gradually and increased according to the improvement of clinical & gastrointestinal condition, and food intake tolerance of the patients. Monitoring and evaluation of the patients were applied according to the changes of subjective and objective parameter. Besides that, counseling and education were also given everyday to all of the patients. During the hospitalization, this four case series patients showed improvement, in both subjective and objective parameter. Total energy requirement was achieved in preoperative periode and seven until nine days postoperative in all of this patients. Length of stay of this patients were 12-20 days. Improvement of nutritional status were not found in this patients, but there were significant improvement of functional capacity and wound healing happened in them. Perioperative nutritional management applied to the patients were expected could increase or maintain the patiens’ nutritional status, improve prognosis post surgery functional capacity, and eventually leads to improvement of overall quality of life of the patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Steven E. Lipshultz, editor
"Pediatric metabolic syndrome: comprehensive clinical review and related health issues approaches the pediatric metabolic syndrome by elucidating its effects on specific organ systems and by considering the problem through understanding the social, psychological and economic consequences of it."
London: [, Springer], 2012
e20410740
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Rininta Chandrayu Nareswari
"ABSTRACT
Bilyet giro kosong merupakan salah satu bentuk kejahatan dalam dunia perbankan. Dengan banyak terjadinya penarikan bilyet giro kosong tersebut maka Bank Indonesia menerbitkan peraturan terbaru terkait bilyet giro dan bilyet giro kosong yaitu PBI No. 18/41/PBI/2016 tentang Bilyet Giro dan PBI No. 18/43/PBI/2016 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong. Terdapat perubahan baru di dalam peraturan tersebut, baik dari syarat formal bilyet giro hingga hal-hal yang wajib dipenuhi oleh para pihak. Metode yang digunakan oleh penulis adalah metode yuridis normative. Metode penelitian yuridis normative merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literature-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Penulis akan menelaah peraturan bilyet giro yang terdahulu hingga yang terbaru, serta melakukan analisis terkait peraturan bilyet giro tersebut. Sistematika penulisan skrispsi ini dibagi menjadi beberapa pada bab pertama merupakan pendahuluan kemudian bab kedua adalah tinjauan umum mengenai bilyet giro dan penggunaannya dalam sistem pembayaran di Indonesia, bab ketiga adalah tinjauan mengenai pengaturan hukum terkait penarikan bilyet giro kosong menurut ketentuan perbankan di Indonesia, bab keempat adalah analisis pengaturan perbankan dalam menjamin perlindungan hukum bagi pemegang bilyet giro kosong, dan bab kelima adalah penutup. Hasil penelitian diharapkan mampu menjelaskan bagaimana peraturan baru terkait bilyet giro dapat menjamin perlindungan hukum terhadap pemegang bilyet giro itu sendiri dan sanksi-sanksi yang diberikan kepada penarik bilyet giro kosong.

ABSTRACT
Withdrawal of the blank Bilyet Giro is one of the crime in the world of banking. With a lot of the withdrawal of the blank bilyet giro, Bank Indonesia issued the latest regulations related to Bilyet Giro and Blank Bilyet Giro, namely PBI No. 18/41/ PBI / 2016 concerning Bilyet Giro and PBI No. 18/43/PBI/2016 concerning the National Black List of Check Pullers and / or Blank Bilyet Giro. There are new changes in the regulation, both from the formal requirements of the giro account to things that must be fulfilled by the parties. The method used by the author is a normative juridical method. Normative juridical research method is legal research conducted by examining library materials or secondary data as basic material to be examined by conducting a search of the rules and literature-literature relating to the problems. The author will review the current bilyet giro regulations up to the latest, as well as conduct an analysis related to the bilyet giro regulations. The systematics of writing this questionnaire is divided into several in the first chapter is an introduction, then the second chapter is an overview of the demand deposit and its use in the payment system in Indonesia analysis of banking arrangements in guaranteeing legal protection for holders of empty demand deposits, and the fifth chapter is closing. The results of the study are expected to be able to explain how the new regulations related to the bilyet giro can guarantee legal protection for the bilyet giro holders themselves."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jemima Fajarin Putri
"Sjogrens syndrome merupakan gangguan autoimun yang menyerang kelenjar eksokrin seperti kelenjar saliva dan kelenjar konjungtiva dengan gejala umum berupa penurunan produksi saliva dan produksi cairan konjungtiva yang menyebabkan sensasi kering pada rongga mulut dan mata yang dapat berkembang menjadi karies gigi, infeksi rongga mulut, sensai terbakar pada mata hingga kerusakan kornea. Gejala yang ditimbulkan Sjogrens syndrome sering kali menyerupai manifestasi gangguan kesehatan lain, seperti infeksi. Sejauh ini terdapat beberapa agen infeksius yang memiliki manifestasi menyerupai gejala umum pada Sjogrens syndrome, antara lain infeksi yang disebabkan virus Hepatitis C, virus Epstein-Barr, cytomegalovirus, human T lymphotropic virus1 HTLV-1, dan kemungkinan infeksi bakteri Heliobacter pylori yang memiliki kemampuan untuk terdisposisi pada jaringan epitel gastrik pasca infeksi pertama dan menyebabkan inflamasi persisten serta kemampuan untuk mempengaruhi produksi anti SSA/SSB. Beberapa penelitian menyatakan bahwa infeksi persisten mampu memicu gangguan autoimun yang disebabkan oleh aktivasi sel T dan sel B secara terus menerus sebagai upaya eradikasi sel terinfeksi yang memicu reaksi autoimun dan peningkatan kadar sel imun autoreaktif berupa kerusakan sel sehat di sekitarnya. Pada hasil kajian kepustakaan ini menemukan bahwa infeksi persisten bukan faktor satu satunya yang memicu kejadian Sjogrens syndrome namun terdapat faktor lain yang memicu infeksi dapat berkembang menjadi Sjogrens syndrome.

Sjogrens syndrome is an exocrine glands autoimmune disease, causing decreasing liquids production on salivary gland and conjunctiva with the common symtomps including dry eyes and dry mouth and later causing burn sensations on eyes, cornea destruction, dental caries and oral cavity infections. The symptoms often resemble general health problem, such as infection manifestation. This far, there are several infectious agents in which possibly caused similar diseases manifestation as Sjogrens syndrome, including infections of Hepatitis C virus, Epstein Barr virus, cytomegalovirus, human T lymphotropic virus-1 HTLV-1, which have the ability to caused persistent infection on salivary glands after the first infection and possibly Heliobacter pylori infection based on the increasing anti Ro/SSA and anti-La/SSB on infected individuals. Some research states, persistent infection could trigger autoimmune disorders caused by continous T cells and B cells activation in an attempt to eradicate infected cells that is, but also triggered autoimmune response and increasing autoreactive cells consentration causing damage to healthy cells around the infected cells. However, the results in this literature study found persistent infection is not the only triggering factor of Sjogrens syndrome but there are other unknown factors that trigger infection can develop into Sjogrens syndrome.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syougie
"Latar Belakang: Penggunaan video display terminal VDT oleh pemandu lalu lintas udara PLLU dalam pekerjaan mereka dapat menyebabkan sindrom mata kering SMK yang berbahaya bagi keselamatan dan keamanan penerbangan.
Tujuan: Menilai efektifitas pemberian obat tetes mata sodium hyaluronate pada PLLU Bandara Soekarno Hatta dengan sindom mata kering.
Metode Penelitian: Penelitian potong lintang dengan total sampling dilakukan pada PLLU Bandara Soekarno Hatta untuk mencari prevalensi sindrom mata kering. Dilanjutkan penelitian intervensi pre-post pada lima puluh PLLU Bandara Soekarno Hatta yang didiagnosis SMK derajat ringan dengan tes Schirmer kemudian diberikan obat tetes sodium hyaluronate. Efektivitas obat dinilai secara obyektif dengan uji Schirmer dan secara subyektif dengan kuesioner Ocular Surface Disease Index OSDI sebelum dan sesudah pemberian obat.
Hasil: Prevalensi sindrom mata kering pada PLLU Bandara Soekarno Hatta sebanyak 60,3 . Ada peningkatan yang signifikan secara statistik untuk kedua uji Schirmer dari 14,58 2,56 menjadi 8,22 1,33 dan skor OSDI dari 16,7 0-46 menjadi 25 0-64,6 setelah tujuh hari pemberian obat. Hal ini juga sejalan dengan kondisi klinis yang menunjukkan pergeseran dari derajat ringan menjadi normal baik untuk tes Schirmer dan kuesioner OSDI.
Kesimpulan: Obat tetes Sodium hyaluronate efektif dalam mengatasi sindrom mata kering derajat ringan pada pemandu lalu lintas udara.

Background: The use of video display terminals VDT by air traffic guides ATC can lead to dry eye syndrome DES that rsquo s harmful for safety and security of aviation.
Objective: Assess the effectiveness of sodium hyaluronate SH eye drops on ATC of Soekarno Hatta Airport with DES.
Research Methods: Cross sectional studies with total sampling were conducted on ATC of Soekarno Hatta Airport to find prevalence of DES. Followed with pre post intervention study on fifty ATC of Soekarno Hatta Airport which was diagnosed DES mild degree with Schirmer test and then administered SH eye drops. The effectiveness of the drug was assessed objectively by Schirmer test and subjectively by Ocular Surface Disease Index OSDI questionnaire before and after drug administration.
Result: Prevalence of DES on ATC of Soekarno Hatta Airport is 60,3. There was a statistically significant increase for both Schirmer tests from 14.58 2.56 to 8.22 1.33 and OSDI scores from 16.7 0 46 to 25 0 64.6 after seven days administration of drugs. This is also in line with clinical conditions that indicate a shift from mild degrees to normal for both Schirmer test and OSDI questionnaire.
Conclusion Sodium hyaluronate eye drops are effective in treating mild DES on ATC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>