Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 229531 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ismail shabri
"Pemilu Presiden 2019 memunculkan konflik antar pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 dan 02. Kontestasi politik tersebut menimbulkan reaksi masyarakat, sehingga memunculkan pasangan calon presiden fiktif dan wakil presiden fiktif, Nurhadi Aldo. Akun fiktif Nurhadi Aldo menggunakan media sosial sebagai platform kampanye, mengunggah program-program fiktif yang seakan-akan mereka merupakan pasangan calon presiden dan wakil presiden nyata. Nurhadi Aldo menggunakan satire dalam program fiktif yang mereka buat sebagai bentuk kritik dan sekaligus humor terhadap kondisi Indonesia. Konten Nurhadi Aldo akan dikaji memanfaatkan pemikiran sosiologi humor oleh beberapa sosiolog di bidang sosiologi humor, peacemaking criminology oleh Fuller, kontestasi politik oleh Daxecker dan kriminologi visual oleh pemikiran beberapa kriminolog di bidang kriminologi visual. Disimpulkan dengan, Pasangan Calon fiktif Nurhadi Aldo merupakan reaksi masyarakat terhadap konflik yang terjadi, membentuk pasangan calon baru yang digunakan sebagai kritik dan humor terhadap kondisi Indonesia menjelang Pemilu Presiden 2019.

The 2019 Presidential Election led to conflicts between two of the candidate's supporters. Indonesian society reacted towards the political contestation with a fictional presidential candidate, Nurhadi Aldo. Nurhadi Aldo operated using social media as their campaign platform, creating fictional presidential programs as if they are the real deal. This paper utilizes the sociology of jokes, peacemaking criminology, and visual criminology to analyze Nurhadi Aldo. Nurhadi Aldo used satire within their fictional programs to criticize and humor towards Indonesia's problems. Nurhadi Aldo's content will be studied using the sociology of humor by several sociologists in humor, Fuller's peacemaking criminology concept, Daxecker's political contestation, and visual criminology by the thoughts of several criminologists in the field of visual criminology. It can be concluded that Nurhadi Aldo's fictional Candidate Pair is a form of public reaction towards the election conflicts, forming a new candidate pair that is used as criticism and humor about Indonesia's conditions ahead of the 2019 Presidential Election."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gabrielson Pascalino Milkyway
"Penelitian ini menganalisa mengenai proses pembiayaan politik caleg perempuan pada pemilu 2019. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan mengumpulkan data melalui wawancara dan studi literatur. Penelitian ini menggunakan kerangka pembiayaan politik dari van Biezen, sebagai teori utama, dan dilengkapi dengan konsep pembiayaan politik berbasis gender, personal vote, dan patronase. Pembiayaan politik yang tinggi di Indonesia diakibatkan perubahan sistem proposional dari tertutup (Orde Baru) menjadi terbuka (Reformasi) dan celah dalam aturan pembiayaan politik. Tingginya pembiayaan politik menyebabkan caleg perempuan terpilih banyak berasal dari kekerabatan politik. Temuan dari penelitian ini bahwa proses pembiayaan caleg perempuan dari kalangan elit dan petahana tidak menunjukan masalah. Pemasukan dana kampanye berasal dari diri sendiri. Sedangkan pengeluaran terbesar diperuntukan untuk kunjungan ke dapil dan APK. Tidak adanya pencatatan sesuai realitas di lapangan menunjukan celah dalam regulasi pembiayaan tidak hanya dalam aspek transparansi, tetapi juga dalam aspek regulasi pemasukan dan pengeluaran serta ketersediaan dana publik. Penerapan kuota gender di Indonesia yang mendorong pencalonan kandidat perempuan dengan modalitas tinggi menunjukan bahwa perlu adanya tindakan afirmasi dalam pembiayaan politik. Hal ini dikarenakan penggunaan kuota gender tidak mendorong perubahan ketidaksetaraan gender dalam struktur sosial dan ekonomi. 

This study analyzes the political financing process of female candidates in the 2019 elections. This study uses qualitative research methods by collecting data through interviews and literature studies. This study uses the political financing framework of van Biezen, as the main theory, and is complemented by the concepts of gender-based political finance, personal votes, and patronage. High political finance in Indonesia is due to a change in the proportional electoral system from closed (New Order) to open (Reformasi) and loopholes in political financing rules. The high level of political funding causes many of the elected female candidates to come from political kinship. The findings of this study that the process of financing female candidates from the elite and incumbent did not show a problem. Income from campaign funds comes from oneself. While the largest expenditure is intended for visits to electoral districts and APKs. The absence of records according to field reality shows gaps in financing regulations not only in the aspect of transparency, but also in terms of regulation of revenue and expenditure as well as the availability of public funds. The implementation of a gender quota in Indonesia that encourages the nomination of women candidates with high modality shows that there is a need for affirmations of gender-based political financing. This is because the use of gender quotas does not encourage changes in gender inequality in social and economic structures."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idris Sandiya
"Suksesi melalui proses pemilihan umum merupakan momen penting bagi kelangsungan demokrasi, begitu pula menjadi momen yang rawan terjadi penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, serta konflik sosial. Dalam kaitannya dengan hubungan antara Negara, demokrasi dan netralitas, penting untuk memastikan sikap netral dari aparatur negara pada masa pemilu. Baik yang bersifat birokratis, seperti ASN, maupun instrumen ketertiban umum dan ketahanan nasional seperti TNI/Polri. Pelayanan yang diselenggarakan oleh aparat birokrasi sepatutnya didasarkan pada profesionalisme bukan karena kepentingan politik. Netralitas juga dimaknai bahwa pemerintahan hendaknya tidak memihak pada kepentingan golongan, tetapi bertindak atas dasar sikap profesionalisme dengan kemampuan individu yang kredibel dan tingkat kapabilitas yang tinggi. Maka, penelitian ini bertujuan melakukan analisa terhadap kecenderungan keberpihakan Polri terhadap penguasa dalam kontestasi politik Pemilu tahun 2019. Lebih jauh, penelitian ini akan berupaya menjawab bagaimana implementasi netralitas Polri di masa depan dalam perspektif pemolisian demokratis di Indonesia. Dalam rangka menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui proses wawancara, triangulasi dan kajian pustaka. Analisis penelitian ini dilakukan secara hierarkis linier. Dalam konteks ini, penulis melihat penerapan birokrasi yang netral dan Polri yang menerapkan democratic policing belum tercermin dalam konteks pelaksanaan dan pengamanan pada masa Pemilu, khususnya dalam konteks penelitian ini, Pemilu tahun 2019. Lebih jauh, Polri dan seluruh jajarannya harus melakukan adaptasi dan bertransformasi untuk menjawab semua tantangan yang membentang. Terutama mengingat dengan hadirnya masyarakat digital yang dapat bertindak sebagai civil oversight melalui media sosial.

Succession through the election process is an important moment for the continuity of democracy and a moment that is prone to abuse of power, corruption, and social conflicts. Regarding the relationship between the State, democracy, and neutrality, it is critical to ensure the neutrality of the state apparatus during the election period. Not only bureaucracy, such as civil servants but also keepers of public order and national security such as the military and the police. Public services provided by the bureaucratic apparatus should be based on professionalism instead of political interests. Neutrality also means that the government should not side with group interests but act based on a professional attitude with credible individual abilities and a high level of capability. The research aims to analyse the inclination of Indonesian National Police (Polri) towards incumbent on political contestation, such as election, in 2019. Furthermore, the current research will attempt to shed light on implementing the police neutrality model in the future based on the perspective of democratic policing in Indonesia. The research employs the qualitative approach using a case study design. Data are collected through interviews, triangulation, and literature review. The analysis of this research is carried out in a linear hierarchical manner. In this context, the author argues that the implementation of a neutral bureaucracy and democratic policing has not been reflected in the general election context especially during the 2019 general election. Polri needs to answer all the challenges that arise especially considering a digital community that can act as a civil oversight through social media.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahardhian Ray Nursangkamara
"Pemilihan umum atau pemilu di tahun 2019, khususnya pemilihan presiden oleh nomor urut 1 dan 2 merupakan pesta demokrasi untuk masyarakat Indonesia. Informasi seputar politik tentunya ramai di kehidupan nyata dan di ranah cyberspace. Perkembangan zaman yang maju mendukung segala penyebaran pesan kampanye politik melalui cyberspace dengan media sosial sebagai wadah berbagi informasi. Namun, pesan kampanye politik yang tersebar tidak sedikit mengandung suku, agama, ras (SARA) dan politik identitas yang tujuannya membuat konflik satu sama lain. Informasi seputar kampanye politik di ranah cyberspace yang memuat infromasi berita palsu atau hoaks. Fenomena ini kemudian, menghadirkan upaya-upaya literasi digital oleh lembaga Kepolisian RI dan Kominfo melalui cyberspace. Tulisan ini berfokus pada konten visual yang diunggah pada platform media sosial, situs resmi, dan situs berita oleh kedua instansi tersebut, sebagai upaya literasi digital. Kerangka pemikiran dan analisis pada tulisan ini dilandasi oleh tiga konsep yaitu post truth, pengendalian sosial di ranah cyberspace yang memuat legal measures, informal request, outsourcing, just-in-time blocking, patriotic hacking, targeted surveillance and social – malware attacks, dan kriminologi visual yang memuat visuality dan remaking. Hasilnya, pengendalian sosial di ruang siber pada masa pemilu 2019 oleh Kepolisian RI dan Kominfo dengan visualisasi konten yang diunggah, dapat membantu kedua instansi tersebut dalam memberikan literasi digital terkait konten hoaks ke masyarakat.

The general eletions in 2019, spesifically the presidential election number 1 and 2, is a democratic party for the people of Indonesia. Information about politics is certainly spread in real life and in the realm of cyberspace. The development of the modern era bolsters all the deployment of political campaign messages through cyberspace with social media as a platform for sharing information. Nevertheless, the political campaign messages that were spread contain a lot of ethnicity, religion, race (SARA) and identity politics with the aim of creating conflicts with each other. This phenomenon presents digital literacy efforts by the Indonesian Police and Ministry of Communication and Informatics institutions through cyberspace. This paper focuses on visual content uploaded on social media platforms, official websites and news sites by the two agencies, as a digital literacy effort. The framework and analysis are based on three concepts, namely post truth, social control in the realm of cyberspace which includes legal measures, informal requests, outsourcing, just-in-time blocking, patriotic hacking, targeted surveillance and social - malware attacks, and visual criminology that include visuality and remaking. As a result, social control in cyberspace during the election of 2019 by the Indonesian Police and Ministry of Communication and Informatics institutions with the visualization of uploaded content, it can help the two agencies in providing digital literacy related to hoax content to the society."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Nurhalimah
"ABSTRAK
Tesis ini menganalisis hambatan calon presiden perseorangan di Indonesia. Alasan yang melatar belakangi ialah Mahkamah Konstitusi menolak judicial review terkait calon presiden perseorangan padahal sebelumnya mengabulkan judicial review calon kepala daerah perseorangan. Mahkamah Konstitusi menolak dengan pertimbangan kehendak awal (original intent), calon presiden perseorangan tidak dikehendaki oleh MPR. Dengan menggunakan pendekatan sejarah dan perbandingan hukum, telah berhasil ditemukan dua jenis hambatan, hambatan normatif dan hambatan empiris. Hambatan normatif calon presiden perseorangan (independen) ialah, original intent tidak menolak secara tegas calon perseorangan hanya diam tenggelam dengan isu lainnya. Sedangkan hambatan empiris, terdiri atas 3 bentuk: hambatan dukungan minimal, hambatan kampanye, dan hambatan pasca pemerintahan terbentuk. Hambatan yang paling dikhawatirkan dari keseluruhan ini ialah hambatan pasca pemerintahan terbentuk yang menciptakan divided government. Setelah melakukan perbandingan dengan 12 negara Amerika Latin, dapat disimpulkan hambatan divided government sebenarnya dapat dicegah dengan cara membangun koalisi kohesif.

ABSTRACT
This thesis analyses the barriers of independent presidential candidates in Indonesia. The reason behind this is that the Constitutional Court rejected judicial review related to independent presidential candidates even though previously it granted judicial review of independent candidates for regional heads. The Constitutional Court refused with consideration of the original intent, the independent presidential candidate was not wanted by the MPR. Using a historical and legal comparison approach, two types of obstacles; normative obstacles and empirical obstacles have been found. The normative obstacle of independent presidential candidates is that the original intent did not expressly reject independent candidates which it drowned out other issues. While empirical barriers consist of 3 forms: minimal support barriers, campaign barriers, and post-government barriers are formed. The most worrying obstacle of this whole is the post-government obstacle which creates divided government. After making comparisons with 12 Latin American countries, it can be concluded that the obstacles to divided government can actually be prevented by building a cohesive coalition.
"
2019
T52668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Habsari Yusma
"Pemilihan umum legislatif merupakan ajang lima tahun sekali yang menjadi hajat besar bagi rakyat Indonesia. Sebagai Daerah Tingkat II, kedudukan kabupaten/kota menjadi sangat penting karena kedudukannya dekat sekali dengan rakyat. Karena itu, pemilihan legislatif di tingkat kabupaten/kota tidak dapat diabaikan begitu saja. Salah satu yang menyelenggarakan pemilihan umum legislatif adalah Kabupaten Purworejo. Di Kabupaten Purworejo terdapat enam dapil, satu di antaranya adalah dapil 4. Penelitian berupaya menggambarkan faktor-faktor modal sosial apa saja yang menyebabkan kemenangan yang K.H. Akhmat Tawabi pada pemilihan umum anggota legislatif di Daerah Pemilihan 4 Kabupaten Purworejo. Dengan menggunakan metode kualitatif dan berdasarkan teori modal sosial, penelitian ini menunjukkan bahwa modal sosial merupakan faktor penting dalam kemenangan K.H. Akhmat Tawabi pada pemilihan umum legislatif di Dapil 4 Kabupaten Purworejo. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat tiga modal sosial yang dimiliki oleh K.H. Akhmat Tawabi. Pertama, modal sosial berkaitan dengan status sebagai kiai. Kedua, modal sosial berkaitan dengan pengalaman menjadi kepala desa selama dua periode. Ketiga, modal sosial berkaitan dengan jaringan PPP. Melalui jaringan-jaringan yang dimiliki, diikat oleh norma-norma yang berlaku di dalamnya, serta kepercayaan yang timbul akibat interaksi dan komunikasi dalam jangka waktu yang lama, ketiga fitur dalam modal sosial tersebut menghasilkan kerja sama antara K.H. Akhmat Tawabi dengan pendukung. Ketiga fitur tersebut, menggerakkan orang-orang yang berhubungan dengan K.H. Tawabi terkait status sebagai kiai, pengalaman menjadi kepala desa, serta status beliau sebagai kader PPP, memilih beliau dalam pemilihan umum legislatif tahun 2019. Ketiga modal sosial tersebut memiliki karateristik yang membedakan satu sama lain. Selain itu, ketiganya juga memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

The legislative general election is an event every five years which is a big event for the Indonesian people. As a Level II Region, the position of the regency/city is very important because it is very close to the people. Therefore, legislative elections at the district/city level cannot be ignored. The one that holds legislative general elections is Purworejo Regency. In Purworejo Regency, there are six electoral districts, one of which is electoral district 4. The research seeks to describe the factors of social capital that led to K.H. Akhmat Tawabi in the general election of legislative members in Electoral District 4, Purworejo Regency. Using qualitative methods and based on social capital theory, this study shows that social capital is an important factor in K.H. Akhmat Tawabi in the legislative general election in Electoral District 4, Purworejo Regency. Based on the research results that have been done, there are three social capitals owned by K.H. Akhmat Tawabi. First, social capital is related to the status of a kiai. Second, social capital is related to the experience of being a village head for two periods. Third, social capital is related to PPP networks. Through the networks they have, bound by the norms that apply in them, as well as the trust that arises as a result of long-term interaction and communication, the three features of social capital result in cooperation between K.H. Akhmat Tawabi with supporters. These three features, move people associated with K.H. Tawabi related to his status as a kiai, his experience as a village head, as well as his status as a PPP cadre, electing him in the 2019 legislative elections. The three social capitals have characteristics that differentiate one another. Apart from that, the three of them also have their own advantages and disadvantages."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febry Puja Kesuma
"Menurut hasil data Badan Pusat Statistik bahwa presentase pemlih pemula pemilu 2014, hanya mencakup 20 persen dari seluuh pemilih. Namun, kasus mengenai pemilih pemula menjadi orientasi studi yang menarik. Hal ini disebabkan karena pengalaman dan pengetahuan yang minim tentang proses politik yang mereka miliki itu sangat mudah dipengaruhi oleh berbagai sumber yang tidak resmi (kampanye hitam). Hal ini memunculkan pertanyaan penulis sejauh mana kampanye hitam mempengaruhi pemilih pemula dalam pemilu 2014. dari hasil wawancara dua informan dapat disimpulkan bahwa sumber-sumber informasi mengenai kandidat yang diperoleh masih memiliki tingkat ketidakbenaran informasi yang sangat tinggi. hal ini kemudian memberikan dampak pada beralihnya pilihan terhadap kandidat, dari kandidat yang mereka pilih berdasakan hati nurani menjadi kandidat yang dikonstrusikan media.

According to the Central Bureau of Statistics, only 20 percent of voters in 2014 election are first-time voters. It is interesting to explore this case further. Due to lack of experience and knowledge of the political process, they were easily influenced by various unofficial sources (Black Campaigns). This circumtance intrigued the author to understand how Black Campaigns influenced first voters. From two interviews it can be concluded that Black Campaigns produced inaccurate information. In the end, it has an impact in voters’ decision, from choice based on heart into choice made by media construction. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2014
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Husnaeni Fauziah Amani
"ABSTRAK
Perkembangan teknologi informasi, khususnya Internet, telah mempengaruhi banyak aspek kehidupan manusia, salah satunya adalah peningkatan kecepatan penyebaran informasi. Situs-situs berita, misalnya, menjadikan khalayak sebagai khalayak aktif dengan menyediakan ruang diskusi untuk setiap laporan yang mereka terbitkan.
Pada saat Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014, situs-situs berita online yang dikelola oleh pemilik dengan afiliasi politik tertentu banyak dimanfaatkan menjadi sarana menyebarkan informasi yang menguntungkan calon tertentu. Secara khusus, artikel ini mencoba untuk menemukan pola keberpihakan khalayak terhadap laporan situs berita online Viva.co.id terkait beredarnya surat pemecatan calon presiden Letjen (Purn.) Prabowo Subianto dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang diterbitkan oleh Dewan Kehormatan Perwira (DKP). Dengan menggunakan metode analisis konten deskriptif kuantitatif, penelitian ini menganalisis komentar-komentar yang ditinggalkan pembaca terhadap 54 laporan Viva.co.id terkait isu tersebut sepanjang masa kampanye Pilpres dari 4 Juni s.d 5 Juli 2014.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komentar yang ditinggalkan pembaca tentang isu beredarnya surat pemecatan Prabowo didominasi oleh resepsi dominant position. Hal tersebut menunjukkan bahwa Viva.co.id dan khalayak yang membaca berita tersebut memiliki kesamaan makna dalam melakukan encoding/decoding pesan.

ABSTRACT
The development of information technology, especially the Internet, has influenced many aspects of human life, one of which is the rate of information dissemination. News sites, for example, makes the audiences as active audiences by providing them a space for an open discussion regarding the news.
At the time of the Presidential Election 2014, news sites managed by the owners with a certain political affiliation widely used their owns news sites as a tools to disseminating information that benefit a particular candidate. In particular, this article tries to find patterns of partisanship audience regarding the reports by Viva.co.id about the distribution of a dismissal letter of presidential candidate Letjen (Purn.) Prabowo Subianto from the Indonesian Armed Forces (TNI) published by the Council of Honorary Officers (DKP). By using quantitative descriptive content analysis method, this study analyzed the comments left by readers on 54 Viva.co.id reports on the issue throughout the presidential election campaign period from June 4th - 5th July, 2014.
The results showed that the comments left by the readers on the issue of the dissemination of Prabowo?s dismissal letter is dominated by the reception dominant position. It shows that Viva.co.id and audiences who read the news have the same meaning in encoding/decoding the message.
"
2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mayzura Ghassani
"ABSTRAK
Gagasan utama dari penelitian ini adalah di bidang pemasaran politik, dengan pemilihan presiden Indonesia terbaru pada bulan April 2019 sebagai fokus studinya. Peneliti bertujuan untuk menguji dampak electronic word-of-mouth (e-WOM) terhadap kekuatan merek seorang kandidat politik untuk pemilih millennial. Studi ini penting untuk mengeksplorasi penggunaan e-WOM dalam konteks kandidat politik, di mana sering digunakan dalam penelitian produk barang atau jasa. Millennial sebagai subjek penelitian juga meningkatkan keunikan penelitian ini karena pemilih milenial cukup signifikan dalam daftar pemilih pada pemilihan terakhir, yaitu sekitar 34% - 50%.
Pendekatan penelitian yang diadopsi dalam penelitian ini mencakup teori positive electronic word-of-mouth di mana teori tersebut dihipotesakan untuk mempengaruhi citra merek dari kandidat politik dan mengarah pada ekuitas merek kandidat politik. Peneliti juga menambahkan sikap merek sebagai variabel anteseden untuk memperkuat dukungan teoritis.
Temuan penelitian ini memberikan bukti bahwa e-WOM memiliki pengaruh positif terhadap citra merek dari kandidat politik, dan brand image juga menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap ekuitas merek. Dalam penelitian ini juga terbukti bahwa pengaruh sikap merek politik terhadap ekuitas merek politik lebih tinggi ketika dimediasi oleh brand image. Dengan demikian, kesimpulan utama yang ditarik dari penelitian ini adalah e-WOM dan brand attitude memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap ekuitas merek dalam konteks kandidat politik, tetapi pengaruhnya akan lebih tinggi ketika para kandidat memiliki brand image politik yang positif.

ABSTRACT
The focus of this research is in the area of political marketing, focusing on the latest Indonesias presidential election on April 2019. Researcher aims to examine the impact of electronic word-of-mouth (e-WOM) towards the equity of political candidates for millennial voters. This study is important in order to explore the usage of e-WOM in the context of political candidate, where it is frequently used in researches of service or products brand. Millennial as the subject of study also scale up the uniqueness of this research because millennial voters were quite significant in the voter list in the last election, which is around 34% - 50%.
The research approach adopted in this study includes positive electronic word-of-mouth theory where it is hypotized to influence brand image of political candidates and leads to political brand equity. Researcher also add brand attitude as antecedent variable to strenghten the theoritical support. The findings of this research provide evidence that e-WOM has a positive influence towards brand image of political candidates, and brand image also shows significant influence to brand equity. It is also proven that the influence of political brand attitude towards political brand equity is higher when it is mediated by brand image. Thus, the main conclusions drawn from this study are e-WOM and brand attitude have significant and positive influence towards brand equity in context of political candidate, but the influence will be higher when the candidates have positive political brand image.
"
2020
T54941
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Rufaida Yandri
"Tulisan ini meneliti tentang penggunaan klientelisme sebagai strategi pemenangan kandidat Fadly-Asrul dalam Pilkada Kota Padang Panjang tahun 2018. Kemenangan Fadly-Asrul akan diteliti menggunakan teori Klientelisme Elektoral dari Simeon Nichter sebagai pisau analisis. Sejatinya, paslon petahana memiliki modal relasi yang lebih kuat untuk melakukan klientelisme pada masyarakat dan pejabat struktural yang pernah dipimpin. Namun paslon Fadly-Asrul sebagai pendatang baru mampu mengalahkan paslon petahana dan paslon lain yang sudah lebih dikenal di Kota Padang Panjang. Diantara keempat kandidat, Fadly-Asrul merupakan kandidat dengan modal finansial besar sama halnya dengan paslon petahana, Hendri-Eko. Selama kampanye, Fadly-Asrul dan Hendri-Eko banyak melakukan pendekatan yang bersifat klientelisme pada masyarakat. Meskipun sama-sama kuat dari segi finansial, Fadly-Asrul memiliki strategi klientelisme elektoral yang lebih tepat sasaran dibanding paslon Hendri-Eko. Fadly-Asrul melakukan klientelisme elektoral secara menyeluruh dengan menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Fadly-Asrul memperhitungkan seluruh klasifikasi pemilih, mulai dari supporting voters, opposing voters, supporting nonvoters, dan opposing nonvoters. Strategi klientelisme elektoral yang digunakan oleh Fadly-Asrul diperhitungkan dengan baik dan disesuaikan dengan kondisi pemilih, seperti kultur, agama, dan kebiasaan. Sehingga klientelisme Fadly-Asrul lebih mudah diterima oleh masyarakat atau pemilih.

This paper examines the use of clientelism as a winning strategy of Fadly-Asrul in Padang Panjang Regional Head Elections 2018. The victory of Fadly-Asrul will be analyzed using the theory of Simeon Nichter Electoral Clientelism. Indeed, incumbent candidate, Hendri- Eko, has a stronger relationship to clientelism in society and current structural officials. However, Fadly-Asrul as a newcomer was able to defeat the incumbent and other more well known candidates in the city of Padang Panjang. Among the four candidates, Fadly- Asrul is a candidate who has a firm financial resources as well as the incumbent. During the campaign, Fadly-Asrul and Hendri-Eko did many clientelism based approaches to the voters. Although equally strong in terms of financial, Fadly-Asrul has clientelism electoral strategy that is more targeted than Hendri-Eko. Fadly-Asrul conduct a thorough electoral clientelism by approaching all levels of society. Fadly-Asrul took into account the entire classification of voters, ranging from supporting voters, opposing voters, supporting nonvoters and opposing nonvoters. Electoral clientelism strategy that was being used by Fadly-Asrul was reckoned and adapted to the condition of voters, such as culture, religion, and custom. So Fadly-Asrul’s clientelism was more easily accepted by the public or voters in Padang Panjang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>