Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108919 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andini Fitriastuti
"Lapangan geotermal WA merupakan lapangan geotermal yang memiliki sistem vulkanik. Secara geologi, batuan di daerah ini didominasi oleh batuan vulkanik diantaranya lava dan piroklastik yang berumur kuarter. Terdapat dua gunung utama pada lapangan geotermal WA yaitu Gunung W dan Gunung A. Terdapat manifestasi berupa fumarol di puncak Gunung W sehingga dikategorikan menjadi zona upflow sedangkan zona outflow berada di bagian barat dan barat laut Gunung W yang ditandai dengan adanya manifestasi mata air panas Cgr, Cbn, dan Pds. Inversi 3-D magnetotellurik dilakukan untuk mengidentifikasi deep seated heat source yang bertujuan untuk mengetahui hubungan sumber panas Gunung W dan Gunug A apakah merupakan satu bodi atau tidak, serta pengaruhnya terhadap sistem geotermal lapangan WA. Inversi 3-D magnetotelurik dilakukan menggunakan software MT3DInv-X. Hasil dari inversi tersebut, mampu menggambarkan penampang MT hingga kedalaman 20 km. Lapisan konduktif (<16 ohm-m) diindikasikan sebagai clay cap dan memiliki ketebalan 1-2 km. Sedangkan heat source ditandai dengan nilai resistivitas yang tinggi (>100 ohm-m) membentuk satu bodi besar dengan ukuran dan berada di kedalaman yang dalam (> 2.5 km) hingga menerus ke kedalaman 20 km. Heat source tersebut memiliki dua dome yang berbeda, yaitu dome bawah Gunung W dan Gunung A. Keterdapatan dome dapat membantu menganalisis evolusi clay cap pada daerah penelitian. Hasil dari inversi MT menggambarkan bahwa clay cap menebal dari Gunung A dan menipis ke arah Gunung W, maka menurut evolusinya Gunung W merupakan zona yang prospek untuk dikembangkan karena masih memiliki temperatur yang tinggi dibandingkan Gunung A.

The WA geothermal field is a geothermal field that has a volcanic system. Geologically, the rocks in this area are dominated by volcanic rocks including lava and pyroclastic which are quaternary in age. There are two main mountains in the WA geothermal field, namely Mount W and Mount A. There is a manifestation of fumarole at the top of Mount W so that it is categorized as an upflow zone while the outflow zone is in the western and northwestern parts of Mount W which is marked by the manifestation of Cgr hot springs, Cbn, and Pds. 3-D magnetotelluric inversion was carried out to identify deep seated heat sources which aims to determine the relationship between Mount W and Mount A heat source whether it is a single body or not, and its effect on the WA field geothermal system. The 3-D magnetotelluric inversion was performed using the MT3DInv-X software. The results of the inversion are able to describe the cross-section of MT up to a depth of 20 km. The conductive layer (<16 ohm-m) is indicated as clay cap and has a thickness of 1-2 km. While a heat source with a high resistivity value (> 100 ohm-m) forms a large body with a size and is at depth (> 2.5 km) continuously to a depth of 20 km. The heat source has two different domes, namely the lower dome of Mount W and Mount A. The existence of the dome can help analyze the evolution of the clay cap in the study area. The results of the MT inversion show that the clay cap is thickening from Mount A and thinning towards Mount W, so according to its evolution Mount W is a prospective zone for development because it still has a higher temperature than Mount A."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Daerah penelitian berada di perbatasan antara Dataran Yogyakarta dengan Pegunungan Selatan Yogyakarta bagian barat. Secara morfologi dan litologi yang tersingkap, indikasi gunung api purba
yang dibuktikan dengan keterdapatan batuan gunung api seperti lava, breksi, dan tuf. Tujuan dari
penelitian ini adalah identifikasi adanya batuan gunung api purba di bawah permuaan sepanjang Berbah-Imogiri berdasarkan data geolistrik. Metode yang digunakan adalah melakukan pengukuran geolistrik di empat lokasi secara mapping dengan konfigurasi dipole-dipole. Panjang bentangan untuk
setiap lintasan 500 meter. Hasil pengukuran geolistrik menunjukkan pada lintasan 1 di Sumber KulonKalitirto,
Kecamatan Berbah,diinterpretasi adanya batuan gunung api berupa lava basal dan tuf. Lintasan 2 di Pilang-Srimulyo, Kecamatan Piyungan, diinterpretasi berupa breksi skoria. Lintasan 3 di Ngeblak-Bawuran, Kecamatan Pleret, diinterpretasi adanya tuf dan lava. Lintasan
4 di Guyangan-Wonolelo, Kecamatan Pleret diinterpretasi berupa tuf dan lava. Batuan gunung api secara umum terbaca mempunyai nilai tahanan jenis yang tinggi, yaitu >300 Ωm. Adanya kandungan air atau mineralisasi cenderung menurunkan nilai tahan jenis batuan gunung api tersebut."
EKSPLOR 36:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Kompleks batuan gunung api Adang di daerah Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat secara lebih detail dapat dikelompokkan menjadi tujuh, yaitu kompleks Tapalang, Ampalas, Adang, Malunda, Karampuang, Sumare, dan Labuan Rano. Komplek Adang merupakan salah satu komplek gunung api utama yang masih dapat diidentifikasi bentukan morfologinya dengan baik. Komplek ini tersusun atas batuan gunung api basa hingga intermediet yang memiliki
nilai laju dosis radiasi cukup tinggi yang disebabkan oleh kandungan mineral radioaktif di dalamnya. Keterdapatan mineral radioaktif pada batuan basaltik-andesitik belum pernah dijumpai di Indonesia sehingga hal ini menjadi sangat menarik untuk dilakukan penelitian terutama tataan tektonika pembentukan batuan komplek gunung api tersebut. Tujuan penelitian
ini adalah untuk menentukan tipologi magmatik yang terkait dengan tataan tektonikanya dengan pendekatan geokimia batuan gunung api menggunakan analisis X-Ray Fluorescence (XRF). Batuan gunung api Adang merupakan hasil dari proses vulkanisme suatu komplek
gunung api yang memiliki pusat erupsi dan beberapa kubah lava. Batuan tersebut tersusun atas
batuan trachyte-phonolite, dengan afinitas magmatiknya ultrapotasik, Dari data tersebut dapat
diinterpretasi bahwa tataan tektonika magmatologinya adalah active continental margin (ACM). Magma asal yang membentuknya dari aktivitas sunung apinya dipengaruhi oleh kerak benua mikro barat daya (South West/SW) Sulawesi.
"
EKSPLOR 36:1 (2015) (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Taihitu, Paulus Jirre Hacika
"Aktivitas geotermal pada daerah X telah ditemukan melalui keberadaan manifestasi panas bumi yang sangat impresif di beberapa titik. Beberapa penelitian yang dilakukan di daerah ini bertujuan untuk menemukan lokasi dan karakteristik reservoir utama sistem geotermal yang ada di area prospek. Namun, beberapa hasil interpretasi yang ditemukan ambigu dikarenakan penggunaan metode survei yang tidak tepat. Dalam penelitian ini, model konseptual yang terintegrasi dari metode magnetotellurik, geokimia, dan geologi digunakan untuk mendelineasi zona reservoir, karakteristik fluida reservoir, dan temperatur reservoir. Berdasarkan hasil konstruksi model konseptual, reservoir sistem geotermal di daerah penelitian ini ditemukan menggunakan metode magnetotellurik berada tepat di bawah tubuh gunung A. Keberadaan manifestasi fumarol di puncak gunung A, tepatnya di kawah gunung A yang mengalami perluasan ke arah timur laut dan sebagian ke arah barat laut, memvalidasi hasil ini. Temperatur pada reservoir mencapai 310°C, dengan sumber panas yang berasal dari gunung A muda. Area prospek diperkirakan sekitar 24 km dengan top of reservoir pada elevasi 1000 meter. Berdasarkan hasil ini, pengeboran eksplorasi dengan tipe sumur standard hole direkomendasikan untuk memvalidasi hasil eksplorasi 3G (geofisika, geokimia, geologi), yang akan ditajak pada kedalaman 2000 meter.

Geothermal activity in area X has been identified through the presence of impressive manifestations of geothermal activity at several points. Several studies conducted in this area aimed to locate and characterize the main reservoir of the geothermal system present in the prospect area. However, some of the interpreted results were ambiguous due to the improper use of survey methods. In this study, a conceptual model integrated from magnetotelluric, geochemical, and geological methods was used to delineate the reservoir zone, fluid reservoir characteristics, and reservoir temperature. Based on the constructed conceptual model, the geothermal reservoir system in this study area was found to be located precisely beneath the base of Mount A using the magnetotelluric method. The presence of fumaroles at the summit of Mount A, specifically in the Kawah Mount A, which is expanding towards the east-northeast and west-northwest, validates these results. The reservoir temperature reaches 310°C, with the heat source originating from the young Mount A. The prospect area is estimated to be approximately 24 km with a top of reservoir at an elevation of 1000 meters. Based on these results, drilling exporation with a standard hole type is recommended to validate the 3G exploration results (geophysics, geochemistry, geology), which will be drilled to a depth of 2000 meters."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar
"Lapangan geotermal X berada di area gunung A yangmana berdasarkan data geologi ditemukan adanya manifestasi berupa hot spring dan fumarole. Pengukuran MT dilakukan untuk mengetahui persebaran resistivity batuan di bawah permukaan. Pengolahan data MT dilakukan dari analisis time series dan filtering noise kemudian dilakukan Transformasi Fourier dan Robust Processing. Setelah itu baru dilakukan crosspower untuk menyeleksi data sehingga output dari proses ini berupa kurva MT. Setelah didapatkan kurva MT dilakukan koreksi statik dikarenakan kurva TE dan TM terjadi shifting. Untuk proses akhirnya baru dilakukan inversi 2D dan inversi 3D. setelah itu dilakukan perbandingan antara 2D dan 3D. Wilayah interest lapangan X berada di lintasan AA dan lintasan AB. Berdasarkan analisis 3D diidentifikasi bahwa zona alterasi menipis di wilayah upflow dan menebal ke arah outflow yangmana sesuai dengan teori. Wilayah upflow dapat diketahui dengan melihat manifestasi berupa fumarole.

The geothermal field X is located in the area of Mount A which based on geological data found the presence of hot spring and fumarole manifestations. MT measurements were carried out to determine the distribution of rock resistivity in the subsurface. MT data processing is starts from time series analysis and noise filtering then Fourier Transform and Robust Processing are performed. After that, crosspower is done to select data so that the output of this process is an MT curve. After got the MT curve then a static correction is done because the TE and TM curves are shifting. For the final process are 2D inversion and 3D inversion. After that make a comparison between 2D and 3D. The area of interest in field X is on the line AA and line AB. Based on the 3D analysis, it was identified that alteration zones thinned in the upflow region and thickened towards the outflow which is make sense with the theory."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Dwi Wahyuni
"Sistem pori pada reservoir karbonat sangat kompleks dibanding sistim pori pada batuan klastik. terdapat tiga jenis klasifikasi tipe pori pada batuan karbonat, yaitu Interparticle, Stiff dan Crack. Kompleksitas tipe pori tersebut dapat menyebabkan perubahan kecepatan gelombang-P sebesar 40%, serta membuat pengkarakterisasian reservoir karbonat menjadi hal yang sulit ketika estimasi gelombang S dilakukan hanya dengan tipe pori dominan saja (interparticle). Oleh karena itu, pemodelan modulus elastis batuan dengan memperhitungkan kompleksitas tipe pori pada batuan karbonat menjadi hal yang penting. Differential Effective Medium (DEM) merupakan salah satu metoda pemodelan modulus elastis batuan yang memperhitungkan heterogenitas tipe pori pada batuan karbonat dengan melakukan penambahan inklusi tipe pori sedikit demi sedikit kedalam material induk (host material) hingga proporsi materi yang diinginkan tercapai. Selain modulus elastis yang telah memperhitungkan heterogenitas tipe pori, pada penelitian ini juga dihasilkan jenis pori sekunder, persentase dari tipe pori primer dan sekunder, serta estimasi kecepatan gelombang shear.

Pore system in the carbonate reservoirs are very complex than the pore system on clastic rocks . There are three types of classification of pore types in carbonate rocks , the interparticle , Stiff and Crack . The complexity of the pore types can cause changes in P-wave velocity by 40 % , as well as create a carbonate reservoir characterization becomes difficult when the S wave estimation is done only with the type of dominant pore ( interparticle ) . Therefore , modeling the elastic moduli of rock taking into account the complexity of type pores in carbonate rocks become essential. Differential Effective Medium ( DEM ) is a method of modeling the elastic moduli of rock that takes into account the heterogeneity of types of pores in carbonate rocks by adding a pore -type inclusions little by little into the parent material ( host material ) until the proportion of the material is reached. In addition to the elastic moduli which has taken into account the heterogenity of pore type. This research also produced the type of secondary pores , percentage of primary and secondary pore types , and the estimation of shear wave velocity."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65348
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah Sekar Arifianti
"Daerah “CB’ merupakan salah satu daerah prospek geotermal di Indonesia. Indikasi adanya potensi sistem geotermal daerah “CB” ditandai dengan kemunculan manifestasi permukaan berupa kelompok mata air panas yang bertemperatur 68 – 74.8oC dengan pH antara 6.35 – 68.4. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model konseptual terintegrasi dari data magnetotellurik, gravitasi satelit GGMPlus, geologi, dan geokimia. Hasil dari pemodelan inversi 3-D magnetotellurik menunjukkan adanya sebaran clay cap dengan variasi ketebalan 1 - 2 km, yang ditandai dengan nilai resistivitas 1 – 15 Ωm. Lapisan reservoir diduga mempunyai resistivitas 20 – 60 Ωm dengan puncak reservoir yang berada pada kedalaman ≤ 1000 meter di bawah permukaan. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan geotermometer Na/K Giggenbach, rata-rata temperatur reservoir relatif cukup tinggi yaitu sekitar 220 - 250 ºC. Sumber panas pada sistem geotermal “CB” ini diperkirakan berasal dari plutonik body yang berasosiasi dengan aktivitas sesar. Dalam penelitian ini juga diperoleh indikasi adanya struktur graben berarah barat laut - tenggara dan beberapa struktur patahan lainnya berdasarkan hasil analisis turunan berupa First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD) dari gravitasi satelit GGMPlus. Sistem geotermal “CB” ini diduga termasuk ke dalam klasifikasi fault-controlled geothermal system.reynor Ratio, and Jensen's Alpha with CAPM based on data collected from refinitv, eikon, IDX, Yahoo Finance for the period 2016 – 2021. The results show that in the period of crisis SSRI outperforms ISSI and SRI Kehati and in general SSRI could compete with ISSI and SRI Kehati. These results indicate that incorporating ESG screening into sharia investment decisions does not have a negative impact on returns and risks, so that it can be used as an option for portfolio diversification. In addition SSRI will increase the impact and positive contribution to reducing the financing gap for SDGs, as well as gain a wider investor base.

Daerah “CB’ merupakan salah satu daerah prospek geotermal di Indonesia. Indikasi adanya potensi sistem geotermal daerah “CB” ditandai dengan kemunculan manifestasi permukaan berupa kelompok mata air panas yang bertemperatur 68 – 74.8oC dengan pH antara 6.35 – 68.4. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model konseptual terintegrasi dari data magnetotellurik, gravitasi satelit GGMPlus, geologi, dan geokimia. Hasil dari pemodelan inversi 3-D magnetotellurik menunjukkan adanya sebaran clay cap dengan variasi ketebalan 1 - 2 km, yang ditandai dengan nilai resistivitas 1 – 15 Ωm. Lapisan reservoir diduga mempunyai resistivitas 20 – 60 Ωm dengan puncak reservoir yang berada pada kedalaman ≤ 1000 meter di bawah permukaan. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan geotermometer Na/K Giggenbach, rata-rata temperatur reservoir relatif cukup tinggi yaitu sekitar 220 - 250 ºC. Sumber panas pada sistem geotermal “CB” ini diperkirakan berasal dari plutonik body yang berasosiasi dengan aktivitas sesar. Dalam penelitian ini juga diperoleh indikasi adanya struktur graben berarah barat laut - tenggara dan beberapa struktur patahan lainnya berdasarkan hasil analisis turunan berupa First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD) dari gravitasi satelit GGMPlus. Sistem geotermal “CB” ini diduga termasuk ke dalam klasifikasi fault-controlled geothermal system."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifa Sekar Ulima
"ABSTRAK
Gunung Endut merupakan salah satu wilayah kerja panas bumi prospektif di Provinsi Banten, Indonesia. Namun, karakteristik batuan vulkanik di daerah ini relatif masih jarang diketahui, terutama untuk batuan piroklastiknya, karena minimnya kegiatan eksplorasi. Karakteristik batuan piroklastik yang telah diidentifikasi, seperti jenis dan ukuran material, distribusi ukuran butir, tekstur, dan tekstur mikro dalam plagioklas, dapat digunakan sebagai data tambahan untuk kegiatan eksplorasi di daerah ini. Dari penelitian ini, ada dua puluh tujuh sampel batuan piroklastik, dengan lima sampel dari Formasi Bojongmanik, sembilan sampel dari Formasi Genteng, dan tiga belas sampel dari Satuan Batuan Gunung Endut. Semua sampel telah dianalisis dengan pendekatan petrologi dan petrografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik utama yang secara efektif membedakan batuan piroklastik dari tiga formasi yang berbeda adalah jenis material batuan piroklastik dan tekstur mikro dalam plagioklas. Distribusi tuf vitrik, tuf litik, dan tuf kristal di area penelitian meluas dengan orientasi barat-timur. Diperkirakan bahwa batuan piroklastik di tiap formasi memiliki proses magmatik yang berbeda berdasarkan analisis tekstur mikro dalam plagioklas.

ABSTRACT
Endut Mountain is one of the prospective geothermal working areas in Banten Province, Indonesia. However, the characteristic of volcanic rocks in this area are still less known, particularly for its pyroclastic rocks, due to its low exposure and minimum exploration activities. The characteristics of pyroclastic rocks that have been identified, such as type and size of material, grain-size distribution, texture, and micro-texture in plagioclase, can be used as an additional data for the exploration activities in this area. From this study, there are twenty seven samples of pyroclastic rocks, with five samples from Bojongmanik formation, nine samples from Genteng formation, and thirteen samples from Endut Mountain formation. All samples have been analyzed by petrology and petrography approaches. The results show that the main characteristics that effectively distinguish the pyroclastic rocks from the three different formations are the type of pyroclastic rocks material and micro-texture in plagioclase. The distribution of vitric tuff, lithic tuff, and crystal tuff in the research area extends by running west-east. It is predicted that pyroclastic rocks in each formation have different magmatic processes based on micro-textures analysis in plagioclase."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Firdaus
"Telah diketahui dengan baik bahwa impedansi magnetotellurik (MT) dapat terdistorsi oleh ketidakhomogenan dekat permukaan (NSI) serta kurang sensitif terhadap struktur geolistrik dalam, hal ini dapat mengganggu interpretasi bawah permukaan dan menghasilkan model yang kurang akurat. Dikarenakan interpretasi 1-D dan 2-D tidak cukup untuk mendeskripsikan model geolistrik yang kompleks, maka dalam penelitian ini dilakukan pemodelan inversi 3-D pada full impedance (MT) dan gabungan full impedance (MT) dengan tipper (MV) pada lapangan panas bumi “R” serta analisis dimensionalitas untuk mengetahui karakteristik dimensi bawah permukaan. Penambahan data tipper pada proses inversi didasarkan pada fakta bahwa ia tidak terpengaruh oleh efek distorsi galvanik. Permasalahan inversi 3-D MT diselesaikan menggunakan algoritma metode Non-Linear Conjugate Gradient (NLCG) dengan program ModEM. Hasil analisis dimensionalitas menunjukkan terdapat dominasi struktur 3-D pada kedalaman dalam dan struktur 2-D pada kedalaman dangkal dengan arah geoelectrical strike dominan N 20° E atau berarah timur laut-barat daya. Pemodelan inversi 3-D menunjukkan kehadiran pola persebaran lapisan penudung (clay cap) dengan ketebalan 1000 – 2000 m pada elevasi 500 m hingga -1500 m serta zona reservoir yang muncul pada elevasi -1500 m dengan orientasi timur laut-barat daya berlokasi di sekitar puncak Gunung S. Hasil komparasi inversi menggunakan mode MT dengan gabungan MT MV menunjukkan penambahan data tipper pada inversi full impedance memberikan informasi yang lebih akurat mengenai gambaran tepi atau batas dan bentuk anomali konduktif dibawah profil yang terletak di lingkungan 3-D daripada melakukan inversi full impedance saja.

It is well known that the magnetotelluric impedance (MT) can be distorted by near-surface inhomogeneities (NSI) and is less sensitive to deep geoelectrical structures; this can interfere with subsurface interpretation and result in less accurate models. Since 1-D and 2-D interpretations are not sufficient to describe complex geoelectrical models, this study carried out 3-D inversion modeling on full impedance (MT) and a combination of full impedance (MT) and tipper (MV) in geothermal fields "R" and dimensionality analysis to determine the characteristics of the subsurface dimensions. The addition of a data tipper to the inversion process is based on the fact that it is not affected by galvanic distortion. The 3-D MT inversion problem is solved using the Non- Linear Conjugate Gradient (NLCG) algorithm with the ModEM program. The results of the dimensionality analysis show that 3-D structures are dominant at deep depths and 2- D structures at shallow depths with a dominant geoelectrical strike direction of N 20° E or northeast-southwest. 3-D inversion modeling shows a clay cap distribution with a thickness of 1000 – 2000 m at an elevation of 500 m to -1500 m and a reservoir zone that appears at an elevation of -1500 m with a northeast-southwest orientation located around the peak. Gunung S. The comparison of inversion using MT mode with join MT MV shows that the addition of tipper data on full impedance inversion provides more accurate information about the edge or boundary and shape of the conductive anomaly under a profile located in a 3-D environment rather than performing a full impedance inversion alone."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donny Isa Marianto Suryo Putro
"Daerah “D” merupakan salah satu daerah prospek panasbumi di Indonesia. Daerah ini di dominasi oleh batuan produk vulkanik yang terdiri dari aliran lava dan kubah-kubah vulkanik. Manifestasi di daerah ini terdiri dari kelompok mata air panas D dengan temperatur sebesar 95 – 97oC dan kelompok mata air panas M dengan temperatur sebesar 60,9 – 84,0oC. Kedua kelompok mata air panas tersebut memiliki tipe klorida. Selain itu, terdapat batuan ubahan di sekitar manifestasi yang mengandung mineral ubahan yang di dominasi oleh mineral silika. Untuk mendelineasi sistem panasbumi tersebut, maka dilakukan inversi 3-D data magnetotellurik, baik dengan full impedance tensor maupun dengan off-diagonal element dengan menggunakan software MT3Dinv-X. Hasil dari inversi 3-D dengan full impedance tensor menggambarkan kondisi bawah permukaan lebih baik dibandingkan dengan off diagonal element. Lapisan konduktif (<15 ohm-m) dengan ketebalan 200 m – 1 km diindikasikan sebagai caprock. Lapisan dibawah caprock (15 – 158 ohm-m) diindikasikan sebagai reservoar. Sedangkan body dengan resistivitas >1.000 ohm-m diindikasikan sebagai heat source yang merupakan intrusi dari batuan beku muda. Selanjutnya, hasil inversi 3-D tersebut diintegrasikan dengan data gravitasi untuk membuat model konseptual dari sistem panasbumi “D”. Dimana sistem panasbumi “D” merupakan jenis sistem panasbumi intermediate temperature dengan temperatur reservoar sebesar 190oC berdasarkan geotermometer Na/K."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54869
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>