Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162726 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andwi Setiawan Kokok
"Tesis ini disusun untuk menilai perbedaan skor nyeri (VAS), fleksibilitas (LGS), kemampuan fungsional (WOMAC) dan ketebalan ligamen kolateral medial pada pasien osteoarthritis lutut sebelum dan sesudah mendapatkan Shock Wave Therapy. Penelitian ini menggunakan desain pre-post. Subjek penelitian adalah pasien OA lutut berusia 50 hingga 70 tahun dengan derajat Kellgren-Lawrence 2-3 dan cedera MCL derajat 1 (ketebalan MCL lebih dari 5,6 mm), skor nyeri sedang (31 – 69 mm), dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini dan telah menandatangani lembar persetujuan penelitian setelah mendapat penjelasan. Semua subjek penelitian (n=14) dievaluasi terkait nilai dasar skor nyeri, lingkup gerak sendi, kemampuan fungsional, dan ketebalan MCL. Selama penelitian didapatkan dropout sebanyak 2 subjek (n=12). Terapi SWT diberikan sebanyak 3 kali dengan interval 1 minggu, masing-masing sesi mendapatkan 4000 shock dengan intensitas 1,5 – 4 Bar yang dinaikkan secara bertahap. Terapi SWT dilakukan dengan subjek berada pada posisi berbaring terlentang, lutut ditekuk 90o, tanpa pemberian analgesik topikal. Penilaian Kembali dilakukan pada minggu ke-4 dan ke-8 dan didapatkan perbedaan skor nyeri yang bermakna dari 51,09+13,81 menjadi 29,33+19,95 (p < 0,001), perbedaan skor WOMAC yang bermakna dari 37,5+16,61 menjadi 29,17+16,58 (p = 0,007), perbedaan ketebalan MCL yang bermakna dari 7,73+1,59 mm menjadi 6,8+1,75 (p = 0,01), dan perbedaan yang tidak bermakna pada fleksibilitas (p = 0,317). Kesimpulan penelitian ini adalah karakteristik umum pasien OA lutut di RSUPNCM memiliki rerata usia 59 tahun, berjenis kelamin perempuan, dengan derajat KL 3, terdapat perbedaan bermakna pada skor nyeri, kemampuan fungsional, dan ketebalan MCL yang bermakna sesudah mendapatkan terapi ESWT, tidak terdapat perbedaan bermakna pada fleksibilitas sesudah mendapatkan terapi ESWT.

This thesis was aimed to measure changes in pain score (VAS), flexibility (ROM), functional score (WOMAC), and medial collateral ligament size in knee osteoarthritis patient before and after getting Shock Wave Therapy. The design is pre-post design. The subjects were knee OA patient, ages range from 50 – 70 years old, with Kellgren-Lawrence grade 2-3 and grade 1 MCL sprain (MCL size is more than 5,6 mm), moderate pain score (31 – 69 mm), willing to participate in this study and has signed the informed consent after getting thorough explanation about the study. All subjects (n=14) were evaluated regarding baseline pain score, ROM, functional score, and MCL size. During this research 2 subjects dropped out (n-=12). Shock Wave Therapy was given 3 times with 1-week interval. All subjects were given 4000 shocks with intensity 1,5 – 4 Bar (raised gradually) each session. The therapy were given in supine position, knee flexed 90o, without topical anesthetic. Re-evaluation were done in week 4 and week 8, and were found significant difference in pain score from 51,09+13,81 to 29,33+19,95 (p < 0.001), significant difference in WOMAC score from 37,5+16,61 to 29,17+16,58 (p = 0.007), significant difference in MCL size from 7,73+1,59 mm to 6,8+1,75 (p = 0.01). No significant difference was found in knee ROM (p = 0.317). The conclusions of this study are typical characteristic of knee OA in RSUPNCM has average age 59 years old, female, and KL grade 3, and significant difference in pain score, functional score, and MCL size after getting SWT treatment, no significant difference in knee ROM after getting SWT treatment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Setia Wati Astri Arifin
"Latar Belakang: Osteoartritis (OA) lutut seringkali menyebabkan disabilitas akibat nyeri dan penurunan kemampuan fungsional berjalan. Low Level Laser Therapy (LLLT) dan High Intensity Laser Therapy (HILT) telah terbukti mampu menurunkan nyeri dan kemampuan fungsional pada OA lutut, namun hingga saat ini belum ada penelitian di Indonesia yang membandingkan kedua modalitas tersebut.
Tujuan: Mengetahui perbedaan efek LLLT dan HILT terhadap derajat nyeri dan kemampuan fungsional pasien OA lutut.
Metode: Studi ini merupakan uji klinis acak terkontrol tersamar ganda yang melibatkan 61 subjek yang diacak ke dalam kelompok LLLT (n=31) dan HILT (n=30). Subjek adalah pasien OA lutut di Poliklinik Muskuloskeletal Departemen Rehabilitasi Medik RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan VAS ≥ 4 dan mampu berjalan 15 meter. Terapi laser diberikan 3 kali seminggu selama 2 minggu. Derajat nyeri dinilai dengan VAS dan kemampuan fungsional dinilai dengan uji jalan 15 meter.
Hasil: Setelah 6 kali terapi, didapatkan penurunan VAS kelompok LLLT dan HILT sebesar 3 (2 – 4) dan 3 (2 – 5) serta peningkatan kecepatan berjalan sebesar 0,23
(0,02 – 1,24) meter/detik dan 0,22 (0,08 – 0,7) meter/detik) yang bermakna secara statistik (p<0,001) maupun secara klinis. Pada perbandingan antar kelompok didapatkan kelompok HILT mengalami penurunan VAS yang lebih cepat dan lebih besar dibanding kelompok LLLT (p<0.001), namun tidak didapatkan perbedaan perubahan kecepatan berjalan yang bermakna antara kedua kelompok (p=0,655).
Simpulan: Pemberian HILT pada pasien OA lutut mampu menurunkan derajat nyeri dengan lebih cepat dan lebih besar dibandingkan dengan pemberian LLLT.

Background: Osteoarthritis (OA) of the knee causes disability due to pain and decreased functional ability to walk. The degree of pain will affect the functional ability to walk. Low Level Laser Therapy (LLLT) has been shown to reduce pain in knee OA, while High Intensity Laser Therapy (HILT) is able to reach deeper joint areas.
Aim: To compare the differences of LLLT and HILT on pain and functional capacity knee OA.
Methods: This is a double-blind randomized controlled trial with 61 subjects randomized into LLLT (n=31) and HILT (n=30) groups . Subject was knee OA patient with VAS ≥ 4 in Muskuloskeletal Polyclinic of Medical Rehabilitation RSUPN Cipto Mangunkusumo. Laser therapy was given 3 times per week for 2 weeks. Pain measured with VAS and functional capacity evaluated with 50-feet walk test.
Result: After 6 therapy sessions, both LLLT and HILT group showed reduced VAS score [LLLT = 3 (2 – 4), HILT = 3 (2 – 5)] and increased walking speed (LLLT =
0.23 (0.02 – 1.24) m/s, HILT = 0.22 (0.08 – 0.7) m/s) which was statistically (p<0.001) and clinically significant. HILT group had faster and greater VAS reduction compared to LLLT group (p<0.001), but there was no significant difference in walking speed between the two groups (p=0.655).
Conclusion: HILT and LLLT combined with exercise were effective in reducing pain and increasing functional capacity in knee OA patient after 6 sessions of treatment. Pain improvement was faster and greater in HILT group than LLLT group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58569
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merie Octavia
"Cedera MCL menjadi sumber nyeri yang sering dijumpai pada OA lutut kompartemen medial. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh terapi kombinasi laser-elastic taping terhadap skor nyeri dan kecepatan berjalan pasien OA lutut dengan cedera MCL non traumatik. Studi double blind, randomized controlled trial ini dilakukan dua kali seminggu selama empat minggu. Skor nyeri diukur dengan VAS dan kecepatan berjalan diukur dengan lintasan 15 meter. Pengukuran outcome dilakukan sebelum penelitian, minggu pertama, kedua, ketiga dan keempat. Total 30 subjek dibagi menjadi dua kelompok, 15 kelompok perlakuan dan 15 kelompok kontrol. Kelompok perlakuan mendapat terapi LLLT dan elastic taping tarikan 75% sedangkan kelompok kontrol mendapat terapi LLLT dan sham taping tanpa tarikan. Kedua kelompok diberikan logbook latihan penguatan di rumah. Hasil penelitian terdapat perbedaan bermakna secara statistik skor VAS antar kelompok (p= 0,015) pada minggu keempat. Tidak ditemukan perbedaan bermakna kecepatan berjalan antar kelompok (p= 0,395). Skor VAS dan kecepatan berjalan pada masing-masing kelompok mengalami perbaikan dan secara statistik bermakna. Kombinasi LLLT-elastic taping dengan atau tanpa tarikan dapat mengurangi nyeri dan memperbaiki kecepatan berjalan pasien OA lutut dengan cedera MCL non traumatik. Kelompok LLLT-elastic taping lebih unggul mengurangi nyeri dibandingkan LLLT-sham taping setelah empat minggu.

Injury to periarticular structures, namely Medial Collateral Ligament (MCL) sprain is a common cause of pain in medial compartment knee osteoarthritis (OA). This study aims to see the effect of combined LLLT laser therapy and elastic taping in the MCL area on improvement of pain scores and gait speed. This study is a double-blind, randomized controlled trial in patients with knee OA with non-traumatic MCL sprain confirmed by knee ultrasonography. The study was conducted twice a week for four weeks. The pain score was measured with a VAS score and gait speed was measured on a 15-meter track. Outcome measurements were carried out before the study (baseline), during the first, second, third, and fourth weeks. A total of 30 subjects were divided into two groups, 15 in the treatment group (group A) and 15 in the control group (group B). Group A was given LLLT therapy and elastic taping with 75% tension, while group B was given LLLT and sham taping without tension. Both groups were given a logbook for home program strengthening exercises. The results showed that there was a statistically significant difference in the VAS score between group A and group B (p = 0.015) in the fourth week. There was no significant difference in walking speed between groups (p = 0.395). The VAS score and walking speed in each group improved and were statistically significant. The combination of LLLT and elastic taping with or without tension can reduce pain and improve walking speed in knee OA patients with non-traumatic MCL sprain. After four weeks, the LLLT and elastic taping group were superior in reducing pain compared to the LLLT and sham taping group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Leni Kopen
"Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah efek klinis lateral wedged insole (LWI) pada pasien osteoartritis lutut kompartemen medial dipengaruhi oleh postur kaki. Penelitian eksperimental nonblinded dilakukan untuk membandingkan efek klinis LWI pada 20 subjek kelompok postur kaki netral dan 17 subjek dengan postur kaki tidak netral. LWI dibuat custom molded dengan peninggian di lateral 7 mm disertai penyokong arkus medial. Subjek memakai LWI selama 4 minggu. Hasil keluaran penelitian ini adalah selisih penurunan derajat nyeri dengan menggunakan skala numeric rating scale (NRS) dan selisih penurunan waktu tempuh uji jalan 15 meter setelah pemakaian LWI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selisih penurunan derajat nyeri lutut kanan kelompok postur kaki netral didapatkan sebesar 3(0-4) dan kelompok postur kaki tidak netral sebesar 1(0-2). Ada perbedaan signifikan antar kedua kelompok (p<0.001). Selisih penurunan derajat nyeri lutut kiri kelompok postur kaki netral didapatkan sebesar 3,15 (±1,46) dan kelompok postur kaki tidak netral sebesar 0(0-2). Ada perbedaan signifikan antar kedua kelompok (p<0.001). Selisih penurunan waktu tempuh uji jalan 15 meter kelompok postur kaki netral sebesar 6,18 detik (±3,30) dan kelompok postur kaki tidak netral sebesar 2,76 detik (-3,2-15,37). Ada perbedaan yang signifikan antar dua kelompok dengan nilai p= 0,015. Penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok postur kaki netral mendapatkan penurunan derajat nyeri dan penurunan waktu tempuh uji jalan 15 meter yang lebih baik dibandingkan kelompok postur kaki tidak netral. Temuan ini mengindikasikan bahwa melakukan asesmen yang baik terhadap postur kaki dapat meningkatkan efektivitas LWI pada pasien osteoartritis lutut kompartemen medial.

The aim of this study was to prove whether the clinical effects of lateral wedged insoles (LWI) depend on individual foot posture. We conducted a non-blinded experimental study comparing clinical effect of LWI in two groups. There were 37 subjects with medial knee osteoarthritis, divided into normal foot groups (20 subjects) and abnormal foot groups (17 subjects). LWI was designed as custom molded insole with 7 mm lateral elevation accompanied by medial arch support. Subjects used LWI for 4 weeks. Data were obtained by measuring the pain level using numeric rating scale (NRS) and time duration in performing 15 meter walking test which represent functional capacity. Outcomes of this study were the difference in the decrease of pain level and the increase of functional capacity after the use of LWI. The difference of right knee pain level after the use of LWI was 3(0-4) in normal foot and was 1(0-2) in abnormal foot. The difference between groups was statistically significant (p < 0.001). The difference of left knee pain level after the use of LWI was 3.15 (± 1.46) whereas in the abnormal foot was 0 (0-2). The difference between groups was also statistically significant (p<0.001). The difference of time duration in performing 15 meter walking test after the use of LWI in the normal foot group was 6.18 second (± 3.30) and in the abnormal foot was 2.76 second (-3.2-15.37). The difference between groups was statistically significant with p = 0.015. The present study showed that normal foot group had a better outcomes in the decrease of pain level and the increase of functional capacity than that of the abnormal foot group after the use of LWI. These findings suggested that it is suggested to assess individual foot alignment to ensure adequate insole treatment for patients with medial knee osteoarthritis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59173
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusy Erawati
"Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang sering dijumpai dan salah satu penyebab disabititas serta nyeri. Osteoartritis banyak menyerang sendi penumpu berat badan seperti lutut, panggul dan tulang belakang. Prevalensi penyakit ini meningkat tajam pada usia lebih dan 55 tahun. Dan beberapa sendi penumpu berat badan, OA lutut paling sering dikeluhkan terutama pada wanita dan penderita obesitas. Pada suatu studi yang dilakukan oleh Mannoni dkk, prevalensi OA lutut di Italia diperkirakan 29,8%.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Cushnaghan dan Dieppe, dan seluruh gejala OA yang sirntomatik, 41,2% melibatkan sendi Iutut. Berdasarkan penelitian di Malang, diperkirakan masalah OA di Indonesia lebih besar jika dibandingkan negara barat. Lebih dari 85% penderita OA di Indonesia terganggu aktivitasnya terutama kesulit-in dalam jongkok, naik turun tangga dan berjalan. Pada suatu studi yang dilakukan oleh Bristol, menyatakan bahwa 15% subyek pada populasi yang berusia diatas 55 tahun terdapat keterbatasan aktivitas karena nyeri lutut yang terjadi hampir setiap hari dalam satu bulan selama satu tahun terakhir.
Konsep inflamasi sebagai salah satu patogenesis OA akhir-akhir ini banyak dibicarakan. Salah satu bukti yang mendukung konsep tersebut adalah ditemukannya peningkatan protein fase akut seperti C-Reactive Protein (CRP) serum penderita OA pada penelitian Spector dkk. Pada penelitian Kertia dkk ditemukan peningkatan jumiah lekosit, peningkatan ringan kadar protein, viskositas yang turun serta peningkatan berbagai mediator proinflamasi pada penderita OA. Ditemukannya ekspresi sitokin pada membran sinovial pasien OA lutut membuktikan peranan inflamasi pada patogenesis OA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21421
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Imelda
"Meningkatnya usia harapan hidup berdampak bertambahnya insideris penyakit muskuloskeletal. Diantara berbagai macam penyakit muskuloskeletal yang paling sering dijumpai yaitu osteoartritis (OA), artritis rematoid (RA), osteoporosis dan low back pani. Osteoartritis terjadi akibat kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraselular. Kelainan utama pada osteoartritis adalah hilangnya rawan sendi secara progresif yang disertai perubahan reaktif pada tepi sendi dan tulang subkondral. sendi yang paling banyak terkena OA adalah lutut, panggul, lumbal dan servikal.
Insidens dan prevalensi OA bervariasi antar negara dan jumlahnya rneningkat sesuai bertambahnya usia. Menurut data WHO diperkirakan 10% penduduk dunia berusia lebih atau sama 60 tahun menderita OA. Insidens OA pada perempuan lebih tinggi yaitu 2,95 per 1000 populasi dibandingkan laki-laki yaitu 1,71 per 1000 populasi. Faktor gender pada OA diduga berkaitan dengan hormon estrogen.
Patogenesis OA pada awalnya dianggap hanya akibat proses degenerasi, tetapi kelainan yang ditemukan seperti efusi sendi, kekakuan sendi, dan nodes makin menguatkan adanya proses inflamasi. Proses biomekanik pada sendi penumpu berat badan seperti pada OA lutut tidak bisa menjelaskan kejadian OA pada sendi jari tangan yang bukan sendi penumpu barat badan. Berbagai tanda molekular baik serum maupun cairan sendi dapat digunakan untuk mendiagnosis, menilai progresivitas, dan prognosis penyakit OA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21420
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Gunawan
"Tujuan : Mencari asosiasi gambaran abnormalitas jaringan dari magnetic resonance imaging (MRI) pada berbagai status fungsional Minis yang berbeda.
Bahan dan cara: Status fungsional klinis dinilai dengan Lequesne Indeks dan foto polos dinilai berdasarkan Kellgren-Lawrence pada 40 pasien. Gambaran pada MRI pada lesi di meniskus, lesi kartilago, efusi sendi dan kelainan pada ligamentum.
Hasil: Satu pasien dengan skor KL I, 8 pasien dengan skor KL 2, 15 pasien dengan skor KL 3 dan 16 pasien dengan skor KL 4. Efusi sendi ditemukan pada 38140 (95%), Minis berdasarkan Lequesne Indeks grade ringan-sedang terdapat ruptur meniskus grade 2 (3), grade3-4(3), grade berat grade 0-1(1), grade 2(3) dan grade 3-4(16) pada grade amat berat dan amat sangat berat grade 3-4(14). Sedangkan lesi kartilago yang ditemukan pada grade ringansedang yaitu grade 0-1 (3), grade 3 (3) sedangkan Minis berat grade 0-1 (3), grade 2 (3) dan grade 3(14). Pada grade sangat berat dan arnat sangat berat ditemukan grade 0-1 (7), grade 2 (5) dan grade 3 (28).
Kesimpulan: Lesi pada meniskus, lesi kartilago dan efusi sendi sering ditemukan pada pemeriksaan MRI pada pasien osteoarthritis lutut. Efusi sendi ditemukan pada sebagian besar pasien osteoarthritis lutut pada gambaran MRI lutut tetapi tidak mempunyai korelasi yang signifikan dengan tingkatan status fungsional Minis yang terjadi. Lesi kartilago pada gambaran MRI mempunyai asosiasi dengan status fungsional klinis, sedangkan pada ruptur meniskus tampak ada kecenderungan makin berat Minis yang terjadi makin hebat ruptur meniskus yang terjadi pada lutut.

Objective: To correlate varying degrees function in patients with derent stage of osteoarthritis with the degree of abnormality assessed on magnetic resonance imaging.
Materials and methods: Varying degrees of osteoarthritis of the knee were assessed by using Lequesne index and radiographs in 40 patients assessed by Kellgren-Lawrence (KL) score. MR image were analyzed for meniscal lesions, cartilage lesions, knees effusions and ligamentous.
Result: One knee with a KL score of 1, 8 knees with a KL score of 2, 15 knees with a KL score of 3 and 16 knees with a KL score of . Knee effuions was fended 38/40(95%). Clinical finding with Lequesne index at mild-moderate state, meniscal rupture grade 2 (3), grade3-4 (3), grade severe state meniscal rupture grade 0-1 (1), grade 2 (3) dan grade 3-4 (16) and at extreme state meniscal rupture grade 3-4(14). Cartilago lesions at mild-moderate state, cartilago lesions grade 0-1 (3), grade 3 (3) and at severe state cartilago lesions grade 0-1 (3), grade 2 (3) dan grade 3(14). At extreme state, kartilago lesions grade 0-1 (7), grade 2 (5) dan grade 3 (28).
Conclusion: Meniscal lesions, cartilago lesions, and knee effusions were frequently demonstrated on magnetic resonance imaging in patients with knee osteoarthritis. Knee effusions wasfnded in most of the patients with knee osteoarthritis that have undergone knee MRI but there are no significant correlations with different clinical stage osteoarthritis. Cartilago lesion showed significant correlations with different clinical stage of osteoarthritis. Meniscal rupture showed tendentiously correlations with different clinical stage of knee osteoarthrosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21424
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Agustina Permatasari
"ABSTRAK
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak bandotan yang mengandung kuersetin memiliki efek sebagai inhibitor enzim MMP-9 dan inhibitor sitokin TNF- . Target pengobatan osteoartritis adalah ke dalam ruang sendi sinovial yang membutuhkan suatu sistem penghantaran obat. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kemampuan gel nanopartikel kuersetin dan gel ekstrak bandotan dalam menghambat proses inflamasi dan degradasi proteoglikan pada tikus model osteoartritis. Hewan uji sebanyak 35 ekor dibagi menjadi 7 kelompok perlakuan, yaitu kelompok SHAM kontrol normal , kontrol negatif, kontrol positif gel natrium diklofenak , dosis 1 0,84 mg/g gel , dosis 2 1,68 mg/g gel , dosis 3 3,36 mg/g gel , dan gel bandotan. Semua kelompok, kecuali SHAM, menjalani prosedur DMM. Setelah 28 hari, kemudian dilakukan pengolesan gel selama 42 hari. Parameter yang dianalisa adalah pengukuran volume udem, pengukuran kadar serum IL-1 , MMP-9, MMP-13, dan ADAMTS-5 serta pengukuran intensitas warna merah pada pengamatan histopatologi tulang lutut. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa gel nanopartikel kuersetin dosis 1, 2, dan 3 serta gel ekstrak bandotan mampu menurunkan volume udem, menurunkan kadar serum IL-1 , MMP-9, MMP-13, dan ADAMTS-5, serta meningkatkan intensitas warna merah pada pengamatan histopatologi. Kesimpulannya adalah gel nanopartikel kuersetin dan gel ekstrak bandotan mampu menghambat proses inflamasi dan degradasi proteoglikan pada tikus model osteoartritis.

ABSTRACT
Prior research has shown that bandotan extract containing quercetin has an effect as a MMP 9 enzyme inhibitor and TNF cytokine inhibitor. The target of osteoarthritis treatment is into the synovial joint that requiring a drug delivery system. Purpose of this study was to analyze the ability of quercetin nanoparticle gel and bandotan extract gel in inhibiting inflammatory process and proteoglycan degradation in osteoarthritis model rat. Total of 35 rats were divided into 7 groups that consist of SHAM normal control group, negative control, positive control sodium diclofenac gel , dose 1 0,84 mg g gel , dose 2 1,68 mg g gel and dose 3 3,36 mg g gel , and bandotan extract gel. All group perform DMM except sham group. After 28 days, gel was applied for 42 days. The parameter that has been analyzed were edema volume measurements, serum index of IL 1 , MMP 9, MMP 13, ADAMTS 5, measurement of color intensity on histopathological observations of knee joint. Result showed that quercetin and bandotan gel able to lower edema volume, serum concentration of IL 1 , MMP 9, MMP 13, ADAMTS 5, and increased color intensity on histopathological observations. In conclusion, quercetin loaded nanoparticle gel and bandotan gel were able to inhibit the inflammatory process and degradation of proteoglycans in osteoarthritis model rats."
2018
T49805
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heka Priyamurti
"ABSTRAK
Penelitian osteoarthritis (OA) memerlukan model hewan karena progresifitas penyakit yang lambat. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan metode induksi injeksi papain 5% intraartikular dengan menisektomi pada lutut kambing kacang sebagai model OA. Sembilan kambing menjadi subjek, satu ekor sebagai kontrol, grup papain dan menisektomi masing-masing empat ekor. Evaluasi dengan penilaian radiologis, makroskopis dan histologis. Penilaian makroskopis menunjukkan hasil tidak bermakna secara statistik tetapi penilaian menisektomi menunjukkan kerusakan pada kartilago dengan derajat yang lebih tinggi baik makroskopis maupun histologis.

ABSTRACT
Researches on osteoarthritis need animal model because slow progression of the disease. The aim of this study is to compare induction methods of papain 5% intraarticular injection and meniscectomy in Javanesse goat’s stiffle joints as animal model. Nine goats were involved in this study, one goat as control, four goats in papain and meniscectomy group each. Evaluation using radiologic, macroscopic and histologic scoring. Macroscopic scoring showed unsignificant finding statistically, but meniscectomy showed higher score of cartilage damage clinically and statistically."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki Supartono
"Objectives: Osteoarthritis of the knee can caused by sosiolis. The Purpose of this study is to find out the influence of scoliosis caused secondary osteorthritis of the knee in athlete, based on cobbs degree, Scolisis curve. Materials and Method: This research use an analytic cross-sectional design. The total sample of 92 athletes scoliosis taken by simple random sampling technique. The data were analyzing with Chi-square test, fisher and prevalence rasio. Result: The result show that there were influences on the incidence of scoliosis towards secondary osteoarthritis of the knee in athletes at the national sports hopsital.Based on the cirteria in the cobbs angle had the results (p=0.022 (p<0.05)), moderate cobbs angle degree were 7.5 times more at risk of cousing secondary osteoarthritis on the knee than a mild degree. The other hand shape of the curve scoliosis had results (p=0.038(p<0.05)), the shape of the S cirve scoliosis 3.2 Times more at risk of causing secondary osteoarthritis on the knee than the curve C. Conclusion: It had to be concluded that there was influcence between cobbs degree scoliosis and shape curve towards incidence of secondary osteoarthritis on the knee"
Jakarta: RSON, 2015
796 IJSS 1:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>