Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173774 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pardede, Aprilda Rosita Fujianty
"Kegagalan sistem pembayaran pada kasus wirecard terjadi akibat lemahnya pengaturan dan pengawasan terhadap Penyelenggara Fintech Sistem Pembayaran di Jerman. Sebagai penyelenggara fintech sistem pembayaran, yang tidak diawasi oleh Otoritas, Wirecard AG dapat menawarkan produk, layanan, teknologi maupun model bisnis mereka kepada Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP). yang memegang peranan penting dalam proses pembayaran. Kegagalan sistem pembayaran dapat terjadi, jika Wirecard berhenti menyediakan layanan teknologinya ke banyak PJSP yang menjadi mitra kerjasamanya. Untuk itu, penelitian ini mencoba meninjau pengaturan dan pengawasan penyelenggara fintech sistem pembayaran di Jerman dan di Indonesia, bagaimana otoritas mengklasifikasikan penyelenggara fintech dalam regulasi sistem pembayaran di negaranya, apakah termasuk sebagai PJSP yang perlu diawasi ataukah hanya sebagai Penyelenggara Penunjang. Selain itu, apakah peraturan dan sistem pengawasan yang ada di Indonesia sudah cukup efektif memitigasi risiko kegagalan pada sistem pembayaran. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundangan-undangan dan pendekatan perbandingan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaturan perizinan penyelenggara fintech sistem pembayaran di Indonesia lebih baik dibandingkan Jerman, karena sudah memiliki regulasi khusus yang mengatur perizinan dan mengawasi penyelenggara fintech, namun demikian ketentuan terkait penyelenggara sistem pembayaran di Indonesia masih tersebar dibanyak peraturan, sehingga disarankan untuk melakukan peyederhanaan peraturan dengan metode omnibus law. Adapun pengaturan dan pengawasan yang dilakukan Bank Indonesia sudah cukup efektif untuk memitigasi risiko kegagalan sistem pembayaran, namun kurang efektif dalam memproses perizinan yang berupa persetujuan pengembangan kegiatan, produk dan aktivitas baru jasa sistem pembayaran serta kerjasama dengan pihak lain. Untuk itu perlu dilakukan perubahan ketentuan, dimana persetujuan kerjasama dan pengembangan produk serta aktivitas baru yang bersifat sederhana dan tidak berisiko cukup dikenakan wajib lapor serta ditentukan batas waktu pemberian hasil keputusan.

The failure of the payment system in the wirecard case occurred due to weak regulation and supervision of the fintech payment system companies in Germany. As a fintech payment system provider, which is not supervised by the Authority, Wirecard AG can offer their products, services, technology and business models to Payment System Service Providers. (PJSP). which plays an important role in the payment process. Payment system failures can occur, if Wirecard stops providing its technology services to the many PJSPs that are its partners. For this reason, this research tries to review the regulation and supervision of the fintech payment system providers in Germany and in Indonesia, how the authorities classify fintech providers in their payment system regulations, whether they are entered as PJSPs that need to be closely monitored or only as supporting providers. In addition, this study will analyze whether the existing regulations and supervisory systems in Indonesia are sufficiently effective in mitigating the risk of the payment system failure. This research uses normative legal research, with a statutory approach and a comparative approach. The results of the analysis show that the regulations for fintech payment system providers in Indonesia are better than Germany, because it already has special regulations that regulate licensing and supervise fintech providers. however, the provisions related to payment system operators in Indonesia are still scattered in many regulations, so it is advisable to simplify regulations using the omnibus law method. The regulation and supervision carried out by Bank Indonesia was effective enough to mitigate the risk of payment system failures, however, it was not effective enought in processing approvals for developing new payment system activities, products and services as well as collaborating with other parties. For this reason, it is necessary to change the provisions, in which cooperation agreements and product development as well as new activities that are simple and not sufficiently risky are subject to a mandatory report and a deadline for the issuance of the decision results."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Muzhaffar
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pengaturan dan pengawasan sistem pembayaran di Indonesia secara umum. Dalam skripsi juga akan dibahas mengenai efektivitas pengaturan pengawasan sistem pembayaran yang dilakukan oleh Bank Indonesia selaku regulator dan pelaksana fungsi pengawasan. Perkembangan alat pembayaran yang terus mengikuti perkembangan global tentunya harus diikuti pula dengan pengaturan dan pengawasan yang efektif. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan menggunakan data primer, sekunder dan tersier dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan fungsi pengawasan dan pengaturan sistem pembayaran di Indonesia sudah belansung efektif dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.

ABSTRACT
This thesis discusses the regulation and supervision of payment systems in Indonesia in general. In this thesis will discuss the effectiveness of supervision payment systems conducted by Bank Indonesia as regulator and executive oversight functions. The development of payment instruments continue to follow global develoment of payment system. This should be followed by the effective regulation and supervision. By using normative juridical research method and using primary data, secondary and tertiary can be concluded that the implementation of the supervision and regulation functions of the payment system in Indonesia has been going effectively and in accordance with applicable regulations."
Lengkap +
2017
S66757
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Betaubun, Yudisaputra
"Skripsi ini membahas tentang kedudukan dari Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dalam hal pengaturan dan pengawasan perbankan di Indonesia. Penataan kembali struktur pengorganisasian yang lebih terintegrasi diperlukan terhadap lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi pengawasan pada industri perbankan maupun industri keuangan bukan bank sehingga dapat tercapai mekanisme koordinasi yang efektif dan dengan demikian dapat tercapai stabilitas sistem keuangan. Lembaga yang terintegrasi ini oleh pemerintah dilahirkan dalam bentuk Otoritas Jasa Keuangan. Pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah kedudukan dan keberadaan Otoritas Jasa Keuangan sebagai Lembaga Pengatur dan Pengawas Perbankan di Indonesia serta mekanisme koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dengan Bank Indonesia dalam hal pengaturan dan pengawasan bank. Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan studi dokumen dan menggunakan metode analisis data secara kualitatif.
Penelitian menunjukan bahwa didasarkan pada Pasal 1 ayat (1) UU OJK yang menyebutkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan serta memiliki kedudukan diluar pemerintah. Koordinasi antara OJK dengan BI telah diatur dalam Pasal 39 UU OJK, yaitu dalam membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan meliputi: kewajiban pemenuhan modal minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing dan pinjaman komersial luar negeri, produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya dan penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank serta data lain yang dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan.

This thesis discusses the position of the Otoritas Jasa Keuangan pursuant to Act No. 21 of 2011 on the Otoritas Jasa Keuangan in terms of regulation and supervision of banking in Indonesia. Restructuring required a more integrated organization of institutions that perform the function of oversight in the banking industry as well as non-bank financial industry so as to achieve effective coordination mechanism and thus can achieve the stability of the financial system. This integrated institution born by the government in the form of the Otoritas Jasa Keuangan. The main problems discussed in this study is the status and whereabouts of the Otoritas Jasa Keuangan as a Regulatory and Supervisory Institute of Banking in Indonesia as well as the coordination mechanism between the Otoritas Jasa Keuangan and Bank Indonesia in terms of regulation and supervision of banks. This research is a form of normative documents and by conducting studies using qualitative methods of data analysis.
Research shows that based on Article 1 paragraph (1) of the Otoritas Jasa Keuangan Act which states that the Otoritas Jasa Keuangan is an independent body and free from interference by other parties, which have the functions, duties, and powers of regulation, supervision, inspection, and investigation and have a position outside the government. Coordination between the Otoritas Jasa Keuangan and Bank Indonesia has been provided for in Article 39 of Otoritas Jasa Keuangan Act, namely in making banking supervision regulations include: minimum capital obligations of banks, banking information system that is unified, policy receipt of funds from abroad, receipt of foreign currency funds and external commercial borrowing country, banking products, derivative transactions, banking activities and the determination of other banking institutions are categorized as systemically important banks as well as other data are excluded from the provisions of the confidentiality of the information.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56082
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mohammad Fahmi Arkanuddin
"Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh risiko serta regulasi arsitektur keuangan terhadap ekosistem fintech pada indutsri fintech P2P lending Indonesia serta menganalisis risiko-risiko mendasar industri fintech P2P lending Indonesia. Penelitian ini untuk menguji dan mengkonfirmasi model, berdasarkan teori ekosistem fintech. Penelitian ini menggunakan paradigma positivis, dan metode kuantitatif. Stabilitas ekosistem fintech P2P lending sangat penting dalam menjaga keberlangsungan bisnis Industri fintech P2P lending Indonesia, sementara itu risiko dan regulasi arsitektur keuangan sebagai variabel eksternal yang dapat mempengaruhi stabilitas ekosistem fintech P2P lending, hal ini tercermin dari hasil penelitian menunjukkan bahwa: (i) Risiko serta regulasi arsitektur keuangan secara bersama-sama dan simultan memiliki pengaruh signifikan terhadap ekosistem fintech; (ii) Risiko-risiko mendasar pada industri fintech P2P lending, antara lain risiko kredit, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko reputasi serta ada 1 tambahan risiko yaitu risiko pandemik-COVID-19. Risiko memungkinkan dapat dimitigasi melalui penerbitan regulasi, karena kedua variabel ini memiliki korelasi yang sangat kuat, selain itu juga dengan memperkuat ekosistem fintech terutama elemen kunci yaitu fintech start-ups, dengan fokus mengelola, mengendalikan dan memitigasi risiko melekat yang ada. Risiko pandemik-COVID-19, memiliki korelasi terhadap elemen start-up fintech, sehingga adanya pandemik COVID-19, mendorong penggunaan platform digital-mobile application, di mana transaksi dapat dilakukan tanpa harus bertemu dan tetap menjaga social distancing. Dimensi regulasi harus mencakup regulatory, fungsi regulasi dengan menerbitkan aturan-aturan, dan supervisory, fungsi pengawasan terhadap seluruh pelaku fintech P2P lending dan pelaku pendukungnya serta regulasi big data analytics, automation dan robotics. Elemen-elemen baru ekosistem fintech P2P lending Indonesia perlu didukung dan dikembangkan, seperti institusi asuransi kredit dan lembaga perlindungan konsumen fintech.

The purpose of this research was for analyzing the affect risk and financial architecture regulation to fintech ecosystem on P2P lending industry in Indonesia and analyze the fundamental risks of fintech P2P lending Industry in Indonesia. This research was to test and confirm the theory of fintech ecosystem. This research uses positivist paradigm and the quantitative method approach. The stability of fintech P2P lending ecosystem is the most important to keep the business sustainability of fintech P2P lending in Indonesia, in while risk and financial architecture regulation are external variables that can affect the stability of fintech P2P lending ecosystem, which was reflected in the result of of research showed that: (i) from fintech ecosystem perspective view, risk had significant correlations to financial architecture regulation; (ii) in fintech P2P lending industry, risk had effect significantly on fintech ecosystem; (iii) for regulation level in fintech P2P lending industry, financial architecture regulation has no significantly effect on fintech ecosystem; (iv) risk and financial architecture regulation had significant effect simultaneously on fintech ecosystem; (v) The fundamental risks of fintech P2P lending industry are credit risk, operational risk, liquidity risk, reputation risk and 1 addtitional risk, namely pandemic risk-COVID 19. The Risks are probable can be mitigated by making rules in financial architecture regulation and empowered fintech ecosystem, especially main element of fintech ecosystem is fintech start-ups for managing and mitigating inherent risks. Pandemic risk COVID-19 has strong correlations to fintech start-up, the existence of pandemic COVID-19 event can encourage for using digital platform-mobile application, where the transactions can be settled without meeting and still-keep up social distancing. Financial architecture regulation has cover at least the regulatory, issue the rules related with this industry and supervisory, supervise all the actors of this industry and supports as well as regulation of big data analytics, automation and robotics. The new elements of ecosystem of fintech P2P lending in Indonesia needed for supporting this industry, namely: the existance of credit insurance institution element and fintech consumers protection agency."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ataya Felicya Junita
"Transfer dana non-bank merupakan kegiatan pemindahan dana dari Pengirim kepada Penerima yang diselenggarakan oleh Lembaga Selain Bank (Non-Bank), yakni badan usaha berbadan hukum Indonesia yang menyelenggarakan kegiatan transfer dana. Transaksi dengan menggunakan Teknologi Finansial itu sendiri rentan terhadap berbagai macam risiko, seperti penipuan (fraud), kesalahan atau error dari sistem, identity theft serta menjadi sarana pencucian uang (money laundering) dan pendanaan terorisme. Maka dari itu, skripsi ini membahas pengaturan dan pengawasan serta pembinaan oleh Bank Indonesia terhadap penyelenggaraan transfer dana non-bank berbasis Teknologi Finansial. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis-normatif, yaitu menelaah dan menganalisis ketentuan hukum serta bahan pustaka lainnya yang berhubungan dengan pengaturan dan pengawasan Bank Indonesia terhadap penyelenggaraan transfer dana non-bank berbasis teknologi finansial. Pengaturan transfer dana non-bank diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, yakni ketentuan tentang Transfer Dana, Sistem Pembayaran, Perlindungan Konsumen Bank Indonesia, dan Penyedia Jasa Sistem Pembayaran. Sementara, pengawasan Bank Indonesia dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan risiko/kepatuhan berdasarkan klasifikasi risiko baik melalui pengawasan langsung (on-site) maupun dengan pengawasan tidak langsung (off-site/surveillance). Dari hasil pengawasan, Bank Indonesia dapat mengevaluasi Penyelenggara Transfer Dana Non-Bank dan memerintahkan untuk melakukan tindakan perbaikan dan/atau memberikan sanksi administratif.

Non-Bank fund transfer is an activity of transferring sum of funds from Originator to Beneficiary executed by Non-Bank Institutions, non-bank business entities which are incorporated and established under Indonesian law that executes fund transfers. Transactions using Financial Technology are vulnerable to various risk, such as fraud, system error, identity theft, and being used as a tool for money laundering and terrorism financing. Therefore, this thesis discusses the regulation, supervision and also the guidance by Bank Indonesia on the implementation of financial technology-based non-bank transfer funds. This thesis is researched using juridical-normative method, which examines and analyzes the regulations and literature related to the regulation and supervision of Bank Indonesia on the implementation of Financial Technology-based non-bank fund transfer. Non-bank fund transfers are regulated in laws regarding fund transfer, regulations on payment systems, consumer protection of Bank Indonesia, and payment service providers. The implementation of Bank Indonesia supervision is carried out using a risk/compliance approach based on the level of the risk, either with direct supervision (on-site) or with indirect supervision (off-site/surveillance). Based on the results of supervision, Bank Indonesia may evaluate the non-bank fund transfer service providers and instruct them to take corrective action and/or impose administrative sanctions."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leatemia, Hellen Silvia
"Saat ini, banyak produk sistem pembayaran Fintech seperti e-money, mobile payment dan lain sebagainya yang beredar di kalangan masyarakat di Indonesia. Hal ini memberikan beragam pilihan sistem pembayaran bagi masyarakat, sehingga masyarakat bisa memilih sendiri sistem pembayaran mana yang menjadi preferensi masyarakat atau customer dalam memilih sistem pembayaran, apakah menggunakan Financial Technology (Fintech) atau konvensional. Technology Acceptance Model (TAM) yang diperkenalkan oleh Davis (1989) digunakan untuk menjelaskan adaptasi Teknologi Informasi (TI) oleh penggunanya dengan menggunakan instrumen persepsi manfaat dan persepsi kemudahan penggunaan. Dalam penelitian ini, TAM digunakan sebagai framework untuk membantu menjelaskan penggunaan sistem pembayaran Fintech menggunakan instrumen seperti persepsi manfaat, persepsi kemudahan penggunaan, presepsi kredibilitas, promosi Fintech yang mendukung customer memiliki niat untuk menggunakan sistem pembayaran Fintech. Tool yang digunkan untum memproses data dalam penelitian ini menggunakan Lisrel yang merupakan salah satu aplikasi yang digunakan dalam Structural Equation Modelling (SEM).
Hasil dan kesimpulan yang diperoleh yaitu persepsi kemudahan memiliki efek positif terhadap persepsi manfaat, persepsi kemudahan penggunaan memiliki efek positif terhadap persepsi kredibilitas, persepsi kemudahan penggunaan tidak memiliki efek positif terhadap promosi Fintech, persepsi kemudahan penggunaan tidak memiliki efek positif terhadap niat untuk menggunakan, persepsi manfaat memiliki efek positif terhadap promosi Fintech, persepsi manfaat memiliki efek positif terhadap niat untuk menggunakan, persepsi kredibilitas tidak memiliki efek positif terhadap niat untuk menggunakan dan promosi Fintech memiliki efek positif terhadap niat untuk menggunakan.

Many Fintech payment system products nowadays, for example e-money, mobile payments etc., are circulating among people in Indonesia. This provides a variety of payment system options for people, so that people can choose for themselves which payment system is the peoples or the customers preference in choosing a payment system, whether using Financial Technology (Fintech) or conventional. The Technology Acceptance Model (TAM) introduced by Davis (1989) is used to explain the adaptation of Information Technology (IT) by its users by using variables of perceived usefulness and perceived ease of use. In this study, TAM is used as a framework to help explain the adoption of the Fintech payment system using instruments such as perceived usefulness, perceived ease of use, perceived credibility, Fintech promotions that support customers have the intention to use the Fintech payment system. The tool to process data in this study uses Lisrel which is one of the applications used in Structural Equation Modelling (SEM).
The result and conclusion obtained are perceived ease of use has a positive effect on perceived usefulness, perceived ease of use has a positive effect on perceived credibility, perceived ease of use has no positive effect on Fintech promotion, perceived ease of use has no positive effect on intention to use, perceived usefulness has a positive effect on Fintech promotion, perceived usefulness has a positive effect on intention to use, perceived credibility has a positive effect on intention to use and Fintech promotion has a positive effect on intention to use."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Irsyad Nurilham
"Perkembangan teknologi berpengaruhi terhadap perkembangan sistem pembayaran di Indonesia dengan kemunculan dompet elektronik yang merupakan kegiatan penatausahaan sumber dana dari Penyedia Jasa Pembayaran (“PJP”). Secara keseluruhan dalam pelaksanaannya telah berjalan dengan baik, namun terdapat kendala seperti terjadinya kegagalan transfer dana yang dialami oleh konsumen pengguna jasa. Oleh karena itu, skripsi ini membahas mengenai perlindungan konsumen dalam sistem pembayaran dompet elektronik oleh penyelenggara Teknologi Finansial, dalam hal terjadinya kegagalan transfer dana pada dompet elektronik X. Bentuk penelitian pada skripsi ini adalah yuridis-normatif menelaah dan menganalisis ketentuan hukum serta bahan pustaka lainnya yang berhubungan dengan perlindungan konsumen dalam sistem pembayaran dompet elektronik oleh penyelenggara Teknologi Finansial, dalam hal terjadinya kegagalan transfer dana pada dompet elektronik X. Kesimpulan yang didapat atas penelitian skripsi ini adalah (1) pengaturan perlindungan konsumen pada dompet elektronik sebagai salah satu dari PJP terhadap kegagalan transfer dana adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana beserta ketentuan pelaksanaannya, Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/6/PBI/2021 tentang PJP beserta ketentuan pelaksanaannya, dan PBI Nomor 22/20/PBI/2020 tentang Perlindungan Konsumen Bank Indonesia beserta ketentuan pelaksanaannya; dan (2) Implementasi pengaturan perlindungan konsumen dompet elektronik terkait dengan kegagalan transfer dana yang diselenggarakan oleh X sudah dilaksanakan dengan cukup baik. Dari hasil penelitian skripsi ini, penyelenggara perlu memberikan kepastian dari waktu penerimaan dana oleh penerima transfer dana atas perintah transfer dana yang dilakukan oleh pengirim dan Bank Indonesia perlu melakukan pengawasan terhadap ketentuan klausula baku yang dibuat oleh penyelenggara.

Technological developments affect the development of the payment system in Indonesia with the emergence of electronic wallets which focuses on activities of administering the source of funds from Payment Service Providers (“PSP”). Overall, the implementation has run well, but there happens certain obstacles such as the failure to transfer funds experienced by consumers who use the services. Therefore, this thesis discusses consumer protection in electronic wallet payment system by Financial Technology organizer in the event of a failure to transfer funds in electronic wallet X. The research form in this thesis is juridical-normative, reviewing and analyzing legal provisions and other library materials that related to consumer protection in electronic wallet payment systems by Financial Technology organizer, in the event of a failure to transfer funds to electronic wallet X. The conclusions obtained from this thesis research are (1) regulation of consumer protection pertaining transfer failures on electronic wallets as one of the PSP are Law Number 3 of 2011 concerning Funds Transfer and its implementing provisions, Bank Indonesia Regulation (PBI) Number 23/6/PBI/2021 concerning PJP and its implementing provisions, and PBI Number 22/20/PBI/2020 concerning Bank Consumer Protection as well as the implementation provisions; and (2) the implementation of electronic wallet consumer protection regulation pertaining to the failure of funds transfers organized by X has been implemented quite well. From the results of this thesis, the organizers need to provide a certainty of time of receival of funds by the beneficiary of the funds transfer on the order of the transfer of funds made by the sender and Bank Indonesia needs to supervise the provisions of the standard clause made by the organizers."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusi Yolanda
"Perkembangan teknologi informasi melahirkan inovasi di bidang keuangan salah satunya Fintech Peer-to-Peer Lending syariah. Penyelenggara Fintech Peer-to-Peer Lending Syariah di Indonesia bersaing menyediakan berbagai produk pembiayaan dengan beragam akad dan program, sedangkan ketentuan penyelenggaraannya baru diatur oleh POJK No 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi, dan Fatwa DSN-MUI No 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah. Penelitian ini membahas mekanisme pembiayaan dan model pengawasan Fintech Peer-to-Peer Lending Syariah di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang bersifat deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pembiayaan telah sesuai dengan Fatwa DSN MUI, dan dilaksanakan dalam tiga tahapan yakni tahapan penerimaan pembiayaan, tahapan penawaran investasi, dan masa investasi. Analisis syariah dilakukan pada tahapan penerimaan pembiayaan dan saat masa investasi berlangsung. Pengawasan Fintech Peer-to-Peer Lending Syariah di Indonesia dilakukan oleh pihak internal dan pihak eskternal. Pengawasan internal dilakukan oleh organ perusahaan dengan pembuatan dan pelaksanaan SOP yang telah disetujui oleh OJK. Dewan Pengawas Syariah ikut melakukan pengawasan secara internal dengan pemantauan aspek syariah. Pengawasan Eksternal dilakukan oleh OJK, namun OJK tidak spesifik memiliki program atau unit khusus yang mengawasi aspek syariah. Dewan Syariah Nasional juga berperan melakukan pengawasan tidak langsung dengan memberikan rekomendasi DPS, pembinaan, dan pencabutan DPS. Penyelenggara harus mengoptimalkan integrasi aspek syariah dalam SOP dan penyelenggaraannya. OJK harus mengeluarkan aturan baru yang mengakomodir Fintech Peer-to-Peer Lending Syariah serta melakukan pengawasan spesifik terhadap aspek syariah. DPS harus mengoptimalkan perannya dalam melakukan pengawasan. DSN perlu meningkatkan pelatihan dan sertifikasi untuk menambah jumlah DPS yang masih terbatas

The development of information technology has created innovations in financial sector, one of them is Sharia Peer-to-Peer Lending. Sharia Peer-to-Peer Lending operators in Indonesia compete to provide various financing products with various akad and programs, while rules for their implementation are only regulated by POJK NO 77/POJK.01/2016 and in the DSN-MUI Fatwa No 117/DSN-MUI/II/2018. This study discusses the financing mechanism and supervision model of Sharia Peer-to-Peer Lending in Indonesia. This research is normative research and analytical descriptive. The results showed that the financing mechanism has in accordance with DSN MUI Fatwa, and implemented in three stages; the stage of receiving financing, offering investment, and investment period. Sharia compliance is carried out within the stage of receiving financing and during the investment period. Supervision of Sharia Peer-to-Peer Lending is carried out by internal and external parties. Internal supervision is carried out by the operators by making and implementing SOPs that have been approved by the OJK. DPS participates in monitoring sharia aspects. External supervision is carried out by OJK, unfortunately OJK not yet specifically have a special program or unit that oversees sharia aspects. DSN plays a role in indirect supervision by providing DPS recommendations, coaching, and revoking DPS. Operators should optimize the integration of sharia aspects in SOPs and their implementation. OJK must issue new rules to accommodate Sharia Peer-to-Peer Lending and carry out specific supervision on sharia aspects. DPS should optimize its role in conducting supervision. DSN should continue to conduct various trainings and certifications to increase the number of DPS which is still limited"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Randy Suryono
"Penelitian ini bertujuan untuk membangun proses bisnis pengawasan Fintech P2P Lending di Indonesia berbasis Berita Daring, Twitter, dan Ulasan Google Playstore. Usulan pengawasan yang baru digambarkan dengan Business Process Modeling Notation (BPMN). Selanjutnya diimplementasikan dengan membuat prototipe. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Text Mining seperti ekstraksi informasi dengan Named Entity Recognition (NER), Analisis Sentimen dan Pemodelan Topik dengan Latent Dirichlet Allocation (LDA). Hasil eksperimen pada pendekatan NER menunjukan Algoritma Multinomial Naïve Bayes mendapatkan F1-score tertinggi sebesar 90%, sedangkan pada pendekatan analisis sentiment model Naïve Bayes dan Random Forest terbukti memiliki akurasi tinggi yaitu diatas 91%. Hasil NER membuktikan bahwa platform Cashless, Yokke, Digital Artha Media, Koinworks, Moka, Privy id, PT Tunaiku Fintech Indonesia, PT Relasi Perdana Indonesia, PT Dynamic Credit Asia dan PT Progo Puncak Group tidak ada dalam daftar Fintech di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sedangkan hasil Persentase positif untuk aplikasi Adakami, Easycash, Danamas, Dompetkilat, dan Indodana berturut-turut adalah 47%, 59%, 28%, 24%, dan 29%. Penelitian ini dapat digunakan oleh OJK untuk pengawasan Fintech dan meningkatkan perlindungan konsumen.

This research aims to build a business process to supervise Fintech P2P Lending in Indonesia based on Online News, Twitter, and Google Playstore Reviews. The proposed new supervision is described by the Business Process Modeling Notation (BPMN), then implemented by making a prototype. The Text Mining approach uses information extraction with Named Entity Recognition (NER), Sentiment Analysis, and Topic Modeling with Latent Dirichlet Allocation (LDA). Experimental results on the NER approach show that the Naïve Bayes Multinomial Algorithm gets the highest F1-score of 90%. In contrast, the Naïve Bayes and Random Forest model sentiment analysis approaches are proven to have high accuracy, above 91%. The NER results demonstrate that the platforms Cashless, Yokke, Digital Artha Media, Koinworks, Moka, Privy id, PT Tunaiku Fintech Indonesia, PT Relasi Perdana Indonesia, PT Dynamic Credit Asia, and PT Progo Puncak Group are not on the Fintech list at the Financial Services Authority (OJK). While the positive percentage results for the Adakami, Easycash, Danamas, Dompetkilat, and Indodana applications were 47%, 59%, 28%, 24%, and 29%, respectively. This research can be used by OJK for Fintech supervision and improving consumer protection."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>