Ditemukan 98775 dokumen yang sesuai dengan query
Auliya Rahmania
"Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 memberikan kewenangan kepada KPPU untuk memberikan sanksi berupa denda administratif kepada pelaku usaha. Saat ini, pedoman bagi KPPU untuk menetapan besaran denda administratif diatur dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2009, namun pada praktiknya KPPU tidak melakukan keseluruhan langkah-langkah sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2009 untuk menetapkan besaran denda administratif. Skripsi ini akan membandingkan beberapa Putusan KPPU dalam menetapkan besaran denda administratif pada kasus keterlambatan pelaporan pengambilalihan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian kepustakaan yang dilakukan terhadap aturan-aturan hukum tertulis, selain itu dapat pula dikatakan sebagai penelitian berfokus masalah yaitu melihat teori dengan praktiknya. Hasil dari penelitian tersebut adalah KPPU dalam menetapkan besaran denda administratif tidak mendasarkan pada nilai penjualan, namun didasarkan pada nilai maksimal denda, sehingga hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2009.
Law Number 5 of 1999 gives KPPU the authority to impose sanctions in the form of administrative fines. KPPU Regulation No 4 of 2009 is a guideline for the KPPU to assess the amount of administrative fines. In practice, KPPU doesn’t take all the steps as stipulated in the KPPU Regulation Number 4 of 2009 to determine the number of the administrative fines. This research will compare KPPU decisions in determining the number of administrative fines in cases of late acquisition reporting. This research uses a juridicial- normative research method, named library research conducted on written legal rules, also this research used problem focused research, named seeing theory with practice. The result of this research is KPPU in determining the number of administrative fines is not based on the sales value, but is based on the maximum value of the fines, it’s not in accordance with the KPPU Regulation Number 4 of 2009."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Vito Natanael
"Pelaku usaha merupakan orang perorangan atau badan usaha yang melakukan perjanjian dan penyelenggaraan kegiatan usaha bidang ekonomi di Indonesia. Kehadiran pelaku usaha turut diatur hak dan kewajibannya, melalui hukum persaingan usaha dan ditegakkan melalui kehadiran lembaga penegak hukum persaingan usaha, yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU hadir membantu mencegah adanya pelanggaran persaingan usaha. Namun, terdapat hambatan KPPU dalam penegakkan tersebut, yaitu tidak dijalankannya eksekusi putusan oleh pelaku usaha yang diputus KPPU. Salah satu penyebabnya adalah kehadiran pelaku usaha yang jatuh pailit. Kendati demikian, penulisan ini ditujukan untuk meneliti bagaimana proses eksekusi putusan dan kedudukan KPPU sebagai kreditur saat terdapat pelaku usaha yang jatuh pailit setelah putusan denda pelanggaran persaingan usaha. Melalui penerapan penelitian doktrinal dengan metode kualitatif dan pendekatan deskriptif-analitis, Penulis melihat adanya kekurangan dalam penegasan hukum terkait pelaksanaan eksekusi putusan oleh KPPU dan kedudukan KPPU sebagai kreditur dalam hal pelaku usaha jatuh pailit setelah putusan denda pelanggaran persaingan usaha. Pertama, tulisan ini akan menjabarkan hukum persaingan usaha di Indonesia dan KPPU sebagai lembaga penunjangnya. Selanjutnya, Penulis menjelaskan bagaimana eksekusi putusan yang dapat dilakukan oleh KPPU berdasarkan hukum acara perdata, UU No. 5 Tahun 1999, dan peraturan lainnya. Selain itu, Penulis menjelaskan bagaimana mekanisme pelaksanaan eksekusi putusan KPPU secara praktis terhadap pelaku usaha yang berperkara. Kedua, Penulis akan memberikan analisis terkait kedudukan KPPU sebagai kreditur dalam hal terdapat pelaku usaha yang jatuh pailit setelah putusan pelanggaran persaingan usaha disertai penjelasan teori kepailitan dan hukum acara kepailitan. Penulis berkesimpulan bahwa secara praktis, eksekusi putusan dapat berjalan, walaupun kurang diatur secara tegas dalam UU No. 5 Tahun 1999 dan KPPU mendapatkan kedudukan sebagai kreditur preferen saat hendak melakukan eksekusi putusan terhadap pelaku usaha yang jatuh pailit setelah putusan denda pelanggaran persaingan usaha sehingga perlu amandemen kedua UU No. 5 Tahun 1999 dan pedoman khusus terkait permasalahan ini.
Business actors are individuals or business entities that enter into agreements and conduct business activities in the economic sector in Indonesia. The rights and obligations of these business actors are regulated through competition law and enforced by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU). The KPPU plays a role in preventing business competition violations. However, the KPPU faces challenges in this enforcement, particularly when businesses sanctioned by the KPPU fail to execute the rulings. One reason for this is when business actors declare bankruptcy. Nevertheless, this paper aims to examine the execution process of such rulings and the status of the KPPU as a creditor when a business actor goes bankrupt after the imposition of a fine for competition law violations. By applying doctrinal research using qualitative methods and a descriptive-analytical approach, the author identifies shortcomings in the legal framework regarding the execution of KPPU rulings and the KPPU’s status as a creditor when a business actor goes bankrupt after a fine is imposed for competition law violations. First, this paper will describe the competition law in Indonesia and the KPPU as its supporting institution. Next, the author explains how the execution of KPPU rulings can be carried out based on civil procedural law, Law No. 5 of 1999, and other regulations. Additionally, the author discusses the practical mechanism for executing KPPU rulings against businesses involved in disputes. Second, the author provides an analysis of the KPPU’s status as a creditor when a business actor goes bankrupt following the issuance of a competition law violation ruling, including an explanation of bankruptcy theory and bankruptcy procedural law. The author concludes that, in practice, the execution of rulings can still proceed, although it is not explicitly regulated in Law No. 5 of 1999. Furthermore, the KPPU obtains preferential creditor status when executing rulings against business actors who declare bankruptcy after the imposition of fines for competition law violations. Therefore, an amendment to Law No. 5 of 1999 and specific guidelines on this issue are necessary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rosiana Khotimah
"Tesis membahas mengenai latar belakang dilarangnya perjanjian penetapan harga dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta kesesuaian Putusan Komisi Persaingan Usaha Tidak Sehat Nomor 04/KPPU-I/2016 dengan ketentuan peraturan yang ada di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian ini hukum normatif. Secara umum, tujuan dibentuknya UU No. 5 Tahun 1999 adalah untuk menciptakan suatu persaingan yang sehat diantara pelaku usaha pesaing. Salah satu praktek monopoli yang dilarang adalah perjanjian penetapan harga. Sehingga penelitian ini menyimpulkan bahwa penetapan harga dilarang karena banyak terjadi praktek konglomerasi pada tahun 1998. Dalam pembuktiannya KPPU menggunakan pembuktian circumstantial evidence. Pembuktian secara circumstantial evidence cukup sulit karena tidak ada bukti dokumen yang mengarahkan langsung kepada pelanggaran, sehingga KPPU diharuskan melakukan penyelidikan untuk mendapatkan bukti yang dibutuhkan. Salah satu kasus penetapan harga yang diputuskan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha baru-baru ini mengenai kasus kartel harga yang melibatkan dua perusahaan besar yaitu PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dengan PT Astra Honda Motor. Putusan Nomor 04/KPPU-I/2016. Dalam Putusannya Yamaha-Honda terbukti melakukan pelanggaran terhadap Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 yaitu penetapan perjanjian penetapan harga motor skutik 110-125cc. KPPU dalam menjerat kedua pelaku usaha tersebut menggunakan unsur price parallelism dan concerted action.Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, penulis menyimpulkan bahwa kedua unsur tersebut tidak terbukti. Penelitian juga menunjukan bahwa keputusan majelis KPPU tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kata Kunci : Penetapan Harga, Persaingan Usaha, KPPU.
Thesis discusses about the background of the prohibition of pricing agreement of the Law Number 5 of the Year 1999 on Prohibition of Monopoly Practices and Unfair Business Competition and Conformity of the Decision of Unfair Business Competition Commission Number 04 KPPU I 2016 with the provisions of existing regulations in Indonesia. This research Focused on the reasoning behind the ban of price fixing in the Law Number 5 of the Year 1999 on Prohibition of Monopoly Practices and Unfair Business Competition and whether the Verdict of Commission of business competition supervisor has been done in accordance to the existing regulations. Thisresearch used juridical normative method that refers to positive law or written norms law. In general, the purpose of the establishment of Law no. 5 of 1999 is to create a healthy competition among competitors. Price fixing is prohibited because of the many conglomeration practices in 1998. Commission of business competition supervisor condoned the uses circumstancial evidence, which is difficult to do because there is no the process of proofment to point the violation of the rules. One of price fixing case which was handled by Commission of business competition supervisor recently involved 2 major company, PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing with PT Astra Honda Motor. Commission of business competition supervisor found that Yamaha Honda was gulity of doing a price fixing on product scooter motorcycle 110 125cc, based on the element of price parallelism and concerted action. Thus make the verdict of Commission of business competition supervisor has not been done in accordance to the existing regulation. Keyword Price Determanation, Bussiness Competation, Business Competition Supervisor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Erlita Kusumawati
"Praktek monopoli merupakan kegiatan anti persaingan yang dilarang berdasarkan Pasal 17 UU Anti Praktek Monopoli dikarenakan sangat merugikan kepentingan umum, sehingga terhadap pelaku usaha yang terbukti melakukan praktek monopoli harus dijatuhkan sanksi administratif guna menegakkan hukum persaingan usaha, namun pada Putusan KPPU Perkara Nomor: 04/KPPU-I/2021 terdapat adanya kondisi dimana pelaku usaha yang terbukti melakukan praktek monopoli tidak memiliki kemampuan untuk membayar denda sehinga Majelis Komisi memutus dengan tidak menjatuhkan denda administratif pada amar putusan sehingga perlu dianalisis apakah pertimbangan demikian sudah tepat menurut hukum, dan pertanggungjawaban atas membayar denda tersebut apakah dapat dibebankan terhadap Organ-Organ Perseroan sampai harta pribadinya. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertimbangan Majelis Komisi dengan analisis pendekatan teori keadilan tidak tepat dikarenakan tidak mencerminkan keadilan yang menyangkut kepentingan umum secara luas karena dampak tindakan antipersaingan sangat merugikan, namun dengan analisis pendekatan teori kemanfaatan, pertimbangan Majelis Komisi telah tepat dikarenakan apabila denda dijatuhkan tidak memiliki sisi kemanfaatan dikarenakan kasus ini berkaitan dengan kasus tindak pidana korupsi, kemudian terkait pertanggungjawaban, baik terhadap Direksi, Dewan Komisaris, Pemegang Saham, dan Beneficial Owner secara teori dapat dimintakan pertanggungjawaban sampai dengan harta pribadi sesuai dengan porsinya masing-masing karena telah terbukti bahwa pada PT ACK, Direksi dalam pengurusannya dan Komisaris dalam pengawasannya tidak menjalankan fiduciary duty, serta Pemegang Saham dan Beneficial Owner menjadikan Perseroan sebagai Alter Ego guna kepentingan pribadi yang mengakibatkan Perseroan menjadi berada pada kondisi ketidakmampuan membayar denda administratif, sehingga berdasarkan prinsip piercing the corporate veil, dari yang semula pertanggungjawabannya masing-masing Organ Perseroan secara terbatas berubah menjadi tidak terbatas sampai harta pribadi masing-masing.
Monopolistic practice is an anti-competitive activity that is prohibited under Article 17 of the Law Against Monopolistic Practice because it is very detrimental to the public interest, so business actors who are proven to have committed monopolistic practice must be subject to administrative sanctions in order to enforce business competition law, but in KPPU's Decision Number: 04/KPPU- I/2021 there are conditions where Business Actors who are proven to have committed monopolistic practice do not have the ability to pay fines so that the Commission Council decides not to impose administrative fines on the verdict so that it is necessary to analyze whether such considerations are appropriate according to law, and whether the responsibility for paying these fines is can be charged to the Company's Organs up to personal assets. The research method in this study is normative juridical. The results of the study show that the consideration of the Commission Council with the analysis of the theory of justice approach is inappropriate because it does not reflect justice that concerns the public interest at large because the impact of anti-competitive actions is very detrimental, but with the analysis of the theory of benefit approach, the considerations of the Commission Council are appropriate because if a fine is imposed there is no side benefit because this case is related to a criminal act of corruption, then related to accountability, both to the Board of Directors, Board of Commissioners, Shareholders, and Beneficial Owners in theory can be held accountable up to personal assets in accordance with their respective portions because it has been proven that PT ACK, Directors in their management and Commissioners under their supervision do not carry out fiduciary duties, and Shareholders and Beneficial Owners make the Company an Alter Ego for personal gain which causes the Company to be in a condition of inability to pay administrative fines, so that it is based on the principle of piercing the corporate veil, from the beginning the responsibilities of each Company Organ are limited to unlimited up to their respective personal assets."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Auditarahman Marlindo
"Tesis ini membahas mengenai perjanjian penetapan harga dalam perspektif hukum persaingan usaha pada putusan KPPU 2013-2014, jenis perjanjian ini sering terjadi karena adanya maksud untuk mencari keuntungan secara mudah oleh pelaku usaha yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Permasalahan yang dibahas yaitu bagaimana dasar pertimbangan dan alasan yuridis larangan perjanjian penetapan harga pada UU Nomor 5 Tahun 1999, hal-hal apa saja yang harus diungkap atas perjanjian penetapan harga dan bagaimana konsistensi KPPU dalam menjatuhkan sanksi atas perjanjian penetapan harga, serta bagaimana akibat perjanjian penetapan harga terhadap persaingan usaha di pasar dan konsumen terkait dalam perspektif hukum persaingan usaha. Tujuan pada penulisan tesis ini untuk menjelaskan mengenai dasar pertimbangan dan alasan yuridis larangan perjanjian penetapan harga pada UU Nomor 5 Tahun 1999, untuk menjelaskan mengenai hal-hal yang harus diungkap atas perjanjian penetapan harga dan konsistensi KPPU dalam menjatuhkan sanksi atas perjanjian penetapan harga, serta untuk menjelaskan akibat perjanjian penetapan harga terhadap persaingan usaha di pasar dan konsumen terkait dalam perspektif hukum persaingan usaha. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, dengan tipologi penelitian deskriptif, cara pengolahan data secara kualitatif dengan menggunakan data sekunder, pengumpulan data yaitu melalui studi kepustakaan, dan cara penarikan kesimpulan menggunakan logika deduktif. Dasar pertimbangan dan alasan yuridis larangan perjanjian penetapan harga pada UU Nomor 5 Tahun 1999, yaitu karena perilaku kesepakatan penetapan harga akan secara langsung menghilangkan persaingan yang seharusnya terjadi diantara para pelaku usaha di pasar. Hal-hal yang harus diungkap atas perjanjian penetapan harga, yaitu unsur pelaku usaha, pelaku usaha pesaing, menetapkan harga atas barang/jasa, dan inkosistensi KPPU menggunakan pendekatan hukum. Konsistensi KPPU dalam menjatuhkan sanksi atas perjanjian penetapan harga harus mengacu pada Pedoman Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Tindakan Administratif. Akibat/dampak terhadap persaingan usaha dan konsumen di pasar terkait yaitu adanya hambatan masuk ke pasar (barrier to entry), dan hambatan ke luar pasar (barrier to exit) bagi pelaku usaha, sedangkan dampak terhadap konsumen terkait yaitu mahalnya harga barang/jasa dan terciptanya inefisiensi yang dapat menurunkan kesejahteraan konsumen (consumer welfare).
This thesis discusses about price fixing agreement in the perspective of business competition law on a verdict of KPPU 2013-2014, this kind of agreement often occurs because there is an intent to look for a profit easily by the business actor that causing an unfair competition. The issues to be discussed are how a basic consideration and legal reason of prohibition on price fixing agreement under the law no.5/1999, what the things that should be disclosed in the price fixing agreeement and how the consistency of KPPU in imposing sanctions on price fixing agreement, and also how the impact of price fixing agreement on competition in the relevant market and consumers in the perspective of competition law. The purposes in writing this thesis are explaining the basic consideration and legal reason of prohibition on price fixing agreement under the law no. 5/1999, explaining the things that should be disclosed on price fixing agreement and the consistency of KPPU in imposing sanctions on price fixing agreement, and also explaining the impact of price fixing agreement on competition in the relevant market and consumers in the perspective of competition law. This research is normative with descriptive typology, processing data in qualitative using a secondary data, collecting data through the study of literature, and drawing a conclusion using the deductive logic. The basic consideration and legal reason of prohibiton on price fixing agreement under the law no. 5/1999 is because the behavior of price fixing agreement will directly eliminate the competition that should occurs between the business actor in the market. The things that should be disclosed on price fixing agreement are the element of business actor, business competitor, the element of price fixing for the goods/services, and inconsistency KPPU using a legal approach. Consistency KPPU in imposing sanctions on price fixing agreement should refer to the guideline of the article 47 law No. 5/1999 on Administrative Measures. The impact on competition and consumers in the relevant market are the existences of barrier to entry, and barrier to exit for another business actors, whereas the impact for the related consumers are high prices of goods/services and the creation of inefficiencies that can reduce the consumer welfare."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43845
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Acep Sugiana
"
ABSTRAKPersekongkolan dalam Tender merupakan tindakan yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan usaha tidak sehat. Secara khusus larangan melakukan Persekongkolan dalam Tender diatur di dalam Pasal 22. Tujuan dilaksanakannya Tender yaitu untuk memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha agar dapat ikut menawarkan harga dan kualitas yang bersaing. Sehingga pada akhirnya dalam pelaksanan proses tender tersebut akan didapatkan harga yang termurah dengan kualitas yang terbaik. Penelitian ini bersifat yuridis normatif berdasarkan penelitian literatur dan perundang-undangan.Dalam perkara KPPU No.03/KPPU-L/2016 KPPU tidak cermat dalam mempertimbangkan dan membuktikan unsur efisiensi dan Afiliasi selain unsur-unsur lainnya.Sehingga meskipun dalam tingkat persidangan di KPPU para Terlapor dinyatakan bersalah namun dalam tingkat keberatan di Pengadilan Negeri dan Kasasi di Mahkamah Agung para Terlapor yaitu Husky-CNOOC Madura Limited dan PT COSL INDO dibebaskan dari tuduhan pelanggaran pasal 22 tentang persekongkolan tender.Pencapaian efisisensi merupakan roh dari hukum persaingan usaha di Indonesia,ketika efisiensi dapat tercapai dengan tujuan utama kesejahteraan konsumen maka faktor-faktor lain menjadi tidak begitu relevan untuk dituduhkan kepada pelaku usaha. Ditambah dengan ketidakcermatan KPPU dalam membuktikan pihak terafiliasi dalam perkara ini menjadi suatu pelajaran dan bahan evaluasi bagi KPPU ke depannya dalam penerapan pasal 22 UU No.5 tahun 1999.
ABSTRACT Conspiracy in Tender is an action that is prohibited under the Law No. 5 of 1992 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. Specifically, the prohibition to conduct Conspiracy in Tender is stipulated in Article 22. The objective of Tender execution is to provide the same opportunity to business actors in order to offer competitive prices and qualities. So that, eventually the said tender process, lowest prices with the best qualities will be obtained. This research is juridical normative based on research on literatures as well as laws and regulations. In the case KPPU No.03 KPPU L 2016, KPPU was not scrupulous in considering and proving the efficiency element and Affiliation apart from other elements. As a result, even though the Reported were sentenced to be guilty in the trial in the stage of KPPU, but in the objection stage in District Court and Cassation in Supreme Court, the Reported, namely Husky CNOOC Madura Limited and PT COSL INDO were exempted from the accusation of Article 22 regarding tender conspiracy. Efficiency accomplishment is the spirit of business competition law in Indonesia. When efficiency can be reached with main objective is consumer welfare, therefore other factors become less relevant for business actor to be accused of. Added with KPPU rsquo s imprecision in proving the affiliated parties in this case, it becomes a lesson and evaluation material for KPPU in the implementation of Article 22 Law No. 5 of 2009 in the future. "
2018
T50860
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Miftakhul Ikhsan
"Tesis ini membahas tingkah laku para pelaku usaha sebagai terlapor dalam perkara kartel oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang merupakan salah satu bentuk persaingan usaha yang tidak sehat di Indonesia; terutama pasca reformasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif dilengkapi dengan analisis kuantitatif (statistik) sederhana. Hasii penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat resistensi atau ketidakkooperatitan para terlapor selama proses pemeriksaan di KPPU. Olelx karena itu, mengingat KPPU memiliki keterbatasan kewenangan, maka diperlukan penguatan keiembagaan, khususnya dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Pengadilan.
This thesis describes the conduct of businesses as reported in a cartel case by the Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), which is one form of unfair business competition in Indonesia, especially after reformasi. The study was a descriptive qualitative research design equipped with simple quantitative analysis (statistics). The result of this study show that there is resistance of uncooperativeness the defendant during the examination process at KPPU. Therefore, given KPPU has limited authority, the necessary institutional strengthening, especially with Kepolisian Republik Indonesia (Pohi) and Pengadilan."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T33414
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Akbar Hariyadi
"Thesis ini membahas tentang kewenangan komisi pengawas persaingan usaha (KPPU). Terutama kewenangannya sebagai regulator atau pembuat peraturan perundangan. Sebagai Lembaga Negara Non Struktural KPPU hanyalah sebagai pembantu atau pelengkap dari Lembaga Negara Utama. Selain itu, komisi ini dapat disebut sebagai lembaga yang berfungsi semi-peradilan atau sebagai lembaga quasi peradilan. Lembaga ini bersifat independen dan dalam menjalankan tugas pokoknya berdasarkan undang-undang tidak dapat dicampuri oleh pemerintah dan pihak lain. Srebagai lembaga independen, KPPU tidak mempunyai fungsi regulasi sehingga tidak dapat disebut sebagai “independent self-regulatory body”. KPPU dalam UU Anti Monopoli tidak secara tegas diberi kewenangan sebagai regulator oleh pembuat undang-undang, maka KPPU juga sebaiknya tidak membuat peraturan untuk mengatur pelaksanaan tugasnya berdasarkan undang-undang. Dalam menjalankan kegiatannya, KPPU dapat menyusun dan menetapkan pedoman kerja sesuai tugas KPPU yang terdapat dalam Pasal 35 (f) UU Anti Monopoli. Kewenangan KPPU untuk menyusun pedoman kerja itu, tidak dapat disamakan dengan kewenangan regulasi, karena di dalam pedoman bersifat sebagai peraturan kebijakan yang tidak termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan. Jika materi pedoman tersebut berisi norma hukum baru, maka norma hukum yang demikian dapat diabaikan daya ikatnya. Norma hukum yang demikian tidak dapat dipaksakan daya berlakunya.
This thesis discusses the authority of the commission for the supervision business competition (Commission). Especially his authority as a regulator or regulatory makers. As the State Institutions Non-structural Commission merely as an auxiliary or supplementary of the Main State Institutions. In addition, the commission may be called as an institution that serves as a semi-judicial or quasi-judicial agency. These institutions are independent and the principal duties under the law can not be interfered with by the government and other parties. Srebagai independent agency, the Commission does not have regulatory functions that can not be referred to as "independent self-regulatory body". The Commission on Anti-Monopoly Law does not expressly authorized by the regulator as lawmakers, the Commission also should not make rules to regulate the performance of its duties under the law. In carrying out its activities, the Commission may prepare and establish guidelines for appropriate work assignments Commission contained in Article 35 (f) Anti-Monopoly Law. The authority of the Commission to develop guidelines for the work, can not be equated with the regulatory authority, as in the guidelines as regulatory policies that are not included within the meaning of the legislation. If the guidance material containing new legal norms, the rule of law that such power can be ignored strapped him. Such legal norms can not be coerced into force of power."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Maria Cesilia Hapsari
"Perdagangan gula di dalam negeri merupakan salah satu komoditas penting, sehingga menjadi kegiatan yang perlu diawasi. Oleh karena itu Pemerintah melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.594/MPP/Kep/9/2004 tanggal 23 September 2004 menunjuk PT Superintending Company of Indonesia dan PT Surveyor Indonesia untuk melaksanakan verifikasi impor gula. Berkaitan dengan hal timbul permasalahan dengan adanya Putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2005 apakah telah sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1999? Apakah tindakan kedua perusahaan tersebut termasuk dalam pengecualian UU Nomor 5 Tahun 1999. Dan bagaimanakah pertimbangan hukum Mahkamah Agung dalam memberikan putusannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dengan menggunakan jenis data sekunder. Berdasarkan analisis yang dilakukan, KPPU telah salah dalam penerapan Pasal 50 ayat a, bahwa praktik penyediaan jasa verifikasi impor gula bukan merupakan pelanggaran terhadap UU Nomor 5 Tahun 1999. Hal ini dikuatkan pula oleh Keputusan Mahkamah Agung No. 03/K/KPPU/2006.
Sugar is a strategic for food security and increase economic growth in Indonesia, therefore the sugar trade in the country into the activities that need to be monitored. Therefore the Government through the Minister of Industry and Trade Decree No. 594/MPP/Kep/9/2004 dated September 23, 2004 appointed PT Superintending Company of Indonesia dan PT Surveyor Indonesia to implement verification on sugar import. On the matter of issue that arises from KPPU Decision No. 08/KPPU-I/2005, does it go accordingly with UU Nomor 5 Tahun 1999? And how the Supreme Court processes the law consideration in order to decide a verdict? This research use literature research method of juridical-normative using secondary data. According to the analysis, KPPU had taken an incorrect direction implementing the Article 50 letter a, that the providing service of verification on import sugar is not against the UU Nomor 5 Tahun 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. A Supreme Court Decision No. 03/K/KPPU/2006 adds affirmation on this matter."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27491
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Fintri Hapsari
"
ABSTRAKFokus tesis ini adalah analisis berdasarkan Best Practices dan Empiris mengenai penetapan pasar bersangkutan dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 09/KPPU-L/2009 tentang Akuisisi Alfa Retailindo oleh Carrefour. Analisis best paractices dilakukan dengan cara membandingkan sistematika penetapan pasar bersangkutan yang ditetapkan oleh Majelis Komisi dalam Putusan tersebut dengan teori pasar bersangkutan, pedoman tentang Pasar Bersangkutan dari otoritas pengawas persaingan usaha di negara lain dan praktik terbaik dalam menetapkan pasar bersangkutan sektor ritel di negara lain.Selain analisis best practices, penelitian ini juga menggunakan analisis empiris melalui survey konsumen untuk mengumpulkan informasi terkini mengenai pasar bersangkutan di sektor ritel berdasarkan preferensi konsumen. Hasil penelitian menyatakan bahwa metode penetapan pasar bersangkutan dalam Putusan tersebut secara garis besar telah mengikuti kelaziman proses identifikasi pasar bersangkutan dalam kerangka teoritis dan guideline, serta hasil praktik terbaik negara lain. Disarankan agar analisis pasar bersangkutan dapat ditingkatkan kualitasnya dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang lebih terukur, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
ABSTRACTThe focus of this study is to analyse the relevant market which defined in Commission on Supervision of Business Competition rsquo s Decision No. 09 KPPU L 2009 about Acquisition to Alfa Retailindo by Carrefour based on best practices. Best practices analysis by comparing the methodology used on relevant market delineation in the Decision with the perspective of economics theory, guidelines of relevant market from competition authorities other countries and best practices in determining the relevant market retail sector in other countries. This research also using empirical analysis for gathering information present about relevant market on the retail sector based on consumer preferences through surveys. The result shows that relevant market rsquo s delineation process is mainly has followed the prevalence of theidentification process either from theory nor guidelines perspectives. It is suggested to make some improvement on the process by using quantitative and qualitative scientific method."
2016
T47165
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library